Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal

Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021

Volume 14 No. 1: 23-29

Pebruari 2022

DOI: 10.24843/bulvet.2022.v14.i01.p04

Pengaruh Jenis, Konsentrasi, dan Lama Pencelupan Larutan Cabai dalam Menurunkan Cemaran Bakteri Daging Sapi

(THE EFFECT OF TYPE, CONCENTRATION, AND DURATION OF SUBMERSION IN CHILI SOLUTION TO REDUCE BEEF BACTERIAL CONTAMINATION)

Pinontoan Kersty Putri Nathania1*, Ida Bagus Ngurah Swacita2, Mas Djoko Rudyanto2

1Praktisi Dokter Hewan di Kota Manado Sulawesi Utara;

2Laboratorium Kesehatan Masyrakat Veteriner, Fakutas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana Jl. P.B. Sudirman, Denpasar, Bali.

*Email: [email protected]

Abstrak

Salah satu bahan dasar yang umum digunakan sebagai kuliner adalah daging sapi. Daging sapi sangat rentan akan kontaminasi bakteri. Salah satu rempah yang dapat digunakan sebagai antibakterial ialah cabai. Cabai memiliki senyawa aktif yaitu Capsaicin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh jenis, konsentrasi dan lama pencelupan larutan cabai dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Faktorial 3 x 2 x 3 yaitu 4 perlakuan jenis cabai (cabai rawit, cabai keriting, dan cabai merah besar), 2 konsentrasi larutan cabai (25% dan 50%), dan 3 lama perendaman larutan cabai (5, 10, dan 15 menit). Setiap kombinasi perlakuan, penelitian diulang sebanyak 2 kali, sehingga jumlah total sampel yang digunakan sebanyak 38 sampel. Variabel peubah yang diukur dalam penelitian ini adalah koloni bakteri (ALTB) yang tumbuh pada media Nutrient Agar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa larutan cabai dan lama pencelupan berpengaruh nyata (P<0,05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi sedangkan konsentrasi larutan cabai tidak berpengaruh nyata (P>0,05).

Kata kunci: Larutan cabai; jenis cabai; konsentrasi; lama pencelupan; daging sapi; angka lempeng total bakteri

Abstract

Indonesia has a variety of culinary diversity. One of the basic ingredients commonly used as a culinary is beef. Beef is very susceptible to bacterial contamination. One of the herbs that can be used as an antibacterial is chili. Chili has an active compound that is known as Capsaicin. This research aims to determine the effect of type, concentration and duration of submersion in chili solution into reducing bacterial contamination in meat. This research used Randomized Complete Block Design (RCBD) with 3 x 2 x 3 Factorial Factor, 4 types of chilli pepper (chilli pepper, curly pepper, and large red pepper), 2 chili solution concentration (25% and 50%), and 3 duration of submersion (5, 10, and 15 minutes). Each combination of treatments, the study will be repeated 2 times, so the total number of samples used was 38 samples. The variables that will be measured in this study are bacterial colonies (ALTB) grown on the Nutrient agar media. The results showed that chili solution and duration of submersion has a significant effect (P <0.05) in reducing bacterial contamination in beef while the concentration of chili solution does not have a significant effect (P> 0,05).

Keywords: Chili solution; chili types; concentration; duration of submersions; beef

PENDAHULUAN

Indonesia memiliki berbagai keanekaragaman kuliner. Salah satu bahan dasar yang umum digunakan sebagai kuliner adalah daging sapi. Sampai saat ini masih terjadi ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat dan ketersediaan akan daging sapi. Rataan kecukupan ketersediaan terhadap konsumsi daging sapi adalah sebesar 52,55 ribu ton/tahun (Zahra, 2012). Daging sapi sangat rentan akan kontaminasi bakteri. Hal ini disebabkan karena daging sapi mempunyai pH dan kelembaban yang sesuai untuk pertumbuhan bakteri. Kontaminasi mikroba pada karkas maupun daging dapat terjadi sejak disembelih, proses penyiapan karkas, hingga daging akan dikonsumsi (Arifin et al., 2008). Daging hewan yang sehat sebelum pemotongan pada dasarnya adalah steril atau hanya mengandung tingkat mikroorganisme yang sangat sedikit, namun setelah pemotongan, jaringan-jaringan tersebut mulai terkontaminasi oleh mikroba lingkungan sekitar (Komariah et al, 2004). Produk hasil ternak mempunyai resiko tinggi terhadap kontaminasi bakteri sehingga diperlukan adanya penanganan yang baik untuk memperpanjang masa simpan daging (Rahayu, 2006)

Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terong-terongan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp. Cabai berasal dari benua Amerika dan Asia termasuk negara Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya.Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar hidup di negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni Capsicum frutenscens L. (cabai rawit), Capsicum AnnumL. (cabai keriting), dan Capsicum anuum var Longum (cabai besar). Ada tiga spesies cabai yang terkenal yaitu cabai besar dan cabai kecil.Cabai besar dapat digolongkan dalam 2 kelompok yaitu cabai besar keriting dan cabai besar

merah. Cabai mengandung senyawa dari golongan Capsinoid yaitu Capsaicin. Capsaicin (8 metil-N-vanilil-6-nonenamida) merupakan kompenen aktif cabai yang menghasilkan panas dan sebagai antimikroba pada makanan (Alex, 2013).

Menurut Hapsari (2010) bahan-bahan alami memiliki aktivitas menghambat mikroba yang disebabkan oleh komponen tertentu yang ada didalamnya.Salah satu rempah yang dapat digunakan sebagai antibakterial ialah cabai. Cabai memiliki senyawa aktif yaitu Capsaicin. Kandungan capsaicin terbesar adalah pada cabai rawit, lalu cabai keriting, dan terkecil pada cabai besar. Namun aktivitas ketiga jenis cabai tidak jauh berbeda karena pada cabai besar diketahui adanya dua senyawa lain selain capsaicin yang juga aktif sebagai antimikroba, sedangkan pada cabai rawit hanya ada satu senyawa lain (Silvia et al., 1996). Secara umum, capsaicinoids bersifat menghambat proses pertumbuhan dan metabolisme bakteri. Sehingga senyawa ini juga diindikasikanakan dapat merusak mekanisme membran bakteri pada konsentrasi tertentu (Cahyari et al., 2015). Informasi tentang kemampuan jenis cabai dalam menghambat pertumbuhan mikroba pada bahan pangan, terutama daging sapi masih sangat terbatas. Oleh karena itu, maka perlu dilakukan penelitian.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Pola Faktorial 3 x 2 x 3 yaitu 4 perlakuan jenis cabai (cabai rawit, cabai keriting, dan cabai merah besar), 2 konsentrasi larutan cabai (25% dan 50%), dan 3 lama perendaman larutan cabai (5, 10, dan 15 menit). Setiap kombinasi perlakuan, penelitian diulang sebanyak 2 kali, sehingga jumlah total sampel yang digunakan sebanyak 38 sampel. Potongan daging yang telah ditimbang beratnya akan dicelupkan pada 3

jenis cabai dengan konsentrasi masing-masing 25% dan 50% dengan lama pencelupan diantara 5, 10, 15 menit. Setiap kombinasi perlakuan akan dilakukan dengan 2 kali pengulangan.

Sterilisasi alat dan bahan

Bahan dan alat yang akan digunakan dalam penelitian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 15 p.s.i. Bahan dan alat yang disetrilisasi antara lain media NA, tabung Erlenmeyer, tabung reaksi, cawan petri, dan mortal. Alat yang tidak tahan panas, didesinfeksi dengan alkohol 70%.

Pengambilan dan Persiapan Sampel

Sampel berupa daging sapi bagian chuck sebanyak 190 gram dan jenis cabai seperti cabai rawit, cabai keriting, dan cabai besar merah dibeli di pasar tradisional Kota Denpasar masing-masing sebanyak 225 gram. Sampel daging sapi yang telah dibeli dimasukkan ke dalam cool box berpendingin sehingga kondisi sampel tidak mengalami perubahan. Sampel daging sapi, cabai rawit, cabai keriting, dan cabai besar merah dibungkus dalam plastik bersih dan dibawa ke tempat penelitian.

Pembuatan larutan cabai

Pembuatan ekstrak masing-masing cabai dimulai dengan pembersihan cabai dengan aquades, untuk menghindari bahaya fisik, kimia, dan fisik. Cabai kemudian ditimbang sesuai dengan konsentrasi yang akan digunakan yaitu, 25% dan 50%. Pada konsentrasi 25% dan 50% bersifat bakteriostatik yaitu dapat menghambat pertumbuhan bakteri (Rodiah, 2017). Menurut Peleczar dan Chan (1988) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi zat antibakteri, maka semakin tinggi zat antibakterial. Pembuatan larutan cabai konsentrasi 25% dibuat dengan menimbang cabai seberat 25 gram kemudian di-blender dan ditambah dengan aquades sebanyak 100 ml. Dengan cara yang sama dibuat larutan cabai konsentrasi

50%, menggunakan cabai seberat 50 gram dengan aquades sebanyak 100 ml.

