THE EFFECT OF DERMAL APPLICATION OF BINAHONG LEAF EXTRACT OINTMENT ON INCISION WOUND
on
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Volume 14 No. 2: 185-196
April 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i02.p16
Efek Pemberian Sediaan Salep Ekstrak Daun Binahong secara Dermal pada Luka Insisi
(THE EFFECT OF DERMAL APPLICATION OF BINAHONG LEAF EXTRACT OINTMENT ON INCISION WOUND)
Putu Oka Samirana1*, Luh Made Sudimartini2, I Wayan Juli Sumadi3, Putu Dessy Wilantari1
-
1Program Studi Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana Jl. Raya Kampus Unud, Bukit Jimbaran, Badung-Bali;
-
2Departemen Klinik Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. P.B.
Sudirman, Dangin Puri Klod, Denpasar-Bali;
-
3Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana Jl. P.B. Sudirman, Dangin Puri Klod, Denpasar-Bali.
*Email: oka_samirana@unud.ac.id
Abstrak
Luka insisi merupakan luka yang terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam, misalnya luka yang terjadi setelah pembedahan atau operasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian sediaan salep ekstrak daun Binahong pada penyembuhan luka insisi. Daun Anredera scandens (L.) Moq. diekstraksi menggunakan etanol 70%, dan ekstraknya dibuat salep dengan basis adeps lanae dan vaselin album. Sebanyak 35 ekor tikus putih betina galur wistar umur 2-3 bulan dengan bobot 200 g dan diaklimatisasi selama satu minggu, dikelompokkan menjadi 7 kelompok perlakuan. Semua kelompok dibuat luka insisi pada bagian punggung sejajar tulang vertebra, kecuali pada kelompok normal. Setiap hari diberikan salep sebanyak dua kali sehari sebanyak 250 mg. Parameter yang diamati dari histopatologi kulit setelah diberikan salep adalah infiltrasi sel radang dan pembentukan kolagen Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian salep ekstrak etanol daun A. scandens (L.) Moq. menunjukkan bahwa pada hari ke-21 masih terdapat sel radang yang tidak berbeda bermakna (p>0,05) pada semua kelompok dan pada konsentrasi ekstrak 40% terjadi pembentukan kolagen yang berbeda bermakna (p<0,05). Disimpulkan salep ekstrak etanol daun A. scandens (L.) Moq. belum mampu mengurangi sel radang setelah 21 hari perlakuan dan pada konsentrasi 40% menunjukkan pembentukan kolagen paling signifikan.
Kata kunci: Anredera scandens; infiltrasi sel radang; kolagen; luka insisi
Abstract
Incision wound are injuries that caused by sharp instruments, for example wounds that occur after surgery. This study aims to determine the effect of Binahong leaf extract ointment on incision wound healing. Anredera scandens (L.) Moq. extracted using ethanol 70%, then made an ointment on the basis of adeps lanae and vaselin album. A total of 35 female white wistar rats aged 2-3 months with a weight of 200 g and acclimatized for one week, arranged to 7 the tratments groups. All groups made incision wounds on the back parallel to the vertebrae. Everyday given 250 mg of ointment twice a day. After given the ointment, then parameters observed from histopathology of the skin were infiltration of inflammatory cells and the formation of collagen. The results showed that on the the 21st were still inflammation cells that were not significantly different (p>0,05) in all groups and at 40% extract concentrations a significantly different formation of collagen occured (p<0,05). In conclusion, the ethanolic leaf extract of A. scandens (L.) Moq. not able to reduce inflammation cells after 21 days of treatment and at a concentration of 40% showed the most significant collagen formation.
Keywords: Anredera scandens; collagen; incision wound; inflammatory cell infiltration
PENDAHULUAN
Luka insisi merupakan luka yang ditimbulkan karena teriris oleh instrumen tajam, seperti luka yang terjadi setelah pembedahan atau operasi. Luka insisi dapat dikelompokkan menjadi luka kronis jika mengalami keterlambatan penyembuhan atau menunjukkan tanda-tanda infeksi karena terkontaminasi bakteri. Oleh karena itu, pengobatan luka insisi umumnya dilakukan menggunakan obat konvensional seperti antibiotika. Penggunaan antibiotika konvensional hanya mengurangi terjadinya infeksi pada luka tanpa membantu percepatan penyembuhan luka serta penggunaan yang berlebihan menimbulkan terjadinya resistensi pada bakteri tertentu (Semer, 2013). Sehingga perlu pengembangan pengobatan komplementer dalam membantu mempercepat
penyembuhan luka. Obat komplementer dapat digunakan dari bahan tanaman, mineral, hewan atau kombinasi bahannya yang berpotensi dalam pengobatan. Penggunaan obat komplementer ini pula memiliki efek samping yang lebih rendah jika dibandingkan dengan obat sintesis. (WHO, 2013).
