INFLUENCE OF DIFFERENT CONCENTRATION SUPLEMENTARY OF VITAMIN E IN YOLK EGG PHOSPHATE DILUENT FOR THE MOTILITY AND VIABILITY OF QUAIL SPERMATOZOA
on
Volume 11 No. 1: 58-64
Pebruari 2019
DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i01.p10
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Peringkat 3, DJPRP Kementerian Ristekdikti No. 21/E/KPT/2018, Tanggal 9 Juli 2018
Pengaruh Penambahan Berbagai Konsentrasi Vitamin E pada Pengencer Fosfat Kuning Telur terhadap Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Puyuh
(INFLUENCE OF DIFFERENT CONCENTRATION SUPLEMENTARY OF VITAMIN E IN YOLK EGG PHOSPHATE DILUENT FOR THE MOTILITY AND VIABILITY OF QUAIL SPERMATOZOA)
I Made Hermadi Putra1,2*, Wayan Bebas3, Made Kota Budiasa3
1Praktisi Dokter Hewan di Abiansemal Kabupaten Badung Bali, 2PT Japva Comfeed, Jl. Gatot Subroto Barat, Denpasar Bali. 3Laboratorium Teknologi Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman Denpasar-Bali.
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai konsentrasi vitamin E pada pengencer fosfat kuning telur terhadap motilitas dan daya hidup semen puyuh (Coturnix Coturnix japonica) selama penyimpanan suhu 4 ° C. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat kelompok dan enam kali ulangan. Kelompok I tanpa penambahan vitamin E, kelompok II penambahan vitamin E dosis 1 mg/10 ml pengencer , kelompok III penambahan vitamin E dosis 2 mg/10 ml pengencer , kelompok IV penambahan vitamin E dosis 4 mg/10 ml pengecer . Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan vitamin E bisa mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa puyuh selama penyimpanan pada suhu 4ºC. Penambahan 2 mg/10 ml pengencer vitamin E dalam pengencer fosfat kuning telur adalah dosis yang paling optimal untuk mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa puyuh.
Kata kunci: puyuh; spermatozoa; vitamin E; fosfat.
ABSTRACT
The aim of this study was to determine the effect of various concentrations of vitamin E added in to an egg yolk phosphate diluent to the motility and viability of quail cement (Coturnix Coturnix japonica) during storage at a temperature of 4 ° C. This study used completely randomized design (CRD) with four treatments and six replications. Group I (Control) without vitamin E, group II addition of vitamin E dose 1mg/10 ml diluent , group III addition of vitamin E dose 2 mg/10 ml diuent , group IV addition of vitamin E dose 4 mg/10 ml diluent. The results showed that the addition of vitamin E could maintain the motility and viability of quail spermatozoa during storage at a temperature of 4ºC. Addition of 2 mg/10 ml vitamin E in egg yolk phosphate diluent is the most optimal dose to maintain motility and viability of spermatozoa quail.
Keywords: quail; spermatozoa; vitamin E; phosphate.
PENDAHULUAN
Puyuh merupakan salah satu jenis unggas dari famili Phasianidae dan genus Coturnix. Burung puyuh telah dikenal Burung sejak 20 tahun yang lalu. Beternak burung puyuh merupakan usaha yang dapat dikerjakan sebagai usaha utama maupun usaha sampingan. Burung puyuh juga mempunyai sifat dan kemampuan untuk menghasilkan daging dan telur yang relatif
cepat, kandungan proteinnya tinggi, tetapi kadar lemaknya rendah. Selain itu rasanya juga lezat dan dapat disajikan dalam berbagai bentuk dan rasa. Telur burung puyuh sangat baik untuk diet kolesterol karena dapat mengurangi terjadinya penimbunan lemak, terutama di jantung, sedangkan kebutuhan proteinnya tetap mencukupi (Listiyowati, 2007).
Salah satu cara untuk meningkatkan produktifitas ternak adalah dengan memperkenalkan dan menerapkan teknologi reproduksi seperti inseminasi buatan (IB). Inseminasi buatan merupakan cara memasukan spermatozoa kedalam organ reproduksi betina dengan suatu alat tertentu melalui buatan manusia dan melalui proses sejak penampungan semen, penilaian, pengenceran semen, sampai penilaian hasil inseminasi buatan (Toelihere, 1993).
