Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Vol. 4 No.1. :1-8

Pebruari 2012

KARAKTERISASI MOLEKULER DAN UJI PATOGENESITAS

STREPTOCOCCUS PATOGEN ISOLAT ASAL BALI

(MOLECULAR CHARACTERIZATION AND PHATOGENECITY TEST OF STREPTOCOCCUS PATHOGEN OF BALI ISOLATES)

I Gusti Ketut Suarjana1, Widya Asmara2

  • 1Laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana

2

  • 2Lab Mikrobiologi, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada,

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi muramidase released protein (MRP) dan exctracelluler factor (EF) sebagai faktor virulensi pada Streptococcus beta hemolitik isolat Bali dan uji patogenesitasnya pada mencit. Protein MRP diisolasi dari dinding sel bakteri dengan muramidase (lysozyme) dan EF diisolasi dari supernatan biakan bakteri dan dipresipitasi dengan amonium sulfat 70% selanjutnya dilakukan dialisa. Kedua jenis protein tersebut diidentifikasi dengan menggunakan sodium-dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis (SDS-PAGE). Jumlah isolat Streptococcus beta hemolitik yang deteliti adalah delapan isolat yang terdiri dari tiga isolat diisolasi dari babi dan dua isolat dari monyet. Uji patogenesitas menggunakan 20 ekor mencit yang dibagi menjadi empat kelompok. Kelompok I diinokulasi dengan 0,1 ml medium todd-hewitt broth (THB) steril (sebagai kontrol negatif), kelompok II diinokulasi dengan 0,1 ml Streptococcus patogen strain D282 (kontrol positif), kelompok III dengan 0,1 ml isolat dari babi dan kelompok IV diinokulasi 0,1 ml isolat dari monyet. Hasil penelitian menunjukan, masing-masing isolat mempunyai delapan pita protein MRP dengan berat molekul bervariasi dan satu pita protein EF dengan berat molekul 110 kDa. Delapan protein MRP yaitu 125 kDa, 76 kDa, 60 kDa, 57 kDa, 48 kDa, 45 kDa, 30 kDa dan 28 kDa. Masing-masing isolat memiliki dua pita protein major MRP 45 kDa dan 76 kDa. Uji patogenesitas pada mencit menunjukan bahwa tingkat morbiditas dan mortalitas berturut-turut 100% dan 60%. Gejala klinis terjadi 30 jam setelah mencit diinokulasi dengan inokulum bakteri dan kematian terjadi pada 48 jam setelah inokulasi. Meningitis pada mencit dijumpai pada semua mencit.

Kata kunci : Muramidase Released Protein, Exctracelluler Factor, Streptococcus

ABSTRACT

The main of this study were characterized of muramidase released protein (MRP) and exctracellular factor (EF) as virulence factor of Streptococcus beta hemolityc of Bali islotes and its patogenecity on mice.The MRP was isolated from the cell walls bacteria with muramidase (lysozyme) and EF was obtained from supernatant of bacteria precipated with 70% ammonium sulphate and then dialysed. These protein were identified by using sodium-dodecyl sulphate polyacrylamide gel electrophoresis ( SDS-PAGE). Isolates that was observed are five consist of three isolates from pigs and two isolates from monkeys. Pathogenecity test using 20 mices divided into four group. Group I inoculated with 0,1 ml todd-hewitt broth steril as negative control, group II inoculated with 0,1 ml inoculum of bacteria of Streptococcus suis type 2 (strain D282) as positive control, group III inoculated with 0,1 ml Streptococcus beta haemolytic isolated from monkey and group IV inoculated

with 0,1 ml Streptococcus beta haemolytic isolated from pig. The result of this study showed that all isolates were consist of eight protein bands of MRP and one EF of 110 kDa molecular weight. Eight protein MRP were 125 kDa, 76 kDa, 60 kDa, 57 kDa, 48 kDa, 45 kDa, 30 kDa, and 28 kDa respectively. Each isolates had two major protein bands of MRP (76 kDa and 45 kDa).The patogenecity test in mice showed that the morbidity and mortality rates were 100% and 60% respectively. The prevalence of meningitis in mice are 100%. Clinical sign were observed 30 hour post inoculated (pi) whereas mice found death starty 48 pi.