Daun binahong atau Anredera scandens (L.) Moq. masuk ke dalam famili Basellaceae yang secara ilmiah telah diketahui memiliki aktivitas farmakologis sebagai antiluka eksisi. Luka eksisi ditunjukkan dengan terjadinya kerusakan jaringan pada lapisan epidermis kulit (Samirana et al., 2016). Oleh karena itu, daun A. scandens (L.) Moq. sangat berpotensi sebagai obat herbal penyembuh luka. Untuk mengetahui aktivitas penyembuhan luka yang lebih mendalam dari daun A. scandens (L.) Moq., maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas penyembuhan luka insisi. Luka insisi adalah luka yang menembus hingga kedalaman sampai melalui otot yang disertai dengan jaritan, dan hal inilah yang membedakan dengan luka eksisi yang hanya terjadi pada jaringan epidermis kulit
(Prasetyono, 2009). Sehingga nantinya dapat dikembangkan sebagai obat herbal pasca pembedahan atau operasi.
Penelitian dari Samirana et al. (2016), mengenai aktivitas ekstrak etanol 70% daun A. scandens (L.) Moq. dalam penyembuhan luka eksisi yang diaplikasikan dalam bentuk sediaan salep. Basis salep yang digunakan merupakan basis hidrokarbon atau lemak yang terdiri dari adeps lanae 15% dan vaselin album 85%. Basis hidrokarbon digunakan karena dapat memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit, sehingga dapat meningkatkan hidrasi pada kulit dan akan mempengaruhi absorpsi perkutan suatu obat (Ansel, 2008; Depkes RI, 2014).
Penelitian Samirana et al. (2017) melaporkan ekstrak etanol daun A. scandens (L.) Moq. mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, triterpen dan tanin. Penelitian lain melaporkan pula adanya kandungan senyawa flavonoid pada ekstrak etanol 70% daun A. scandens (L.) Moq. memiliki potensi sebagai antioksidan (Yadnya-Putra et al., 2019). Senyawa-
senyawa tersebut dapat berperan dalam penyembuhan luka, seperti meningkatkan produksi kolagen tipe I dan produksi IL-1 dan TNF yang dapat mempercepat migrasi proliferasi dari sel keratinosit yang bertanggungjawab dalam proses penutupan luka (Mahmood et al., 2016). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan pengamatan histologis pada preparat kulit yang telah diberikan perlakuan untuk mengetahui tingkat kesembuhan sel atau jaringan yang telah rusak akibat luka. Berdasarkan latar belakang tersebut, adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek sediaan salep daun A. scandens (L.) Moq. secara dernal pada penyembuhan luka insisi dengan melakukan pengamatan histologis preparat kulit dan parameter yang diamati adalah infiltrasi sel radang dan pembentukan kolagen.
METODE PENELITIAN
Preparasi Ekstrak Daun A. scandens (L.) Moq.
Serbuk daun A. scandens (L.) Moq. kering yang diperoleh dari PT. Merapi Farma Herbal Yogyakarta, ditimbang sebanyak 1000 g, kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol konsentrasi 70% (Bratachem®) sebanyak 10 liter selama ± 24 jam dengan dilakukan pengadukan sesekali pada 6 jam pertama. Ketika proses telah selesai dilakukan penyaringan. Residu diremaserasi dengan cara yang sama dengan pengulangan 2 kali. Maserat ditampung menjadi satu dan diuapkan dengan Rotary evaporator (Eyela®) pada suhu 50ºC sampai diperoleh ekstrak kental (Yadnya-Putra, et al., 2019).
Pembuatan Salep Ekstrak Etanol Daun A. scandens (L.) Moq.
Salep dibuat dengan basis berlemak yaitu adeps lanae (Bratachem®) dan vaselin album (Bratachem®) yang berderajat teknis, dengan formula standar adeps lanae 15% dan vaselin album 85%. Pertama, adeps lanae dan vaselin album dipanaskan pada wadah yang terpisah agar melebur di atas air yang mendidih. Kemudian adeps lanae dan vaselin album dicampur pada mortir yang berisi air panas pada suhu 50ºC. Campuran tersebut diaduk dengan kecepatan konstan hingga homogen dan terbentuklah basis salep. Sediaan salep yang akan digunakan pada penelitian ini memiliki konsentrasi ekstrak terstandar daun A. scandens (L.) Moq. sebanyak 10%, 20% dan 40% (Samirana et al., 2016).