Bebas et al. (2016) mengemukakan bahwa keberhasilan penerapan IB sangat dipengaruhi oleh kualitas semen, sehingga perlu dilakukan pengolahan semen yang meliputi pengenceran dan penyimpanan semen. Bahan pengencer semen memiliki beberapa persyaratan yakni menyediakan zat makanan sebagai sumber energi spermatozoa, mampu mencegah kejutan dingin, mengandung zat yang dapat menghentikan atau menghambat aktivitas bakteri yang terdapat dalam semen, berperan sebagai penyangga (buffer) untuk mencegah perubahan pH serta dapat mempertahankan keseimbangan tekanan osmotik dan elektrolit. Pengenceran semen adalah upaya untuk memperbanyak volume semen, mengurangi kepadatan spermatozoa serta menjaga kelangsungan hidup spermatozoa sampai batas waktu penyimpanan tertentu pada kondisi penyimpanan di bawah atau di atas titik beku (Kusumaningrum et al., 2002). Untuk meminimalkan kerusakan sel spermatozoa akibat dari kejutan dingin (cool shock) tersebut perlu ditambahkan antioksidan ke dalam pengencer (Bebas et al., 2016).
Selama proses penyimpanan pada suhu dingin, semen akan mengalami peristiwa kejutan dingin (cool shock) dan serangan radikal bebas. Kejutan dingin (cool shock) dan radikal bebas dapat mengakibatkan penurunan terhadap kualitas semen berupa penurunan motilitas dan daya hidup spermatozoa. Metabolisme spermatozoa selama proses penyimpanan akan menghasilkan ROS (Reactive Oksigen Spesies) atau radikal bebas yang
dampaknya merusak asam lemak tak jenuh pada membran spermatozoa sehingga berpengaruh terhadap motilitas dan kehidupan spermatozoa. Kelompok radikal bebas antara lain superoxide anion (O2-) , hydroxyl radicals (OH-), dan peroxyl radicals (RO2), hydrogen peroxide (H2O2), dan (ROOH) (Rizal et al., 2010).
Bebas et al. (2016) melaporkan bahwa Penambahan vitamin E dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa babi. Vitamin E (α-tokoferol) merupakan antioksidan yang larut dalam lemak yang dapat menghentikan lipid peroksida membran plasma selama proses pendinginan (Breininger et al., 2005). Peroksida lipid berperan terhadap proses penuaan, menurunkan motilitas, merusak membran plasma serta memperpendek daya hidup spermatozoa (Maxwell dan Watson, 1996). Untuk mengurangi kerusakan sel yang disebabkan lamanya penyimpanan maka diperlukan penambahan Vitamin E. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang digunakan untuk menghambatreaksi peroksidasi lipid, yakni suatu zat yang dapat mengikat senyawa radikal bebas. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas dengan cara memindahkan hidrogen fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Breininger et al., 2005).
Berdasarkan latar belakang di atas dan pentingnya mempertahankan kualitas semen untuk meningkatkan keberhasilan inseminasi buatan maka dipandang perlu dilakukan penelitian mengenai penambahan berbagai konsentrasi vitamin E pada pengenceran fosfat kuning telur terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa puyuh yang disimpan pada suhu 4°C.
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Penelitian ini, menggunakan burung puyuh (Coturnix coturnix japonica)
sebanyak 30 ekor yang berumur delapan minggu sebagai sumber semen. Peralatan yang digunakan dalam penelitian antara lain : object glass, cover glass, pipet pasteur, tabung Eppendorf 1 cc, aluminium foil, kompor listrik, mikroskop binokular, tisu, kapas, timbangan analitik, beker glass, haemocytometer, spatula, cawan petri, kertas, spuit, gelas ukur, refrigerator, counting chamber. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : pakan puyuh produksi pabrik (Pakan Puyuh di atas 5 minggu, PT. Japfa Comfeed Indonesia), Nacl 3%, semen puyuh, kuning telur ayam, kanamycin, alkohol 70%, Vitamin E (α tokoferol) produksi Kimia Farma, aquabidestilata, phospat buffer saline (PBS), pewarna eosin negrosin, sitrat dan etanol.
