PERCENTAGE OF BASOPHILS, EOSINOPHILS, AND NEUTROPHILS IN BALI CATTLE BLOOD BASED ON ORGANIC FEED
on
Volume 14 No. 3: 231-237
Juni 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i03.p06
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Persentase Basofil, Eosinofil dan Neutrofil Sapi Bali yang Dipelihara dengan Pakan Berbasis Organik
(PERCENTAGE OF BASOPHILS, EOSINOPHILS, AND NEUTROPHILS INBALI CATTLE BLOOD BASED ON ORGANIC FEED)
Ni Putu Ayu Santika Dewi¹*, Ni Ketut Suwiti², Ni Luh Eka Setiasih² ¹Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali;
²Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali
*Email: [email protected]
Abstrak
Salah satu cara pemeliharaan sapi bali yang kini dikembangkan adalah sistem pemeliharaan berbasis organik. Pakan yang berbasis organik kemungkinan komposisi pakan tidak seoptimal seperti pakan pada umumnya, seperti mineral dan zat organik lainnya. Keadaan dan komposisi pakan tersebut dapat mempengaruhi jumlah leukosit darah dan menimbulkan perubahan persentase sel leukosit seperti basofil, eosinofil, dan neutrofil. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase basofil, eosinofil, neutrofil darah sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organik. Penelitian ini dilakukan di peternakan milik warga Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Sampel darah diambil dari 10 ekor sapi bali betina melalui vena jugularis dengan menggunakan venojec, dan dibuat apusan darah kemudian difiksasi dan diwarnai dengan Harris Hematoxillin-Eosin (HE). Persentase basofil, eosinofil, neutrofil dihitung dengan metode cross-sectional. Data yang diperoleh dan dianalisis dengan deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sapi yang dipelihara dengan sistem pemeliharaan berbasis organik mengalami basofilia, eosinofilia, dan neutropenia.
Kata kunci: basofil; eosinofil; neutrofil; pakan organic; sapi bali.
Abstract
One of the Bali cattle breeding maintenance is organic-based feeding. Organic-based feed is likely to not be as optimal as the composition of feed like feed in general, such as minerals and other organic substances. The condition and composition of the feed can affect the number of blood leukocytes and cause changes in the percentage of leukocyte cells such as basophils, eosinophils and neutrophils. This study aims to determine the percentage of basophils, eosinophils, neutrophils in bali cattle blood based on organic feed. This study was carried out on a farm owned by residents of the Village of Bulian, Kubutambah District, Buleleng Regency. Samples in the form of blood taken from 10 female bali cattle by vein using venoject. Next, blood smear preparations were made and then fixed and stained by Harris Hematoxillin-Eosin (HE). Percentage of basophils, eosinophils, neutrophils calculated by crosssectional method. Data obtained and analyzed with descriptive quantitative. The results showed that cattle raised with an organic based maintenance system experienced basophilia, eosinophilia, and neutropenia.
Keywords: bali cattle; basophils; eosinophils; neutrophils; organic feed.
PENDAHULUAN
Sapi bali merupakan plasma nutfah yang perlu dipertahankan keberadaannya dan dilestarikan karena memiliki beberapa keunggulan spesifik (Rahayu et al., 2016). Sapi bali pada umumnya dipelihara dengan cara ekstensif, intensif dan semi intensif. Sistem pemeliharaan ekstensif dilakukan dengan melepas ternak di padang penggembalaan (Graser, 2003). Aktivitas perkawinan, pertumbuhan dan
penggemukan dilakukan di padang penggembalaan (Jannah, 2012). Pakan yang diberikan berasal dari tumbuh-tumbuhan yang secara langsung dapat ditemukan di lahan. Pada sistem pemeliharaan intensif, pemberian pakan dan pertumbuhan diatur dan ada campur tangan manusia (modern).
Salah satu cara pemeliharaan sapi bali yang kini dikembangkan adalah sistem pemeliharaan berbasis organik yang berada di Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Pakan yang diberikan di peternakan ini bersumber dari rumput di lahan perkebunan buah naga yang menggunakan pupuk organik sehingga tidak ada tambahan zat kimia mapun bahan peptisida. Untuk meningkatkan kecukupan nutrisi, ternak juga diberikan pakan tambahan seperti pakan hasil fermentasi (silase), hijauan yang dikeringkan (hay), air, garam dan molasess. Pakan tambahan tersebut diambil dari limbah pertanian organik tanpa adanya zat kimia.