Keywords : Muramidase Released Protein (MRP), Exctracelluler Factor (EF), Streptococcus

PENDAHULUAN

Wabah streptokokosis pada babi dan kera telah dilaporkan terjadi di Bali pada bulan Mei hingga Juli 1994. Penyakit ini menyerang babi segala umur, jenis kelamin dan ras. Tingkat morbiditas dan mortalitas pada babi berkisar 51% dan 38% sedangkan case fatality rate mencapai 75%. Disamping itu penyakit ini juga menyerang monyet yang ada dibeberapa Hutan Wisata Alam (HWA) di Bali. Angka mortalitas streptococcosis pada kera di HWA Sangeh, Padang tegal dan Alas Kedaton berturut-turut 15%, 9% dan 5,6% dan jumlah populasi kera yang diperkirakan berturut-turut : 500 ekor, 200 ekor dan 500 ekor. Berdasarkan informasi dari dokter hewan praktek sampai sekarang penyakit ini masih sering dijumpai pada babi. Agen penyebab penyakit adalah Streptokokus beta hemolitik diidentifikasi sebagai Streptococcus equi subspecies zooepidemicus dan dikenal sebagai Streptococcal meningitis (Dharma, et al.,1994).

Gejala klinis yang khas dijumpai pada babi seperti inkoordinasi gerak disertai pembengkakan persendian, diare (kadang-kadang) bercampur darah, gemetar disertai dengan gerakan menggeleng-gelengkan kepala. Babi muda sering mati mendadak tanpa menunjukkan gejala klinis yang jelas. Perubahan patologik yang menonjol dijumpai pada babi

maupun monyet adalah meningitis dengan prevalensi 80%. Streptococal meningitis ini diduga berpotensi zoonotik seperti infeksi yang disebabkan oleh Streptococcus suis type 2 yang menimbulkan meningitis pada manusia. Salasia et al.(2002) menemukan ada 2 isolat Streptococcus equi subspecies zooepidemicus yang diisolasi dari tonsil manusia sebagai pekerja di HWA Alas Kedaton, Bali dan diduga pekerja tersebut terinfeksi dari penderita (monyet dan babi). Dugaan ini cukup meresahkan masyarakat di Bali oleh karena hampir setiap rumah tangga memelihara babi dan juga berdampak buruk pada industri pariwisata.

Telah diketahui bahwa strain Streptococcus patogenik memiliki beberapa faktor virulensi seperti antigen karbohidrat dan protein spesifik, produksi toksin maupun enzim (Vecht, et al.,1989). Streptococcus grup B sebagai penyebab septikemia dan meningitis bayi yang baru lahir memiliki antigen protein bersama-sama dengan kapsul pembungkus protein diketahui bertanggungjawab terhadap sifat adhesif pada matrik gel DEAEA-Sephacel (Pasaribu et al., 2003). Antigen protein yang berperanan sebagai faktor virulensi pada Streptococcus grup A (Streptococcus pyogenes) dikenal sebagai protein M. Antigen protein M ini juga terdapat pada Streptococcus zooepidemicus yang tergolong grup C Lancefield (Brooks, et al., 1991; Wilson,

et al., 1993). Menurut Vecht, et al.(1991) Streptococcus suis type 2 memiliki dua penanda antigen protein spesifik yang dikenal dengan Muramidase released protein (MRP) dan Extracellular factor (EF). Selanjutnya Vecht, et al. (1992) menemukan bahwa strain Streptococcus suis type 2 yang memiliki MRP dengan berat molekul 136 kDa (MRP+ ) dan EF dengan berat molekul 110 kDa ( EF+ ) lebih virulen daripada strain MRP+ EF-dan / atau MRP- EF-. Strain yang memiliki MRP+ EF+ selain menimbulkan peradangan pada beberapa organ juga menyebabkan meningitis pada babi, sedangakan strain MRP+ EF- dan MRP-EF- tidak menimbulkan meningitis.

