Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Volume 10 No. 1: 93-99

Pebruari 2018

DOI: 10.24843/bulvet.2018.v10.i01.p15

Variabel Komponen Utama Pada Morfometrik Sapi Putih Taro Berdasarkan Pengukuran Badan

(PRINCIPALS COMPONENTS VARIABLES OF TARO WHITE CATTLE MORPHOMETRICS BASED ON BODY MEASUREMENT)

Luh Gde Sri Surya Heryani1*, Ni Nyoman Werdi Susari1, I Wayan Nico Fajar Gunawan2

1Laboratorium Anatomi Veteriner, 2Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl.P.B. Sudirman, Denpasar - Bali

*Email: surya_heryani@unud.ac.id

ABSTRAK

Sapi putih taro merupakan kelompok sapi yang unik dengan jumlah populasi yang sangat kecil dan hidupnya terbatas di hutan Desa Taro, Tegallalang. Populasi sapi putih ini semakin menurun dan dalam kondisi kritis. Karakterisasi breed adalah langkah utama dalam merancang manajemen dan program konservasi yang tepat. Untuk mendukung upaya konservasi, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menilai profil fenotipik sapi putih taro berdasarkan pengukuran badan. Identifikasi profil morfometrik sapi putih taro dilakukan terhadap 24 ekor sapi putih taro dewasa, variabel yang diukur adalah panjang kepala, lebar kepala, tinggi badan, tinggi panggul, panjang badan, lebar dada, dalam dada, lingkar dada, dan lebar panggul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata panjang badan, tinggi badan, lebar dada, lingkar dada, tinggi pinggul, panjang kepala dan lebar kepala berbeda secara nyata antara jantan dan betina. Sedangkan dalam dada dan lebar panggul antara jantan dan betina, menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata. Hasil analisis komponen utama (AKU) menunjukkan komponen utama satu adalah panjang badan, tinggi badan dan tinggi panggul, sedangkan komponen utama dua adalah dalam dada. Hasil yang diperoleh dapat digunakan sebagai profil fenotif sapi putih taro dan penting bagi pembentukan strategi konservasi ke depannya dan strategi pengelolaan perkembangbiakan sapi putih taro untuk mencegah hilangnya keanekaragaman hayati di Indonesia.

Kata kunci: sapi putih taro; morfometrik; Analisis Komponen Utama (AKU).

ABSTRACT

The taro white cattle is a unique group cattle with a very small number of population and only can be found at Taro forest at Tegallalang. The taro white cattle population was decreasing and already in critical condition. Breed characterization is a primary step in designing appropriate management and conservation programs. To support the conservation effort, the objective of this study is to assess the phenotypic profiles of the taro white cattle based on the body measurement. Morphometric profiles identification of the taro white cattle was conducted on 24 adult taro white cattle, the measured variables were head length, head width, body height, chest depth, body length, chest width, chest circumference, and hip length. The result showed that the body length, body height, chest width, chest circumference, hip height, head length and head width mean was significantly different between males and females. In contrast, between the chest depth and the hip width of males and females, there was no significant difference. The principal component analysis (PCA) test showed that the first major components were long body size, height, and hip height, while the second major component was a chest depth. The obtained results can use as phenotypic profile of taro white cattle and are important for the future development of conservation and management strategies for taro white cattle breed in order to prevent the loss of biodiversity in Indonesia.

Keywords: taro white cattle; morphometric; principals component analysis (PCA)

PENDAHULUAN

Selain sapi bali yang sudah terkenal dan sudah banyak diteliti, di Bali juga terdapat suatu kelompok plasma nutfah

unik yang dikenal dengan sebutan sapi putih. Populasi sapi putih ini jumlahnya sangat kecil yaitu 33 ekor yang hidupnya terbatas di hutan Desa Taro. Sapi putih ini keberadaannya tidak banyak diketahui

orang. Hal ini disebabkan karena, sapi putih ini hanya terdapat di Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar. Keunikan sapi putih ini antara lain, warnanya putih, disucikan, dikeramatkan dan dihormati oleh masyarakat Desa Taro dan diberi sebutan Dayu Biang untuk induk dan Ida Bagus untuk yang jantan, serta tidak boleh mempergunakan bahasa kasar apabila membicarakannya. Sapi putih ini dipelihara dan diperlakukan dengan sopan, serta tidak boleh ditelusuk hidungnya, tidak dipekerjakan untuk membajak sawah, tidak diperjual belikan ataupun disembelih. Sapi putih ini hanya boleh dipergunakan untuk upacara keagamaan seperti memukur (Atma Wedana), Tri Buana dan Eka Dasa Rudra. Sapi putih ini sangat disakralkan oleh masyarakat Hindu di Bali.