Metode Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap yang terdiri dari empat kelompok. Kelompok I (T0) menggunakan bahan pengencer kuning telur fosfat tanpa penambahan Vitamin E sebagai kontrol. Kelompok II (TII) menggunakan bahan pengencer kuning telur fosfat ditambah Vitamin E 1 mg/10 ml pengencer .
Kelompok III( TIII) menggunakan bahan pengencer kuning telur fosfat ditambah Vitamin E 2 mg/10 ml pengencer .
Kelompok IV (TIV) menggunakan bahan pengencer kuning telur fosfat ditambah Vitamin E 4 mg/10 ml pengencer. Masing-masing kelompok perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 6 kali (Dutta-Roy et al., 1994)
Penampungan semen puyuh dilakukan dengan menggunakan teknik pemijatan sesuai dengan yang disampaikan oleh Burrows dan Quinn (1937). Semen yang diperoleh dievaluasi secara makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan secara makroskopis meliputi volume, warna, bau, konsistensi dan pH. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis meliputi gerakan massa, konsentrasi, motilitas, dan persentase hidup atau mati. Kualitas
Volume 11 No. 1: 58-64 Pebruari 2019 DOI: 10.24843/bulvet.2019.v11.i01.p10 ejakulat harus memenuhi syarat kelayakan yaitu motilitas >70% dan abnormalitas <15%. Semen yang telah dievaluasi dan memenuhi syarat kemudian diencerkan menggunakan pengencer fosfat kuning telur dengan perbandingan satu bagian semen dan tiga bagian pengencer. Dalam panelitian ini semen yang telah diencerkan disimpan pada refrigator dengan suhu 4°C selama 48 jam. kemudian dilakukan pengamatan terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa.
Pengamatan Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa
Pengamatan terhadap daya hidup dan motilitas dilakukan selama 48 jam. Pengamatan terhadap daya hidup spermatozoa dilakukan dengan
menggunakan pewarnaan eosin negrosin sitrat. Sampel diambil satu tetes (0,05 ml) yang diteteskan pada gelas objek kemudian ditambahkan dua tetes eosin negrosin sitrat. Selanjutnya dibuat preparat hapusan dan diangin-anginkan sampai kering. Preparat kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk menghitung jumlah spermatozoa yang masih utuh beserta membran plasma utuhnya. Penilaian dilakukan dengan sistem skor 0% sampai 100%. Persentase hidup (%) adalah persentase spermatozoa yang hidup dihitung dan dievaluasi menggunakan zat pewarna eosin negrosin sitrat. Spermatozoa yang hidup tidak berwarna, sedangkan yang mati akan berwarna merah. Hal ini karena mekanisme pompa natrium yang masih stabil, sedangkan pada spermatozoa yang sudah mati pompa natrium sudah berhenti yang menyebabkan kepala spermatozoa berwarna merah.
Pengamatan terhadap motilitas dilakukan dengan cara semen diteteskan diatas gelas objek dan ditutup, selanjutnya diperiksa dibawah mikroskop. Penilaian persentase motilitas didasarkan pada persentase spermatozoa yang bergerak progresif pada beberapa lapang pandang. Penilaian ditentukan secara subjektif dibawah mikroskop cahaya dengan
perbesaran 400 kali. Angka yang diberikan antara 0-100%.
Analisis Data
Pengumpulan data dilakukan setelah 48 jam penyimpanan. Data yang diperoleh diakumulasikan selanjutnya dianalisis menggunakan analysis of variance (ANOVA). Bila terjadi perbedaan yang bermakna pada perlakuan maka dilakukan uji lanjutan menggunakan Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil evaluasi semen puyuh secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat pada Tabel 1. Rata-rata volume semen puyuh yang diperoleh adalah 0,018 ml. Volume ini memiliki nilai yang hampir sama pada beberapa peneliti. Chelmonska et al. (2008) melaporkan bahwa satu
spesies puyuh memiliki volume ejakulat rata-rata 0,0125-0,02 ml. Lesmono (2015), juga melaporkan bahwa volume semen burung puyuh adalah ± 0,02ml. Menurut Everet dan Bean (1982), perbedaan volume dapat disebabkan oleh frekuensi ejakulasi, bangsa ternak, umur, musim, nutrisi, libido dan kondisi ternak itu sendiri. Warna, konsistensi dan konsentrasi memiliki hubungan yang erat satu sama lain. Semakin kental semen yang dihasilkan maka konsentrasi akan semakin tinggi dan warnanya akan semakin pekat (Sujoko et al., 2009). Warna semen hasil evaluasi adalah krem dengan konsistensi kental dan konsentrasi 55x107/ml. Lesmono (2015), melaporkan bahwa semen puyuh memiliki konsentrasi ± 57,2 x 107 dengan konsistensi kental, warna krem dan bau yang khas.