Penelitian tentang antigen protein spesifik MRP dan EF pada streptokokus beta hemolitik isolat asal Bali belum banyak dikaji dan baru dilaporkan oleh Suarjana (2006). Studi ini mengkaji keberadaan protein spesifik MRP maupun EF pada streptokokus beta hemolitik isolat asal Bali terkait dengan perubahan-perubahan patologik pada penderita (mencit).

METODE PENELITIAN

Penyiapan Sampel

Metode preparasi protein MRP maupun EF mengacu pada Veht, et al.(1989) yang disitasi oleh Salasia (1994) dengan sedikit dimodifikasi, sedangkan uji patoigenesitas mengacu cara Vecht, et al.(1989). Sampel berupa Streptokokus beta hemolitik isolat asal Bali diperoleh dari Balai Besar Veteriner (BPV) Bali terdiri dari tiga isolat yang diisolasi dari babi dan dua isolat dari monyet. Sebagai isolat kontrol dipergunakan Streptococcus suis type 2 (strain D282) yang memiliki fenotipe MRP+EF+ yang diperoleh dari teman sejawat Salasia.

Preparasi antigen protein MRP

Isolat yang telah murni dipupuk pada THB kemudian diinkubasi pada shaker incubator 370C sampai pertumbuhannya mencapai fase logaritmik, selanjutnya disentrifus 5500 rpm selama 30 menit pada suhu 40 C selanjutnya supernatan disimpan pada -200 C. Pelet dicuci 3 kali dengan 30 mM Tris pH 8 lalu disentrifus. Pelet yang diperoleh diresuspensi dengan 30 mM Tris, 3 mM Magnesium klorida, sukrose 25% dan 0,5 ml lisozim dengan dosis 3 mg/ml selanjutnya diinkubasikan dalam shaker waterbath 370 C selama 1 jam, kemudian disentrifus dengan eppendorf ultracentrifuge 13000 rpm selama 10 menit pada suhu 40C. Supernatan yang diperoleh disimpan pada suhu -200C sebagai antigen MRP.

Preparasi antigen protein EF

Preparasi protein EF yang terdapat dalam supernatan biakan diendapkan dengan ammonium sulfat 70% dosis 43,6 gr/100ml diaduk sampai homogen lalu diinkubasikan 40 C selama 24 jam. Protein EF dipisahkan dari ammonium sulfat melalui proses dialisis dengan PBS (pH 7) selama 48 jam pada suhu 40C. Lisat yang diperoleh disimpan pada suhu-200 C sebagai antigen EF.

Isolasi Antigen MRP dan EF dengan SDS-PAGE

Pemisahan atau isolasi antigen MRP dan EF dilakukan dengan SDS-PAGE. Sampel antigen MRP dan EF masing-masing isolat maupun protein stándar (marker) dimasukkan ke dalam sumuran stacking gel lalu apparatus dihubungkan dengan power supply 100 volt selama 1,5 jam. Setelah warna biru penanda mencapai dasar gel, lalu gel diambil dan diwarnai dengan coomassie brilliant blue 0,1% digoyang selama semalam. Gel dicuci dengan akuabides selanjutnya direndam dengan larutan peluntur sampai

gel terlihat transparan dan pita-pita protein terlihat berwarna biru. Setelah itu gel disimpan dalam larutan asam asetat 5%.

Uji Patogenesitas

Uji patogenesitas mengacu pada metode Vecht, et al. (1989) dengan jumlah bakteri dalam inokulum diperkirakan (2,11 ± 0,09) x 106 CFU/ml. Hewan percobaan yang dipergunakan untuk uji patogenesitas adalah mencit strain Wistar umur 34 hari sebanyak 20 ekor dibagi dalam 4 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Terlebih dahulu mencit diadaptasikan selama 7 hari dan diberi pakan 521 secukupnya dan minum ad libitum. Kelompok I diinokulasi dengan 0,1 ml médium THB steril, kelompok II diinokulasi dengan 0,1 ml inokulum Strain D282, Kelompok III diberi 0,1 ml inokulum isolat kera dan kelompok IV masing-masing diberi 0,1 ml inokulum isolat babi. Masing-masing inokulum diberikan dengan 2 cara yaitu secara intraperitonial dan sisanya secara oral. Selanjutnya masing-masing kelompok diamati dan dicatat angka morbiditas, mortalitas dan dilakukan pemeriksaan histopatologik otak mencit tersebut.