Berbeda dengan sapi bali yang sudah diketahui karakterisasinya baik ukuran-ukuran tubuhnya maupun genetiknya (Lelana et al., 2003), maka sapi putih taro ini belum banyak orang yang mengetahui karakterisasi fenotif maupun genotifnya. Karakterisasi fenotif merupakan hal dasar yang sangat penting untuk mengetahui karakteristik suatu populasi sebagai sumber keragaman hayati yang harus dipertahankan. Mengingat jumlah populasi sapi putih taro ini yang sangat kecil maka inventarisasi data fenotif sangat diperlukan untuk keperluan konservasi, untuk mencegah punahnya sapi putih taro ini. Karakterisasi morfometrik merupakan langkah awal dari program konservasi hewan.

Usaha konservasi ini terkait dengan komitmen dan program Pemerintah Provinsi Bali untuk melaksanakan percepatan pelaksanaan pencapaian tujuan Millenium Development Goals (MDGs) sesuai Roadmap MDGs Bali, dimana salah satu tujuan dari delapan tujuan pembangunan milineum tersebut adalah menjamin kelestarian lingkungan hidup (Bappenas, 2010). Dengan demikian maka dukungan terhadap pelestarian sapi putih

mutlak diperlukan. Salah satu fokus kegiatan pada aspek melestarikan lingkungan hidup adalah mengurangi kehilangan sumber daya hayati. Dalam usaha konservasi terlebih dahulu perlu diketahui karakteristik dari populasi, dimana analisis morfometrik merupakan langkah awal di dalam program konservasi hewan (Lanari et al., 2003). Ukuran-ukuran tubuh merupakan sifat kuantitatif yang mempunyai peranan penting dalam produktivitas ternak. Ukuran-ukuran tubuh banyak dikaitkan dengan bobot badan. Pada sapi, ukuran tubuh yang digunakan untuk menentukan bobot badan adalah lingkar dada dan panjang badan (Abdullah, 2008).

Pada sapi keragaman dapat dilihat dari ciri-ciri (karakteristik) yang dapat diamati secara langsung, dimana setiap sifat yang diekspresikan oleh seekor hewan disebut fenotif (Noor, 2008). Bentuk dan ukuran tubuh sapi dapat diketahui dengan cara mengukur langsung ataupun secara visual. Ukuran tubuh sering digunakan untuk mengevaluasi pertumbuhan. Ukuran merupakan indikator penting pertumbuhan, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengindikasikan komposisi tubuh ternak (Fourie et al., 2002). Pendekatan morfometrik digunakan untuk mempelajari hubungan genetik, sehingga pengukuran dilakukan terhadap bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh. Pengukuran dengan menggunakan data ukuran tubuh merupakan metode pengukuran yang murah dan sederhana (Brahmantyo et al., 2003; Salamena et al., 2007).

Analisis komponen utama (AKU) merupakan suatu metode statistik yang klasik, persamaan fungsi linier ini telah secara luas digunakan di dalam mereduksi dan menganalisis data. Metoda AKU merupakan pusat dari studi multivariate data, dan juga merupakan salah satu teknik multivariate yang paling awal dan utama dalam banyak riset. Metoda AKU merupakan suatu metode pereduksi data yang dirancang untuk memperjelas

hubungan antara dua karakter atau lebih dan untuk membagi keragaman total dari seluruh karakter ke dalam suatu variabel baru yang tidak berhubungan dan terbatas. Metoda AKU juga suatu tehnik multivariate yang digunakan untuk menemukan hubungan struktural antara dua variabel terpisah yang disebut komponen utama. Komponen utama pertama mencakup variabel yang mempunyai keragaman lebih besar dibanding variabel lain. Komponen utama kedua mencakup variabel dengan nilai keragaman besar yang tidak terdapat pada komponen utama pertama dan tidak berhubungan dengan komponen utama pertama, dan seperti itu seterusnya. Komponen utama diatas selanjutnya dibentuk sebuah diagram penyebaran. Sumbu yang pertama menghadirkan ukuran (size) data secara umum dan dapat menjelaskan keragaman sebesar 50 sampai 95 persen terhadap data yang diamati. Sumbu kedua merupakan bentuk (shape), dapat menjelaskan keragaman sekecil-kecilnya satu persen atau lebih terhadap data yang diamati menyatakan, AKU sering digunakan untuk membedakan antar populasi (Jolliffe, 2006).

