CASE REPORT: CONJUNCTIVITIS IN PUG
on
Volume 14 No. 1: 36-42
Pebruari 2022
DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i01.p06
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Laporan Kasus: Konjungtivitis pada Anjing Pug
(CASE REPORT: CONJUNCTIVITIS IN PUG)
Gede Herdian Permana Putra1*, I Nyoman Suartha2, I Gusti Krisna Erawan2
1Praktisi Dokter Hewan di Kota Singaraja, Bali;
2Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali.
*Email: [email protected]
Abstrak
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva. Anjing kasus bernama Ve merupakan anjing ras Pug berumur 10 bulan, mengalami gangguan pada mata. Ve mengalami konjungtivitis pada mata bagian dexter dan sinister. Ve dilaporkan terkena konjungtivitis saat berumur 3 bulan. Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik mukosa mata merah, pada bagian mata sinister tidak terlihat bola mata (atropi) yang disertai keluarnya eksudat mucopurulent. Bagian mata dexter terlihat kornea keruh yang disertai keluarnya eksudat mucopurulent berlebihan dan terjadi hiperpigmentasi kulit karena parasit Demodex sp. Berdasarkan identifikasi dan pemeriksaan, konjungtivitis yang diderita Ve disebabkan karena trauma yang disertai dengan infeksi sekunder bakteri. Dari hasil pemeriksaan hematologi rutin menunjukkan limfositosis, eosinofilia dan trombositopenia. Terapi mata yang diberikan berupa antibiotik salep mata Erlamycetin® dan vitamin Calvidog®, sedangkan untuk kulit diberikan injeksi dipenhidramine HCl dan invermectin.
Kata kunci: anjing; bakteri; infeksi sekunder; konjungtivitis
Abstract
Conjunctivitis is inflammation of the conjunctiva. The case of a dog named Ve is the breed Pug dogs 10 months of age, having an eye disorder. Ve has conjunctivitis in the eye of the dexter and sinister part. Ve was reported to have conjunctivitis at 3 months of age. Based on the results of the physical examination of the red eye mucosa, in the eyes sinister the eyeball is not visible (atrophy), which is accompanied by mucopurulent exudate discharge, the part eye dexter eyes looks cloudy, accompanied by mucopurulent exudate and hyperpigmentation of the skin due to Demodex sp. Based on identification and examination, conjunctivitis suffered Ve is caused by trauma accompanied by secondary bacterial infection. From the results of routine hematology examination, it shows lymphocytosis, eosinophilia and thrombocytopenia. Eye therapy was given in the form of Erlamycetin® eye ointment antibiotics and Calvidog® vitamin, while the skin was given dipenhidramine HCl injection and invermectin.
Keywords: bacterial; conjunctivitis; dog; secondary infection
PENDAHULUAN
Konjungtivitis umumnya disebabkan oleh reaksi alergi, trauma, infeksi virus, bakteri, dan, parasit (Khumar, 2016). Konjungtivitis reaksi alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paling sering dan disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al., 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1. Adapun gejala yang umum terjadi yaitu hiperemis, mata berair dan eksudasi (Majmudar, 2010). Konjungtivitis karena trauma disebabkan oleh benda tumpul atau benda asing yang mengenai mata, biasanya anjing mengais bagian mata dengan kukunya yang menyebabkan mata terinfeksi (JAR, 2011)
Konjungtivitis akibat dapat diamati pada konjungtiva anjing yang mengalami distemper, sedangkan pada kucing yang terinfeksi feline immunodeficiency dengan tipe konjungtivitis ringan. Pada infeksi feline herpes virus – 1 pada kucing, secara mikroskopis, lesi meliputi nekrosis pada epitel, infiltrasi neutrofhil, ulcer dendritik pada kornea, intranuklear inklusi pada konjungtiva dan sel epithel pada kornea. Konjungtivitis akibat bakteri merupakan penyakit umum pada berbagai hewan. Walaupun berbagai jenis bakteri telah terisolasi dari konjungtiva hewan, kebanyakan merupakan bakteri yang tidak patogen atau termasuk bakteri yang dapat menyebabkan radang ringan, seperti Staphylococcus spp. pada anjing. Pada kucing yang disebabkan oleh bakteri klamidia menyebabkan infeksi akut yang dicirikan dengan kongesti konjungtiva, kemosis, eksudat serous, dan infiltrasi dari konjungtiva dengan netrofil (Barnett, 2006). Konjungtivitis parasit disebabkan karena adanya infeksi parasit pada hewan. Penyebabnya dapat terjadi bersamaan dengan infeksi migrasi larva cacing (Khurana, 2007).