Uji Efek Penyembuhan Luka Insisi Dari Salep Daun A. scandens (L.) Moq.
Hewan uji yang digunakan yaitu 35 ekor tikus putih betina galur wistar yang berumur 2-3 bulan dengan berat badan antara 200 gram. Tikus yang digunakan adalah tikus sehat secara klinis. Tikus dibagi menjadi 7 kelompok (masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus ecara acak) yang mendapatkan perlakuan berbeda, namun kondisi setiap kelompok dibuat sama baik dari pemberian makanan,
berat badan, maupun jenis kelamin. Sebelum dilakukan pengujian, hewan uji diaklimatisasi selama 1 minggu, kemudian tikus dianestesi sebelum pembuatan luka dengan Ketamin (KEPRO, Holland) secara intramuskular dosis 100 mg/kgBB (Plumb, 2008). Bulu pada bagian punggung dicukur menggunakan alat pencukur dan area yang akan dibuat luka ditandai. Luka insisi pada bagian punggung sepanjang 2 cm dengan kedalaman sampai melalui otot sejajar tulang vertebra, berjarak 5 cm dari telinga menggunakan scalpel atau pisau bedah. Selanjutnya diberikan perlakuan pada masing-masing kelompok hewan uji.
Perlakuan yang diberikan meliputi: Kontrol normal (K0) yakni tidak dilakukan perlukaan dan tidak diberikan perlakuan; Kontrol negatif (K1) yakni hanya dilakukan perlukaan dan tidak diberikan perlakuan; Kontrol positif (K2) yakni dilakukan perlukaan dan diberikan Salep kulit Gentamicin 0,1% (PT. Kimia Farma) sebanyak 2 x sehari; Uji pembawa (K3) yakni dilakukan perlukaan dan diberikan olesan pembawa salep ekstrak 2 x sehari; Uji ekstrak (K4) yakni dilakukan perlukaan + diolesan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 10% 2 x sehari; Uji ekstrak (K5) yakni dilakukan perlukaan dan dioleskan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 20% 2 x sehari; Uji ekstrak (K6) yakni dilakukan perlukaan dan diberikan olesan salep ekstrak daun binahong konsentrasi 40% 2 x sehari. Jumlah salep yang dioleskan masing-masing sebanyak 250 mg.
Pengamatan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan dengan pengamatan histopatologi dari masing-masing kelompok hewan uji. Hewan yang masih hidup dikorbankan dengan injeksi intravena ketamin dan xilasin (KEPRO, Holland) dengan dosis masing-masing (9 mg/KgBB) dan 60 mg/KgBB pada hari ke-21. Kulit tikus diambil dengan punch biopsy 1 x 1 x 1 cm kemudian difiksasi dengan larutan NBF (Neutral Buffer Formaline) 10% (Bratachem®) selama 48 jam. Kemudian organ dipotong dan dimasukkan ke dalam wadah spesimen berupa pot plastik yang disebut cassette. Selanjutnya
dilakukan proses dehidrasi dengan merendam sediaan tersebut secara berturut-turut ke dalam alkohol 70%, 80%, 90%, alkohol absolut I dan alkohol absolut II. Lalu dilakukan proses penjernihan dan infiltrasi dengan xylol (Merck®) kemudian pencetakan menggunakan parafin sehingga sediaan tercetak didalam blok parafin untuk kemudian disimpan dalam lemari es. Blok-blok parafin tersebut kemudian dilakukan pemotongan dengan mikrotom dengan ketebalan irisan 5-6 µm. Hasil pemotongan diapungkan di atas air hangat bersuhu 60ºC untuk menghindari lipatan akibat pemotongan. Sediaan lalu diangkat dan diletakkan pada gelas objek untuk dilakukan pewarnaan hematoksilin dan eosin (Merck®) (Berata et al., 2011).
Pewarnaan Hematoksilin – Eosin (HE) diawali dengan melakukan deparafinisasi dalam xylol selama 3x5 menit. Selanjutnya dilakukan dehidrasi dalam larutan alkohol 100% sebanyak 2 kali dengan durasi masing-masing 5 menit, dibilas dengan akuades 1 menit, dan diinkubasikan dalam larutan Harris hematoksilin selama 15 menit. Kemudian dicelupkan naik turun dalam akuades selama 1 menit, selanjutnya dicelup dalam campuran asam-alkohol secara cepat 5 – 7 celup, dicek diferensiasi warna di bawah mikroskop, warna tidak boleh sampai pucat. Selanjutnya dibilas dalam akuades selama 1 menit, dan dibilas kembali dengan akuade selama 15 menit. Celup sebanyak 3 – 5 kali dalam larutan amonium atau litium karbonat hingga potongan organ berwarna biru cerah dan kemudian dicuci dalam air mengalir selama 15 menit. Setelah itu, diinkubasi dalam eosin selama 2 menit, setelah selesai dilakukan dehidrasi dalam alkohol
dengan konsentrasi 96% dan 100%, masing-masing selama 3 menit. Setelah itu diinkubasi dalam xylol selama 2x2 menit (Berata et al., 2011).
