Volume 12 No. 1: 24-31

Pebruari 2020

DOI: 10.24843/bulvet.2020.v12.i01.p05

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018

Penampilan Reproduksi Induk Sapi Bali pada Simantri di Kabupaten Badung

(REPRODUCTIVE APPEARANCE OF BALI CATTLE AT SIMANTRI IN BADUNG REGENCY)

Kusumaning Arumsari Wimbavitrati1*, I Putu Sampurna², I Ketut Suatha3

¹Program Profesi Kedokteran Hewan, ²Laboratorium Biostatistika Veteriner, 3Laboratorium Anatomi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali. *Email: arumwimbavitrati13@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen penampilan reproduksi yang memiliki keragaman paling tinggi dan korelasi antara komponen penampilan reproduksi pada Simantri di Gapoktan Kabupaten Badung. Pengambilan sampel dilakukan secara teknik sampling penuh pada 50 Simantri dengan menggunakan kuisioner dan wawancara kepada peternak serta pengamatan secara langsung di lapangan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis faktor dan disajikan dengan simulasi Biplot, untuk menggambarkan keragaman dan korelasi komponen penampilan reproduksi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komponen penampilan reproduksi yang memiliki keragaman paling kecil adalah lama kebuntingan, sedangkan variabel yang memiliki keragaman yang paling besar adalah birahi pasca melahirkan. Terdapat korelasi antara umur pertama birahi, umur pertama dikawinkan, lama bunting dan umur beranak pertama serta antara birahi pasca melahirkan dengan dikawinkan pasca melahirkan.

Kata kunci: Sapi bali; simantri; penampilan reproduksi; biplot.

ABSTRACT

This study aims to determine the component of reproduction appearance that has the highest diversity and correlation between bali cattle reproduction performance components at the Simantri in Gapoktan Badung regency. Sampling was done by full sampling technique at 50 Simantri using questionnaires and interviews to farmers and directly in the field. The data obtained were analyzed using factor simulation and presented with Biplot simulation, to illustrate the diversity and correlation of reproductive performance components. The results showed that the component of appearance that has the smallest diversity is the long pregnant, while the variable that has the greatest diversity is estrus postpartum. There is an experience between the age of puberty, the first mating, long pregnant, the first parturition, and between estrus postpartum and mating postpartum.

Keywords: Bali cattle; simantri; reproductive performance; biplot.

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan salah satu ternak asli Indonesia dan telah menyebar keseluruh wilayah Indonesia bahkan sampai luar negeri yaitu Malaysia, Filipina dan Australia (Oka, 2010). Sapi bali termasuk salah satu jenis sapi potong yang disukai oleh para peternak karena berfungsi

dwiguna, yakni sebagai sapi pekerja dan sapi pedaging, serta mempunyai banyak keunggulan dibandingkan sapi jenis lainnya (Besung et al., 2019; Laksmi et al., 2019). Tanari (2001) menyebutkan bahwa perkembangan sapi bali sangat cepat dibandingkan dengan sapi lainnya karena tingkat kesuburannya yang tinggi,

persentase beranak dapat mencapai 80% dengan bobot lahir berkisar antara 9-20kg.

Untuk mendukung pencapaian program swasembada sapi nasional, maka perlu dilakukan peningkatan jumlah populasi sapi bali dalam negeri. Provinsi Bali mengarahkan kepada Sistem Pertanian Terintegrasi atau yang lebih dikenal dengan Simantri untuk menjadi pusat pembibitan sapi bali yang memberdayakan masyarakat dalam mengelola sapi-sapi tersebut dibawah naungan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Kegiatan integrasi yang dilaksanakan juga berorientasi pada usaha pertanian tanpa limbah (zero waste) dan menghasilkan 4 F yaitu food, feed, fertilizer, dan fuel (Bhuanaputra dan Yasa, 2017).