Tabel 1. Hasil Evaluasi Semen Secara Makrokopis dan Mikroskopis
Pemeriksaan |
Parameter Nilai |
Makroskopis |
Volume 0,56 ml/pool Rataan Volume per ekor 0,018ml Warna Krem pH 7,06 Konsistensi Kental Bau Khas |
Mikroskopis |
Gerakan Massa ++ MotilitasProgresif 86% Konsentrasi 55x107 Abnormalitas 7,4% DayaHidup 95% |
Tabel 2. Motilitas dan Daya Hidup Spermatozoa Burung Puyuh Pada Bahan Pengencer Fosfat Kuning Telur dengan Penambahan Berbagai Konsentrasi Vitamin E yang disimpan pada Suhu 4°C Selama 48 jam.
Parameter |
Perlakuan | |||
T0 |
T1 |
T2 |
T3 | |
Motilitas (%) |
32,33 ± 3,266a |
71,67 ± 3,204b |
73,50 ± 2,429b |
40,67 ± 4,131c |
DayaHidup (%) |
53,00 ± 7,403a |
84,17 ± 5,419b |
87,17 ± 3,251b |
72,00 ± 4,858c |
Ulangan |
6 |
6 |
6 |
6 |
Keterangan : huruf yang sama ke arah baris menunjukan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) dan huruf yang berbeda ke arah baris menunjukan perbedaan yang nyata (P<0,05)
Derajat keasaman plasma semen sangat menentukan status kehidupan spermatozoa di dalam semen. Semakin tinggi atau semakin rendah pH semen akan menyebabkan spermatozoa lebih cepat mengalami kematian (Sujoko et al., 2009).
Hasil pengukuran pH puyuh pada penelitian ini adalah 7,06. Menurut Toelihere (1993), semen unggas memiliki pH antara 7,0-7,6.. Tabel 1 menunjukkan semen puyuh memiliki gerakan massa ++, motilitas progresif 86%, abnormalitas 7,4%
dan daya hidupnya 95%. Menurut Evans dan Maxwell (1987), semen yang baik dan layak digunakan dalam percobaan harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu : gerakan massa ++ atau +++, motilitas lebih dari 70% dan spermatozoa normal lebih besar dari 85%.
Hasil pengujian statistik menunjukkan bahwa penambahan vitamin E memberikan perbedaan yang nyata (P<0,05) terhadap motilitas dan daya hidup spermatozoa puyuh pada pengencer fosfat kuning telur. Uji lanjutan menggunakan uji Duncan ternyata motilitas spermatozoa pada perlakuan T2 memberikan hasil yang paling optimal namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan motilitas spermatozoa pada perlakuan T1. Pelakuan T2 nyata memiliki motilitas progresif lebih tinggi (P<0,05) jika dibandingkan perlakuan T0 dan T3. Motilitas spermatozoa pada perlakuan T3 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan motilitas spermatozoa pada perlakuan T0 yang disimpan pada suhu 4°C selama 48 jam.
Motilitas spermatozoa pada perlakuan T0, T1, T2 dan T3 masing-masing (32,33± 3,266, 71,67± 3,204, 73,50± 2,429 dan 40,67± 4,131)%. Daya hidup pada perlakuan T0, T1, T2 dan T3 masing-masing adalah (53,00± 7,403, 84,17± 5,419, 87,17± 3,251, 72,00± 4,858)%. Motilitas dan daya hidup spermatozoa pada perlakuan T2 memberikan hasil yang paling optimal namun tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan T1. Perlakuan T2 nyata mempunyai motilitas dan daya hidup yang lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan T0 dan T3. Motilitas dan daya hidup spermatozoa pada perlakuan T3 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan daya hidup spermatozoa pada perlakuan T0.