Preparat tersebut lalu diamati di bawah mikroskop cahaya, mula-mula digunakan perbesaran 100 kali kemudian digunakan perbesaran 400 kali. Setiap preparat kulit tikus putih galur Wistar diamati perubahannya melalui lima lapang pandang yang berbeda. Pada setiap lapang pandang, diamati perubahan-perubahan yang terjadi. Setiap preparat digeser minimal lima kali lapang pandang kemudian diskor, dijumlah dan dibagi lima, maka hasil dari lima kali pergeseran itu adalah data dari satu preparat. Pengamatan mikroskopis dilakukan untuk melihat adanya infiltrasi sel radang dan pembentukan kolagen. Skala nilai atau skor dari parameter tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Ekstrak etanol 70% daun A. scandens (L.) Moq. yang diperoleh memiliki rendemen sebesar 22,1037%, dengan ekstrak berwarna kehijauan sesuai dengan yang ditetapkan dalam Farmakope Herbal Indonesia (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Rendemen ekstrak dapat digunakan sebagai acuan jumlah kandungan kimia yang terbawa oleh pelarut, semakin besar presentase rendemen ekstrak yang diperoleh menandakan semakin tinggi kandungan kimia didalamnya (Ahmad et al., 2016).
Tabel 1. Skor Gambaran Histopatologi (Sastrawan et al., 2016)
Kriteria |
Skor |
Pengamatan |
Infiltrasi sel |
0 |
Sel radang tidak ada |
radang |
1 |
Sel radang sedikit (1-30%) |
2 |
Sel radang sedang (31-70%) | |
3 |
Sel radang banyak (71-100%) | |
Kolagen |
0 |
Pertumbuhan jaringan kolagen tidak ada |
1 |
Pertumbuhan jarigan kolagen sedikit (1-30%) | |
2 |
Pertumbuhan jarigan kolagen sedang (31-70%) | |
3 |
Pertumbuhan jarigan kolagen banyak (71-100%) |
Tabel 2. Skoring Rata-rata Infiltrasi Sel Radang
Lapang Pandang |
Rata-rata |
Skoring | ||||||
Kelompok |
Tikus |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 | |
K0 |
2 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
(Kontrol |
3 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Normal) |
4 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
5 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 | |
1 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
1 | |
K1 |
2 |
30 |
25 |
50 |
50 |
25 |
36 |
2 |
(Kontrol |
3 |
80 |
75 |
80 |
80 |
80 |
79 |
3 |
Negatif) |
4 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
1 |
5 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
1 | |
1 |
50 |
10 |
10 |
10 |
10 |
18 |
1 | |
K2 |
2 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
1 |
(Kontrol |
3 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
1 |
Positif) |
4 |
5 |
10 |
10 |
10 |
10 |
9 |
1 |
5 |
20 |
10 |
5 |
5 |
5 |
9 |
1 | |
1 |
20 |
10 |
5 |
5 |
5 |
9 |
1 | |
K3 (Basis |
2 |
50 |
30 |
30 |
25 |
40 |
35 |
2 |
3 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
1 | |
Salep) |
4 |
100 |
30 |
20 |
10 |
30 |
38 |
2 |
5 |
50 |
30 |
30 |
25 |
30 |
33 |
2 | |
1 |
50 |
25 |
30 |
30 |
30 |
33 |
2 | |
K4 (Salep |
2 |
50 |
50 |
30 |
30 |
25 |
37 |
2 |
Ekstrak |
3 |
5 |
5 |
20 |
10 |
5 |
9 |
1 |
10%) |
4 |
85 |
30 |
20 |
20 |
20 |
35 |
2 |
5 |
50 |
10 |
25 |
10 |
10 |
21 |
1 | |
1 |
80 |
70 |
30 |
25 |
25 |
46 |
2 | |
K5 (Salep |
2 |
80 |
20 |
30 |
30 |
25 |
37 |
2 |
Ekstrak |
3 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
10 |
1 |
20%) |
4 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
1 |
5 |
75 |
25 |
5 |
20 |
5 |
26 |
1 | |
1 |
75 |
10 |
10 |
5 |
5 |
21 |
1 | |
K6 (Salep |
2 |
50 |
10 |
10 |
10 |
10 |
18 |
1 |
Ekstrak |
3 |
30 |
50 |
20 |
10 |
10 |
24 |
1 |
40%) |
4 |
30 |
50 |
30 |
30 |
30 |
34 |
2 |
5 |
20 |
25 |
10 |
10 |
5 |
14 |
1 |
Pengamatan mikroskopis dilakukan pada hari ke-21 dengan parameter yang diamati yaitu adanya infiltrasi sel radang dan pembentukan kolagen. Skor rata-rata pengamatan mikroskopis infiltrasi sel radang ditunjukkan pada tabel 2 dan diagram batang ditunjukkan pada gambar 2.
