LEVELS OF HORMON ESTROGEN IN BALI CATTLE DURING PUBERTY
on
Volume 14 No. 3: 197-201
Juni 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i03.p01
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal
Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Kadar Hormon Estrogen pada Sapi Bali saat Pubertas
(LEVELS OF HORMON ESTROGEN IN BALI CATTLE DURING PUBERTY)
Herdi Wahyu Adi Prananda1*, Desak Nyoman Dewi Indira Laksmi2, I Gusti Ngurah Bagus Trilaksana2
-
1Mahasiswa Pendidikan Sarjana Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali;
-
2Laboratorium Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman Denpasar, Bali.
*Email: [email protected]
Abstrak
Sapi bali merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang cukup penting dan terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Salah satu tolak ukur efisiensi reproduksi adalah dicapainya umur awal pubertas yang lebih awal sesuai dengan potensi genetiknya, hal ini penting untuk mencapai performan reproduksi sapi yang optimum dan memberikan peningkatan produktivitasnya. Salah satu hal yang berpengaruh terhadap munculnya pubertas adalah jumlah kadar estrogen dalam serum darah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kadar hormon estrogen dalam serum darah sapi. Penelitian dilakukan dengan cara pencatatan umur terlebih dahulu lalu dilakukan pengambilan darah pada sapi yang memiliki tanda-tanda pubertas dan selanjutnya dilakukan pengecekan kadar hormon dengan menggunakan metode ELISA. Hasil penelitian menunjukan rata-rata umur pubertas adalah 21,44 bulan dan rata-rata kadar estrogen saat pubertas sebesar 84,75 ng/ml. Pengujian dengan uji korelasi dan regresi menunjukan adanya hubungan yang erat antara umur dan kadar estrogen saat pubertas dengan koefisien korelasi sebesar r = 0,798.
Kata Kunci: estrogen; sapi bali; umur pubertas
Abstract
Bali cattle is one of the most important native cattle in Indonesia. There is one measure of reproductive efficiency. The achievement of early age of puberty in accordance with its genetic potential is important to achieve optimum reproductive performance and provide increase in productivity. One of the things that affects the appearance of puberty is the amount of estrogen in the blood serum. The purpose of this study was to determine the levels of estrogen in cattle blood serum. The study was conducted by recording the age first and then taking blood in cattle that had signs of puberty and then carried out checking hormone levels using the ELISA method. The results showed that the average age of puberty was 21.44 months and the average estrogen level at puberty was 84.75 ng / ml. Testing with correlation and regression tests showed a close relationship between age and estrogen levels at puberty with a correlation coefficient of r = 0.798.
Keywords: Bali cattle; estrogen; puberty age
PENDAHULUAN
Di antara berbagai bangsa sapi yang ada di Indonesia, sapi bali merupakan salah satu sapi asli Indonesia yang cukup penting dan terdapat dalam jumlah yang cukup besar. Sapi bali (Bibos sondaicus) yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi banteng liar (Bibos banteng). Sapi bali
mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya mengalami perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (banteng). Warna sapi betina dan anak (muda) biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis terdapat di sepanjang tengah punggung. Warna sapi jantan adalah coklat ketika muda tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan
sampai mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi akan tetap berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (whitestocking) sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas (Eko dan Subandriyo, 2004).
Salah satu tolok ukur efisiensi reproduksi adalah dicapainya umur pubertas sesuai dengan potensi genetiknya, hal ini penting untuk mencapai performan reproduksi sapi yang optimum dan memberikan peningkatan produktivitasnya. Informasi umur awal pubertas juga penting sebagai acuan dalam meningkatkan efisiensi reproduksi. Awal pubertas mempunyai banyak definisi (Getzewick, 2005), antara lain umur ketika hewan mulai melepaskan sel gamet (betina: pertama ovulasi) (Rawlings et al., 2003), umur pertama kali estrus, serta umur pada saat betina mampu untuk bunting dimana organorgan reproduksinya mulai berfungsi (Getzewick, 2005). Keterlambatan munculnya pubertas akan menghambat produksi dan produktivitas ternak sapi. Keadaan ini merupakan tantangan yang harus dihadapi dan sekaligus menjadi peluang yang perlu diantisipasi bagi usaha dan pengembangan sapi potong di dalam negeri. Hal yang perlu diperhatikan dalam upaya tersebut adalah mengoptimalkan pencapaian umur pubertas awal dengan berat dan ukuran tubuh yang standar, sehingga masa produktif lebih lama.