Metoda AKU digunakan untuk membedakan ukuran-ukuran tubuh. Pada aplikasi morfometrik, komponen utama dapat diterima sebagai vektor ukuran (size) dan komponen utama kedua sebagai vektor bentuk (shape). Hal tersebut akan menunjukkan tingkat variasi yang berbeda pada kondisi tubuh dari kelompok hewan yang dapat dijelaskan sebagai perbedaan ukuran seperti yang diperlihatkan pada komponen utama pertama. Metoda AKU digunakan untuk memperoleh perkiraan dari skor pada komponen utama pertama (Wigginton dan Dobson, 2003).

Analisis morfometrik tersebut akan dapat digunakan sebagai pedoman di dalam mengambil keputusan untuk menentukan keunikan dari bangsa hewan tersebut. Data mengenai profil morfometrik tersebut nantinya dapat dipakai sebagai acuan untuk

memperkirakan asal-usul sapi putih taro dalam rangka konservasi sapi putih taro sehingga plasma nutfah ini tetap terjaga keberadaannya.Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi penentu kebijakan dalam rangka untuk pelestarian dan pengembangan sapi putih taro di Tegalallang.

METODE PENELITIAN

Sapi yang digunakan pada penelitian ini adalah sapi putih taro dewasa berjenis kelamin jantan dan betina yang sehat secara fisik. Sampling dilakukan dengan teknik random sampling yaitu pengambilan pada unit analisis sapi putih taro dan secara random. Morfometrik badan: gambaran ukuran dan bentuk berbagai bagian tubuh yang diukur berdasarkan metode Amano et al. (1980), yang meliputi:

  • 1.    Panjang badan (cm) diukur dengan garis lurus dari depan sendi bahu (tubercullum major humeri) sampai dengan tepi belakang tonjolan tulang duduk    (tuber    ischii)    dengan

menggunakan tongkat ukur.

  • 2.    Lebar dada (cm) diukur dari penonjolan sendi bahu (os scapula) kiri dan kanan dengan menggunakan tongkat ukur.

  • 3.    Dalam dada (cm) diukur dari puncak gumba/pundak sampai tepi bawah tulang dada (crista sterni dari manubrium      sterni)      dengan

menggunakan tongkat ukur.

  • 4.    Lingkar dada (cm) diukur melingkar dada tepat di belakang tulang belikat (os scapula) dengan menggunakan pita ukur.

  • 5.    Tinggi panggul (cm) diukur dari jarak tertinggi panggul secara tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.

  • 6.    Lebar panggul (cm) diukur dari tepi luar sendi panggul (gluteus) kanan dan kiri dengan menggunakan pita ukur.

  • 7.    Tinggi badan (cm) diukur dari bagian tertinggi pundak melalui belakang scapula, tegak lurus ke tanah dengan menggunakan tongkat ukur.

  • 8.    Panjang Kepala (cm) diukur pada jarak antara cermin hidung   (planum

nasolabialis)    sampai perbatasan

intercornuale dorsale garis median dengan menggunakan pita ukur.

  • 9.    Lebar Kepala (cm) diukur pada jarak antara archus zygomathicus disamping orbit.

Principal Component Analysis (PCA) atau Analisis Komponen Utama (AKU): menjelaskan struktur matriks varians-kovarians dari suatu set variabel melalui kombinasi linier dari variabel-variabel tersebut. Secara umum komponen utama dapat berguna untuk reduksi dan interpretasi variabel-variabel.


Gambar 1. Ukuran-ukuran tubuh sapi (Lkp = lebar kepala, Pkp = panjang kepala, Ld = lebar dada, Tb = tinggi badan, Dd = dalam dada, Lgd = lingkar dada, Pb = panjang badan, Lpg = lebar panggul, Tpg = tinggi panggul).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Penggunaan analisis komponen utama ini bertujuan untuk mereduksi data dan bisa menginterpretasikan data dalam bentuk scater plot. Berdasarkan AKU diperoleh penciri ukuran dan bentuk badan sapi putih taro serta diagram kerumunan berdasarkan skor ukuran dan bentuk yang diperoleh. Hasil analisis kompetensi utama ini disajikan pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil analisis komponen utama ini, terlihat bahwa Komponen Utama 1 (KU1) dan Komponen Utama 2 (KU2) memiliki varians (nilai Eigen) lebih besar dari 1 yaitu 6.984 dan 1.213. KU1 dapat menjelaskan sebesar 77.603 persen keragaman data. Sedangkan KU2 dapat menjelaskan sebesar 13.47 persen keragaman data. Jadi total kedua komponen utama tersebut dapat

menjelaskan keragaman data sebesar 91.08 persen (>90%).