Berdasarkan gambar 2 diketahui bahwa pada hari ke-21 terlihat adanya infiltrasi sel radang pada semua kelompok perlakuan, yang mana nilai rata-rata paling tinggi terjadi pada kelompok K1, K3 dan K4, serta nilai paling rendah terjadi pada K2 dan K0.
Buletin Veteriner Udayana Volume 14 No. 2: 185-196
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 April 2022
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i02.p16
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Tabel 3. Analisis Data Skor Infiltrasi Sel Radang Kelompok K1 K2 K3 K4 K5 K6 K0 0,005* 0,003* 0,005* 0,005* 0,005* 0,004* | |
K1 |
0,136 0,817 0,817 0,811 0,439 |
K2 |
0,050 0,050 0,134 0,317 |
K3 |
1,000 0,549 0,221 |
K4 |
0,549 0,221 |
K5 |
0,513 |
Keterangan: K0: Kontrol normal (tanpa dilukai), K1: Kontrol negatif (dilukai tanpa diberikan perlakuan lain), K2: Kontrol positif (dilukai dan diberikan salep Gentamicin 0,1%), K3: dilukai dan diberikan basis salep, K4: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 10%, K5: dilukai dan diberikan salep ekstrak konsentrasi ekstrak 20%, K6: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 40%, *=p<0,05 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna.
Gambar 2. Diagram batang rerata skor infiltrasi sel radang. K0: kontrol normal (tanpa dilukai), K1: kontrol negatif (dilukai tanpa diberikan perlakuan lain), K2: kontrol positif (dilukai dan diberikan salep Gentamicin 0,1%), K3: dilukai dan diberikan basis salep, K4: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 10%, K5: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 20%, K6: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 40%.
Gambar 3. Diagram batang rerata skor pembentukan kolagen. K0: kontrol normal (tanpa dilukai), K1: kontrol negatif (dilukai tanpa diberikan perlakuan lain), K2: kontrol positif (dilukai dan diberikan salep Gentamicin 0,1%), K3: dilukai dan diberikan basis salep, K4: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 10%, K5: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 20%, K6: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 40


Gambar 1. Pengamatan mikroskopis preparat kulit tikus (perbesaran 400x). Tanda panah berwarna hijau: infiltrasi sel radang. Tanda panah hitam: kepadatan kolagen. K0: kontrol normal (tanpa dilukai), K1: kontrol negatif (dilukai tanpa diberikan perlakuan lain), K2: kontrol positif (dilukai dan diberikan salep Gentamicin 0,1%), K3: dilukai dan diberikan basis salep, K4:
dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 10%, K5: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 20%, K6: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 40%.