Pubertas dikontrol oleh mekanisme-mekanisme fisiologis tertentu yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohipofisa, sehingga pubertas tidak luput dari pengaruh faktor herediter dan lingkungan yang bekerja melalui organorgan tersebut (nutrisi, iklim dan musim) serta pejantan atau biostimulation (Toelihere 1995; Rekwort et al., 2000; Getzewick 2005; Abdelgadir et al., 2010). Pubertas dapat terjadi akibat peningkatan amplitudo dan pulsatile Gonadotrophin
releasing hormone (GnRH) dan adanya feedback negatif estradiol yang dihasilkan oleh ovarium terhadap hipothalamus. Namun, ada hal yang perlu diketahui adalah sistem yang kompleks dari jalur neural, neurohormon dan peptide yang memodulasi sekresi GnRH itu sendiri dan mediasi pengaruh estradiol terhadap GnRH (Ahmadzadeh et al., 2011).
Salah satu hal yang berpengaruh terhadap munculnya pubertas adalah jumlah kadar estrogen dalam serum sehingga penelitian ini dilakukan, yaitu dengan cara pencatatan umur yang kemudian dilakukan pengambilan darah untuk mendapatkan serum yang fungsinya untuk mengecek kadar estrogen pada sapi yang sedang mengalami estrus pertama atau pubertas. Penelitian ini dilakukan karena belum ada laporan lebih lanjut mengenai hal ini.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan rancangan Cross-Sectional Study dengan
pertimbangan penelitian ini dilakukan tanpa intervensi dari peneliti tapi hanya mengamati fenomena yang dapat diobservasi dan penelitian ini dilakukan saat ini dalam waktu tertentu.
Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan adalah serumsapi bali yang diambil dari beberapa simantri di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung pada bulan Pebruari sampai April 2019.
Pengukuran Kadar Hormon Estrogen
Penentuan kadar hormon estrogen dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat pada kit (Bovine Es (Estrogen) ELISA kit, Wuhan Fine Biotech Co.,ltd.).
Variabel Penelitian
Variabel penelitian meliputi variabel bebas yaitu sapi bali yang mengalami estrus pertama (pubertas).Variabel kendali berupa kesehatan dan manajemen pengelolaan.
Variabel tergantung adalah umur dan kadar estrogen.
Analisis Data
Data dianalisis dengan program SPSS for Windows versi 20, meliputi; uji normalitas dengan Kolmogorov-smirnov, uji homogenitas dengan Levene Test, dan uji Korelasi dan Regresi untuk mengetahui hubungan dan keeratan antara kadar estrogen dengan munculnya estrus pertama (pubertas).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil rerata pengamatan umur dan hormon estrogen pada sapi bali yang dipelihara di beberapa simantri di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Rerata Pengamatan Umur dan Hormon Estrogen pada Sapi Bali Saat Pubertas.
Umur (bulan) Estrogen (ng/ml)
21.44±1.947 84.75±52.764
Pembahasan
Pada penelitian ini menunjukkan adanya hubungan yang erat antara umur dan kadar hormon estrogen terhadap munculnya pubertas pada sapi bali yang dipelihara di beberapa simantri di Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung dengan koefisien korelasi r = 0,798 dengan kadar estrogen 84.75 pg/ml dan umur 21.44 bulan. Hasil ini mendekati dengan hasil penelitian Laksmi (2016) bahwa estrus terjadi pada kadar estrogen mencapai 80,780,8 pg/ml pada saat estrus. Hasil kadar estrogen pada penelitian ini lebih tinggi karena pada penelitian tersebut sampel sapi yang digunakan adalah yang menderita anestrus postpartum
yang bisa saja akibat hipofungsi ovarium sehingga sangat mempengaruhi kadar hormon estrogennya karena ovarium adalah penghasil folikel yang didalamnya terdapat estrogen.
Munculnya pubertas berhubungan dengan tercapainya berat badan optimal, umur dan mekanisme fisiologi yang melibatkan gonad dan kelenjar adenohipofise sehingga sangat berpengaruh terhadap cepat lambatnya kemunculan pubertas pada sapi bali.Proses reproduksi juga berkaitan dengan mekanisme sistem hormonal, yaitu hubungan antara hormon-hormon hipothalamus-hipofisa yakni GnRH, Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), hormon-hormon ovarium (estrogen dan progesteron) dan hormon uterus (prostaglandin) (Hafez dan Hafez., 2000). Dalam menginduksi birahi, estrogen memerlukan kerja sama dengan progesteron. Hal ini ditandai dengan birahi pertama pada hewan pubertas tanpa gejala birahi karena hanya ada estrogen dalam sirkulasi, tetapi pada 3 ovulasi kedua, estrogen dari folikel untuk ovulasi dan progesteron dari Corpus Luteum (CL) bersama-sama menginduksi tingkah laku birahi (Siregar, 2001).
Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen dibentuk oleh sel-sel granulosa dalam folikel ovarium melalui serangkaian konversi melalui reaksi enzimatis. Substrat utama pembentuk estrogen adalah kolesterol, secara berurutan mengalami perubahan menjadi pregnenolon, progesteron, 17αhidroksiprogesteron, androstenedion dan testosteron. Androstenedion kemudian diubah menjadi estron, sedangkan testosteron diubah menjadi estradiol 17-β, baik di sel teka maupun sel granulosa pada folikel ovarium (Johnson and Everitt, 1988; Hiller, 1991; Ganong, 2003).
Estrogen juga berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem saluran ambing betina dan pertumbuhan ambing (Wodzicka-Tomaszewska et al., 1991). Peningkatan estrogen yang diproduksi oleh folikel–folikel pada masa praovulasi mendorong pelepasan LH dari hipofisis
anterior untuk memicu terjadinya ovulasi (Buttler, 2005). Pengaruh estrogen dalam jaringan reproduksi, terutama yaitu memacu proliferasi sel epithel saluran reproduksi. Hormon estrogen akan menstimulasi sel epitel dan stroma endometrium berproliferasi dan
meningkatkan ketebalan endometrium (Donnel et al., 2002). Efek lain dari
tingginya konsentrasi estrogen adalah peningkatan aliran darah ke organ genital dan menghasilkan mukus oleh glandula serviks dan vagina yang juga merupakan tanda munculnya estrus (Tree may et al., 2017). Proliferasi sel epithel vagina yang menyebabkan penebalan, sel-sel memipih dan kornifikasi lalu estrogen juga merangsang aktivasi sel kelenjar.
Aksi estrogen dalam jaringan atau sel target, membutuhkan reseptor estrogen yang dikendalikan oleh gen pada kromosom yang salah satunya yaitu Estrogen Receptor-α (ER-α) yang terdapat pada epitel vagina dan sel-sel stromal (Johnson and Everitt, 1988; Ganong, 2003).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian, dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan yang erat antara umur sapi bali betina dengan kadar estrogen.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh fsiol
ogis maupun patologis lainnya terhadap kadar hormone estrogen sapi bali
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih saya ucapkan kepada Kepala Laboratorium Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana atas penggunaan fasilitas pada penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdelgadir AM, Izeldin A, Babiker, Eltayeb AE. 2010. Effect of concentrate supplementation on growth and sexual development of dairy heifers. J. Appl. Sci. Res. 6(3):212- 217.
Ahmadzadeh A, Carnahan K, and Autran C. 2011. Understanding pubertyand postpartum anestrus. Proc. Applied Reproductive Strategies in Beef Cattle.
Buttler WR. 2005. Relationship of Negative Energy Balance with Fertility. Report. Department of Animal Science. Cornell University. Advances in Dairy Technology 17.
Donnell DP, Norris JD. 2002. Connections and regulation of the human estrogen receptor. Map. Cell. Signal. 269: 16421643.
Eko H, Subandriyo. 2004. Potensi dan Keragaman Sumberdaya Genetik Sapi Bali. Lokakarya Nasional Sapi Potong 2004
Ganong WF. 2003. Review of Medical Physiology. International Edition. San Francisco: McGraw-Hill
Getzewich KE. 2005. Hormonal regulation of the onset puberty in purebred and crossbred Holstein and Jersey heifers. Thesis. The Virginia Polytechnic Institute and State University.
Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in farm animals, 76th Ed. Lippincott Williams and Wilkins, Philadelphia.
Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University Press, Surabaya.
Hiller SG. 1991. Ovarian Endocrinology. Blackwell Sci. Publ. London
Johnson MH, Everitt BJ. 1988. Essential Reproduction. 3rd Ed. London:
Blackwell Science Publisher.
Laksmi DNDI. 2016. Peranan leptin dalam menginduksi estrus pada sapi bali yang mengalami anestrus postpartum. Disertasi. Program Pascasarjana. Universitas Udayana.
Rawlings NC, Evans ACO, Honaramooz A, Bartlewski PM. 2003. Antral follicle growth and endocrine changes in prepubertal cattle, sheep and goats. Anim. Reprod. Sci. 78:259-270.
Rekwort P, Ogwu D, Oyedipe E, Sekoni V. 2000. Effects of bull exposure and body growth on onset of puberty in Bunaji and Friesian Bunaji heifers. Reprod. Nutr. Dev. 40: 359-367.
Siregar TN, Riady G, Azhar A, Budiman H, Armansyah T. 2001. Pengaruh pemberian prostaglandin F2 alfa
terhadap tampilan reproduksi kambing lokal. J. Med. Vet. 1(2): 61-65.
Tree MTO, Wilmientje MN, Thomas MH. 2017. Pemanfaatan ekstrak hipofisis sapi untuk memperbaiki performans reproduksi induk babi post partum. J. Vet. 18(3): 383-392.
Toelihere MR. 1995. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa. Bandung.
Wodzicka-Tomaszewska M, Sutama IK, Putu IG, Chaniago TD. 1991. Reproduksi, Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
201
Discussion and feedback