Persamaan skor untuk komponen yang dibentuk dihitung berdasarkan nilai koefisien untuk masing-masing variabel. Untuk komponen ukuran (KU1), skornya bisa dihitung sebagai berikut:

KU1 = 0,975 panjang badan + 0,972 tinggi badan + 0,917 lebar dada + 0,672 dalam dada + 0,926 lingkar dada + 0,961 tinggi pinggul + 0,838 lebar pinggul + 0,808 panjang kepala + 0,813 lebar kepala.

Sedangkan untuk komponen bentuk (KU2), skornya bisa dihitung sebagai berikut:

KU2 = 0,115 panjang badan + 0,156 tinggi badan – 0,106 lebar dada + 0,614 dalam dada -0,293 lingkar dada + 0,207 tinggi pinggul + 0,377 lebar pinggul – 0,478 panjang kepala – 0,536 lebar kepala.

Table 1. Komponen Utama, Keragaman Total dan Nilai Eigen Sapi Putih Taro

Variabel

Komponen Utama 1 (Ukuran)

Komponen Utama 2 (Bentuk)

Panjang Badan (cm)

0.975

0.115

Tinggi Badan (cm)

0.972

0.156

Lebar Dada (cm)

0.917

- 0.106

Dalam Dada (cm)

0.672

0.614

Lingkar Dada (cm)

0.926

- 0.293

Tinggi Panggul (cm)

0.961

0.207

Lebar Panggul (cm)

0.838

0.377

Panjang Kepala (cm)

0.808

- 0.478

Lebar Kepala (cm)

0.813

- 0.536

Persentase Keragaman

77.603

13.473

Persentase Kumulatif

77.603

91.076

Nilai Eigen

6.984

1.213


Pembahasan

Dari hasil analisis komponen utama (AKU) dapat dilihat bahwa sebagai penciri ukuran (KU1) pada sapi putih taro adalah panjang badan, tinggi badan dan tinggi panggul, yang ditunjukkan oleh vector eigen yang tinggi pada persaman skor ukuran yaitu berturut-turut 0,975; 0,972 dan 0,961. Sedangkan sebagai penciri bentuk (KU2) adalah dalam dada, hal ini ditunjukkan oleh vector eigen yang tinggi pada persamaan skor bentuk yaitu sebesar 0,614 (tabel 1). Penciri ukuran dan bentuk ini dapat digunakan untuk membedakan dengan spesies sapi lainnya dimana bentuk (fenotipik) dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan (Hardjosubroto, 1998). Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan variabel utama penciri ukuran pada sapi Katingan, yang meliputi panjang badan, lingkar dada dan tinggi panggul (Utomo et al., 2010).

Tabel 1. memperlihatkan bahwa komponen utama pertama yaitu ukuran (size) memberikan keragaman total tertinggi sebesar 77,6 % dan eigen value sebesar 6,984. Hasil di atas sesuai dengan Wiley (1981), yang menyatakan bahwa sumbu pertama (sumbu X) menghadirkan keseluruhan ukuran (size) dan menjelaskan keragaman total sebesar 50%-90%.

Komponen utama kedua yaitu bentuk memberikan keragaman total sebesar 13,47% dan eigen value sebesar 1,213. Hasil tersebut sesuai dengan Wiley (1981) yang menyatakan bahwa sumbu lain (sumbu Y) dapat diuraikan sebagai bentuk dan dapat menjelaskan keragaman total sekecil-kecilnya satu persen. Everit dan Dunn (1998), menyatakan bahwa komponen utama kedua yang disetarakan dengan bentuk merupakan hal yang diminati ahli taksonomi karena lebih bersifat diwariskan. Hasil penelitian Hayashi et al. (1982) terhadap banteng dan lima sapi (sapi Bali, Madura, Aceh, Leyte dan Korea), menunjukkan bahwa pengolahan matriks kovarian pada komponen pertama dan kedua mencapai 64,7% dan 11,6% pada semua variasi. Jumlah dari kedua komponen ini mencapai 76,3%; sedangkan pengolahan matriks korelasi pada komponen pertama dan kedua mencapai 54,8% dan 14,4%, jumlah dari keduanya 69,2%.

