Volume 14 No. 3: 225-230

Juni 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i03.p05

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Prevalensi Infeksi Trichuris spp. pada Sapi Bali di Kelompok Ternak Dukuh Sari Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali

(PREVALENCE OF TRICHURIS SPP. INFECTION IN BALI CATTLE IN DUKUH SARI FARMING GROUP, PEMPATAN VILLAGE, RENDANG SUB-DISTRICT, KARANGASEM REGENCY OF BALI)

Rio Fadly Junika Sihombing1*, Ida Bagus Made Oka2, Anak Agung Gde Arjana3 1Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar Bali;

  • 2Laboratorium Parasitologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar Bali;

  • 3Laboratorium Farmakologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar Bali.

*Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. pada sapi bali dan hubungan jenis kelamin, umur, dan jumlah sapi dalam kandang terhadap infeksinya di kelompok ternak Dukuh Sari, desa Pempatan, kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem, Bali. Sampel yang digunakan sebanyak 102 feses sapi bali yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, umur dan jumlah sapi dalam kandang. Sampel diperiksa menggunakan metode konsentrasi apung dan identifikasi telur cacing berdasarkan morfologi, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelamin, umur dan jumlah sapi dalam kandang terhadap prevalensi infeksi Trichuris spp. dianalisis dengan Chi square test. Hasil penelitian diketahui sebanyak 6 sampel (5,9%) positif terinfeksi cacing Trichuris spp. sedangkan jenis kelamin, umur dan jumlah sapi dalam kandang tidak berpengaruh nyata (P.0,05) yang artinya tidak ada hubungan terhadap prevalensi infeksi Trichuris spp. pada sapi bali di kelompok ternak Dukuh Sari.

Kata kunci: Desa Pempatan; prevalensi; sapi bali; Trichuris spp.

Abstract

This study aims to determine the prevalence of Trichuris spp. worm infection in Bali cattle and whether the relation of sex, age, and number of cows in the cage to the prevalence of Trichuris spp. worm infection in the Dukuh Sari cattle group, Pempatan village, Rendang sub-district, Karangasem district. The samples used were 102 Bali faeces and examined using floating concentration method, identification of worm eggs based on morphology and morphometry. The results of the examination found 6 samples (5.9%) positively infected with worms Trichuris spp. After statistical analysis through chi-square test, differences in age, sex, and number of cows in the cage did not affect the infection of Trichuris spp.

Keywords: Bali cattle; nematode; Pempatan village; Prevalence; Trichuris spp.

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan plasma nutfah sapi asli Indonesia yang berasal dari Pulau Bali hasil domestikasi banteng (Bibos banteng) yang kini sudah diakui potensinya sebagai sapi potong yang dapat memenuhi

kebutuhan daging masyarakat Indonesia. Sapi bali (Bos sondaicus) telah mengalami domestikasi 3.500 tahun SM di wilayah pulau Bali dan Jawa (Zulkharnaim et al., 2010; PKSB, 2012). Sapi bali mudah beradaptasi terhadap lingkungan yang buruk dan tidak selektif terhadap makanan.

Selain itu, sapi bali cepat beranak, jinak, mudah dikendalikan dan memiliki daya cerna terhadap makanan serat yang baik (Batan, 2006). Sapi bali memiliki keunggulan dibandingkan dengan sapi lainnya karena sapi bali memiliki fertilitas yang baik, persentase karkas lebih tinggi dibandingkan dengan sapi potong lainnya (Suwiti et al., 2013). Pola pemeliharaan sapi bali sampai saat ini ada ekstensif (digembalakan), intensif (dikandangkan) dan semi intensif (kombinasi). Pemeliharaan sapi bali yang tidak terjaga dengan baik atau dilepaskan akan memudahkan terjangkit penyakit yang merugikan kesehatan dan menurunkan nilai ekonomisnya (Panjono, 2012).

Pusat pengembangan ternak potong sapi bali terbanyak di Bali terdapat di kabupaten Karangasem, salah satunya di desa Pempatan, kecamatan Rendang. Di desa Pempatan terdapat empat kelompok ternak yang tergabung dalam Kelompok Ternak Tani (KTT) Dukuh Sari. Peternak di desa Pempatan menerapkan sistem intesif dalam pemeliharaan ternak sapi agar pertumbuhan sapi lebih cepat mencapai bobot potong yang di inginkan. Tetapi sebagian besar peternak di desa Pempatan memelihara sapinya dalam kandang yang masih berlantai tanah, pembuangan kotoran yang sangat dekat dengan area kandang serta sumber air yang sangat kurang untuk minum ternak, memandikan ternak, membersihkan kandang dan sebagian besar sapi yang dipelihara belum pernah diberikan obat cacing. Keadaan ini dapat memicu munculnya penyakit terutama penyakit yang disebabkan oleh parasit. Menurut Agustina et al. (2013), penyakit parasit cacing saluran pencernaan merupakan penyakit yang bersifat subklinis dan kronis yang dapat menurunkan produktivitas sapi. Dampaknya dapat menimbulkan kerugian ekonomi karena kekurusan, pertumbuhan terhambat, daya tahan tubuh turun dan gangguan metabolisme (Stromberg et al., 2012).