Bebas et al. (2016) melaporkan bahwa penambahan vitamin E dan lama penyimpanan berpengaruh terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa babi. Dosis vitamin E 400 μg/ml pada pengencer BTS merupakan dosis terbaik dalam
mempertahankan daya hidup dan motilitasnya spermatozoa babi. Sedangkan pada penelitian Bebas et al. (2015) dan Trilaksana et al. (2015) mengemukakan bahwa Penambahan vitamin C dan lama waktu penyimpanan berpengaruh terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa babi selama penyimpanan. Semakin banyak vitamin E yang ditambahkan dalam pengencer maka motilitas spermatozoa semakin baik karena proses peroksidsi lipid yang terjadi dihambat dengan adanya vitamin E dengan cara mentransfer atom hidrogennya ke radikal peroksil (Bebas et al., 2016).
Dalam proses IB diperlukan pengolahan semen agar dapat disimpan dan digunakan dalam waktu yang cukup lama. Selama proses pengenceran dan penyimpanan, masalah yang sering terjadi adalah kerusakan pada membran plasma semen akibat terbentuknya peroksida lipid. Keadaan ini terjadi karena membran semen banyak mengandung asam lemak tak jenuh yang sangat rentan terhadap kerusakan peroksidasi (Maxwell dan Watson, 1996). Pemberian antioksidan yang tepat dapat memberikan hasil yang maksimal untuk mencegah peroksidasi lipid pada membran plasma spermatozoa (Maxwell dan Watson, 1996). Menurut Beconi et al. (1993) vitamin E terbukti dapat melindungi membran plasma semen sapi selama pembekuan sampai pencairan kembali. Penambahan berbagai konsentrasi vitamin E secara nyata (P<0,05) dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa puyuh dibandingkan dengan kontrol.
Penambahan vitamin E 2 mg/10 ml pengencer fosfat kuning telur menunjukan rata-rata motilitas dan daya hidup spermatozoa yang paling tinggi diantara berbagai perlakuan namun penambahan vitamin E 2 mg/10 ml pengencer tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan penambahan vitamin E 1mg/10 ml pengencer . Rata-rata motilitas dan daya hidup spermatozoa pada penambahan
vitamin E 1 mg/10 ml pengencer nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan penambahan vitamin E 4 mg/10 ml pengecer dan Kontrol. Hal itu disebabkan karena pada konsentrasi 2 mg/10 ml pengencer dan 1 mg/10 ml pengencer vitamin E sudah dapat bekerja secara optimal sehingga mampu berperan sebagai antioksidan yang berfungsi untuk melindungi spermatozoa dari pengaruh radikal bebas. Menurut Hartono (2008), penambahan vitamin E pada konsentrasi 500 μg/ml memberikan hasil yang terbaik dalam mempertahankan daya hidup dan motilitas spermatozoa kambing boer. Menurut Long dan Kramer (2003) konsentrasi 40 μg/ml vitamin E dapat meningkatkan kualitas spermatozoa kalkun secara signifikan (P<0,05).
Peroksida lipid berperan terhadap proses penuaan, menurunkan motilitas, merusak membran plasma serta memperpendek daya hidup spermatozoa (Maxwell dan Watson, 1996). Untuk mengurangi kerusakan sel yang disebabkan lamanya penyimpanan maka diperlukan penambahan Vitamin E. Vitamin E merupakan salah satu antioksidan yang digunakan untuk menghambat reaksi peroksidasi lipid, yakni suatu zat yang dapat mengikat senyawa radikal bebas. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas dengan cara memindahkan hidrogen fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Wijaya, 1996). Menurut Beconi et al. (1993) secara in vitro vitamin E mampu melindungi membran sel melawan peroksidasi lipid dengn cara menangkap radikal bebas. Namun penambahan vitamin E yang berlebih menyebabkan konsentrasi pengencer semakin pekat dan medium pengencer menjadi hipertonik, sehingga terjadi kerusakan membran plasma dan metabolisme spermatozoa terhambat. Kondisi ini menyebabkan produksi energi untuk pergerakan berkurang, akhirnya
motilitas sperma menurun (Long dan Kramer, 2003).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Vitamin E pada pengencer fosfat kuning telur dapat mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa burung puyuh selama penyimpanan pada suhu 4ºC. Konsentrasi optimal vitamin E yang ditambahkan dalam pengencer fosfat kuning telur adalah 2 mg/100 ml
pengencer.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lama penyimpanan semen dengan penambahan Vitamin E pada pengencer fosfat kuning telur pada suhu 4°C.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penelitian serta Laboratorium Teknologi Reproduksi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memfasilitasi seluruh penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Bebas W, Budiasa MK, Astutik IY. 2015.
