REPRODUCTIVE APPEARANCE OF BALI CATTLE AT SIMANTRI IN BADUNG REGENCY
on
Volume 12 No. 1: 24-31
Pebruari 2020
DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i01.p05
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018
Penampilan Reproduksi Induk Sapi Bali pada Simantri di Kabupaten Badung
(REPRODUCTIVE APPEARANCE OF BALI CATTLE AT SIMANTRI IN BADUNG REGENCY)
Kusumaning Arumsari Wimbavitrati1*, I Putu Sampurna², I Ketut Suatha3
¹Program Profesi Kedokteran Hewan, ²Laboratorium Biostatistika Veteriner, 3Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali. *Email: arumwimbavitrati13@gmail.com
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen penampilan reproduksi yang memiliki keragaman paling tinggi dan korelasi antara komponen penampilan reproduksi pada Simantri di Gapoktan Kabupaten Badung. Pengambilan sampel dilakukan secara teknik sampling penuh pada 50 Simantri dengan menggunakan kuisioner dan wawancara kepada peternak serta pengamatan secara langsung di lapangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis faktor dan disajikan dengan simulasi Biplot, untuk menggambarkan keragaman dan korelasi komponen penampilan reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen penampilan reproduksi yang memiliki keragaman paling kecil adalah lama kebuntingan, sedangkan variabel yang memiliki keragaman yang paling besar adalah birahi pasca melahirkan. Terdapat korelasi antara umur pertama birahi, umur pertama dikawinkan, lama bunting dan umur beranak pertama serta antara birahi pasca melahirkan dengan dikawinkan pasca melahirkan.
Kata kunci: Sapi bali; simantri; penampilan reproduksi; biplot.
ABSTRACT
This study aims to determine the component of reproduction appearance that has the highest diversity and correlation between bali cattle reproduction performance components at the Simantri in Gapoktan Badung regency. Sampling was done by full sampling technique at 50 Simantri using questionnaires and interviews to farmers and directly in the field. The data obtained were analyzed using factor simulation and presented with Biplot simulation, to illustrate the diversity and correlation of reproductive performance components. The results showed that the component of appearance that has the smallest diversity is the long pregnant, while the variable that has the greatest diversity is estrus postpartum. There is an experience between the age of puberty, the first mating, long pregnant, the first parturition, and between estrus postpartum and mating postpartum.
Keywords: Bali cattle; simantri; reproductive performance; biplot.
PENDAHULUAN
Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia dan telah menyebar keseluruh wilayah Indonesia bahkan sampai luar negeri yaitu Malaysia, Filipina dan Australia (Oka, 2010). Sapi bali termasuk salah satu jenis sapi potong yang disukai oleh para peternak karena berfungsi
dwiguna, yakni sebagai sapi pekerja dan sapi pedaging, serta mempunyai banyak keunggulan dibandingkan sapi jenis lainnya (Besung et al., 2019; Laksmi et al., 2019). Tanari (2001) menyebutkan bahwa perkembangan sapi bali sangat cepat dibandingkan dengan sapi lainnya karena tingkat kesuburannya yang tinggi,
persentase beranak dapat mencapai 80% dengan bobot lahir berkisar antara 9-20kg.
Untuk mendukung pencapaian program swasembada sapi nasional, maka perlu dilakukan peningkatan jumlah populasi sapi bali dalam negeri. Provinsi Bali mengarahkan kepada Sistem Pertanian Terintegrasi atau yang lebih dikenal dengan Simantri untuk menjadi pusat pembibitan sapi bali yang memberdayakan masyarakat dalam mengelola sapi-sapi tersebut dibawah naungan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F yaitu food, feed, fertilizer, dan fuel (Bhuanaputra dan Yasa, 2017).
Badung merupakan salah satu kabupaten dari 8 kabupaten yang menjadi sentra pembibitan sapi lokal di Bali. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung terus menggalakkan program pelestarian dan pengembangbiakan sapi Bali pada 3 kecamatan di wilayah Badung, yakni kecamatan Mengwi, kecamatan Abiansemal dan kecamatan Petang (Suputra et al., 2019; Parwata et al., 2019).