METODE PENELITIAN
Rekam Medik
Anjing ras Pug bernama Ve berwarna coklat yang berjenis kelamin betina berumur 10 bulan dengan berat badan 4,3 kg. Anjing ini memiliki postur dan tingkah laku normal, serta dipelihara dengan cara dilepaskan di dalam rumah. Anjing ini dipelihara oleh Ni Made Krisna beralamat di Desa Tiba Kauh, Payangan, Ubud, Gianyar.
Anamnesa
Anjing menunjukan gejala awal pada mata sejak umur 3 bulan (bulan Juni 2017). Adapun gejala awal yang terlihat adalah menggaruk-garuk pada bagian matanya kemudian mata selalu berair, kemerahan pada mata yang disertai dengan keluarnya kotoran. Setelah 2-3 hari mata sebelah kiri kemudian membesar dan kering. Lalu pemilik memberikan obat tetes merk Trixin® 2 tetes 3 kali sehari pada mata sebelah kiri dan kanan. Pemilik menghentikan pemberian obat tetes selama ± 2 minggu, karena mata sebelah kiri pasien terlihat mengecil atau tidak kembali normal sampai sekarang dan disertai keluarnya eksudat yang berlebihan. Pemilik tidak pernah membawa anjing kasus ke dokter hewan.
Pemilik memiliki lima ekor anjing di rumahnya termasuk Ve, saudara, dan induknya. Dari lima anjing yang dipelihara, hanya Ve yang mengalami masalah pada matanya. Anjing tersebut dipelihara dengan cara dilepas didalam rumah. Menurut pemilik, anjing tersebut seringkali bermain dengan saudara-saudaranya yang terlihat lebih dominan dari Ve. Ve sudah di vaksin E3 (distemper, parvo, parainfluenza) pada umur 1,5 bulan dan diberikan obat cacing Combantrin® (pirantel pamoat). Selain masalah pada matanya, anjing tersebut juga mempunyai masalah pada kulitnya.
Gambar 1. Anjing pug yang mengalami konjungtivitis (dokumentasi pribadi)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemeriksaan Fisik
Berdasarkan pemeriksaan fisik diperoleh data anjing Ve seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Status Preasens
No |
Jenis Pemeriksaan |
Hasil |
Keterangan |
1 |
Temperatur |
38,6oC |
Normal |
2 |
Denyut Jantung |
140 kali/menit |
Meningkat |
3 |
Pulsus |
140 kali/menit |
Meningkat |
4 |
Respirasi |
32 kali/menit |
Meningkat |
5 |
CRT |
< 2 detik |
Normal |
Tabel 2. |
Hasil Pemeriksaan Klinis | ||
No |
Jenis Pemeriksaan |
Keterangan | |
1 |
Kulit dan Kuku |
Tidak normal | |
2 |
Anggota Gerak |
Normal | |
3 |
Muskuloskeletal |
Normal | |
4 |
Syaraf |
Normal | |
5 |
Sirkulasi |
Normal | |
6 |
Urogenital |
Normal | |
7 |
Respirasi |
Normal | |
8 |
Pencernaan |
Normal | |
9 |
Mukosa |
Tidak Normal | |
10 |
Limfonodus |
Normal |
Tabel 3.Hasil Hematologi Rutin
Hematologi Rutin |
Hasil |
Nilai Rujukan |
Satuan |
Keterangan |
Leukosit |
16.6 |
6-17 |
10x3/mm3 |
Normal |
Limfosit |
31.2 |
10-30 |
% |
Tinggi |
Eosinofil |
28.6 |
2-10 |
% |
Tinggi |
Othr |
40.2 |
60-83 |
% |
Rendah |
Eritrosit |
7.07 |
5-8,5 |
10x6/mm3 |
Normal |
Hemoglobin |
13.5 |
12,0-18,0 |
g/dl |
Normal |
Hematokrit |
39.8 |
37,0-55,0 |
% |
Normal |
MCV |
56.2 |
60,0-77,0 |
Fl |
Rendah |
MCH |
19.1 |
14.0-25.0 |
Pg |
Normal |
MCHC |
34.0 |
31,0-36,0 |
% |
Normal |
Trombosit |
89 |
160-625 |
10x6/mm3 |
Rendah |
Pada hasil pemeriksaan klinis (Tabel 2) kondisi Ve dalam keadaan tidak normal, ditemukannya kelainan pada kulit yang hiperpigmentasi karena parasit Demodex sp dan mukosa mata anjing berwarna merah. Pada bagian mata sinister tidak terlihat bola mata (atropi), yang disertai keluarnya air mata dan eksudat mukopurulent berlebihan dan bagian mata dexter terlihat kornea keruh, reflek pupil masih ada, yang disertai keluarnya air mata dan eksudat mukopurulent berlebihan.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan mikroskopis dilakukan terhadap sampel feses dan kerokan kulit. Pada pemeriksaan sampel feses tidak ditemukan adanya telur cacing. Pemeriksaan secara mikroskopis dilakukan terhadap sampel kerokan kulit metode superficial skin scraping, deep skin scraping, dan trichogram menggunakan KOH 10% ditemukan adanya parasit Demodex sp. Selain itu, juga dilakukan pemeriksaan hematologi rutin dengan sampel darah Ve. Hasil pemeriksaan menunjukkan Ve mengalami limfositosis, eosinofilia dan trombositopenia.