Penambahan vitamin C pada pengencer spermatozoa babi landrace yang disimpan pada suhu 150C. Bul. Vet. Udayana, 7(2):179-185.
Bebas W, Buyona LB, dan Budiasa MK.
2016. Penambahan vitamin E pada pengencer BTS® terhadap daya hidup dan motilitas spermatozoa babi landrace pada penyimpanan 15°C. Bul. Vet. Udayana, 8(1): 1-7.
Beconi MT, Francia CR, Mora NG, Affranchino MA. 1993. Effect of natural antioxidants on frozen bovine semen preservation. Theriogenology, 40(4):841-851.
Breininger E, Beorlegui NB, OFlaherty CM. 2004. Alpha-tocopherol improves biochemical and dynamic parameters in
cryopreserved boar semen.
Theriogenology, 63(8): 2126-2135.
Burrows WH dan Quinn JP. 1937. The collection of spermatozoa from the domestic fowl and turkey. Poult. Sci., 16(1): 19-24.
Chelmonska B, Jerysz A, Lukaszewich E, Malecki I. 2008. Semen collection from japanese quail (Coturnix coturnix japonica) using a teaser female. J. Vet. Anim. Sci., 32(1): 19-24.
Dutta-Roy AK, Gordon MJ, Campbell
FM, Duthie GG, James WPT. 1994. Vitamin E requirements, transport, and metabolism: Role of α-tocopherol-binding proteins. Elsevier, 5(12): 562570.
Everet RW dan Bean B. 1982.
Environmental influence on semen
output. J. Dairy Sci. 65(7): 1303-1310.
Hartono M. 2008. Optimalisasi penambahan vitamin E dalam pengencer sitrat kuning telur untuk mempertahankan kualitas semen kambing boer. J Indonesian Trop. Anim. Agric., 33(1): 1-9.
Kusumaningrum DA, Situmorang P, Setioko AR, Sugiarti T,
Triwulanningsih E dan Siantu RG. 2002. Pengaruh jenis dan aras krioprotektan terhadap daya hidup spermatozoa entog. J. Ilmu Ternak dan Vet., 7(4): 244-250.
Lesmono DYAL. 2015. Karakteristik
Semen Burung Puyuh. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Udayana.
Listiyowati EK Roospitasari. 2007. Puyuh Tata Laksana Budi Daya Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Long JA, Kramer M. 2003. Effect of Vitamin E on Lipid Peroxodation and Fertility After Artifical Insemination with Liquid-Stored Turkey Semen. J. Poult. Sci., 82(11): 1802-1807.
Maxwell WMC and Watson PF. 1996. Recent progressn the preservation of ram semen. Anim. Reprod. Sci., 42(14): 55-65.
Rizal M, Herdis, Surachman M, Mesang-Nalley WM. 2008. Pengaruh plasma semen domba periangan terhadap daya hidup spermatozoa kambing peranakan Ettawah yang di simpan pada suhu 3-5ºC. J. Ilmu Ternak dan Vet., 13(1): 2329.
Sujoko H, Setiadi MA, Boediono. 2009. seleksi spermatozoa domba garut dengan metode sentrifugasi gradien densitas percoll. J. Vet., 10(3): 125-132.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. CV Angkasa. Bandung.
Trilaksana IGNB, Ndun RN, Bebas W. 2015. Penambahan vitamin C pada pengencer fosfat kuning telur semen kalkun yang disimpan pada suhu 5°C. Bul. Vet. Udayana, 7(2): 186-103.
64
Discussion and feedback