Buletin Veteriner Udayana

pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712

Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet

Volume 10 No. 1: 87-92

Pebruari 2018

DOI: 10.24843/bulvet.2018.v10.i01.p14

Aktivitas Alanin Aminotransferase dan Aspartat Aminotransferase Sapi Bali Terinfeksi Fasciola Gigantica

(ACTIVITY OF ALANIN AMINOTRANSFERASE AND ASPARTATE AMINOTRANSFERASE OF BALI CATTLE INFECTED BY FASCIOLA GIGANTICA)

Anak Agung Gde Oka Dharmayudha1*, Ida Bagus Dimas Kusumadarma2, Ida Bagus Komang Ardana3, Made Suma Anthara4, I Wayan Nico Fajar Gunawan1, Luh Made Sudimartini4, Kadek Karang Agustina5

1Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner, 2Mahasiswa Program Profesi Dokter Hewan, 3Laboratorium Patologi Klinik Veteriner, 4Laboratorium Farmakologi dan Farmasi

Veteriner, 5Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana. Jl. PB Sudirman, Denpasar, Bali

*Email: oka.dharma@unud.ac.id

ABSTRAK

Alanin Aminotransferase (ALT) dan Aspartat Aminotransferase (AST) merupakan enzim-enzim aminotransferase yang sering digunakan sebagai parameter kerusakan hati. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui infeksi Fasciola gigantica pada sapi bali terhadap aktivitas ALT dan AST. Materi yang digunakan adalah 60 sampel darah sapi bali yang terdiri dari 30 sampel darah yang terinfeksi Fasciola gigantica dan 30 sampel darah yang tidak terinfeksi Fasciola gigantica. Sampel darah diambil pada saat pemotongan berlangsung dengan menggunakan tabung non EDTA. Data dianalisis dengan menggunakan Independent Samples T Test. Hasil penelitian menunjukkan rerata kadar ALT darah pada sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica adalah 78,73 U/L tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar ALT dibandingkan dengan sapi bali yang tidak terinfeksi Fasciola gigantica 57,23 U/L. Sedangkan, rerata kadar AST darah pada sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica adalah 108,43 U/L berpengaruh sangat nyata terhadap peningkatan AST dibandingkan dengan sapi bali yang tidak terinfeksi Fasciola gigantica 78,13 U/L.

Kata kunci: ALT; AST; Fasciola gigantica; sapi bali

ABSTRACT

Alanine Aminotransferase (ALT) and Aspartate Aminotransferase (AST) are aminotransferase group enzymes which often used as parameters of liver damage. The purpose of this study is to determine the effect of Fasciola gigantica infections in bali cattle on the activity of ALT and AST. The materials used were 60 bali cattle blood samples consisting of 30 samples of blood were infected Fasciola gigantica and 30 blood samples were not infected with Fasciola gigantica. Blood samples were taken at the time of the slaughter placed in non EDTA tube. Data were analyzed using Independent Samples T-Test. The results showed a mean ALT levels in the blood of infected Bali cattle Fasciola gigantica was 78.73 U/L. It was not significant on the increase in ALT levels compared with uninfected bali cattle Fasciola gigantica 57.23 U/L, While the average AST levels in the bali cattle blood which were infected by Fasciola gigantica was 108.43 U/L. It was highly significant increased AST compared with non-infected Bali cattle Fasciola gigantica 78.13 U/L.

Keywords: ALT; AST; bali cattle; Fasciola gigantica

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan salah satu plasma nutfah Indonesia yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai pemasok daging dalam jumlah besar. Kemurnian sapi bali diperlukan untuk perkembangan peternakan di masa mendatang dalam upaya mendukung program pemerintah yaitu swasembada daging (Suwiti et al., 2017a). Sistem pemeliharaan sapi bali di Bali oleh para petani yaitu dengan cara di gembala (dengan mengikatkan sapi di batang pohon) dan malam hari baru dikandangkan, dan sebagian lagi ada yang dikandangkan terus-menerus (sapi kereman) (Suwiti et al., 2017b). Beberapa penyakit pada sapi bali secara umum dikelompokkan menjadi 2 yaitu penyakit infeksius dan penyakit non infeksius. Penyakit yang disebabkan oleh agen non ifeksius antara lain Baliziekte dan defisiensi mineral (Bahri, 1994). Penyakit yang disebabkan oleh agen infeksius dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian yaitu penyakit yang disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, dan parasit (Chadwick, 1998; Besung et al., 2016; Suratma et al., 2016).