Parasit cacing yang sering menginfeksi sapi

adalah cacing kelas nematoda. Prevalensi cacing nematoda pada sapi bali dapat dipengaruhi oleh hopes, parasit, dan lingkungan ternak, selain itu infeksi nematoda terjadi karena siklus hidupnya secara langsung tidak memerlukan host intermedier (Yeung et al., 2005). Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetetahui prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. yang ada di KTT Dukuh Sari, desa Pempatan, kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem.

METODE PENELITIAN

Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan 102 sampel feses sapi bali yang dipelihara di KTT Dukuh Sari, desa Pempatan, kecamatan Rendang, kabupaten Karangasem. Sampel diambil setelah sapi defikasi, sebanyak 1015 g dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label lalu dibawa ke Laboratorium Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Metode Penelitian

Metode pemeriksaan pada penelitian ini adalah metode konsentrasi apung dengan cara feses sebesar biji kemiri (± 3gram) dimasukkan ke dalam gelas beker, dan ditambahkan air sampai konsentrasinya kira-kira 10%, aduk sampai homogen, setelah itu saring memakai saringan teh. Masukkan ke dalam tabung sentrifuge sampai ¾ volume tabung. Sentrifuge dengan kecepatan 1.500 rpm selama 3 menit, supernatannya dibuang dan ditambahkan larutan pengapung sampai ¾ volume tabung, aduk hingga homogen lalu disentrifuge lagi dengan kecepatan 1.500 rpm selama 3 menit. Keluarkan tabung sentrifuge, taruh pada rak tabung reaksi dengan posisi tegak lurus, ditambahkan cairan pengapung secara perlahan-lahan dengan cara ditetesi menggunakan pipet Pasteur sampai permukaan cairan cembung. Ditunggu selama 2 menit agar telur cacing mengapung ke permukaan, ambil gelas penutup, disentuhkan pada permukaan cairan pengapung dan setelah

itu tempelkan di atas gelas objek. Periksa dengan mikroskop pembesaran objektif 40X dan diidentifikasi berdasarkan morfologi dan morfometri (Thienpont et al., 1985; Zajac et al., 2012).

Analisis Data

Data yang diperoleh dilaporkan secara deskriptif dan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan jenis kelamin, umur, dan jumlah sapi dalam kandang terhadap prevalensi infeksi Trichuris spp. digunakan analisis Chi Square Test (Sampurna dan Nindhia, 2008)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian terhadap 102 sampel feses sapi bali yang diambil dari KTT Dukuh Sari, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem didapatkan 6 sampel (5,9%) positif terinfeksi caciing Trichuris spp. Sampel yang positif terinfeksi ditemukan telur cacing Trichuris spp. Tidak ditemukan adanya larva pada sampel feses dan tidak terjadi diare pada sapi yang terinfeksi.

Berdasarkan perbedaan jenis kelamin (Tabel 2), dari 102 ekor sapi yang di teliti, 3 dari 39 ekor sapi jantan terinfeksi cacing Trichuris spp. dengan prevalensi 7,7%,

sedangkan dari 63 sapi betina 3 diantaranya terinfeksi cacing Trichuris spp. dengan prevalensi 4,8%. Hasil uji chi-square didapatkan nilai signifikasi 0,541 yang berarti tidak ada hubungan (P>0,05) antara prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. dengan jenis kelamin.

Berdasarkan perbedaan umur (Tabel 3), dari 86 ekor sapi dewasa dan 16 ekor pedet, 5 ekor sapi dewasa didapatkan infeksi cacing Trichuris spp. dengan prevalensi 5,8% dan 1 ekor pedet positif terinfeksi cacing Trichuris spp. dengan prevalensi 6,3%. Hasil uji chi-square didapatkan nilai signifikasi 0,946, berarti tdiak ada hubungan (P>0,05) antara prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. dengan perbedaan umur sapi bali.