Analisis Data

Data disajikan secara deskriptif. Berat molekul antigen protein MRP dan EF dianalisis dengan persamaan regresi log berat molekul terhadap relative mobility (Rf)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein MRP

Fraksi protein MRP sebagai hasil SDS-PAGE terhadap lima isolat Streptococcus beta hemolitik yang diidentifikasi sebagai

Streptococcus zooepidemicus subspecies equi dapat dilihat pada gambar 1 berikut

Gambar 1. Fraksi protein MRP Streptococcus beta hemolitik isolat Bali hasil SDS-PAGE St = Protein standar, 1, 3 dan 5 = isolat dari babi; 2 dan 4 = isolat dari monyet.

Fraksi protein MRP isolat kontrol Streptococcus suis type 2 (strain D282). Hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada gambar 2 berikut

Gambar 2. Fraksi protein MRP isolat kontrol strain D282.St = protein standar; KM = Strain D282; m = MRP+ (136 kDa)

Fraksi perotein MRP isolat Streptococcus beta hemolitik yang diisolasi dari penderita babi maupun kera adalah sama. Masing-masing isolat memiliki 8 pita protein yang terdiri dari dua pita protein mayor dengan berat molekul 76 kDa dan 45 kDa dan enam pita protein MRP lainnya dengan kisaran berat molekul 125

kDa, 60 kDa, 57 kDa, 48 kDa, 30 kDa dan 28 kDa. Kelima isolat Streptococcus beta hemolitik yang diisolasi dari babi maupun kera tidak memiliki penanda protein MRP+ (136 kDa) seperti yang terdapat pada Streptococcus suis type 2 (strain D282). Vecht, et al. (1989) melaporkan bahwa Streptococcus suis type 2 memiliki penanda protein MRP+ diisolasi dari kasus meningitis pada babi maupun kera dan diduga sebagai faktor virulensi bakteri. Menurut Brooks, et al. (1991) antigen protein bakteri diduga mempunyai peranan berkaitan dengan kemampuan bakteri melekat pada sel epitel dan bersifat resisten terhadap fagositosis. Streptococcus beta hemolitik isolat Bali memiliki protein MRP dengan berat molekul cukup tinggi (125 kDa) mungkin dapat digunakan sebagai penanda patogenik. Meskipun demikian patogenesis Streptokokus isolat asal Bali yang berkaitan dengan protein MRP belum diketahui dengan jelas.

Protein EF

Fraksi protein EF Streptococcus beta hemolitik isolat Bali hasil SDS-PAGE dapat dilihat pada gambar 3 berikut

Gambar 3. Fraksi protein EF Streptococcus isolat Bali hasil SDS-PAGE. St = Protein Standar; KEF = Strain D282; e = EF+(110 kDa), 1,3 dan 5 = isolat babi, 2 dan 4 = isolat dari monyet.

Gambar 3 menunjukkan Streptococcus beta hemolitik isolat Bali mempunyai satu pita protein EF mayor dengan berat molekul 110 kDa, sedangkan fraksi protein EF lainnya tidak ditemukan. Menurut Veht, et al. (1991) penanda protein EF+ (110 kDa) bersifat patogenik dan bersama-sama penanda protein MRP+ (136 kDa) diduga berperanan penting dalam patogenesitas penyakit.