Tabel 4. Skoring Rata-rata Pembentukan Kolagen
Kelompok |
Tikus |
Lapang Pandang |
Rata-rata |
Skoring | ||||
1 |
2 |
3 |
4 |
5 | ||||
1 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
3 | |
K0 (Kontrol Normal) |
2 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
3 |
3 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
3 | |
4 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
3 | |
5 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
100 |
3 | |
1 |
25 |
25 |
25 |
20 |
20 |
23 |
1 | |
K1 (Kontrol |
2 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
1 |
3 |
15 |
15 |
15 |
15 |
15 |
15 |
1 | |
Negatif) |
4 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
20 |
1 |
5 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
1 | |
1 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
25 |
1 | |
K2 (Kontrol Positif) |
2 |
50 |
30 |
50 |
50 |
30 |
42 |
2 |
3 |
60 |
50 |
30 |
30 |
30 |
40 |
2 | |
4 |
50 |
60 |
50 |
50 |
30 |
48 |
2 | |
5 |
50 |
50 |
50 |
50 |
50 |
50 |
2 | |
1 |
20 |
10 |
5 |
5 |
5 |
9 |
1 | |
K3 (Basis |
2 |
20 |
30 |
25 |
25 |
30 |
26 |
1 |
3 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
1 | |
Salep) |
4 |
50 |
30 |
20 |
10 |
25 |
27 |
1 |
5 |
30 |
25 |
30 |
25 |
35 |
27 |
1 | |
1 |
30 |
20 |
25 |
30 |
30 |
27 |
1 | |
K4 (Salep |
2 |
25 |
30 |
25 |
30 |
25 |
27 |
1 |
3 |
5 |
5 |
20 |
10 |
5 |
9 |
1 | |
Ekstrak 10&) | ||||||||
4 |
85 |
30 |
20 |
20 |
20 |
35 |
2 | |
5 |
50 |
10 |
25 |
10 |
10 |
21 |
1 | |
1 |
40 |
30 |
20 |
20 |
25 |
27 |
1 | |
K5 (Salep |
2 |
25 |
20 |
25 |
35 |
25 |
26 |
1 |
3 |
60 |
25 |
30 |
30 |
25 |
34 |
2 | |
Ekstrak 20%) |
4 |
10 |
5 |
5 |
5 |
5 |
6 |
1 |
5 |
60 |
30 |
5 |
30 |
5 |
26 |
1 | |
1 |
25 |
90 |
5 |
30 |
30 |
36 |
2 | |
K6 (Salep |
2 |
5 |
30 |
50 |
90 |
40 |
43 |
2 |
3 |
50 |
90 |
10 |
50 |
50 |
50 |
2 | |
Ekstrak 40%) | ||||||||
4 |
30 |
50 |
30 |
30 |
30 |
34 |
2 | |
5 |
30 |
50 |
30 |
30 |
30 |
34 |
2 |
Hasil analisis data pada pengamatan infiltrasi sel radang menunjukkan bahwa semua kelompok perlakuan yaitu K1, sampai K6 berbeda bermakna dengan K0. Kelompok perlakuan K4, K5, dan K6 tidak berbeda bermakna (nilai p>0,05) dengan
K1, K2 dan K3. Hal ini menunjukkan bahwa pada hari ke-21 masih terdapat infiltrasi sel radang pada semua kelompok perlakuan. Ringkasan hasil analisis data dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 5. Analisis Data Skor Pembentukan Kolagen
Kelompok K1 K2 K3 K4 K5 K6
K0 0,003* 0,004* 0,003* 0,004* 0,004* 0,003*
K1 |
0,014* 1,000 0,317 0,317 0,003* |
K2 |
0,014* 0,072 0,072 0,317 |
K3 |
0,317 0,317 0,003* |
K4 |
1,000 0,014* |
K5 |
0,014* |
Keterangan: K0: Kontrol normal (tanpa dilukai), K1: Kontrol negatif (dilukai tanpa diberikan perlakuan lain), K2: Kontrol positif (dilukai dan diberikan salep Gentamicin 0,1%), K3: dilukai dan diberikan basis salep, K4: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 10%, K5: dilukai dan diberikan salep ekstrak konsentrasi ekstrak 20%, K6: dilukai dan diberikan salep konsentrasi ekstrak 40%, *=p<0,05 menunjukkan terdapat perbedaan bermakna.
Pembahasan
Radang yang masih terdapat pada hari ke-21 disebabkan karena radang merupakan respon dari tubuh untuk melawan agen asing yang masuk ke tubuh. Pada proses penyembuhan luka diawali dengan fase inflamasi. Prioritas dari fase inflamasi adalah meningkatkan fungsi hemostasis, menyingkirkan jaringan mati dan mencegah infeksi. Umumnya tanda radang dapat berlangsung selama 4 sampai 6 hari (Prasetyono, 2009). Fase selanjutnya yaitu ditandai dengan adanya pembentukan jaringan granulasi yang tersusun oleh pembuluh kapiler baru, fibroblas, dan makrofag (Myers et al., 2007). Pada fase ini terjadi pula pelepasan substansi seperti kolagen yang berperan dalam rekosntruksi jaringan. Fase proliferasi dapat berlangsung dari hari ke-4 hingga hari ke-21 pasca terjadi luka (Tsala et al., 2013).