Badung merupakan salah satu kabupaten dari 8 kabupaten yang menjadi sentra pembibitan sapi lokal di Bali. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Kabupaten Badung terus menggalakkan program pelestarian dan pengembangbiakan sapi Bali pada 3 kecamatan di wilayah Badung, yakni kecamatan Mengwi, kecamatan Abiansemal dan kecamatan Petang (Suputra et al., 2019; Parwata et al., 2019).

Keberhasilan pengembangan usaha Simantri juga berkaitan dengan upaya peternak dalam meningkatkan produktivitas ternak. Produktivitas sapi bali yang belum optimal diduga dilatarbelakangi oleh sistem pengusahaan sapi bali yang masih tradisional. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas sapi bali antara lain rendahnya kualitas dan kuantitas pakan, kurangnya pejantan, penampilan reproduksi belum maksimal, kualitas sumberdaya manusia (peternak) yang masih rendah dan tidak tersedianya sarana penunjang produksi peternakan (Lestari,

2012). Dari segi penampilan reproduksi yang dapat diamati yaitu umur birahi pertama, umur dikawinkan pertama, lama bunting, umur beranak pertama, birahi pasca melahirkan dan kawin pasca melahirkan.

Data penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara dalam kelompok Simantri di Kabupaten Badung masih belum banyak diketahui, sehingga penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan keragaman komponen penampilan reproduksi dan korelasi antara komponen penampilan reproduksi induk sapi bali.

METODE PENELITIAN

Objek Penelitian

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah induk sapi bali yang berada pada 50 kelompok Simantri yang masih aktif beroperasi di Kabupaten Badung sejak tahun 2009-2016.

Cara Pengumpulan Data

Cara pengumpulan data dalam penelitian yaitu dengan menggunakan kuisioner (angket), wawancara dan pengamatan secara langsung di lapangan.Data diambil dari 50 Simantri di Gapoktan Kabupaten Badung yang mencakup 3 kecamatan. Kecamatan Mengwi yang berjumlah 20 Simantri yang mencakup 10 desa. Kecamatan Abiansemal yang berjumlah 18 Simantri yang mencakup 12 desa. Kecamatan Petang yang berjumlah 12 Simantri yang mencakup 6 desa.

Prosedur Penelitian

Wawancara dilakukan secara terstruktur, dimana daftar pertanyaan sudah dibuat secara sistematis oleh peneliti.Penyusunan daftar pertanyaan diawali dengan identitas responden, kemudian masuk ke dalam poin-poin yang

Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet sudah tertera pada kuisiner atau angket. Pada penelitian ini, responden yang dipilih bisa dari ketua simantri, ketua gapoktan, petugas pendamping simantri atau anggota simantri yang dirasa mampu untuk menjawab pertanyaan dari peneliti.

Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis faktor berdasarkan korelasi antar komponen reproduksi. Simulasi Biplot untuk menggambar letak koordinat komponen penampilan reproduksi dan untuk menggambarkan letak koordinat Gapoktan yang ditentukan berdasarkan analisis faktor Method Regression, faktor score 1 sebagai axis dan faktor score 2 sebagai koordinat. Beberapa informasi penting yang bisa didapatkan dari analisis biplot adalah kedekatan antar objek yang diamati, informasi ini dapat dijadikan panduan untuk mengetahui objek yang memiliki kemiripan karakteristik dengan objek lain, posisi relatif objek dan keragaman suatu variabel (Gabriel, 1971)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Rata-rata komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara padaSimantri di Kabupaten Badung dapat dilihat pada tabel 1. Berdasarkan data yang didapat dari 50 Simantri di Kabupaten Badung menunjukkan bahwa rata-rata umur pertama birahi adalah 18,26 bulan, umur pertama dikawinkan 22,46 bulan, lama kebuntingan 9,06 bulan, umur beranak

pertama 31,48 bulan, birahi pasca melahirkan 3,44 bulan dan dikawinkan pasca melahirkan 3,56 bulan.

