Volume 12 No. 2: 167-171

Agustus 2020

DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i02.p11

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Perbandingan Jumlah Bakteri Coliform dan Non-Coliform yang Diisolasi dari Feses Ayam Petelur pada Berbagai Kelompok Umur

(COMPARISON OF COLIFORM AND NON-COLIFORM BACTERIA CONCENTRATION IN FECES FROM VARIOUS LIFE STAGES OF LAYING HENS)

Made Tubagus Dharmajaya1*, I Gusti Ketut Suarjana2, I Nengah Kerta Besung2

1Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas

Udayana, Jln. PB. Sudirman, Denpasar Bali;

2Laboratorium Mikrobiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jln. PB. Sudirman, Denpasar Bali.

*Email: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan jumlah bakteri coliform dan non-coliform pada feses ayam petelur pada berbagai kelompok umur. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan umur yaitu fase starter, grower, developer, dan layer. Setiap perlakuan menggunakan masing-masing enam kali ulangan dengan total 24 sampel. Sampel yang telah diperoleh, diencerkan dengan pengenceran 10-5 dan ditanam pada media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA). Setelah diinkubasikan selama 18-24 jam pada suhu 37oC selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah bakteri. Data jumlah koloni bakteri coliform dan non-coliform yang tumbuh pada media EMBA dianalisis ragam dan dilanjutkan dengan uji BNT apabila berbeda nyata. Hasil penelitian menunjukkan jumlah bakteri coliform dan non-coliform pada ayam petelur pada berbagai kelompok umur tidak berbeda nyata.

Kata kunci: ayam petelur; bakteri coliform; bakteri non-coliform; umur.

Abstract

This study was conducted to compare the number of coliform and non-coliform bacteria in laying feces on various age groups. This study used a Randomized Block Design (RBD) with four age treatments, namely the starter, grower, developer, and layer phases, respectively. Each treatment used six replications, with a total of 24 samples. The samples obtained were diluted with 10-5 dilutions and planted on Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) media. After incubating for 18-24 hours at 37 ° C, the bacteria count was then calculated. Data on the number of coliform and non-coliform bacterial colonies grown on EMBA media were analyzed for variety and continued with BNT test when it was significantly different. The results showed that the number of coliform and non-coliform bacteria in laying hens in various age groups was not significantly different.

Keywords: laying hens; coliform bacteria; non-coliform bacteria; age.

PENDAHULUAN

Masalah kesehatan utama yang sering menyerang ayam petelur salah satunya yaitu kolibasilosis dan salmonellosis (Tarmudji. 2003; Masturina et al., 2017). Kolibasilosis pada unggas adalah penyakit infeksius yang disebabkan oleh bakteri E. coli yang termasuk ke dalam kelompok bakteri coliform (Khaton et al., 2008). Kuman ini menjadi salah satu faktor utama yang menentukan kerugian ekonomi suatu peternakan unggas (Wibisono et al., 2018),

baik itu sebagai agen penyakit primer maupun sekunder. Contoh utama infeksi bakteri non-coliform adalah salmonellosis. Salmonellosis adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah spesies bakteri Salmonella, terutama S. gallinarum yang menyebabkan penyakit tifus pada ayam (fowl typhoid) dan S. pullorum yang menyebabkan penyakit berak kapur (Liyanagunawardena et al., 2016). Infeksi salmonella merupakan salah satu dari beberapa penyakit penting pada unggas

yang mampu menimbulkan kerugian ekonomi tinggi karena meningkatkan mortalitas dan menurunkan produksi (Kabir, 2010).

Terdapat banyak faktor yang menentukan pertumbuhan bakteri coliform dan non-coliform pada ayam peterlur, salah satunya adalah umur. Ayam petelur dapat di golongkan menjadi 3 kelompok umur berdasarkan fase pemeliharaanya yaitu fase starter (umur 1 hari-6 minggu), grower (umur 6-18 minggu), dan layer (umur 18 minggu-afkir). Namun pada fase grower, saat ayam berumur 10-18 minggu dapat dikatakan sebagai fase developer (Fadilah dan Fatkhuroji, 2013). Bertambahnya umur berhubungan dengan meningkatnya kemampuan tubuh dalam respon imun.

Respon imun terhadap infeksi bakteri saluran pencernaan dapat dinilai dari tingkat kolonisasi bakteri di saluran pencernaan. Semakin rendah respon imun, semakin tinggi kolonisasi yang terbentuk, dan tingkat kolonisasinya dapat tergambar dari hasil isolasi bakteri dari dalam feses. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah bakteri coliform dan non-coliform di dalam feses ayam petelur pada masing-masing kelompok umur.

METODE PENELITIAN

Objek penelitian

Objek penelitian ini adalah ayam petelur sebanyak 24 ekor yang dibedakan berdasarkan kelompok umur yaitu fase starter, grower, developer dan layer. Ayam petelur yang digunakan sebagai sampel adalah ayam petelur yang berada di Desa Perean Tabanan, Desa Penebel Tabanan, Desa Sidemen Karangasem dan Desa Demulih Bangli.

