THE DOG FEMORAL OSTEOBLAST NUMBER POST TRANSPLANTATION OF DEMINERALIZED PORCINE CORTICAL BONE XENOGRAFT
on
Volume 14 No. 2: 97-102
April 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i02.p05
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Jumlah Osteoblas pada Tulang Femur Anjing Pasca Transplantasi Demineralized Porcine Cortical Bone Xenograft
(THE DOG FEMORAL OSTEOBLAST NUMBER POST TRANSPLANTATION OF DEMINERALIZED PORCINE CORTICAL BONE XENOGRAFT)
Luh Made Sudimartini1*, I Wayan Wirata2, I Wayan Nico Fajar Gunawan2, I Wayan Juli Sumadi3, Tessa Saputri Marmanto4
-
1Laboratorium Farmakologi dan Farmasi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali;
-
2Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali;
-
3Bagian Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali;
-
4Praktisi Pet Animal, Malang Animal Clinic. Ruko Ditas, Jl. MT. Haryono No.Kav. 16, Dinoyo, Kec. Lowokwaru, Kota Malang, Jawa Timur 65145.
*Email: [email protected]
Abstrak
Fungsi xenograft dalam kesembuhan fraktur adalah sebagai osteoinduksi. Osteoinduksi tersebut dirangsang oleh faktor-faktor yang terdapat dalam bahan graft meliputi protein dan faktor pertumbuhan. Protein dan faktor pertumbuhan yang terkandung dalam bahan graft tersebut berkaitan dengan proses terbentuknya osteoblas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah osteoblas pada tulang fraktur pascatransplantasi demineralized porcine cortical bone xenograft. Delapan ekor anjing jantan umur 34 bulan digunakan dalam penelitian ini, yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak. Kelompok I berjumlah 2 ekor adalah Anjing yang dipergunakan sebagai kontrol, yaitu anjing pada diaphysis tulang femurnya dibor dengan diameter 1 cm tanpa pemberian bahan cangkok. Anjing kelompok II berjumlah 6 ekor adalah anjing pada diafisis tulang femurnya dibor dengan diameter 1 cm dan diberi Demineralized Porcine Cortical Bone Xenograft. Tulang femur dibiopsi pada minggu ke-4 dan ke-8 pasca operasi untuk diproses secara histologist dan diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin. Hasil penelitian menunjukkan jumlah osteoblas pada kelompok yang diberi demineralized porcine cortical bone xenograft lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok control, secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan jumlah osteoblas antar kelompok (P>0,05). Sebagai kesimpulan, demineralized porcine cortical bone xenograft dapat meningkatkan jumlah sel osteoblas pada proses kesembuhan tulang namun peningkatannya tidak signifikan.
Kata Kunci: Demineralized porcine cortical bone xenograft; fraktur; osteoblast
Abstract
The xenograft function in fracture healing is as osteoinduction. Osteoinduction is stimulated by factors present in the graft material including proteins and growth factors. Proteins and growth factors contained in the graft material are related to the process of osteoblast formation. This study aims to determine the number of osteoblasts in bone fractures post-transplantation demineralized porcine cortical bone xenograft. Eight males dog aged 3-4 months were used in this study, which was divided into 2 groups at random. Group I is 2 dogs is used as a control, the dog on the diaphysis of the femur bone is drilled with a diameter of 1 cm without graft material. Group II is 6 dogs on diaphisis femur bone drilled with a diameter of 1 cm and given Demineralized Porcine Cortical Bone Xenograft. Femoral bone was biopsied at 4th and 8th weeks postoperative for histologically processed and stained with hematoxylin-Eosin. The results showed that the number of osteoblasts in the group given demineralized porcine cortical bone xenograft was higher than the control group. There was no statistically significant difference in the number of osteoblasts between groups (P> 0.05). In conclusion,
demineralized porcine cortical bone xenograft can increase the number of osteoblast cells in the bone healing process but the increase is not significant.
Keywords: Demineralized porcine cortical bone xenograft; fracture; osteoblast
PENDAHULUAN
Fraktur adalah kerusakan atau patah tulang yang disebabkan oleh adanya trauma ataupun tenaga fisik. Pada kondisi normal, tulang mampu menahan tekanan, namun jika terjadi penekanan ataupun benturan yang lebih besar dan melebihi kemampuan tulang untuk bertahan, maka akan terjadi fraktur (Garner, 2008; Price and Wilson, 2006)
Penanganan fraktur dapat dilakukan dengan fiksasi external dan fiksasi internal. Penanganan fraktur dapat juga dilakukan dengan cara pencangkokan tulang. Bahan yang digunakan dalam pencangkokkan tulang dibedakan menjadi autograft, allograft, xenograft, bahan sintetik, maupun kombinasinya. Bahan autograft berasal dari tulang individu itu sendiri. Allograft dilakukan dengan cara mencangkokkan tulang yang berasal dari individu berbeda tetapi masih satu spesies. Xenograft merupakan bahan cangkok tulang yang berasal dari individu dan spesies yang berbeda (Tuominen, 2001).