Keberhasilan pengembangan usaha Simantri juga berkaitan dengan upaya peternak dalam meningkatkan produktivitas ternak. Produktivitas sapi bali yang belum optimal diduga dilatarbelakangi oleh sistem pengusahaan sapi bali yang masih tradisional. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas sapi bali antara lain rendahnya kualitas dan kuantitas pakan, kurangnya pejantan, penampilan reproduksi belum maksimal, kualitas sumberdaya manusia (peternak) yang masih rendah dan tidak tersedianya sarana penunjang produksi peternakan (Lestari,
2012). Dari segi penampilan reproduksi yang dapat diamati yaitu umur birahi pertama, umur dikawinkan pertama, lama bunting, umur beranak pertama, birahi pasca melahirkan dan kawin pasca melahirkan.
Data penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara dalam kelompok Simantri di Kabupaten Badung masih belum banyak diketahui, sehingga penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keragaman komponen penampilan reproduksi dan korelasi antara komponen penampilan reproduksi induk sapi bali.
METODE PENELITIAN
Objek Penelitian
Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk sapi bali yang berada pada 50 kelompok Simantri yang masih aktif beroperasi di Kabupaten Badung sejak tahun 2009-2016.
Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data dalam penelitian yaitu dengan menggunakan kuisioner (angket), wawancara dan pengamatan secara langsung di lapangan.Data diambil dari 50 Simantri di Gapoktan Kabupaten Badung yang mencakup 3 kecamatan. Kecamatan Mengwi yang berjumlah 20 Simantri yang mencakup 10 desa. Kecamatan Abiansemal yang berjumlah 18 Simantri yang mencakup 12 desa. Kecamatan Petang yang berjumlah 12 Simantri yang mencakup 6 desa.
Prosedur Penelitian
Wawancara dilakukan secara terstruktur, dimana daftar pertanyaan sudah dibuat secara sistematis oleh peneliti.Penyusunan daftar pertanyaan diawali dengan identitas responden, kemudian masuk ke dalam poin-poin yang
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet sudah tertera pada kuisiner atau angket. Pada penelitian ini, responden yang dipilih bisa dari ketua simantri, ketua gapoktan, petugas pendamping simantri atau anggota simantri yang dirasa mampu untuk menjawab pertanyaan dari peneliti.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis faktor berdasarkan korelasi antar komponen reproduksi. Simulasi Biplot untuk menggambar letak koordinat komponen penampilan reproduksi dan untuk menggambarkan letak koordinat Gapoktan yang ditentukan berdasarkan analisis faktor Method Regression, faktor score 1 sebagai axis dan faktor score 2 sebagai koordinat. Beberapa informasi penting yang bisa didapatkan dari analisis biplot adalah kedekatan antar objek yang diamati, informasi ini dapat dijadikan panduan untuk mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain, posisi relatif objek dan keragaman suatu variabel (Gabriel, 1971)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara padaSimantri di Kabupaten Badung dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan data yang didapat dari 50 Simantri di Kabupaten Badung menunjukkan bahwa rata-rata umur pertama birahi adalah 18,26 bulan, umur pertama dikawinkan 22,46 bulan, lama kebuntingan 9,06 bulan, umur beranak
pertama 31,48 bulan, birahi pasca melahirkan 3,44 bulan dan dikawinkan pasca melahirkan 3,56 bulan.