Cacingan atau helminthiasis pada sapi merupakan penyakit infeksius pada tubuh sapi yang disebabkan oleh cacing gilig (Nematoda), cacing pita (Cestoda) atau cacing daun (Trematoda) yang menyerang baik pada saluran percernaan, pernapasan, hati, maupun pada bagian tubuh lainnya. Pada sapi infeksi cacing sering ditemukan pada saluran pencernaan dan hati (Agustina et al., 2013; Suratma et al., 2016). Kejadian kasus Fascioliosis pada sapi disebabkan oleh Fasciola hepatica dan Fasciola gigantica (Mahato and Harrison, 2005). Siklus hidup berbagai spesies Fasciola sp. umumnya memiliki pola yang sama, dengan variasi pada ukuran telur, jenis siput sebagai hospes perantaranya dan panjang waktu yang diperlukan untuk berkembang di dalam hospes tersebut, maupun pertumbuhannya

dalam hospes definitif (Subronto, 2007; Kardena et al., 2017).

Akibat infeksi cacing Fasciola gigantica dilaporkan ternak sapi akan mengalami gangguan pencernaan berupa konstipasi dengan tinja yang kering (Astiti and Panjaitan, 2012). Pada kasus yang sudah parah, seringkali sapi menunjukkan gejala diare, pertumbuhan terhambat bahkan terjadi penurunan produktivitas. Pada kasus akut ditemui adanya pembendungan dan pembengkakkan hati, permukaan hati biasanya akan mengalami perdarahan titik (ptechie) (Ardana et al., 2016). Pada fase akut penyakit ini dapat menyebabkan kematian dan menimbulkan keadaan patologis pada tubuh akibat hepatomegali dan sirosis hati pada infeksi kronis (Mas-Coma et al., 2009; Sripa et al., 2010).

Kadar ALT dan AST serum meningkat pada hampir semua penyakit hati (Kim et al., 2008; Liu et al., 2014). Kadar yang tertinggi ditemukan dalam hubungannya dengan keadaan yang menyebabkan kerusakan sel parenkim hati akibat nekrosis atau perubahan permeabilitas membran hati, sehingga enzim terlepas bebas. Peningkatan yang lebih rendah ditemukan pada hepatitis akut ringan demikian pula pada penyakit hati kronik difus maupun lokal (Gowda et al., 2016).

METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 serum darah sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica dengan indikator ditemukannya cacing Fasciola gigantica dan 30 sampel yang tidak terinfeksi Fasciola gigantica, di tampung dalam tabung darah pada saat pemotongan yang dilakukan di RPH pesanggaran Denpasar. Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Serum, akuadest, larutan buffer substrat, dan NaOH, ALT (GPT)-R1, AST (GOT)-R1.

Prosedur Kerja Pengujian ALT dan AST Darah Sapi bali Dengan Metode Kinetik-IFCC

Buffer substrat dilarutkan dengan 30 ml aquadest,   kemudian larutan sodium

hidroksida dilarutkan pula dengan 1000 ml akuadest. Selanjutnya tabung reaksi (reagen blangko dan sampel) diisi dengan larutan buffer substrat masing-masing 0,5 ml. Tabung reaksi ini ditempatkan kedalam pemanas air 37oC selama 5 menit. Kemudian tabung tersebut ditambahkan pereaksi warna masing-masing 0,5 ml. Serum dimasukan sebanyak 0,2 ml kedalam tabung, lalu

dihomogenkan dan dibiarkan pada suhu 15 -25o C selama 20 menit. Selanjutnya dimasukkan 0,4 N larutan NaOH kedalam tabung reaksi, lalu homogenkan. Pembacaan dilakukan pada menit 1, 2, dan 3 menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang adalah 340 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil penelitian tentang aktivitas ALT dan AST pada sapi bali yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Fasciola gigantica tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Rerata aktivitas ALT dan AST pada sapi bali yang terinfeksi dan tidak terinfeksi Fasciola gigantica.

Parameter

Jumlah Sampel

Sapi Terinfeksi Fasciola gigantica

Sapi Tidak Terinfeksi Fasciola gigantica

ALT

30

78,73 U/L ± 102,028

57,23 U/L ± 16,521

AST

30

108,43 U/L ± 45,412

78,13 U/L ± 21,502

Pembahasan

Berdasarkan Tabel 1. rerata aktivitas ALT darah pada sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica adalah 78,73 U/L. Ini menandakan terjadinya peningkatan aktivitas ALT pada kasus fascioliosis jika dibandingkan rerata aktivitas ALT darah sapi bali yang tidak terinfeksi yaitu 57,23 U/L. Aktivitas ALT dan AST serum meningkat pada hampir semua penyakit hati (Davoudi, 2013). Menurut Doxey (1971), pada ruminansia aktivitas ALT lebih rendah dari pada AST sehingga pada kerusakan hati sering menyebabkan kadar AST serum lebih tinggi, sedangkan ALT hanya sedikit. ALT merupakan salah satu indikator yang sensitif terhadap kerusakan sel hepar, apabila terjadi kerusakan pada membran sel hepatosit, permeabilitas sel hepar akan meningkat kemudian enzim-enzim ini akan dilepaskan ke sirkulasi darah (Stojevic et al., 2005). Banyaknya suatu enzim yang dilepaskan dari

sel akan tergantung pada derajat kerusakan jaringan, ikatan enzim pada sel komponen dan konsentrasi semula dari enzim dalam organ yang rusak (Ford, 1977; Fraser et al., 2007).