Perbaikan fraktur tulang berkaitan dengan berbagai aktivitas sel, antara lain: osteoblas dan osteoklas. Osteoblas berasal dari sel mesenkim sumsum tulang yang berkembang dari proliferasi osteoblastik. Osteoblas menghasilkan dan mengatur matrik tulang serta berperan dalam mineralisasi tulang selama perkembangan, remodelling, dan regenerasi tulang. Osteoblas berperan dalam pembentukan dan perbaikan tulang sehingga sel tersebut merupakan indikasi kesembuhan fraktur. Osteoklas merupakan derivat sel stem hematopoetik dari monosit atau makrofag yang terletak di sumsum tulang dan darah. Osteoklas meresorpsi tulang selama proses remodelling tulang (Bab and Sela, 2012).
Kesembuhan fraktur ditandai dengan osteoblas dan hasil sekresinya yang
berkembang membentuk kalus pada bagian fragmen tulang yang fraktur. Untuk menentukan bahan cangkok yang digunakan efektif sebagai osteoinduksi maka dapat dilakukan dengan mengamati perubahan jumlah osteoblas setelah dilakukan penanganan fraktur tulang dengan cangkok tulang Demineralized Porcine Cortical Bone Xenograft.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Delapan ekor anjing jantan umur 3-4 bulan digunakan dalam penelitian ini, yang dibagi menjadi 2 kelompok secara acak. Kelompok I berjumlah 2 ekor adalah Anjing yang dipergunakan sebagai kontrol, yaitu anjing pada diaphysis tulang femurnya dibor dengan diameter 1 cm tanpa pemberian bahan cangkok. Anjing kelompok II berjumlah 6 ekor adalah anjing pada diafisis tulang femurnya dibor dengan diameter 1 cm dan diberi Demineralized Porcine Cortical Bone Xenograft.
Koleksi Sampel
Biopsi tulang femur untuk analisis histopatologi dilakukan pada minggu ke-4 dan ke-8 pasca operasi. Bagian tulang femur yang sudah diambil kemudian disimpan dalam larutan formalin 10% untuk dibuat preparat histopatologis (sesuai standar Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana) dengan pengecatan H&E.
Analisis Data
Data yang diperoleh berupa jumlah sel-sel osteoblast. Selanjutnya, data dianalisis menggunakan perangkat lunak IBM SPSS Versi 22 dengan uji pola faktorial 2x2 yang di mana F1 adalah serbuk tulang dan F2 adalah waktu pengambilan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Data hasil penghitungan jumlah osteoblast pada anjing percobaan sesuai dengan kelompok masing-masing yang diamati pada minggu keempat dan kedelapan pasca operasi ditunjukan pada Tabel 1 dan Gambar 1.
Hasil analisis statistik jumlah osteoblast dengan menggunakan Univariate Analysis of Variance menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan jumlah osteoblast antara kelompok kontrol dengan
perlakuan bahan cangkok (P>0,05). Sedangkan Interaksi antara kelompok dan waktu pengambilan sampel menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah osteoblast (P>0,05).
Berdasarkan pemeriksaan histopatologis jaringan tulang femur minggu keempat pasca operasi kelompok kontrol dan bahan cangkok tulang babi, perubahan histopatologi yang dapat diamati pada semua kelompok menunjukkan gambaran yang hampir sama yaitu terjadinya proliferasi osteoblas (Gambar 2 dan Gambar 3).
Tabel 1. Rerata Jumlah Osteoblas Tulang Femur Anjing Pascatransplantasi demineralized
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44781-1.jpg)
Pencangkokan
O TanpaCangkokj
A Dengan Cangkok
Interpolation Line
porcine cortical bone xenograft.