Selain pembentukan jaringan granulasi, pembentukan kolagen, jaringan ikat serta pembentukan pembuluh kapiler, epitelisasi juga merupakan hal utama dalam proses penyembuhan luka ini. Makrofag juga melepaskan Epidermal Growth Factor (EGF) yang menstimulasi proliferasi dan migrasi sel epitel, yang mana sel epitel hanya dapat bergerak ke atas jaringan aktif dan memerlukan lingkungan yang lembab (Prasetyono, 2009). Fase ini disebut fase reepitelisasi yang berfungsi untuk mengembalikan integritas kulit yang
hilang, sehingga sel radang (makrofag) dapat tetap ada sampai proses penyembuhan berjalan sempurna. Selain itu, adanya radang dapat pula disebabkan oleh cedera jaringan, trauma, bahan kimia, panas, atau fenomena lainnya (Celloti, 2001). Hal inilah yang menyebabkan masih terdapatnya sel radang sampai hari ke-21, sehingga waktu penyembuhan luka insisi mungkin memerlukan waktu yang cukup panjang dibandingkan luka eksisi karena luka insisi lebih dalam hingga melalui otot (Prasetyono, 2009). Hasil pengamatan mikroskopis infiltrasi sel radang dan pembentukan kolagen dapat dilihat pada gambar 1.
Parameter lain yang diamati yaitu pembentukan kolagen yang menunjukkan kesembuhan pada luka. Pembentukan kolagen menunjukkan hasil yang berbeda dengan infiltrasi sel radang. Hai ini dapat dilihat dari nilai skoring rata-rata pembentukan kolagen pada hari ke-21 menunjukkan nilai pembentukan kolagen pada K6 paling tinggi dibandingkan dengan K3, K4, dan K5. Kelompok K2 memberikan nilai kedua tertinggi, dan selanjutnya kelompok salep ekstrak 10% dan salep ekstrak 20%. Kelompok kontrol negatif memberikan nilai paling rendah dengan kelompok basis salep. Skoring rata-rata pembentukan kolagen dapat dilihat pada tabel 4 dan diagram batang rata-rata
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet pembentukan kolagen dapat dilihat pada gambar 3.
Hasil analisis data pada skor pembentukan kolagen (tabel 5) menunjukkan bahwa K0 berbeda bermakna dengan semua kelompok perlakuan K1, K3, K4, K5, dan K6. Kelompok K1 dan K3 berbeda bermakna dengan K0, dan K6, namun tidak berbeda bermakna dengan K4, dan K5. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan kolagen pada K1 dan K3 lebih rendah dibandingkan dengan K6. Kelompok K4 dan K5 berbeda bermakna dengan K0 dan K6, namun tidak berbeda bermakna dengan K1,dan K3, sehingga dapat dikatakana bahwa pembentukan kolagen pada K6 lebih cepat dibandingkan dengan K4 dan K5. Kelompok K6 berbeda bermakna (nilai p<0,05) dengan K0, K1, K3, K4, dan K5 yang menunjukkan bahwa pembentukan kolagen pada K6 lebih tinggi dibandingkan dengan K1, K3, K4, dan K5. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembentukan kolagen pada K6 paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya, namun belum mencapai kelompok kontrol normal (K0).
Pembentukan kolagen terjadi pada fase proliferasi dari proses penyembuhan luka yang dimulai dari hari ke-4 hingga hari ke-21 (Tsala et al., 2013). Berdasarkan analisis data statistik diketahui bahwa pembentukan kolagen pada K6 paling tinggi dibandingkan dengan kelompok lainnya, namun belum mencapai kelompok kontrol normal (K0). Hal ini dapat terjadi akibat pengaruh dari pemberian salep dengan konsentrasi ekstrak yang paling tinggi yaitu 40%. Penelitian melaporkan bahwa ekstrak etanol daun A. scandens (L.) Moq. mengandung senyawa golongan flavonoid, saponin, triterpenoid dan tanin (Samirana et al., 2017).