Rancangan penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 4 faktor

Jumlah koloni ×

faktor pengenceran × volume suspensi yang ditanam


umur yaitu fase starter, grower, developer dan layer. Masing-masing kelompok perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Pengambilan sampel

Sampel yang digunakan adalah sampel feses dari ayam petelur yang dibedakan berdasarkan kategori umur yaitu fase starter, grower, developer dan layer dengan 6 kali pengulangan. Sampel feses yang baru diambil dimasukkan kedalam plastic wrap dan kemudian dimasukkan ke dalam coolbox yang sudah berisi es batu. Pengenceran sampel

Sampel yang didapat selanjutnya diencerkan sampai pengenceran 10-5. Sebanyak 0,5 mg sampel feses dengan cara menimbangnya     terlebih     dahulu.

Selanjutnya feses yang sudah ditimbang dimasukan ke dalam tabung 10-1 yang sudah berisi aquades sebanyak 4,5 ml dan homogenkan. Selanjutnya siapkan 4 tabung dengan larutan pengencer 4,5 ml setiap tabung (10-2, 10-3, 10-4, 10-5). Sebanyak 0,5 ml suspensi dari tabung pengenceran 10-1 dengan menggunakan spuit, kemudian dimasukkan kedalam tabung pengenceran 10-2 dan homogenkan. Kemudian dilakukan langkah yang sama untuk tabung pengenceran 10-3, 10-4, 10-5.

Penanaman sampel

Sebanyak 0,1 ml sampel pada pengenceran 10-5 dituang pada media lalu ratakan dengan pipa bengkok. Kemudian media dibalik. Lalu amati media setelah diinkubasikan selama 18-24 jam pada inkubator dengan suhu 37oC. Koloni E. coli akan berwarna hijau metalik, koloni Klebsiella berwarna merah muda dan mucoid, koloni Enterobacter terlihat seperti mata ikan, sedangkan koloni bakteri non-coliform tidak berwarna. Untuk mengetahui jumlah bakteri yang didapat, dapat digunakan rumusan berikut.

1

CFU/gram

Analisis data

Jumlah koloni yang tumbuh pada masing-masing perlakuan dilakukan analisis varian yang jika hasilnya berbeda nyata dilanjutkan dengan uji BNT. Prosedur analisis mengikuti petunjuk Sampurna dan Nindhia (2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian jumlah bakteri coliform dan non-coliform berdasarkan kelompok umur terhadap 24 sampel, didapatkan jumlah bakteri yang bervariasi. Rata-rata jumlah bakteri coliform dan non-coliform pada feses ayam petelur terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata Jumlah Bakteri Coliform dan Non-Coliform Ayam Petelur pada Berbagai Kelompok Umur.

Umur

Bakteri Coliform

Bakteri Non-Coliform

Starter

191.0000±35.51901

116.0000±69.09414

Grower

168.1667±41.67693

102.5000±23.59449

Developer

166.6667±47.28495

106.8333±49.98967

Layer

186.0000±52.80152

111.1667±58.26291

Rata-rata

177.9583±43.16851

109.1250±49.66174

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui rata-rata hasil penelitian jumlah bakteri coliform pada feses ayam petelur sebanyak 177.9583±43.16851 CFU/g. Sedangkan rata-rata jumlah bakteri non-coliform yang ditemukan sebanyak 109.1250±49.66174 CFU/gr. Pada berbagai kelompok umur berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa rata-rata jumlah bakteri coliform pada fase starter sebanyak 191.0000±35.51901 CFU/gr, fase grower sebanyak 168.1667±41.67693 CFU/gr, fase developer sebanyak 166.6667±47.28495 CFU/gr, dan pada fase layer sebanyak 186.0000±52.80152 CFU/gr. Sedangkan rata-rata jumlah bakteri non-coliform pada fase starter sebanyak 116.0000±69.09414 CFU/gr, fase grower sebanyak 102.5000±23.59449 CFU/gr, fase grower sebanyak 106.8333±49.98967 CFU/gr, dan pada fase layer sebanyak 111.1667±58.26291 CFU/gr.

Data hasil perhitungan jumlah bakteri coliform dan non-coliform ayam petelur pada berbagai kelompok umur kemudian dianalisis ragam. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kelompok umur ayam petelur yaitu fase starter, fase grower, fase developer, dan fase layer tidak berpengaruh nyata (P=0,715) terhadap log bakteri

coliform begitu juga dengan jumlah bakteri non-coliform, kelompok umur ayam petelur yaitu yaitu fase starter, fase grower, fase developer, dan fase layer tidak berpengaruh nyata (P=0,974) terhadap log bakteri non-coliform.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 24 sampel feses ayam petelur yang diambil berdasarkan kelompok umurnya didapatkan rata-rata jumlah bakteri coliform dan non-coliform yang bervariasi. Rataan jumlah bakteri coliform ayam petelur pada fase starter, grower, developer, dan layer berturut-turut yaitu 191.0000±35.51901 CFU/g; 168.1667±41.67693 CFU/g; 166.6667±47.28495 CFU/g dan 186.0000±52.80152 CFU/g. Rata-rata jumlah bakteri non-coliform ayam petelur pada fase starter, grower, developer, dan layer berturut-turut yaitu 116.0000±69.09414 CFU/g; 102.5000±23.59449 CFU/g; 106.8333±49.98967 CFU/g dan 111.1667±58.26291 CFU/g. Data hasil perhitungan jumlah bakteri coliform dan non-coliform ayam petelur pada berbagai kelompok umur kemudian dianalisis ragam. Hasilnya menunjukkan bahwa kelompok umur ayam petelur tidak

berpengaruh nyata (P=0,715) terhadap log bakteri coliform serta tidak berpengaruh nyata (P=0,974) terhadap log bakteri noncoliform.