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, hasil pemeriksaan klinis, dan pemeriksaan laboratorium maka Ve didiagnosa menderita konjungtivitis.
Prognosis
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan pada Ve, prognosis dari kasus ini adalah fausta.
Terapi
Terapi yang diberikan pada Ve berupa pemberian salep mata Erlamycetin® sebagai terapi kausatif yang diberikan 3 kali sehari 1 oles dibagian sinister dan dexter disertai dengan membersihkan eksudat yang mengering dikelopak mata secara rutin dengan kapas atau tissue basah dan pemberian terapi suportif vitamin (Calvidog®) 1 kali sehari sebagai suplemen penambah energi untuk anjing. Kandungan erlamycetin® adalah chloramphenicol yang merupakan antibiotik berspektrum luas yang tidak memiliki kontraindikasi pada pemakaian intraorbitalis. Untuk penanganan pada kulit diberikan terapi berupa injeksi dipenhidramin HCl 0,4 ml secara subkutan dan injeksi invermectin 0,1 ml secara subkutan.
Pembahasan
Konjungtivitis merupakan peradangan pada konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi belakang kelopak dan bola mata, dalam bentuk akut maupun kronis. Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, klamidia, alergi, viral toksik, dan trauma. Peradangan konjungtiva atau
konjungtivitis dapat terjadi pula karena asap, angin, benda asing, sinar dan kurangnya kebersihan pada mata. Tanda dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu radang, mata merah, terdapat kotoran pada mata, mata berair, kelopak mata lengket, adanya eksudat, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata (Ilyas, 2008).
Anjing kasus (Ve) mengalami konjungtivitis pada mata bagian kiri (sinister) dan kanan (dexter), yang terlihat pada bagian mukosa mata kemerahan, keluarnya air mata yang berlebihan, dan terdapat eksudat mukopurulent pada mata. Konjungtivitis yang diderita Ve disebabkan karena trauma disertai dengan infeksi sekunder bakteri dilihat dari anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan darah. Trauma diakibatkan saat Ve bermain dan memperoleh makanan dengan saudara-saudaranya dan penyakit kulit yang diderita. Menurut pemilik, Ve sering kali bermain dan memperebutkan makanan dengan saudaranya yang terlihat lebih dominan. Rambut atau benda asing yang mengenai mata saat bermain dan memperebutkan makanan mengakibatkan anjing menggaruknya dengan kaki karena gatal dan juga parasit Demodex sp yang berada di sekitar mata. Berdasarkan hal tersebut maka mata anjing mengalami peradangan kemerahan dan keluar air mata secara berlebihan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ilyas (2009), peradangan konjungtiva atau konjungtivitis dapat terjadi pula karena benda asing, sinar dan kurangnya kebersihan pada mata dan gejala umum pada konjungtivitis yaitu radang, mata merah, mata berair, kelopak mata lengket, adanya eksudat, penglihatan terganggu, serta mudah menular mengenai kedua mata. Menurut Department of Health (2002), kebiasaan menggaruk-garuk pada bagian mata dapat menyebabkan konjungtivitis karena mikroba dapat masuk saat menggaruk serta gesekan yang terjadi juga dapat memicu konjungtivitis.
Infeksi sekunder yang biasanya terjadi pada suatu penyakit kebanyakan
disebabkan oleh bakteri. Adanya bakteri yang menyerang konjungtiva menyebabkan proses inflamasi terjadi. Sel-sel inflamasi, yaitu neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan sel plasma menyerang bakteri, namun juga berperan sebagai sel yang merusak struktur konjungtiva. Sel-sel tersebut kemudian bercampur dengan fibrin dan mukus hasil ekskresi sel goblet sehingga membentuk eksudat konjungtiva. Eksudat tersebut mengering dan mengalami perlekatan pada kelopak mata atas dan bawah. Terdapat edema epitel, eksfoliasi konjungtiva, hipertrofi epitel, dan pembentukan granuloma. Selain itu, terdapat edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi pada kelenjar limfoid stroma konjungtivitis (Plechaty, 2011). Menurut Azari (2013), eksudat mukopurulen menjadi indikasi bahwa terjadinya infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Berdasarkan pernyataan diatas penyakit konjungtivitis yang diderita Ve disertai dengan infeksi sekunder bakteri dikarenakan terdapatnya eksudat mukopurulen pada kelopak mata.