Terjadinya peningkatan aktivitas ALT darah disebabkan karena infeksi Fascioliasis merupakan infeksi kronis dan ringan. Artinya infeksi Fasciola gigantica ini hanya menyebabkan kerusakan ringan pada hati. Menurut Kusumamiharja (1992) pada sapi dan kerbau umumnya bersifat kronis akibat dari infeksi yang berlangsung sedikit demi sedikit. Analisis statistik menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata (p>0,05) terhadap kenaikan aktivitas ALT sapi bali. Ini sesuai dengan jumlah cacing yang ditemukan pada empedu sedikit. Aktivitas ALT berada sedikit diatas normal tidak selalu menunjukan kondisi hewan sedang sakit. Bisa saja peningkatan ini terjadi bukan akibat gangguan pada hati. Di dalam darah aktivitas

ALT juga gampang naik turun, mungkin pada saat dilakukan pemeriksaan kadarnya sedang tinggi. Namun setelah itu, kadar ALT kembali normal (Sevinc et al., 2001; Elazab, 2015; Liu et al., 2012).

Rerata aktivitas AST darah pada sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica adalah 108,43 U/L. Analisis statistik menunjukan bahwa hasil sangat berbeda nyata (p<0,01) terhadap kenaikan aktivitas AST sapi bali. Peningkatan aktivitas AST sering terjadi pada kasus fascioliosis. Peningkatan ini terjadi akibat fascioliosis yang menyebabkan kerusakan dan destruksi sel hati, sehingga selnya pecah atau mengalami nekrosis. Nekrosis sel hati menyebabkan organela sel mengalami kerusakan, termasuk mitokondria sehingga enzim mitokondria keluar sel menuju darah (Davoudi, 2013). Menurut Stockham et al. (2002) apabila terjadi kerusakan hati yang parah dan disertai nekrosis, enzim dari mitokondria juga ikut keluar sel yang diikuti dengan peningkatan aktivitas AST dalam darah. Selain itu, fascioliosis menyebabkan terjadinya gangguan permeabilitas membran sel hati sehingga enzim AST akan meningkat dalam darah. Kerusakan membran sel menyebabkan enzim AST keluar dari sitoplasma sel yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah. Sehingga AST darah juga dapat dijadikan indikator kerusakan hati. (Ronald et al., 2004; Ismail et al., 2013).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penelitian ini menunjukkan bahwa aktivitas Alanin Aminotransferase (ALT) sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica tidak mengalami peningkatan, sementara aktivitas Aspartat Aminotransferase (AST) mengalami peningkatan.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan dari parameter kimia klinik lainnya untuk mendapatkan data menyeluruh tentang sapi bali yang terinfeksi Fasciola gigantica.

UCAPAN TERIMA KASIH

Peneliti mengucapkan banyak terima kasih kepada DIPA BLU Universitas Udayana sesuai dengan Surat Perjanjian Kerja          (SPK)          Nomor:

1112/UN14.2.9/LT/2017.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina KK, Dharmayudha AAGO, Wirata IW. 2013. Prevalensi Toxocara vitilorum pada Induk dan Anak Sapi Bali di Wilayah Bali Timur. Bul. Vet. Udayana. 5(1): 1-6.

Ardana IBK, Anthara MS, dan Dharmayudha AAGO, Putra DKH. 2016. Wudani Leaf Extract (Quisqualis indica Linn) as Traditional Medicine to Control the Incidence of Cattle Worm. Bali. Med. J. 6(3): 17-22.

Astiti LGS, Panjaitan T. 2012. Mapping Of Fascioliasis On Bali Cattle In Lombok. Int Confn Livestock. Prod. Vet. Technol. 2012: 416-421.

Bahri S. 1994. Fotosensitisasi dan penanggulangannya pada ternak ruminansia. Wartazoa. 3(2-4): 13-16.

Besung INK, Tono KPG, Rompis ALT, Suarjana IGK. 2016. Prevalensi Pasteurella multocida Pada Sapi Bali Di Bali. Bul. Vet. Udayana. 8(2): 145-150.

Chadwick BJ. 1998. Detection of Jembrana disease virus in spleen, lymph nodes, bone marrow and other tissues by in situ hybridization of paraffin-embedded sections. J. Gen. Virol. 79: 101-106.

Davoudi SM. 2013.  Study of Hepatic

Problems in livestock. Euro. J. Zool. Res. 2(4): 124-132.