Berdasarkan jumlah sapi yang dipelihara setiap kandang (Tabel 4), dari 13 kandang berjumlah 2-4 ekor, 1 diantaranya terinfeksi cacing Trichuris spp. dengan prevalensi 7,7%, sedangkan dari 9 kandang dengan sapi berjumlah 5-8 ekor 3 diantaranya positif terinfeksi cacing Trichuris spp. dengan prevalensi 33,3%. Hasil uji chi-square didapatkan nilai signifikasi 0,125, berarti tidak ada hubungan (P>0,05) antara prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. dengan jumlah sapi yang dipelihara tiap kandang.

Tabel 1. Berdasarkan morfologi jenis telur cacing yang ditemukan adalah:


Telur Cacing



Morfologi dan Morfometri Telur Cacing Telur pada kedua ujungnya ditemukan sumbat dan bentuknya seperti lemon berukuran 60-70 x 30-35 µm. Sesuai pernyataan Thienpont et al. (1986) dan Zajac et al., (2012) ukuran telur 50-80 x 21-42 µm dengan morfologi demikian teridentifikasi Trichuris spp.

Tabel 2. Prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin    Jumlah

Positif      Prevalensi          Signifikasi

Jantan         39

3            7,7%              0,541

Betina          63

3           4,8%

Tabel 3. Prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. berdasarkan umur

umur          Jumlah       Positif      Prevalensi     Signifikasi

Dewasa (> 6 bulan)     86          5          5,8%         0,946

Pedet (< 6 bulan)       16           1           6,3%

Tabel 4. Prevalensi infeksi cacing Trichuris spp. berdasarkan jumlah sapi dalam kandang Rata-rata jumlah Jumlah kandang Positif Prevalensi Signifikasi sapi/kandang

(2-4 ekor)               13              1        7,7%        0,125

(5-8 ekor)               9             3       33,3%

Pembahasan

Dari hasil penelitian 102 sampel feses sapi bali yang dipelihara oleh Kelompok ternak Dukuh sari, Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem didapatkan pervalensi infeksi cacing Trichuris spp. pada sapi bali sebesar 5,9%. Penelitian serupa yang sudah dilakukan di berbagai tempat diantaranya di desa sobangan didapatkan sebesar 4% (Fadly, 2014), di sentra pembibitan sapi bali, Sobangan sebesar 1,38% (Alamsyah, 2013), dan di Ethiopia sebesar 5,2% (Cheru, 2014). Perbedaan hasil prevalensi secara umum dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, ras, pakan, agen penyebab dan manajemen pemeliharaan yang di terapkan (Regassa et al., 2006), musim, suhu udara, curah hujan, kelembaban udara, dan keadaan tanah. Hasil yang didapat dari penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan Alamsyah (2013) di sentra pembibitan sapi bali, Sobangan. Ini mungkin dipengaruhi cara pemeliharaan sapi telah menerapkan sistem intensif, sapi dipelihara dalam kandang berlantai semen dan setiap hari dibersihkan dan disiram dengan air serta pengobatan secara rutin dilakukan sehingga infeksi Trichuris spp. dapat diminimalisir.

Hasil prevalensi dari penelitian ini juga lebih tinggi dibandingkan dengan hasil yang didapat oleh Fadly (2014) dan Cheru (2014). Cheru melaporkan hasil prevalensi infeksi Trichuris spp. lebih tinggi pada sapi

berumur kurang dari 2 tahun dibandingkan sapi berumur 2 sampai 6 tahun. Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian ini dimana prevalensi infeksi Trichuris spp. pada pedet lebih tinggi dibandingkan dengan sapi dewasa.

Infeksi Trichuris spp. juga lebih tinggi ditemukan pada sapi jantan dibandingkan sapi betina. Hasil ini serupa dengan hasil dari penelitian Cheru (2014) dimana prevalensi infeksi Trichuris spp. pada sapi jantan lebih tinggi, dibandingkan dengan sapi betina,

Belum ada penelitian yang melaporkan hubungan jumlah sapi dalam kandang mempengaruhi prevalensi infeksi Trichuris spp. sehingga hasil penelitian ini merupakan penelitian pertama yang telah dilaporkan.

Infeksi Trichuris spp. pada kelompok ternak Dukuh Sari disebabkan karena sapi yang dipelihara dalam kandang dengan lantai tanah dan feses dibersihkan hanya menggunakan cangkul dan dikumpulkan di pinggir kandang, sebagian besar sapi yang dipelihara juga belum pernah diberikan obat cacing serta cara pemberian pakan lagsung di atas tanah memungkinkan terjadinya kontaminasi sehingga sapi terinfeksi cacing Trichuris spp.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah prevalensi infeksi

Trichuris spp. pada sapi bali di kelompok ternak dukuh sari desa pempatan, kecamatan     Rendang,     Kabupaten

Karangasem, Bali adalah 5,9% dan jenis kelamin, umur serta jumlah sapi dalam kandang tidak berhubungan terhadap prevalensi infeksi Trichuris spp.