Tabel 1 Penampilan Reproduksi induk sapi bali
Penampilan Reproduksi |
Rata-Rata |
Umur pertama birahi |
18,26 ± 3,76 |
Umur pertama dikawinkan |
22,46 ± 4,41 |
Lama kebuntingan |
9,06 ± 0,24 |
Umur beranak pertama |
31,48 ± 4,45 |
Birahi pasca melahirkan |
3,44 ± 1,13 |
Dikawinkan pasca melahirkan |
3,56 ± 1,07 |
Keragaman dan korelasi antar komponen penampilan reproduksi dapat digambarkan pada Gambar 1 dengan titik koordinat yang tertera pada Tabel 2. Keragaman masing-masing komponen penampilan reproduksi induk sapi bali dapat dilihat dari panjang vektor variabel yang dibentuk. Semakin panjang vektor menunjukkan tingkat keragaman yang semakin besar, begitu juga sebaliknya semakin pendek vektor menunjukkan semakin kecil keragamannya. Korelasi antar variabel komponen penampilan reproduksi digunakan untuk mengetahui hubungan satu variabel terhadap variabel yang lainnya. PadaGambar 1 menunjukkan bahwa komponen penampilan reproduksi yang membentuk sudut lancip atau mendekati menunjukkan korelasinya sangat tinggi, sedangkan yang membentuk sudut mendekati siku-siku menunjukkan tidak ada korelasi.
Tabel 2 Titik Koordinat dan Panjang VektorVariabel
Quadrant |
Komponen Penampilan Reproduksi |
Komponen |
Panjang Vektor | |
1 (Abscissa) |
2 (Ordinate) | |||
Pertama birahi |
0,75200 |
0,07600 |
0,754 | |
I |
Pertama dikawinkan |
0,94700 |
0,03300 |
0,948 |
Lama kebuntingan |
0,42800 |
0,12000 |
0,48 | |
Beranak pertama |
0,95300 |
0,04600 |
0,954 | |
II |
Birahi pasca melahirkan |
-0,16400 |
0,97900 |
1,170 |
Dikawinkan pasca melahirkan |
-0,02300 |
0,98800 |
0,988 |

Gambar 1 Plot Keragaman dan Korelasi Komponen Penampilan Reproduksi
Hasil ini menunjukkan bahwa lama bunting sapi bali paling seragam. Hampir semua induk sapi bali yang dipelihara pada Simantri memiliki lama kebuntingan yang sama. Rata-rata lama bunting sapi bali pada penelitian ini adalah 9,06 ± 0,24 bulan atau 271,8 ± 7,2 hari. Lama bunting sapi bali dalam penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Prasojo et al. (2010) yaitu 284,4 ± 5,7 hari dengan kisaran 278,8 sampai dengan 290,1 hari.
Birahi pasca melahirkan memiliki nilai yang paling beragam diantara komponen penampilan reproduksi lainnya. Dalam hal ini lama estrus pospartum erat kaitannya dengan sistem pemeliharaan pada kelompok Simantri yang masih tradisional. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Sariubang et al. (2009) yang menyatakan bahwa pada sapi bali yang dipelihara secara intensif, maka estrus postpartum akan terjadi pada hari ke-81, sedangkan yang dipelihara secara
tradisional estrus postpartumnya lebih lama yaitu 107 hari. Dari hasil penelitian, umur pedet yang disapih akan berpengaruh terhadap munculnya birahi kembali setelah beranak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiltbank (1970) yang menyatakan bahwa sapi induk yang menyusui, umur induk dan tingkat nutrisi merupakan variabel penting yang mempengaruhi estrus postpartum.
Antara umur birahi pasca melahirkan dengan umur dikawinkan pasca melahirkan memiliki vektor yang searah dan membentuk sudut lancip. Antara umur pertama birahi, umur pertama dikawinkan, lama kebuntingan, dan umur beranak pertama memiliki vektor yang searah dan membentuk sudut lancip. Hal ini menunjukkan bahwa komponen penampilan reproduksi yang membentuk sudut lancip saling berkorelasi.
Pemetaan 50 objek Simantri dengan 6 komponen penampilan reproduksi dilakukan dengan simulasi biplot. Hasil
analisis menunjukkan keragaman data yang dijelaskan oleh kedua komponen utama sebesar 75,657 %, sehingga analisis biplot sangat representatif untuk melihat komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara pada setiap Simantri di Kabupaten Badung.