Hasil penelitian yang kemudian dianalisis ragam menunjukkan bahwa secara statistika, umur dianggap tidak berpengaruh terhadap jumlah bakteri coliform dan bakteri non-coliform dalam feses ayam petelur. Meskipun begitu, terdapat selisih antara rataan jumlah bakteri baik itu bakteri coliform maupun noncoliform yang ditemukan pada fase starter dibanding dengan kelompok umur lainnya, dengan rataan tertinggi terdapat pada kelompok umur starter. Selisih tertinggi terdapat diantara kelompok umur starter dan developer pada bakteri coliform serta diantara kelompok umur starter dan grower pada bakteri non-coliform. Hal ini terjadi karena sistem imun pada ayam petelur fase starter belum terbentuk secara sempurna, berbeda halnya dengan ayam petelur fase grower, developer, dan layer. Imunitas hewan yang bersifat adaptif atau dapatan diperoleh selama masa hidup hewan secara alami maupun buatan. Imunitas adaptif memiliki sifat mengingat, oleh karena itu akan semakin membaik akibat infeksi yang berulang sehingga akan lebih berkembang pada hewan yang berumur lebih tua (Riko et al., 2012). Dari hasil pengujian yang dilakukan oleh Biscarini et al. (2009), titer antibodi dan aktivitas komplemen secara umum meningkat seiring bertambahnya umur. Perkembangan imunologis akan terjadi hingga umur tertentu, sebelum akhirnya menurun pada usia lanjut (Tizard, 2000).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa jumlah bakteri coliform yang ditemukan dalam feses ayam petelur pada fase starter tidak berbeda nyata dengan fase grower, developer dan layer. Jumlah bakteri noncoliform yang ditemukan dalam feses ayam

petelur pada fase starter tidak berbeda nyata dengan fase grower, developer dan layer.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bakteri coliform dan non coliform pada ayam petelur.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Dosen Pembimbing, dan semua pihak yang telah membantu penelitian ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Biscarini F, Bovenhuis H, Van Arendonk JAM, Parmentier HK, Jungerius AP, Van der Poel JJ. 2009. Across-line SNP association study of innate and adaptive immune response in laying hens. Anim. Gen., 41: 26–38.

Fadilah     R,     Fatkhuroji.     2013.

Memaksimalkan produksi ayam ras petelur. PT Agromedia pustaka. Jakarta

Kabir SML. 2010. Avian Colibacillosis and Salmonellosis:  A Closer Look at

Epidemiology,          Pathogenesis,

Diagnosis, Control and Public Health Concerns. Int. J. Environ. Res. Pub. Health. 7: 89-114.

Khaton R, Haider MG, Paul PK, Das PM, Hossain MM. 2008. Colibacillosis in commercial chickens in Bangladesh. The Bangladesh Vet., 25(1): 17-24.

Liyanagunawardena N, Fernando PS, Weerasooriya KMSG, Wijewardena G, Samarakoon SATC, Abayaratne, PMK. 2016. SG 9R Vaccine to Control Salmonellosis in Poultry Breeder Flocks in Sri Lanka. Int. J. Livestock Res., 6(10): 27-33.

Masturina, Fakhrurrazi, Abrar M, Erina, Wahyuni S, Budiman H. 2017. Isolasi bakteri Salmonella sp. dalam kandang ayam broiler di desa cot sayun kecamatan blang bintang aceh besar. J. Ilmiah Mahasiswa Vet., 1(3): 375-382.

Riko YA, Rosidah, Herawati T. 2012. Intensitas dan Prevalensi ektoparasit pada ikan bandeng (Chanos chanos) dalam karamba jaring apung (KJA) di Waduk Cirata Kabupaten Cianjur Jawa Barat. J. Perikanan dan Kelautan. 3(4): 231-241.

Sampurna IP,  Nindhia  TS. 2008.

Metodologi Ilmiah dan Rancangan Percobaan.   Fakultas   Kedokteran

Hewan Universitas Udayana, Denpasar.

Tarmudji. 2003. Kolibasilosis pada ayam: etiologi, patologi dan pengendaliannya. Wartazoa, 13(2): 65-73.

Tizard IR. 2000. Veterinary Immunology: An Introduction. 6th Ed. WB Saunders, Philadelphia.

Wibisono FJ, Sumiarto B, Kusumastuti TA. 2018. Economic losses estimation of pathogenic escherichia coli infection in indonesian poultry farming. Bulletin Anim. Sci., 42 (4): 341-346.

171