Saran

Pengetahuan tentang manajemen pemeliharaan perlu ditingkatkan seperti kandang yang digunakan sebaiknya berlantai semen dan tempat makanan disediakan agar kotoran lebih mudah dibersihkan dan makanan tidak terkontaminasi dengan kotoran sapi. Kotoran     sapi     juga     sebaiknya

dibuang/dikumpulkan jauh dari lokasi kandang. Perlu dilakukan penelitian tentang cacing nematoda gastrointestinal yang lain agar penanganan dan pengobatan dapat dilakukan sejak dini mengingat kabupaten Karangasem adalah pusat pengembangan sapi potong terbanyak di Bali.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terima kasih saya ucapkan kepada Dekan dan Kepala Laboratorium Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas penggunaan fasilitas pada penelitian ini. Serta para anggota Kelompok Ternak Dukuh Sari Desa Pempatan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, Bali atas kerjasamanya.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina KK, Dharmayudha AAGO, Wirata IW. 2013. Prevalensi Toxocara vitulorum pada induk dan anak sapi bali di wilayah Bali Timur. Bul. Vet. Udayana. 5(1): 1-6.

Alamsyah AN, Dwinata IM, Oka IBM.

2013.      Prevalensi      nematoda

gastrointestinal pada sapi bali di sentra pembibitan sapi bali Desa Sobangan Kecamatan Mengwi Kabupaten Badung. Indon. Med. Vet. 4 (1): 80-87.

Batan IW. 2006. Sapi Bali dan Penyakitnya. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Udayana Press. Denpasar.

Cheru T, Birhanu A, Diriba L, Eticha E. 2014. Prevalence of gastrointestinal parasitism of cattle in East Showa Zone, Oromia Regional State, Central Ethiopia. J. Vet. Med. Anim. Health. 6(2): 55-62.

Fadly M, Oka IBM, Suratma NA. 2014. Prevalensi nematoda gastrointestinal pada sapi bali yang dipelihara peternak di Desa Sobangan, Mengwi, Badung. Indon. Med. Vet. 3(5): 411-422.

Panjono. 2012. Bangsa-Bangsa Sapi. PT. Intan Sejati. Klaten.

Regassa F, Sori T, Dhuguma R, Kiros Y.2006.      Epidemiology      of

gastrointestinal parasites of ruminants in Western Oromia, Ethiopia. Intern. J. Appl. Res. Vet. Med. 4(1): 51-57.

Sampurna IP, Nindhia TS. 2008. Analisis Data Dengan SPP.SS, Dalam Rancangan Percobaan. Udayana University Press. Denpasar.

Stromberg BE, Gasbarre LC, Waite A, Bechtol DT, Brown MS, Robinson NA, Olson EJ. 2012. Newcomb. Cooperia punctate, effect on cattle productivity? Vet. Parasitol. 183: 284-291.

Suwiti NK, Sampurna IP, Watiniasih, Puja N. 2013. Peningkatan Produksi Sapi Bali Unggul Melalui Pengembangan Model Peternakan Terintegrasi. LaporanTahap II penprinas MP3EI 2011-2015.

Taylor MA, Coop RL, Wall RL. 2007. Veterinary Parasitology. 3rd Edition. Blackwell Publishing. Oxford.

Thienpont D, Rochette F, Vanparijs OF. 1986. Diagnosing Helminthiasis by Coprological Examination. Janssen Research Fondation. Belgium.

PKSB. Pusat Kajian Sapi Bali. 2012. Sapi Bali Sumberdaya Genetika Asli Indonesia.   Universitas Udayana.

Denpasar.

Yeung KJA, Smith A, Zhao A, Madden KB, Elfrey J, Sullivan C. 2005. Impact

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Juni 2022

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i03.p05

of vitamin E or selenium deciency on nematode-induced alteraons in murine intesnal function. Exp. Parasitol. 109:

Zulkharnaim, Jakaria, Noor RR. 2010. Identification of genetic diversity of growth hormone receptor gene in bali

201-208.

cattle. J. Med. Pet. 33: 81- 87.

Zajac AM, Conboy GA. 2012. Veterinary Clinical Parasitology.  8th Ed. John

Wiley & Sons, Inc. UK.

230