Sapi bali yang dipelihara berbasis organik kemungkinan berpengaruh terhadap kondisis fisiologi dalam tubuh ternak. Pakan yang berbasis organik kemungkinan komposisi pakan tidak seoptimal seperti pakan pada umumnya, seperti mineral dan zat organik lainnya. Keadaan dan komposisi pakan tersebut dapat mempengaruhi jumlah leukosit darah dan menimbulkan perubahan persentase sel leukosit seperti basofil, eosinofil, dan neutrofil (Adnyani et al., 2018). Menurut Sujani et al. (2014) pemberian hijauan saja tidak akan mencukupi kebutuhan nutrisi
mineral, karena tidak semua unsur mineral yang dibutuhkan sapi bali terdapat pada pakan yang tumbuh di suatu lahan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase basofil, eosinofil, neutrofil darah sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organik.
METODE PENELITIAN
Pengambilan Sampel
Sampel berupa darah diambil dari sapi bali peternakan milik I Wayan Kantra, Desa Bulian, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Darah diambil melalui vena yugularis, menggunakan venoject dan dibuat preparat ulas, dari 10 ekor sapi bali yang dipelihara berbasis organik. pengambilan data dilakukan dengan metode cross-sectional (Andung et al., 2018).
Pembuatan Apusan Darah
Apusan darah dibuat dengan menggunakan metode slide. Darah dalam spuit diteteskan yang kemudian diletakkan di ujung kaca objek. Objek gelas sebagai penghapus diletakkan dekat tetesan darah membentuk sudut 30 - 45 derajat.
Selanjutnya, gelas penghapus digeser ke arah tetesan darah sehingga darah akan tersebar ke seluruh permukaan gelas penghapus. Gelas penghapus digeser berlawanan dengan arah geseran sebelumnya, sehingga akan didapatkan apusan darah yang tipis dan merata. Pembuatan sampel apusan darah di fiksasi langsung menggunakan methanol absolut, selanjutnya diberikan pewarnaan Harris hematoksilin eosin (HE) dengan cara direndam secara bertahap (Putra et al., 2016).
Pewarnaan Harris Hematoxsilin-Eosin
Pewarnaan apusan darah dilakukan menggunakan pewarnaan Harris
Hematoxsilin-Eosin (Suwiti et al., 2010). Apusan darah yang telah difiksasi direndam dalam xylol I, II dan III dengan waktu sekitar 5 menit. Selanjutnya direndam dalam alkohol absolut I dan II selama 5
menit, kemudian di rendam aquades selama 1 menit. Langkah selanjutnya direndam dalam Harris Hematoxsilin selama 15 menit, dan dalam aquades selama 1 menit dan 15 menit. Setelah itu direndam dalam eosin selama 2 menit, kemudian dalam alkohol 96% I dan II masing-masing selama 3 menit. Setelah itu direndam dalam alkohol absolut III dan IV selama 3 menit, kemudian dibilas dengan xylol I dan II selama 5 menit. Langkah selanjutnya dilakukan mounting.
Penghitungan Sel
Penghitungan sel dilakukan dengan menggunakan mikroskop binokuler pembesaran 1000X. Dengan cara
menghitung dari tepi bidang preparat menuju ke tepi selanjutnya, hingga 100 sel leukosit. Idetifikasi sel basofil, eosinofil dan neutrophil dilakukan untuk menghitung keberadaannya.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan deskriptip kuantitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Persentase basofil, eosinofil dan neutrofil sapi bali yang diberi pakan berbasis organik. | |||
Sampel |
Basofil (%) |
Eosinofil (%) |
Neutrofil (%) |
1 |
7 |
24 |
10 |
2 |
20 |
11 |
6 |
3 |
6 |
19 |
6 |
4 |
8 |
6 |
3 |
5 |
7 |
10 |
8 |
6 |
25 |
8 |
6 |
7 |
12 |
14 |
17 |
8 |
12 |
12 |
31 |
9 |
22 |
20 |
23 |
10 |
12 |
16 |
2 |
Jumlah |
131 |
140 |
112 |
Rerata |
13,1 |
14 |
11,2 |
St. Dev. |
6,9 |
5,71 |
9,48 |
Hasil dari perhitungan persentase sel basofil, eosinofil, dan neutrofil sapi bali dihitung per 100 sel leukosit, disajikan pada Tabel 1. Hasil penelitian menunjukkan rerata persentase leukosit basofil berada di nilai 13,1%; eosinofil 14% dan neutrofil 11,2%. Nilai tertinggi untuk basofil ditemukan pada sampel 6 yaitu sebesar 25%; eosinofil nilai tertinggi pada sampel 1 yaitu 24% dan neutrofil tertinggi ditemukan pada sampel 8 yaitu 31%.