Pembuatan ekstrak daging sapi

Daging yang telah mendapat perlakuan masing-masing ditimbang seberat 5 gram, lalu dicincang menjadi potongan kecil, selanjutnya digerus dalam mortar hingga halus sambil ditambahkan 5 ml aquades steril. Ekstrak daging yang diperoleh setelah dipisahkan dengan bagian ampasnya, dimasukkan ke dalam eppendorf tube 2ml, dan siap untuk ditanam pada media nutrient agar.

Proses pengenceran sampel

Pengenceran ekstrak daging dilakukan dengan pengenceran desimal 10-1, 10-2, dan 10-3. Pengenceran desimal 10-1 dilakukan dengan cara memasukkan 1 ml sampel ekstrak daging ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml aquades steril. Kemudian tabung reaksi ditutup dengan kapas, dihomogenkan dengan gerakan tangan menyerupai angka 8. Kemudian dengan menggunakan pipet Pasteur, dibuat pengenceran     10-2 dengan     cara

memindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 ke dalam 9 ml aquades steril. Dengan cara yang sama dibuat pengenceran 10-3, 10-4 hingga 10-5.

Pembuatan Media Nutrient Agar (NA)

Media NA ditimbang sebanyak 23,5 gram kemudian dilarutkan ke dalam akuades sebanyak 1000 ml dalam gelas Beaker, kemudian dipanaskan pada hotplate selama ± 15 menit, 150 ̊C. Setelah itu media dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer dan ditutup dengan kapas, kemudian disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC tekanan 15 p.s.i. selama 15 menit. Setelah suhu media mencapai ± 45oC, media siap dituang ke dalam cawan petri (± 20ml) yang sudah diisi ekstrak daging sapi.

Penanaman Sampel

Sampel ekstrak daging dengan pengenceran     10-5,     masing-masing

dimasukkan 1 ml ke dalam cawan petri (duplo), kemudian dituangi dengan media nutrient agar masing-masing ± 20 ml pada suhu 45oC. Homogenkan media dengan ekstrak daging dengan cara memutar ke kiri dan ke kanan pada suhu ruang sampai media memadat kemudian dimasukkan ke dalam inkubator suhu 37oC dalam posisi terbalik selama 24 jam.

Penghitungan jumlah koloni bakteri

Setelah diinkubasi selama 24 jam, koloni yang tumbuh dihitung menggunakan colony counter atau menghitung secara manual dengan kriteria inklusi jumlah koloni dalam 1 cawan adalah 30-300 koloni. Koloni yang tumbuh dalam media dihitung, kemudian jumlah cemaran bakteri (ALTB) pada daging sapi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. ALTB

= Jumlah Koloni

1 ×

Faktor Pengenceran × Volume Ekstrak Daging

Analisis Data

Data jumlah bakteri (ALTB) yang diperoleh ditransformasi ke dalam log Y, kemudian dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA). Bila terdapat perbedaan yang signifikan pada perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Duncan. Penghitungan statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS (Sampurna dan Nindhya, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Data hasil penelitian pengaruh jenis, konsentrasi, dan lama pencelupan larutan cabai dalam menurunkan ALTB pada daging sapi, dapat dilihat pada Tabel 1. dan Gambar 1. berikut.

Dari Tabel 1, dapat dilihat pada daging sapi tanpa pemberian perlakuan (kontrol)

diperoleh nilai rataan log ALTB 7.09 CFU/g, pada cabai rawit konsentrasi 25% dengan lama pencelupan 5 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.74 CFU/g,dengan lama pencelupan 10 menit diperoleh nilai rataan log 6.65 CFU/g, dengan lama pencelupan 15 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.51 CFU/g kemudian cabai rawit konsentrasi 50% dengan lama pencelupan 5 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.68 CFU/g,dengan lama pencelupan 10 menit diperoleh nilai rataan log 6.56 CFU/g, dengan lama pencelupan 15 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.49 CFU/g. Cabai keriting konsentrasi 25% dengan lama pencelupan 5 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.73 CFU/g,dengan lama pencelupan 10 menit diperoleh nilai rataan log 6.60 CFU/g, dengan lama pencelupan 15 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.48 CFU/g lalu cabai keriting konsentrasi 50% dengan lama pencelupan 5 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.68 CFU/g,dengan lama pencelupan 10 menit diperoleh nilai rataan log 6.55 CFU/g, dengan lama pencelupan 15 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.51 CFU/g. Pada cabai besar merah konsentrasi 25% dengan lama pencelupan 5 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.78 CFU/g,dengan lama pencelupan 10 menit diperoleh nilai rataan log 6.61 CFU/g, dengan lama pencelupan 15 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.51 CFU/g. Pada cabai besar merah konsentrasi 50% dengan lama pencelupan 5 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.76 CFU/g dengan lama pencelupan 10 menit diperoleh nilai rataan log 6.63 CFU/g, dengan lama pencelupan 15 menit diperoleh nilai rataan log ALTB 6.56 CFU/g. Hasil ini menunjukkan bahwa kontrol dan daging yang diberikan perlakuan berbeda nyata (P<0,05). Boxplot yang tidak berpotongan menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) sedangkan boxplot yang berpotongan menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05).