Berdasarkan plot yang dihasilkan dari analisis biplot, komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara pada kelompok Simantri di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Gambar 2 dengan titik kordinat yang tertera pada tabel 4
Tabel 3 Total Variance Explained
Component |
Initial Eigenvalues |
Extraction Sums of Squared Loadings | ||||
Total |
% of Variance |
Cumulative % |
Total |
% of Variance |
Cumulative % | |
1 |
2,581 |
43,018 |
43,018 |
2,581 |
43,018 |
43,018 |
2 |
1,958 |
32,638 |
75,657 |
1,958 |
32,638 |
75,657 |
3 |
,879 |
14,649 |
90,305 | |||
4 |
,552 |
9,203 |
99,508 | |||
5 |
,029 |
,478 |
99,987 | |||
6 |
,001 |
,013 |
100,000 |
Tabel 4 Titik Koordinat Gapoktan di Kabupaten Badung | |||
Quadrant |
Nama Gapoktan |
1 (Abscissa) |
Component 2 (Ordinate) |
Werdi Buana |
1,26422 |
0,73042 | |
KT Pula Kerti |
0,84409 |
0,07882 | |
Amerta Jaya |
0,15733 |
0,45105 | |
I |
Manik Eka Nadi |
0,15733 |
0,45105 |
KTT Catur Eka Sari |
0,09268 |
1,365 | |
Tunjung |
1,48913 |
2,39512 | |
Pucak Tedung Sari |
2,60666 |
1,0919 | |
Tedung Sari |
1,39642 |
0,7745 | |
Sri Sedana |
-0,83933 |
0,39698 | |
Gelis Nadi |
-0,83933 |
0,39698 | |
Cakra Buana |
-1,43306 |
2,16277 | |
Kerta Buana Sari |
-1,30376 |
0,33488 | |
II |
KT. Karya Mesari |
-0,67322 |
0,40599 |
Pertiwi Tani |
-0,80252 |
2,23388 | |
KTT Buana Mekar |
-0,67322 |
0,40599 | |
Karang Ayu |
-0,7657 |
4,07079 | |
Sari Merta Pertiwi |
-0,67322 |
0,40599 | |
Manik Tirta Rahayu |
-0,77469 |
-0,51696 | |
Merta Bumi Sari 363 |
-0,77469 |
-0,51696 | |
Kelompok Merta Jaya 591 |
-1,23912 |
-0,57907 | |
Merta Nadi |
-0,77469 |
-0,51696 | |
KTT Bala Angon |
-1,08431 |
-0,55837 | |
Sari Lestari |
-0,60858 |
-0,50795 | |
Poktan Babakan Sari Sangeh |
-0,24245 |
-0,52499 | |
KTT. Mas Sari |
-0,24245 |
-0,52499 | |
III |
KTT Sami Polih |
-0,24245 |
-0,52499 |
Taman Wijaya Kusuma |
-1,0069 |
-0,54802 | |
KT. Taman Sari |
-0,9069 |
-0,56104 | |
Wanasari |
-1,23912 |
-0,57907 | |
Branjungan |
-0,38625 |
-0,94229 | |
Mekar Sari |
-0,60858 |
-0,50795 | |
Getasan |
-0,60858 |
-0,50795 | |
Kerti Buana |
-0,60858 |
-0,50795 | |
Mekar Sari |
-0,62678 |
-1,42713 | |
Gema Unggul Sari |
0,22197 |
-0,46289 | |
KT Gema Makmur Sejati |
0,22197 |
-0,46289 | |
Sukamaju |
0,6864 |
-0,40079 | |
KTT Panca Urip Mertasari |
0,6864 |
-0,40079 | |
Dharma Pertiwi |
0,22197 |
-0,46289 | |
KT. Dewi Sari |
0,22197 |
-0,46289 | |
KT. Dharma Karya |
0,85251 |
-0,39178 | |
IV |
KT Banyu Sari |
0,22197 |
-0,46289 |
Gata Saga |
2,37488 |
-0,09061 | |
Merta Jati |
0,53159 |
-0,42149 | |
Tri Mandala Sari |
1,27486 |
-0,85217 | |
KTT Darma Laksana |
0,37678 |
-0,44219 | |