Kandungan senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol daun A. scandens (L.) Moq. dapat berperan sebagai agen penyembuhan luka seperti adanya flavonoid sebagai antioksidan (Yadnya-Putra, 2019). Selain itu golongan senyawa flavonoid juga memiliki aktivitas dalam
menghambat proses peroksidasi lipid dan menangkap radikal bebas yang dapat mencegah adanya nekrosis sel dan meningkatkan vaskularisasi ke daerah luka. Ketika peroksidasi lipid dihambat maka keberadaan serabut kolagen akan meningkat serta mencegah terjadinya kerusakan seluler dan meningkatkan sintesis DNA (Nayak et al., 2006). Senyawa tanin memiliki aktivitas sebagai agen antiluka dengan mekanisme kerja yaitu mengikat radikal bebas, meningkatkan kontraksi luka dan pembentukan kapiler dan fibroblas (Miladiyah dan Prabowo, 2012). Senyawa triterpenoid dan saponin yang terkandung dalam ekstrak etanol daun A. scandens (L.) Moq. tersebut juga mampu mempercepat proses penutupan luka dan epitelisasi melalui kemampuannya dalam
memproduksi faktor kolagen I yang bertanggung jawab dalam proses penutupan luka (Mahmood et al., 2016).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemberian sediaan salep ekstrak daun A. scandens (L.) Moq. secara dermal pada luka insisi yang diamati secara mikroskopis pada hari ke-21 pada preparat histologi kulit menunjukkan infiltrasi sel radang yang tidak berbeda bermakna (p>0,05) pada semua kelompok perlakuan kecuali kelompok normal. Pada parameter pembentukan kolagen menunjukkan pembentukan yang lebih cepat pada pemberian salep ekstrak konsentrasi 40% (p<0,05).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai formulasi yang tepat terkait sediaan dermal ekstrak daun A. scandens (L.) Moq. sebagai sediaan yang baik untuk pengobatan luka insisi. Perlu dilakukan penelitian mengenai mekanisme
penyembuhan luka insisi dari sediaan dermal ekstrak daun A. scandens (L.) Moq.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, Program Studi Farmasi Fakultas MIPA Universitas Udayana beserta Laboratorium Fitokimia, Balai Besar Veteriner Denpasar atas bantuan fasilitas dan tempat untuk melaksanakan penelitian serta semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad AR, Juwita J, Ratulangi SAD, dan Malik A. 2016. Penetapan Kadar Fenolik dan Flavonoid Tital Ekstrak Metanol Buah dan Daun Patikala (Etlingera Elatior (Jack) Rm Sm) Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Pharmaceutical Sciences and Reserach (Psr) 2(1): 1-10.
Ansel HC. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta. UI Press.
Berata IK, Winaya IBO, Adi AAAM, dan Adnyana IBA. 2011. Buku Ajar Patologi Veteriner Umum. Denpasar. Swasta Nulus.
Celloti F and Laufer S. 2001. Inflammation, Healing and Repair Synopsis. J. Phar. 43(5): 2001.
Depkes RI. 2014. Farmakpe Indonesia.
Edisi V. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2011.
Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I.
Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Mahmood, A.., A. K. Tiwari, O. Kucuk, dan S. Ali. 2016. Triterpenoid saponin-rich fraction of Centella asiatica decreases IL-1β and NF-kB, and augments tissue regeneration and excision wound repair. Turkish Journal of Biology. 40: 399-409.
Miladiyah I. dan Prabowo BR. 2012.
Ekstrak Etanol daun Anreder cordifolia
(Ten.) Steenis (Basallaceae)
memperbaiki Penyembuhan Luka Pada Marmut. Univ Med. 31(1): 4-11.
Myers WT., Leong M., Philips LG. 2007. Optimizing The Patient fo Surgical Treatment of The Wound. Clin Plast Surgery. 34(4): 607-627.
Nayak, B. S. and L. M. P. Pereira. 2006. Catharanthus Roseus Flower Extract has Wound-Healing Activity in Sprague Dawley Rats. BMC Complementary and Alternative Medicine. 6(41): 2.
Plumb DC. 2008. Veterinary Drug Handbook. Blackwell Publishing.
Prasetyono, T. O. H. 2009. General Concept of Wound Healing. Med J Indones. 18(3): 208-216.
Samirana PO, Swastini DA, Subratha IDGPY, dan Ariadi KA. 2016. Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.) pada Tikus Betina Galur Wistar. Jurnal Farmasi Udayana. 5(2): 19-23.
Samirana PO, Swastini DA, Ardinata IPR, dan Suarka IPSD. 2017. Penentuan Profil Kandungan Kimia Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.). Jurnal Farmasi Udayana. 6(1): 23-33.
Sastrawan NKL, Wardhita AAGJ, Dada IKA, dan Sudimartini LM. 2016. Perbandingan Kecepatan Kesembuhan Luka Insisi yang Diberi Amoksisilin-Deksametason dan Amoksisilin-Asam Mefenamat pada Tikus Putih (Rattus norvegicus). Indonesia Medicus Veterinus. 5(2): 129-144.
Semer, N. B. 2013. Dasar-dasar Perawatan Luka. Jakarta: Global-HELP Organization.
Tsala DE, Amadou D, and Habtemariam S. 2013. Natural Wound Healing dan Bioactive Natural Products.
Phytopharmacology 4(3): 532-560.
WHO. 2013. Recommendation on Postnatal Care of The Mother and Newborn. WHO. Department of
Maternal, Newborn, Child and Adolescent Health.
Yadnya-Putra, A. A. G. R, P. O. Samirana, dan D. A. A. Andhini. 2019. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Flavonoid
Potensial Antioksidan dari Daun Binahong (Anredera scandens (L.) Moq.). Jurnal Farmasi Udayana. 8(2): 85-94.
196
Discussion and feedback