Tabel 1. Hasil Log ALTB daging sapi yang diberikan perlakuan

Jenis Cabai

Konsentras

0%

25%

50%

Lama pencelupan

0'

5'

10'

15'

5'

10'

15'

Kontrol

7.09

.

.

.

.

.

.

Cabai Rawit

.

6.74

6.65

6.51

6.68

6.56

6.49

Cabai Keriting

.

6.73

6.60

6.48

6.68

6.55

6.51

Cabai Besar Merah

.

6.78

6.61

6.51

6.76

6.63

6.56


Lama Pencelupan (menit)

Gambar 1. Gambaran hasil Log ALTB pada daging sapi yang diberikan perlakuan.


Pembahasan

Pada Gambar 1 dan Tabel 2 terlihat bahwa antara jenis cabai rawit, cabai keriting dan cabai besar merah saling berpotongan sehingga menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Antara konsentrasi 25% dan 50% saling berpotongan sehingga juga menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak adanya pengaruh signifikan antara pemakaian larutan cabai berkonsentrasi 25% dan larutan cabai 50%. Sedangkan pada perlakuan lama pencelupan 5 menit dan 15 menit tidak saling berpotongan sehingga

dapat disimpulkan bahwa hasil berbeda nyata (P<0,05) namun perlakuan lama pencelupan antara 5 menit dan lama pencelupan dan 10 menit tidak berbeda nyata (P>0,05). Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan apabila daging dicelupkan selama 5 menit dan 10 menit, namun akan terlihat penurunan cemaran bakteri secara signifikan setelah pencelupan selama 15 menit. Untuk mengetahui pengaruh jenis, konsentrasi, dan lama pencelupan larutan cabai dalam menurunkan ALTB pada daging sapi dapat dilihat dalam sidik ragam pada Tabel 2 berikut.

Tabel 2. Hasil sidik ragam pengaruh jenis, konsentrasi, dan lama pencelupan larutan cabai dalam menurunkan log ALTB daging sapi.

Source

Jumlah kuadrat

df

Rerata

F

Sig.

Corrected Model

0.749a

18

0.042

25.207

0

Intercept

1459.525

1

1459.525

884398.79

0

JenisCabai

0.433

3

0.144

87.545

0

JenisCabai * Konsentrasi

0.013

3

0.004

2.595

0.083

JenisCabai*

LamaPencelupan

0.293

6

0.049

29.604

0

JenisCabai * Konsentrasi

* LamaPencelupan

0.009

6

0.002

0.947

0.485

Error

0.031

19

0.002

Total

1677.162

38

Corrected Total

0.78

37

Tabel 3. Hasil Uji Duncan jenis

Jenis cabai           N

cabai terhadap jumlah kolobi bakteri pada daging sapi Signifikansi (P<0,05)

1                    2

Cabai Keriting

12

6.597

Cabai Rawit

12

6.6079

Cabai Besar Merah 12        6.6468

Kontrol              2

7.0863


Dari hasil sidik ragam (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan jenis cabai serta lama pencelupan berbeda nyata (P<0,05) dapat mengurangi jumlah koloni bakteri pada daging sapi. Dari hasil yang berbeda nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan Uji Duncan seperti pada Tabel di bawah ini. Hasil Uji Duncan (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) antara kontrol dan jenis larutan cabai, sebaliknya menunjukkan perbedaan tidak nyata (P>0,05) antar perlakuan jenis larutan

cabai. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam penurunan cemaran bakteri dalam pemberian jenis cabai yang berbeda. Namun pemberian larutan cabai pada daging sapi bila dibandingkan dengan kontrol (yang tidak diberikan perlakuan tertentu) memberikan perbedaan signifikan dalam penurunan jumlah cemaran bakteri.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan jenis cabai serta lama pencelupan tertentu berpengaruh nyata

(P<0.05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi. Perlakuan lama pencelupan 5 menit dan 10 menit serta perlakuan lama pencelupan 10 menit dan 15 menit menunjukkan hasil perbedaan tidak nyata (P>0.05) namun perlakuan 5 menit dan 15 menit adanya perbedaan nyata (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pencelupan selama ±10 menit akan menghasilkan penurunan bakteri secara signifikan. Semakin lama daging kontak dengan senyawa aktif dari cabai, maka cemaran bakteri akan semakin menurun.