Puncak Saribon |
0,74262 |
-0,84414 | |
KT. Buana Giri |
0,22197 |
-0,46289 | |
Tani Ternak Rare Angon |
2,73595 |
-0,73599 | |
KT. Gading Sari |
0,37678 |
-0,44219 |

Gambar 2 Grafik Biplot Komponen Penampilan Reproduksi
Kedekatan antar objek
Kedekatan antar objek Simantri dapat diketahui dengan cara menghitung jarak Euclidian antara Simantri yang satu dengan Simantri yang lainnya. Semakin kecil nilai jarak Euclidian menunjukkan bahwa semakin dekat kedua Simantri tersebut, dalam hal kemiripan penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara. Begitu juga sebaliknya semakin besar nilai jarak Euclidian menunjukkan bahwa semakin berbeda komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara
Jarak Euclidian terpendek dari seluruh Gapoktan di Kabupaten Badung yang terletak pada kuadran I adalah Amerta Jaya dengan Manik Eka Nadi. Pada kuadran II adalah Sri Sedana dengan Gelis Nadi; KT Karya Mesari, KTT Buana Mekar dan Sari Merta Pertiwi. Pada kuadran III Manik Tirta Rahayu, Merta Bumi Sari 363 dan Merta Nadi; Poktan Babakan Sari Sangeh,KTT Mas Sari dan KTT Sami Poli; Kelompok Merta Jaya 591 dengan Wanasari;Mekar Sari, Getasan dan Kerti Buana. Pada kuadran IV adalah Gema Unggul Sari,KT Gema Makmur Sejati, Dharma Pertiwi, KT Dewi Sari, KT Banyu Sari dan KT Buana Giri; Sukamaju dengan KTT Panca Urip Mertasari
Nilai variabel pada suatu objek
Karakteristik suatu obyek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya yang paling dekat dengan suatu peubah.Untuk mengetahui hubungan variabel komponen penampilan reproduksi dengan objek Simantri yang diamati dapat dicari dengan nilai proyeksi antara variabel terhadap objek. Pada gambar 4.2 Simantri dengan penampilan reproduksi yang sangat baik ditunjukkan pada Gapoktan yang berada di kuadran III dan IV yaitu Manik Tirta Rahayu, Merta Bumi Sari 363, Kelompok Merta Jaya 591, Merta Nadi, KTT Bala Angon, Sari Lestari, Poktan Babakan Sari Sangeh, KTT Mas Sari, KTT Sami Polih, Taman Wijaya Kusuma, KT Taman Sari, Wanasari, Branjungan, Mekar Sari, Getasan, Kerti Buana, Mekar Sari, Gema Unggul Sari, KT Gema Makmur Sejati,
Sukamaju, KTT Panca Urip Mertasari, Dharma Pertiwi, KT Dewi Sari, KT Dharma Karya, KT Banyu Sari, Gata Saga, Merta Jati, Tri Mandala Sari, KTT Darma Laksana, Puncak Saribon, KT Buana Giri, Tani Ternak Rare Angon, KT Gading Sari. Gapoktan yang memiliki penampilan reproduksi yang baik pada kuadran I adalah Werdi Buana, KT Pula Kerti, Amerta Jaya, Manik Eka Nadi dan Tedung Sari. Pada kuadran II yang memiliki penampilan reproduksi yang baik yaitu Sri Sedana, Gelis Nadi, Kerta Buana Sari, KT Karya Mesari, KTT Buana Mekar, Sari Merta Pertiwi.