Pembahasan
Perbedaan tersebut muncul karena sapi bali yang dijadikan penelitian menunjukkan kondisi fisiologis yang bersifat individu. Tinggi dan rendahnya nilai yang diperoleh disebabkan oleh kondisi stress yang muncul saat pengambilan sampel. Sapi bali tersebut tidak pernah diberikan obat-obatan maupun vaksin, pemilik sapi bali tersebut hanya memberikan rerumputan yang tumbuh sekitaran kebun buah naga organik. Sehingga hasil tersebut disebabkan perlakuan pakan yang berbasis organik. Pertanian organik merupakan cara bertani yang tidak menggunakan bahan kimia sebagai pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan biasanya merupakan kombinasi dari kotoran hewan (manure), kompos dari tanaman maupun abu vulkanik (Puslitbantang, 2010).
Menurut Weiss dan Wardrop (2010), profil leukosit dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, status reproduksi, iklim/suhu, dan penyakit. Penelitian pada sapi yang dilakukan Knowles et al. (2000) menyatakan bahwa pedet memiliki jumlah leukosit total lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa, namun demikian ada pula laporan yang menyatakan bahwa jumlah leukosit total pada pedet dan sapi dewasa relatif sama. Perbedaan yang terdapat pada gambaran darah pedet dan sapi dewasa adalah rasio antara netrofil dan limfosit.

Gambar 1. Basofil (HE, 1000x)
Keterangan: 1. Inti Basofil; 2. Sitoplasma yang bergranula; 3. Eritrosit

Gambar 2. Eosinofil (HE, 1000x);
Keterangan: 1. Inti Eosinofil; 2. Sitoplasma yang bergranula; 3. Eritrosit

Gambar 3. Neutrofil (HE, 1000x)
Keterangan: 1. Inti eosinofil; 2. Sitoplasma yang bergranula; 3. Eritrosit

Basofil
□ Eosinofil
Neutrofil
Gambar 4. Nilai persentase basofil, eosinofil, neutrofil pada sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organik.
Rasio neutrofil pada saat pedet lebih tinggi dibandingkan dengan limfosit, dan sebaliknya pada saat setelah dewasa. Hal ini diduga disebabkan pedet memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa sehingga terjadi pelepasan kortisol yang menyebabkan jumlah neutrofil yang tinggi di dalam sirkulasi (Keller et al., 2000).
Tabel 1 menunjukkan bahwa eosinofil memiliki populasi paling dominan kemudian diikuti oleh basofil dan terakhir neutrofil. Aapabila salah satu jumlah persentase tersebut mengalami penurunan atau peningkatan, maka dapat dikatakan bahwa ada sesuatu yang tidak baik terjadi pada hewan tersebut (Thrall et al., 2004).
Sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organic menderita basofilia dan neutropenia. Basofilia merupakan keadaan dengan jumlah basofil di dalam sirkulasi darah yang melebihi nilai interval normal. Jumlah basofil cenderung meningkat di dalam darah perifer pada keadaan dimana terdapat juga eosinofilia. Beberapa kausa basofilia diantaranya reaksi hipersensitifitas terhadap parasit dan allergen (Schalm, 2010). Basofilia dapat terjadi akibat respon tubuh terhadap infeksi virus, ektoparsit, alergi atau
peradangan, dan myeloidleukemia. Neutrofil termasuk dalam kelompok granulosit dan berfungsi membantu melindungi tubuh dari infeksi bakteri, jamur dan mencerna benda asing sisa hasil peradangan (Nordenson, 2002; Schalm, 2010).
Peningkatan persentase basofil pada sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organik dapat disebabkan karena ternak mengalami penyakit parasitisme. Sapi bali yang diberikan pakan berbasis organik ini tidak pernah diberikan obat untuk parasit maupun antibiotik. Kemungkinan sapi ini mengalami infeksi parasit yang dapat menyebabkan peningkatan pada sel leukosit basofil. Penurunan persentase neutrofil (neutropenia) pada sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organik dapat disebabkan defisiensi mineral tembaga (Cu) (Gentile, 2008). Peningkatan dan penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena pengaruh fisiologis yang dapat disebabkan oleh aktivitas otot, dan rangsangan ketakutan (stress). Pengaruh patologis dapat disebabkan oleh agen infeksius yang menyerang tubuh (Ganong, 1999 dalam Triana dan Nurhidayat, 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sapi bali yang dipelihara dengan pakan berbasis organik memiliki nilai persentase basofil 13,1%, eosinofil 14%, neutrofil 11,2%.