Tabel 1 Penampilan Reproduksi induk sapi bali

Penampilan Reproduksi

Rata-Rata

Umur pertama birahi

18,26 ± 3,76

Umur pertama dikawinkan

22,46 ± 4,41

Lama kebuntingan

9,06 ± 0,24

Umur beranak pertama

31,48 ± 4,45

Birahi pasca melahirkan

3,44 ± 1,13

Dikawinkan pasca melahirkan

3,56 ± 1,07

Keragaman dan korelasi antar komponen penampilan reproduksi dapat digambarkan pada Gambar 1 dengan titik koordinat yang tertera pada Tabel 2. Keragaman masing-masing komponen penampilan reproduksi induk sapi bali dapat dilihat dari panjang vektor variabel yang dibentuk. Semakin panjang vektor menunjukkan tingkat keragaman yang semakin besar, begitu juga sebaliknya semakin pendek vektor menunjukkan semakin kecil keragamannya. Korelasi antar variabel komponen penampilan reproduksi digunakan untuk mengetahui hubungan satu variabel terhadap variabel yang lainnya. PadaGambar 1 menunjukkan bahwa komponen penampilan reproduksi yang membentuk sudut lancip atau mendekati menunjukkan korelasinya sangat tinggi, sedangkan yang membentuk sudut mendekati siku-siku menunjukkan tidak ada korelasi.

Tabel 2 Titik Koordinat dan Panjang VektorVariabel

Quadrant

Komponen Penampilan

Reproduksi

Komponen

Panjang

Vektor

1 (Abscissa)

2 (Ordinate)

Pertama birahi

0,75200

0,07600

0,754

I

Pertama dikawinkan

0,94700

0,03300

0,948

Lama kebuntingan

0,42800

0,12000

0,48

Beranak pertama

0,95300

0,04600

0,954

II

Birahi pasca melahirkan

-0,16400

0,97900

1,170

Dikawinkan pasca melahirkan

-0,02300

0,98800

0,988


Gambar 1 Plot Keragaman dan Korelasi Komponen Penampilan Reproduksi


Hasil ini menunjukkan bahwa lama bunting sapi bali paling seragam. Hampir semua induk sapi bali yang dipelihara pada Simantri memiliki lama kebuntingan yang sama. Rata-rata lama bunting sapi bali pada penelitian ini adalah 9,06 ± 0,24 bulan atau 271,8 ± 7,2 hari. Lama bunting sapi bali dalam penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Prasojo et al. (2010) yaitu 284,4 ± 5,7 hari dengan kisaran 278,8 sampai dengan 290,1 hari.

Birahi pasca melahirkan memiliki nilai yang paling beragam diantara komponen penampilan reproduksi lainnya. Dalam hal ini lama estrus pospartum erat kaitannya dengan sistem pemeliharaan pada kelompok Simantri yang masih tradisional. Pernyataan tersebut diperkuat dengan hasil penelitian Sariubang et al. (2009) yang menyatakan bahwa pada sapi bali yang dipelihara secara intensif, maka estrus postpartum akan terjadi pada hari ke-81, sedangkan yang dipelihara secara

tradisional estrus postpartumnya lebih lama yaitu 107 hari. Dari hasil penelitian, umur pedet yang disapih akan berpengaruh terhadap munculnya birahi kembali setelah beranak. Hal ini sejalan dengan pernyataan Wiltbank (1970) yang menyatakan bahwa sapi induk yang menyusui, umur induk dan tingkat nutrisi merupakan variabel penting yang mempengaruhi estrus postpartum.

Antara umur birahi pasca melahirkan dengan umur dikawinkan pasca melahirkan memiliki vektor yang searah dan membentuk sudut lancip. Antara umur pertama birahi, umur pertama dikawinkan, lama kebuntingan, dan umur beranak pertama memiliki vektor yang searah dan membentuk sudut lancip. Hal ini menunjukkan bahwa komponen penampilan reproduksi yang membentuk sudut lancip saling berkorelasi.