Pada Uji Duncan menunjukkan bahwa larutan cabai berpengaruh nyata (P<0,05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi namun tidak terdapat jumlah penurunan signifikan antar perlakuan jenis cabai dikarenakan ketiga cabai mempunyai senyawa aktif yang sama yaitu Capsaicin. Berdasarkan analisis ekstrak cabai dari beberapa jenis cabai, disimpulkan konsentrasi senyawa capsaicin pada cabai rawit 1.85%, cabai keriting 1.14% dan cabai besar merah 0.83% (Musfiroh et al., 2013). Secara teori, pemberian cabai rawit memiliki kemampuan menurunkan cemaran bakteri terbesar karena memiliki kandungan capsaicin paling banyak namun setelah diuji secara statistik, hasil menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata (P>0,05) antar jenis cabai. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa jumlah kandungan senyawa capsaicin dalam cabai tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi. Hal ini dikarenakan walaupun kandungan capsaicin terbesar adalah pada cabai rawit, lalu cabai keriting, dan terkecil pada cabai besar. Namun aktivitas ketiga jenis cabai tidak jauh berbeda karena pada cabai besar diketahui adanya dua senyawa lain selain capsaicin yang juga aktif sebagai antimikroba, sedangkan pada cabai rawit hanya ada satu senyawa lain (Silvia et al., 1996).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Jenis Larutan cabai berpengaruh nyata (P<0,05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi. Konsentrasi larutan cabai tidak berpengaruh nyata (P>0,05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi. Lama pencelupan daging sapi pada larutan cabai berpengaruh nyata (P<0,05) dalam menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi.

Saran

Bahwa pemberian larutan cabai selain digunakan sebagai penambah cita rasa dan bumbu dapur, digunakan pula sebagai bahan yang dapat menurunkan cemaran bakteri pada daging sapi serta pencelupan daging sapi selama ±10 menit dalam larutan cabai dapat menurunkan tingkat pencemaran bakteri pada daging sapi.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dekan FKH Unud, dan semua pihak yang turut membantu dalam proses penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin M, Dwiloka B, Patriani DE. 2008.

Penurunan kualitas daging sapi yang terjadi selama proses pemotongan dan distribusi di Kota Semarang. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, Semarang.

Cahyari K, Salvoroni A. 2015. Pengaruh Konsentrasi Buah Cabai merah (Capsicum Annum L.) dan buah cabai rawit (Capsicum Frutescens L.) dalam produksi biogas dari sampah organik. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.

Komariah, Arif I, Wiguna Y. 2004. Kualitas fisik dan mikroba daging sapi yang ditambah jahe (Zingibr officinale Roscoe) pada konsentrasi dan lama penyimpanan yang berbeda. Media Peternakan. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Madigan MT, Martinko JM. 2005. Brock biology of microorganisms. 11th Ed., Prentice Hall, New Jersey.

Musfiroh I, Mutakin M, Angelina T, Muchtaridi M. 2013. Capsaicin level of various capsicum fruits. Faculty of Pharmacy. Padjajaran University, Bandung.

Pelczar MJ, Chan ECS. 1988. Dasar-dasar mikrobiologi I. Jakarta:   Penerbit

Universitas Indonesia

Rodiah, Kudera IN, Binti G, Shamdas N. 2017. Efektivitas antibakteri ekstrak daun cabai rawit (CapsicumFrustescen L.,) terhadap pertumbuhan bakteri propionibacterium     acnes     dan

implementasinya sebagai media pembelajaran. Biol. 5: 10-19.

Silvia, Wilkinson, Kim, Chueh, Wu, Morre D, Morre J. Isolation and identification of a protein with capsaicin-inhibited NADH oxidase activity from culture media conditioned by growth of hela cells. Departement of Foods and Nutrition, Purdue University, Indiana.

Zahra A. 2012. Analisis sumberdaya dan konsumsi daging sapi di Indonesia Tahun 2005-2010. Skripsi. Fakultas Ekologi Manusia, Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

25