Perlakuan |
Minggu Ke-4 |
Minggu Ke-8 |
Tanpa Bahan Cangkok |
40,4±4,068a |
28,8±4,068a |
Dengan Bahan Cangkok |
28,67±2,381a |
30,356±2,381a |
Keterangan: huruf a menyatakan tidak berbeda nyata (P> 0,05)
Gambar 1. Grafik jumlah osteoblas pada masing-masing kelompok Minggu ke-4 dan ke-8
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44781-2.jpg)
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44781-3.jpg)
Gambar 2. Gambaran histopatologi tulang femur anjing kelompok I pada minggu keempat pasca operasi. Terlihat osteoblas yang membentuk formasi berderet di tepi tulang (anak panah hitam) dan osteosit (anak panah putih) (HE, 400X).
Gambar 3. Gambaran histopatologi tulang femur anjing kelompok II pada minggu keempat pasca operasi. Terlihat osteoblas yang membentuk formasi berderet di tepi tulang (anak panah hitam) dan osteosit
![](https://jurnal.harianregional.com/media/44781-4.jpg)
Gambar 4. Gambaran histopatologi tulang femur anjing kelompok I pada minggu kedelapan pasca operasi. (A) proliferasi jaringan ikat fibrosa, (B) terbentuk tulang baru, (C) tulang resipien, dan masih terlihat adanya gap (anak panah hitam) (HE, 40X).
Gambar 5. Gambaran histopatologi tulang femur anjing kelompok II pada minggu kedelapan pasca operasi. (A) periosteum, (B) tulang trabekula dan pembuluh darah baru (anak panah putih) (HE, 40X).
Hasil pemeriksaan histopatologi tulang femur anjing kelompok I (kontrol) yang tidak diberikan bahan cangkok pada minggu kedelapan pasca operasi menunjukan adanya proliferasi jaringan ikat fibrosa, pertumbuhan tulang baru (matrik tulang), osteosit di tengah matrik tulang dan masih terlihat adanya gap fraktur (Gambar 4).
Hasil pemeriksaan histopatologi tulang femur anjing kelompok II yang diberikan bahan cangkok demineralized porcine cortical bone xenograft (DPCBX) pada minggu kedelapan pasca operasi menunjukan daerah periosteum terlihat
tebal, perkembangan tulang trabekula yang terlihat lebih kompak, terbentuknya pembuluh darah baru, osteoblas dan osteoklas pada tepi tulang trabekula dan osteosit di tengah matrik tulang (Gambar 5).
Pembahasan
Hasil analisis statistik jumlah osteoblast dengan menggunakan Univariate Analysis of Variance menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan jumlah osteoblast antara kelompok kontrol dengan perlakuan bahan cangkok (p>0,05). Osteoblas merupakan sel yang bertanggung
jawab untuk mensintesis, mentransfer dan mengatur komponen bahan organik matriks tulang yang disebut osteoid atau prebone (Mills, 2007). Osteoblas ditemukan di periosteum dan endosteum yang terletak dalam suatu garis di sepanjang permukaan jaringan tulang. Osteoblas berasal dari sel osteogenik yang ada pada permukaan tulang. Bentuk osteoblas dalam keadaan metabolisme aktif cenderung lebih kuboid dan basophilic. Saat osteoblas dalam keadaan tidak aktif mensintesis osteoid, sel ini berbentuk pipih dan bersifat kurang basophilic (Samuelson, 2007). Ketika aktivitas sintesis matriks berhenti dan osteoblas telah memasuki matriks tersebut maka osteoblas berubah namanya menjadi osteosit.
Berdasarkan pemeriksaan histopatologis pada tulang femur minggu keempat pasca operasi disemua kelompok perlakuan, perubahan histopatologi yang dapat diamati pada semua kelompok menunjukkan gambaran yang hampir sama yaitu terjadinya proliferasi jaringan ikat fibrosa, perkembangan tulang trabekula, terbentuknya pembuluh darah baru, proliferasi osteoblas dan pada kelompok II dan III terlihat sel osteoklas di tepi jaringan tulang yang baru. Proliferasi jaringan ikat fibrosa terlihat lebih dominan pada kelompok I dibandingkan dengan kelompok II. Menurut Leeson et al. (1995) proliferasi fibroblas dan kapiler darah yang memasuki bekuan darah akan membentuk jaringan granulasi yang disebut prokalus. Kemudian jaringan granulasi akan menjadi jaringan fibrosa padat dan berubah menjadi masa tulang rawan. Masa ini merupakan kalus sementara yang mempersatukan tulang-tulang yang patah.