Pemetaan 50 objek Simantri dengan 6 komponen penampilan reproduksi dilakukan dengan simulasi biplot. Hasil

analisis menunjukkan keragaman data yang dijelaskan oleh kedua komponen utama sebesar 75,657 %, sehingga analisis biplot sangat representatif untuk melihat komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara pada setiap Simantri di Kabupaten Badung.

Berdasarkan plot yang dihasilkan dari analisis biplot, komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara pada kelompok Simantri di Kabupaten Badung dapat dilihat pada Gambar 2 dengan titik kordinat yang tertera pada tabel 4

Tabel 3 Total Variance Explained

Component

Initial Eigenvalues

Extraction Sums of Squared Loadings

Total

% of

Variance

Cumulative %

Total

% of

Variance

Cumulative %

1

2,581

43,018

43,018

2,581

43,018

43,018

2

1,958

32,638

75,657

1,958

32,638

75,657

3

,879

14,649

90,305

4

,552

9,203

99,508

5

,029

,478

99,987

6

,001

,013

100,000

Tabel 4 Titik Koordinat Gapoktan di Kabupaten Badung

Quadrant

Nama Gapoktan

1 (Abscissa)

Component

2 (Ordinate)

Werdi Buana

1,26422

0,73042

KT Pula Kerti

0,84409

0,07882

Amerta Jaya

0,15733

0,45105

I

Manik Eka Nadi

0,15733

0,45105

KTT Catur Eka Sari

0,09268

1,365

Tunjung

1,48913

2,39512

Pucak Tedung Sari

2,60666

1,0919

Tedung Sari

1,39642

0,7745

Sri Sedana

-0,83933

0,39698

Gelis Nadi

-0,83933

0,39698

Cakra Buana

-1,43306

2,16277

Kerta Buana Sari

-1,30376

0,33488

II

KT. Karya Mesari

-0,67322

0,40599

Pertiwi Tani

-0,80252

2,23388

KTT Buana Mekar

-0,67322

0,40599

Karang Ayu

-0,7657

4,07079

Sari Merta Pertiwi

-0,67322

0,40599

Manik Tirta Rahayu

-0,77469

-0,51696

Merta Bumi Sari 363

-0,77469

-0,51696

Kelompok Merta Jaya 591

-1,23912

-0,57907

Merta Nadi

-0,77469

-0,51696

KTT Bala Angon

-1,08431

-0,55837

Sari Lestari

-0,60858

-0,50795

Poktan Babakan Sari Sangeh

-0,24245

-0,52499

KTT. Mas Sari

-0,24245

-0,52499

III

KTT Sami Polih

-0,24245

-0,52499

Taman Wijaya Kusuma

-1,0069

-0,54802

KT. Taman Sari

-0,9069

-0,56104

Wanasari

-1,23912

-0,57907

Branjungan

-0,38625

-0,94229

Mekar Sari

-0,60858

-0,50795

Getasan

-0,60858

-0,50795

Kerti Buana

-0,60858

-0,50795

Mekar Sari

-0,62678

-1,42713

Gema Unggul Sari

0,22197

-0,46289

KT Gema Makmur Sejati

0,22197

-0,46289

Sukamaju

0,6864

-0,40079

KTT Panca Urip Mertasari

0,6864

-0,40079

Dharma Pertiwi

0,22197

-0,46289

KT. Dewi Sari

0,22197

-0,46289

KT. Dharma Karya

0,85251

-0,39178

IV

KT Banyu Sari

0,22197

-0,46289

Gata Saga

2,37488

-0,09061

Merta Jati

0,53159

-0,42149

Tri Mandala Sari

1,27486

-0,85217

KTT Darma Laksana

0,37678

-0,44219

Puncak Saribon

0,74262

-0,84414

KT. Buana Giri

0,22197

-0,46289

Tani Ternak Rare Angon

2,73595

-0,73599

KT. Gading Sari

0,37678

-0,44219

Gambar 2 Grafik Biplot Komponen Penampilan Reproduksi


Kedekatan antar objek