Elazab MFA. 2015. Evaluation of serum enzyme activities and protein fractions in Brucella-infected cows. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 39: 480-484.

Ford EJH. 1977. Serum enzymes in diagnosis. The. Vet. Ann. 17: 307-309

Fraser A, Longnecker M, Lawlor D. 2007. Prevalence of elevated alanine aminotransferase among US adolescents and associated factors: NHANES 1999– 2004. Gastroenterology. 133: 1814–1820

Gowda S, Desai PB, Hull VV, Math AAK, Vernekar SN, Kulkarni SS. 2009. A review on laboratory liver function tests. Pan. Afr. Med. J. 3(17): 1-11.

Ismail E, Suhermiyati S, Roesdjianto. 2013. Penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica    Val)    dan sambiloto

(Adrographispaniculata  Ness)  dalam

pakan terhadap bobot hati, pancreas dan empedu broiler. J. Ilmiah. Peternakan. 1(3): 750-758.

Kardena IM, Winaya IBMO, Adi AAAM, Berata IK, Adnyana IBW, Sukada IM, Agustina KK, Antara PATK. 2017. Patological Changes in Liver and Gall Bladder Of Bali Cattle Infected by Fasciolosis. J. Vet. Med. Anim. Sci. 1(1): 6-10.

Kim W, Flamm SL, Di Bisceglie AM, Bodenheimer HC. 2008. Serum activity of alanine aminotransferase (ALT) as an indicator      of      health      and

disease. Hepatology. 47(4): 1363-1370.

Kusumamiharja S. 1992. Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piaraan di Indonesia. Bogor: Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Liu P, He BX, Yang XL, Hou XL, Zhao HY, Han YH, Nie P, Deng HF, Cheng L. 2012. Activities of Aspartate Aminotransferase,             Alanine

Aminotransferase,            GammaGlutamyltransferase,           Alkaline

Phosphatase in Plasma of Postpartum

Holstein Cows. J. Anim. Vet. Adv. 11(8): 1270-1274.

Liu Z, Que S, Xu J, Peng T. 2014. Alanine Aminotransferase-Old Biomarker and New Concept: A Review. Int. J. Med. Sci. 11(9): 925-935.

Mahato SN, Harrison LJS. 2005. Control of fasciolosis in stall-fed buffaloes by managing the feeding of rice straw. Trop. Anim. Health. Prod. 37: 285-291.

Mas-Coma MS, Valero MA, Bargues MD, Rolliasan D, Hay SL. 2009. Fasciola lymnaeids and human fasciolosis with a global overview on disease transmission, epidemiology evolutionary genetic, moleculer epidemiology and control. Adv Parasitol 69: 41-46.

Ronald A, Sacher, Richard A. McPherson. 2004. Alih bahasa: Brahm U. Pendit dan Dewi Wulandari, Editor: Huriawati Hartanto, Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Edisi 11, EGC, Jakarta.

Sevinc M, Basoglu A, Birdane FM, Boydak M. 2001. Liver Function in Dairy Cows with Fatty Liver. Revue. Med.  Vet.

152(4): 297-300.

Sripa B, Kaewkes S, Intapan PM, Maleewong W, Brindley PJ. 2010. Food-borne trematodiasis in Southeast Asian: epidemiology, pathology, clinical manifestation and control. Adv. Parasitol. 72: 305-350.

Stockham SL, Scott MA. 2002. Fundamentals of Veterinary Clinical Pathology.   Ed. Ke-1, Blackwell

publishing Co., Iowa state Pr. Pp: 433486.

Stojevic Z, Piršljin J, Milinković-Tur S, Zdelar-Tuk M, Ljubić BB. 2005. Activities of ast, alt and ggt in clinically healthy dairy cows during lactation and in the dry period. Vet. Arhiv. 75: 67-73.

Subronto. 2007. Ilmu Penyakit Ternak II (revisi). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, Cetakan ke-3.

Suratma NA, Dwinata IM, Oka IBM, Mubarok F, Alamsyah AN. 2016. Prevalence of Gastrointestinal Tract Worms in Bali Cattle at Bali Cattle Breeding Center, Sobangan, Badung. Proc. Intsem. LPVT. 2016: 153-155.

Suwiti, N.K, Besung INK, Mahardika GN. 2017a.   Factors influencing growth

hormone levels of Bali cattle in Bali,

Nusa Penida, and Sumbawa Islands, Indonesia. Vet. World. 10(10):  1250

1254.

Suwiti NK, Besung INK, Sriyani NLP, Sampurna P, Agustina KK. 2017b. Aplikasi Teknologi Pada Peternakan Sapi Bali Dengan Sistem Pemeliharaan Berbasis Terintegrasi Lingkungan. J. Udayana Mengabdi. 15(2): 216-222.

92