Pemeriksaan darah menunjukan bahwa Ve mengalami eosinofilia, limfositosis, dan trombositopenia. Menurut Dharmawan (2002), eosinofilia adalah peningkatan jumlah eosinofil yang beredar pada darah perifer dan tampak pada beberapa jenis penyakit. Celloti dan Laufer (2001) menyatakan bahwa eosinofilia adalah temuan hematologi yang konsisten ditemukan pada pasien yang mengalami radang akibat trauma. Radang adalah reaksi alamiah yang berupa respon vaskuler dan seluler dari jaringan tubuh sebagai reaksi terhadap adanya stimuli. Adanya rangsang atau iritasi akan menyebabkan munculnya respon neurogenik dan humoral. Limfositosis yang dialami Ve dapat mengindikasikan bahwa infeksi yang dialami sudah berlangsung lama atau kronis, yang diikuti dengan trombositopenia. Penderita trombositopenia cenderung mengalami pendarahan yang biasanya berasal dari venula-venula atau kapiler-kapiler kecil.
Akibatnya, timbul bintik-bintik perdarahan di jaringan tubuh. Trombositopenia biasanya terjadi pada fase kronis (Souza et al., 2016). Menurut Bommer et al. (2008) jumlah trombosit yang rendah umumnya terkait dengan peradangan, infeksi atau penyakit neoplastik.
Observasi Pasca Terapi
Observasi dilakukan selama tujuh hari setelah pemeriksaan. Pada hari ketujuh setelah pemeriksaan, kekeruhan pada bola mata berkurang, lakrimasi dan eksudat berkurang. Kondisi radang dan kemerahan pada konjungtiva mata sudah membaik dan berkurang. Untuk pemberian terapi pada kulit belum mengalami hasil yang signifikan dikarenakan membutuhkan waktu pemulihan yang lebih lama.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil bahwa Ve mengalami gangguan mata yaitu konjungtivitis dengan prognosis fausta.
Saran
Membersihkan mata anjing
menggunakan kapas atau tissue basah setiap kali anjing bermain dengan anjing lainnya untuk meminimalisir terjadinya infeksi oleh benda asing yang masuk ke mata.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKH Unud, dan semua pihak yang turut membantu dalam proses penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Azri AA, Barney NP. 2013. Conjuctivitis a systematic review of diagnosis and treatment. Am. Clin. Assoc. 310(16): 1721-1729.
Barnett K. 2006. Diagnostic Atlas of Veterinary Ophthalmology. 2ndEd.
Elsevier’s Health Sciences. USA.
Bommer NX, Shaw DJ, Milne EM, Ridyard AE. 2008. Platelet distribution width and mean platelet volume in the interpretation of thrombocytopenia in dogs. J. Small. Anim. Pract. 49: 518524.
Celloti F, Laufer S. 2001. Inflammation, healing and repair synopsis. J. Phar. Res. 43: 1-5
Department of Health. 2002. Eyes–Blocked tear Eye. State Government of
Victoria, Australia. Https://Www.B Etterhealth. Vic. Gov.Au/Health/
Conditions Andtreat Ments/Eyes-Blocked-Tear-Duct.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar Patologi Klinik Veteriner Hematologi Klinik. Udayana press. Denpasar.
Ilyas S. 2008. Mata Merah. Dalam: Ilyas, S. (ed). Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, Pp. 64-77.
Ilyas S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Jaiya Animal Rescue (JAR). 2011. Eye infections in dog. Jargroup doodlekit Shanghai. 1: 1-29.
Khurana AK. 2007. Comprehensive Ophthalmology. Edisi ke-4. New Delhi: New Age International. Pp. 54-71.
Khumar K, Khumari K, Praveen PK, Ganguly S. 2016. Clinical management of conjunctivitis in dog: a case study. Indian J. Anim. Hlth. 55(2): 167-168
Majmudar PA. 2010. Allergic conjunctivitis. Rush-Presbyterian-St Luke’s Medical Center. Available from: http://emedicine.medscape.com/ article/1191467-overview.
Plechaty G, Roy H. 2011. Acute hemorrhagic conjunctivitis
http://emedicine.medscape.com/article/ 1203216-overview#showall.
Souza AM, Pereira JJ, Campos SDE, Torres RA, Xavier MS, Bacellar DTL,
Almosny NRP. 2016. Platelet indices in dogs with thrombocytopenia and dogs with normal platelet counts. Arch. Med. Vet. (48): 277-281.
Vaughan D. 2010. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta.
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana Ra. 2014. Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor: IPB Press.
![](https://jurnal.harianregional.com/media/43864-2.jpg)
Gambar 2. Mata kanan setelah diobati
![](https://jurnal.harianregional.com/media/43864-3.jpg)
Gambar 3. Mata kiri setelah diobati
42
Discussion and feedback