Kedekatan antar objek Simantri dapat diketahui dengan cara menghitung jarak Euclidian antara Simantri yang satu dengan Simantri yang lainnya. Semakin kecil nilai jarak Euclidian menunjukkan bahwa semakin dekat kedua Simantri tersebut, dalam hal kemiripan penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara. Begitu juga sebaliknya semakin besar nilai jarak Euclidian menunjukkan bahwa semakin berbeda komponen penampilan reproduksi induk sapi bali yang dipelihara

Jarak Euclidian terpendek dari seluruh Gapoktan di Kabupaten Badung yang terletak pada kuadran I adalah Amerta Jaya dengan Manik Eka Nadi. Pada kuadran II adalah Sri Sedana dengan Gelis Nadi; KT Karya Mesari, KTT Buana Mekar dan Sari Merta Pertiwi. Pada kuadran III Manik Tirta Rahayu, Merta Bumi Sari 363 dan Merta Nadi; Poktan Babakan Sari Sangeh,KTT Mas Sari dan KTT Sami Poli; Kelompok Merta Jaya 591 dengan Wanasari;Mekar Sari, Getasan dan Kerti Buana. Pada kuadran IV adalah Gema Unggul Sari,KT Gema Makmur Sejati, Dharma Pertiwi, KT Dewi Sari, KT Banyu Sari dan KT Buana Giri; Sukamaju dengan KTT Panca Urip Mertasari

Nilai variabel pada suatu objek

Karakteristik suatu obyek bisa disimpulkan dari posisi relatifnya yang paling dekat dengan suatu peubah.Untuk mengetahui hubungan variabel komponen penampilan reproduksi dengan objek Simantri yang diamati dapat dicari dengan nilai proyeksi antara variabel terhadap objek. Pada gambar 4.2 Simantri dengan penampilan reproduksi yang sangat baik ditunjukkan pada Gapoktan yang berada di kuadran III dan IV yaitu Manik Tirta Rahayu, Merta Bumi Sari 363, Kelompok Merta Jaya 591, Merta Nadi, KTT Bala Angon, Sari Lestari, Poktan Babakan Sari Sangeh, KTT Mas Sari, KTT Sami Polih, Taman Wijaya Kusuma, KT Taman Sari, Wanasari, Branjungan, Mekar Sari, Getasan, Kerti Buana, Mekar Sari, Gema Unggul Sari, KT Gema Makmur Sejati,

Sukamaju, KTT Panca Urip Mertasari, Dharma Pertiwi, KT Dewi Sari, KT Dharma Karya, KT Banyu Sari, Gata Saga, Merta Jati, Tri Mandala Sari, KTT Darma Laksana, Puncak Saribon, KT Buana Giri, Tani Ternak Rare Angon, KT Gading Sari. Gapoktan yang memiliki penampilan reproduksi yang baik pada kuadran I adalah Werdi Buana, KT Pula Kerti, Amerta Jaya, Manik Eka Nadi dan Tedung Sari. Pada kuadran II yang memiliki penampilan reproduksi yang baik yaitu Sri Sedana, Gelis Nadi, Kerta Buana Sari, KT Karya Mesari, KTT Buana Mekar, Sari Merta Pertiwi.

Simantri yang memiliki penampilan reproduksi induk sapi bali yang kurang bagus ditunjukkan dengan birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkannya yang tinggi, yaitu pada Simantri di Gapoktan Cakra Buana, Pertiwi Tani dan Karang Ayu yang berada di kuadran II memiliki selang waktu birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkan yang tinggi berturut-turut yaitu 180 hari, 180 hari dan 240 hari. Pada Gapoktan yang berada di kuadran I yaitu Tunjung dan KTT Catur Eka Sari memiliki nilai selang waktu birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkan yang tinggi berturut-turut yaitu 180 hari dan 150 hari. Dan pada Gapoktan Puncak Tedung Sari memiliki nilai dikawinkan pasca melahirkan yang tinggi yaitu 150 hari.