Saran
Diharapkan agar penelitian ini dilanjutkan untuk mengetahui lebih jauh bagaimana pengaruh pakan berbasis organik pada status kesehatan sapi bali.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing sekaligus dosen penguji yang memberikan kritik dan saran serta rekan-rekan penulis yang membantu dalam menyelesaikan artikel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adnyani NM, Suwiti NK, Eka Setiasih NL. 2018. Diferensial granulosit sapi bali di dataran tinggi dan rendah di Nusa Penida. Bul. Vet. Udayana. 10(1): 8186.
Andung FL, Suwiti NK, Kendran AAS. 2018. Agranulosit bibit sapi bali pada berbagai umur di Nusa Penida. Bul. Vet. Udayana. 10(1): 76-80.
Ganong WF. 1999. Buku Ajar Fisiolog Kedokteran. Jakarta. EGC. Edisi 17. Pp. 536 - 537, 552 - 554.
Gentile NT. 2006. Decreased mortality by normalizing blood glucose after acute ischemic stroke. Acad. Emerg. Med. 13(2): 174–180.
Graser H. 2003. Option for genetic improvement of bali cattle assessing the strenghts and weakness of alternative strategis. Proc. Seminar Strategies to Improve Bali Cattle in Eastern Indonesia. Australian Centre for International Agricultural Research. Denpasar.
Jannah N. 2012. Strategi pengembangan sapi bali (Bos javanicus) pada sistem pemeliharaan ekstensif dan semi intensif Desa Tawali Kecamatan Wera
Kabupaten Bima Nusa Tenggara Barat. Bogor. Balai Penelitian Ternak Bogor.
Keller MA. Richard SE. 2000. Passive immunity in prevention and treatment of infectious diseases. Clin. Microbiol. Rev. 13(4): 602–614.
Knowles TG, Edwards JE, Bazeley KJ, Brown SN, Butterworth A, Warris PD. 2000. Changes in the blood biochemical and haematological profile of neonatal calves with age. Vet. Rec. 147: 593 – 598.
Nordenson NJ. 2002. White Blood Cell Count and Differential
http://www.Lifesteps.com/gm.Atoz/en cy/white_blood_cell_count_and_diffe rentil. Diakses 28 Mei 2018
Puslitbangtan, 2001. Pengelolaan tanaman terpadu: pendekatan inovatif sistem produksi padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 23(2).
Putra IE, Suwiti NK, Suatha IK. 2016. Identifikasi sel granulosit leukosit pada sapi bali. Bul. Vet. Udayana. 1-10.
Rahayu SS, Suwiti NK, Suastika P. 2016. Struktur histologi dan histomorfometri granulosit pada sapi bali pasca pemberian mineral. Bul. Vet. Udayana. 8(2): 151-158.
Schalm OW. 2010. Veterinary
Hematology. Edisi ke-6. Lea & Febiger, Philadelphia.
Sujani D, Piraksa IW, Suwiti NK. 2016. Profil mineral magnesium dan tembaga serum darah sapi bali yang dipelihara di lahan tegalan. Bul. Vet. Udayana. 6(2): 119-123.
Suwiti NK. 2010. Deteksi histologik kesembuhan luka pada kulit pasca pemberian daun mengkudu (Morinda Citrofilia Linn). Bul. Vet. Udayana. 2(1): 1-9.
Suwiti NK, Putra S, Puja N, Watiniasih NL. 2012. Peningkatan produksi sapi bali unggul melalui pengembangan model peternakan terintegrasi. laporan penelitian prioritas nasional (MP3EI) Tahap I. Pusat Kajian Sapi Bali Universitas Udayana.
Thrall G, Lane D. 2004. Compliance with pharmacological therapy in
hypertension: can we do better, and how? J. Human Hypertension. 18: 595– 597.
Triana E, Nurhidayat N. 2006. Pengaruh pemberian beras yang difermentasi oleh
Monascus purpureus Jmba terhadap darah tikus putih (Rattus sp.) hiperkolesterolemia. J. Biol. Divers. 7(4): 317-321
Weiss DJ and Wardrop JK. 2010. Schalm’s Veterinary Hematol Blackwell Publishing, Iowa.
237
Discussion and feedback