Simantri yang memiliki penampilan reproduksi induk sapi bali yang kurang bagus ditunjukkan dengan birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkannya yang tinggi, yaitu pada Simantri di Gapoktan Cakra Buana, Pertiwi Tani dan Karang Ayu yang berada di kuadran II memiliki selang waktu birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkan yang tinggi berturut-turut yaitu 180 hari, 180 hari dan 240 hari. Pada Gapoktan yang berada di kuadran I yaitu Tunjung dan KTT Catur Eka Sari memiliki nilai selang waktu birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkan yang tinggi berturut-turut yaitu 180 hari dan 150 hari. Dan pada Gapoktan Puncak Tedung Sari memiliki nilai dikawinkan pasca melahirkan yang tinggi yaitu 150 hari.
SIMPULAN
Simpulan
Terdapat korelasi antara umur pertama birahi, umur pertama dikawinkan, lama bunting dan umur beranak pertama. Antar umur pertama dikawinkan dengan umur beranak pertama dan birahi pasca melahirkan dengan dikawinkan pasca melahirkan mempunyai korelasi positif yang paling tinggi. Variabel lama kebuntingan memiliki keragaman paling kecil. Sedangkan variabel yang memiliki keragaman yang paling besar adalah birahi pasca melahirkan, dikawinkan pasca
melahirkan, beranak pertama, pertama dikawinkan dan pertama birahi
Saran
Evaluasi terhadap Simantri dengan penampilan reproduksi yang kurang baik. Untuk mengoptimalkan efisiensi
reproduksi sapi bali yang dipelihara pada Simantri di Kabupaten Badung disarankan agar melakukan seleksi terhadap birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkan yang memiliki keragaman besar.
DAFTAR PUSTAKA
Besung INK, Watiniasih NL, Mahardika IGNK, Agustina KK, Suwiti NK. 2019. Mineral levels of Bali cattle (Bos javanicus) from different types of land in Bali, Nusa Penida, and Sumbawa Islands (Indonesia). Biodiversitas.
20(10): 2931-2936.
Bhuanaputra KW, Yasa INM. 2017.
Efektivitas dan dampak program simantri terhadap pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga petani di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. E-Jurnal. 6(5): 827-855.
Gabriel KR. 1971. The Biplot Graphic
display of matrices with application to principal componen analysis, J. Biometrica. 58(3): 453-467.
Laksmi DNDI, Trilaksana IGNB, Darmanta RJ, Darwan M, Bebas IW, Agustina KK. 2019. Correlation between body condition score and hormone level of Bali cattle with postpartum anestrus. Indian J. Anim. Res. 53(12): 1599-1603.
Lestari. 2012. Produktivitas, potensi dan prospek pengembangan sapi bali (Bos
javanicus) di desa Pa’rappunganta Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor
Oka. 2010. Conservation and genetic improvement of bali cattle. Proc. Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Pp. 110-117.
Parwata DMD, Sampurna IP, Sukada IM, Agustina KK. 2019. Klasterisasi manajemen pengolahan limbah sapi bali pada simantri di kabupaten Badung. Buletin Veteriner Udayana. 11(1): 51-57.
Prasojo G, I. Arifiantini, K. Mohamad. 2010. Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali. J. Vet. 11(1): 41-45.
Sariubang M, Nurhayu A, Saenab. 2009. Pengkajian sistem pembibitan sapi bali pada peternakan rakyat di Kabupaten Takalar. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009.
Suputra GWK, Sampurna IP, Nindhia TS, Agustina KK. 2019. Klasterisasi manajemen perkandangan sapi bali pada simantri di kabupaten badung Bali. Buletin Veteriner Udayana. 11(2): 128-135.
Tanari. 2001. Usaha pengembangan sapi bali ternak lokaldalam menunjang pemenuhan kebutuhanprotein asal hewani di Indonesia. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor
Wiltbank JV. 1970. Research need in beef cattle production. J. Anim. Sci. 31: 75.
31
Discussion and feedback