SIMPULAN

Simpulan

Terdapat korelasi antara umur pertama birahi, umur pertama dikawinkan, lama bunting dan umur beranak pertama. Antar umur pertama dikawinkan dengan umur beranak pertama dan birahi pasca melahirkan dengan dikawinkan pasca melahirkan mempunyai korelasi positif yang paling tinggi. Variabel lama kebuntingan memiliki keragaman paling kecil. Sedangkan variabel yang memiliki keragaman yang paling besar adalah birahi pasca melahirkan, dikawinkan pasca

melahirkan, beranak pertama, pertama dikawinkan dan pertama birahi

Saran

Evaluasi terhadap Simantri dengan penampilan reproduksi yang kurang baik. Untuk     mengoptimalkan     efisiensi

reproduksi sapi bali yang dipelihara pada Simantri di Kabupaten Badung disarankan agar melakukan seleksi terhadap birahi pasca melahirkan dan dikawinkan pasca melahirkan yang memiliki keragaman besar.

DAFTAR PUSTAKA

Besung INK, Watiniasih NL, Mahardika IGNK, Agustina KK, Suwiti NK. 2019. Mineral levels of Bali cattle (Bos javanicus) from different types of land in Bali, Nusa Penida, and Sumbawa Islands (Indonesia).   Biodiversitas.

20(10): 2931-2936.

Bhuanaputra KW, Yasa INM. 2017.

Efektivitas dan dampak program simantri terhadap pendapatan dan kesempatan kerja rumah tangga petani di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung. E-Jurnal. 6(5): 827-855.

Gabriel KR. 1971. The Biplot Graphic

display of matrices with application to principal componen analysis, J. Biometrica. 58(3): 453-467.

Laksmi DNDI, Trilaksana IGNB, Darmanta RJ, Darwan M, Bebas IW, Agustina KK. 2019. Correlation between body condition score and hormone level of Bali cattle with postpartum anestrus. Indian J. Anim. Res. 53(12): 1599-1603.

Lestari. 2012. Produktivitas, potensi dan prospek pengembangan sapi bali (Bos

javanicus) di desa Pa’rappunganta Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor

Oka. 2010. Conservation and genetic improvement of bali cattle. Proc. Conservation and Improvement of World Indigenous Cattle. Pp. 110-117.

Parwata DMD, Sampurna IP, Sukada IM, Agustina KK. 2019. Klasterisasi manajemen pengolahan limbah sapi bali pada simantri di kabupaten Badung. Buletin Veteriner Udayana. 11(1): 51-57.

Prasojo G, I. Arifiantini, K. Mohamad. 2010. Korelasi Antara Lama Kebuntingan, Bobot Lahir dan Jenis Kelamin Pedet Hasil Inseminasi Buatan Pada Sapi Bali. J. Vet. 11(1): 41-45.

Sariubang M, Nurhayu A, Saenab. 2009. Pengkajian sistem pembibitan sapi bali pada peternakan rakyat di Kabupaten Takalar. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2009.

Suputra GWK, Sampurna IP, Nindhia TS, Agustina KK. 2019. Klasterisasi manajemen perkandangan sapi bali pada simantri di kabupaten badung Bali. Buletin Veteriner Udayana. 11(2): 128-135.

Tanari. 2001. Usaha pengembangan sapi bali ternak lokaldalam menunjang pemenuhan kebutuhanprotein asal hewani di Indonesia. Makalah Falsafah Sains. Institut Pertanian Bogor

Wiltbank JV. 1970. Research need in beef cattle production. J. Anim. Sci. 31: 75.

31