Berbagai macam pengukuran morfometrik mempunyai peran penting dalam mengidentifikasi berbagai bangsa sapi, baik diantara satu bangsa sapi maupun antar bangsa sapi (Yakubu et al., 2010). Pengukuran morfometrik dilakukan untuk menentukan karakteristik dari

bangsa hewan. Pengukuran morfometrik pada sapi putih taro ini penting karena dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengidentifikasi bangsa sapi ini. Dari hasil pengukuran karakteristik morfometrik pada penelitian ini mengungkapkan bahwa sapi putih Taro memiliki ukuran yang relatif lebih kecil dari bangsa sapi yang telah diakui di Bali yaitu sapi bali. Penelitian kami menunjukkan hasil yang lebih kecil dibandingkan dengan hasil penelitian lain mengenai rata-rata panjang badan dan tinggi badan sapi bali. Pada sapi bali dewasa, hasil pengukuran minimal dan maksimal untuk panjang badan dan tinggi badan dilaporkan berturut-turut 111cm-145cm dan 116 cm-160 cm (Puja et al., 2013). Ada dugaan bahwa ukuran tubuh sapi dipengaruhi oleh faktor pakan, faktor genetik, manajemen pemeliharan dan pola perkawinan yaitu inbreeding (Sumantri, 2007; Gunawan, 2008).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari analisis kompetensi utama pada morfometrik badan sapi taro maka dapat disimpulkan bahwa variabel penciri ukuran dan bentuk pada sapi putih taro adalah panjang badan, tinggi badan, tinggi panggul, dan dalam dada.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terutama mengenai keragaman genetik populasi sapi lokal untuk mencegah terjadinya erosi genetik dimasa mendatang, dimana informasi tersebut sangat mempengaruhi langkah konservasi selanjutnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Kelompok Masyarakat Penyelamat Lembu Putih Desa Pakraman Taro Kaja, Kecamatan Tegalalang, Gianyar, yang telah mengijinkan dan membantu selama proses pengambilan sampel penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah MAN. 2008. Karakterisasi genetik sapi Aceh menggunakan analisis keragaman fenotipk, daerah DLoop DNA mitokondria dan DNA mikrosatelit    [Disertasi].    Sekolah

Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bappenas. 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembanguan Milenium di Indonesia 2010. Jakarta. Pp: 95 – 103.

Brahmantyo B, Prasetyo LH, Setioko AR, Mulyono RH. 2003. Pendugaan jarak genetik dan factor peubah pembeda galur itik (Alabio, Bali, Khaki Campbell, Mojosari dan Pegagan) melalui analisis morfometrik. JITV. 8: 1-7.

Everitt BS, Dunn G. 1998. Applied Multivariate Data Analysis. John Wiley and Sons Inc., Illinois.

Fourie PJ, Neser FWC, Olivier JJ, Van der Westhuizen C. 2002. Relationship between production performance, visual appraisal and body measurements of young Dorper Rams. http://www.sasas.co.za/sajas.html. [18 Oktober 2010].

Hadiuzzaman M, Bhuiyan AKFH, Bhuiyan MSA, Habib MA. 2010. Morphometric Characteristics of Red Chittagong Cattle in A nucleus Herd. Bang. J. Anim. Sci. 39(2): 44-51.

Hardjosubroto     W.1998. Aplikasi

Pemuliabiakan di Lapangan. Gramedia      widiasaranaIndonesia.

Jakarta.

Jolliffe IT. 2006. Principal Component Analysis. Springer Publishing, London.

Lanari MR, Taddeo H, Domingo E, Centeno MP, Gallo L. 2003. Phenotypic differentiation of exterior traits in local Criollo goat population in Patagonia (Argentina). Arch. Tierz. Dummerstorf. 46: 347–356.

Lelana NE, Sutarno, Etikawati N. 2003. Identifikasi Polimorfisme pada Fragmen ND-5 DNA Mitokondria Sapi

Benggala dan Madura dengan Teknik PCR-RFLP. Biodiversitas. 4(1): 1-6.

Puja IK, Wandia IN, Sulabda IN, Suastika P. 2013. Correlation Analysis of Microsatellite DNA Markers with Body Size, Length and Height of Bali cattle. Global. Vet. 11(5): 689-693.

Salamena JF, Noor RR, Sumantri C, Inounu I. 2007. Hubungan genetik, ukuran populasi efektif dan laju silang dalam per generasi populasi domba di Pulau Kisar. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32(2): 71-75.

Utomo BN, Noor RR, Sumantri C, Supriatna I, Gunardi ED. 2010.

Keragaman Morfometrik Sapi Katingan di Kalimantan Tengah. JITV. 15(3): 220 -230.

Yakubu A, Idahor KO, Haruna HS, Wheto M, Amusan S. 2010. Multivariate Analysis of Phenotypic Differentiation in Bunaji and Sokoto Gudali cattle. Acta. Agric. Solvenica. 96: 75-80.

Wigginton JD, Dobson FS. 2003. Environmental influences on geogrphic variation in body size of western Bobcats. http://www.nrc.ca/cisti/ journal. (Accessed: 22 November 2015).

99