Vaskularisasi yang terjadi pada perbatasan antara bahan cangkok dan tulang resipien merupakan indikasi terjadinya kesembuhan fraktur yang normal (Millis and Martinez, 2003). Penyatuan cangkok tulang memerlukan proses yang komplek dan waktu yang lama melalui beberapa fase yang melibatkan interaksi
biologi. Faktor-faktor yang berperan dalam penyatuan seperti revaskularisasi, terbentuknya tulang baru dan interaksi antara bahan cangkok dengan tulang resipien (Stevenson et al., 1996).
Pemeriksaan histopatologi tulang femur minggu kedelapan pasca operasi pada semua kelompok menunjukkan gambaran yang hampir sama yaitu adanya proliferasi jaringan ikat fibrosa, terbentuknya pembuluh darah baru, tulang trabekula terlihat lebih kompak, proliferasi osteoblas dan pada kelompok II terlihat osteoklas pada tepi tulang yang baru. Pada kelompok I masih terlihat adanya gap dan pertumbuhan tulang trabekula sedangkan kelompok II tampak tulang trabekula sudah lebih kompak dibandingkan minggu keempat pasca operasi.
Proliferasi osteoblas di tepi tulang trabekula dan banyak terbentuk pembuluh darah baru pada kelompok II yang menunjukkan masih terjadi proses osifikasi dan bahan cangkok berfungsi sebagai perancah (scaffold) untuk terjadinya kesembuhan tulang. Selain itu, banyak terbentuk pembuluh darah baru pada jaringan ikat disekitar bahan cangkok. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa DPCBX memiliki sifat osteokonduksi. Menurut Kalfas (2001) dan Pilitsis et al. (2002) osteokonduksi adalah sifat fisik dari material cangkok dalam menjalankan fungsi sebagai scaffold untuk mendukung dalam kesembuhan tulang. Biomaterial yang memiliki sifat osteokonduksi memungkinkan untuk pertumbuhan pembuluh darah baru dan migrasi sel, perlekatan dan distribusi sel-sel prekursor osteogenik ke dalam ruang bahan cangkok. Banyaknya terbentuk pembuluh darah baru juga mengindikasikan bahwa DPCBX mengandung vascular endothelial growth factor (VEGF). Hal ini sesuai dengan pernyataan Wildemann et al. (2007) bahwa demineralized bone matrix mengandung VEGF sehingga memicu pembentukan vaskularisasi.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa demineralized porcine cortical bone xenograft dapat meningkatkan jumlah sel osteoblas pada proses kesembuhan tulang namun peningkatannya tidak signifikan.
Saran
Demineralized porcine cortical bone xenograft dapat digunakan sebagai bahan cangkok yang efektif pada kasus fraktur karena dapat meningkatkan jumlah sel osteoblas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah PNBP dengan Surat Perjanjian Kontrak No.
1117/UN.14.2.9/LT/2017 serta kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bab IA, Sela JJ. 2012. Cellular and Molecular Aspect of Bone Repair. In: Bab I.A dan Sela, J.J., eds., Principles of Bone Regeneration. Springer Science Business Media, Jerusalem.
Kalfas IH. 2001. Principles of bone healing.
Neurosurg. Focus. 10(4): 1-4.
Leeson CR, Leeson TS, Paparo AA. 1995. Buku Ajar Histologi. Eds. 5. EGC. Jakarta. Pp. 106-117.
Mills SE. 2007. Histology for Pathology. 3rd Ed. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins. Pp. 81-88.
Millis DL, Martinez SA. 2003. Bone Grafts. in: Slatter, D.H. Textbook of small animal surgery.3rd Ed. Saunders WB. Philadelphia. P: 1875 – 1891.
Pilitsis JG, Lucas DR, Rengachary SR. 2002. Bone healing and spinal fusion. Neurosurg. Focus. 13(6): 1-6.
Price SA, Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. B.U. Pendit. Penerjemah. Jakarta, EGC.
Samuelson DA. 2007. Text Book of Veterinary Histology. China: Elsevier. Pp. 109-126.
Stevenson S, Emery SE, Goldberg VM. 1996. Factors affecting bone graft incorporation. Clin. Orthop. Relet. Res. 324: 66-74.
Tuominen T. 2001. Native Bovine Bone Morphogenetic Protein in The Healing of Segmental Long Bone Defects. Division of Orthopaedic and Trauma Surgery, University of Oulu. ISBN: 951-42-6478-9.
Wildemann B, Kadow RA, Haas NP, Schmidmaier G. 2007. Quantification of various growth factors in different demineralized bone matrix preparation. J. Biomed. Mater. Res. A. 81(2): 437442.
102
Discussion and feedback