Uji Patogenesitas

Pada uji patogenesitas dijumpai bahwa mencit dalam waktu 30 jam setelah diinokulasi bergerak, gemetar, tidak mau makan dan minum. Jumlah mencit yang sakit dapat dilihat pada tabel .berikut

Tabel 1. Jumlah Tikus Yang Sakit Dan Mati Setelah Inokulasi

Pengamatan

Kelompok Perlakuan

I

II

III

IV

Sakit (30 jam setelah inokulasi)

*0/5

4/5

5/5

5/5

Mati (48 jam setelah inokulasi)

**0/5

4/5

3/5

3/5


Keterangan :


* =

**

I =

II=

III

IV


Mencit yang sakit/mencit yang dipakai dalam percobaan

= Mencit yang mati/mencit yang dipakai dalam percobaan

Inokulasi dengan 0,1 ml medium THB steril

Inokulasi dengan 0,1 ml strain D282

= Inokulasi dengan 0,1 ml isolat dari babi

= Inokulasi dengan 0,1 ml isolat dari monyet


Hasil Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa isolat strain D282, isolat dari babi maupun dari monyet sangat poten menimbulkan sakit dan kematian pada mencit percobaan.Dalam tabel tersebut terlihat bahwa tingkat morbiditas Isolat strain D282, isolat dari babi dan monyet berturut-turut 80%, 100% dan 100%, sedangkan tingkat mortalitas berturut-turut 80%, 60% dan 60%. Pada penelitian ini semua mencit yang sakit mati pada hari ketiga setelah inokulasi dengan Streptokokus patogenik. Hasil pemeriksaan histopatologik pada

penderita (mencit) dapat dilihat pada Gambar 4 berikut

Gambar 4. Otak Mencit yang diinokulasi dengan Isolat Streptokokus beta hemolitik asal monyet Pada gambar terlihat adanya kongesti disertai infiltrasi neutrofil pada meninges (a). Pengecatan H&E, pembesaran 400x

Hasil pemeriksaan histopatologik dijumpai bahwa semua mencit yang mati (100%) menunjukkan adanya meningitis akut yang ditandai dengan kongesti disertai infiltrasi neutrofil pada kapiler meninges.Pada penelitian ini selain meningitis juga dijumpai adanya peradangan pada organ lain seperti usus, hati, paru-paru dan limpa. Menurut Vecht, et el. (1989) pada umumnya kasus streptokokosis menimbulkan septikemia yang disertai adanya perubahan patologik pada berbagai organ. Selanjutnya Chanter, et al. (1993) mengatakan bahwa

infeksi oleh Streptococcus suis type 2 dapat menyebabkan meningitis pada penderita oleh karena bakteri bersifat intraseluler dalam monosit atau makrofag kemudian mengikuti aliran darah sampai ke cairan cerebrospinalis melewati pleksus koroideus. Bakteri streptokokus memiliki hemaglutinin dan sebagai adhesin untuk perlekatan bakteri pada sel hospes. Selanjutnya monosit diperkirakan memproduksi sitokin yang dapat merangsang terjadinya reaksi peradangan. Menurut Salasia, et al.(2002) sifat hidrofobisitas pada Streptococcus zooepidemicus mempunyai hubungan dengan kemampuan hemaglutinasi. Bakteri yang mempunyai protein dengan sifat hidrofobik mampu melekat pada sel epitel dan mudah difagosit oleh sel polimorfonuklear leukosit. Selanjutnya Galina, et al.   (1994) mengatakan

kematian penderita pada umumnya disebabkan oleh adanya lesi pada sistem syaraf pusat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Streptokokus beta hemolitik isolat asal Bali mempunyai 8 fraksi protein MRP yang terdiri dari dua Fraksi protein mayor 76 kDa dan 45 kDa serta 6 fraksi protein MRP lainnya yaitu 125 kDa, 60 kDa, 57 kDa, 48 kDa, 30 kDa dan 28 kDa tidak memiliki penanda protein MRP+ (136 kDa), tetapi memiliki fraksi EF+ (110 kDa) seperti yang dijumpai pada Streptococcus suis type 2. Streptokokus beta hemolitik isolat asal Bali bersifat patogenik pada mencit dengan tingkat kematian 60% dan prevalensi meningitis 100%.

Saran

Diperlukan penelitian lanjutan terutama penelitian yang mengkaji tentang peranan antigen protein MRP maupun EF pada Streptokokus beta hemolitik isolat asal Bali sebagai salah satu faktor virulensi bakteri dan patogenesisnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Balai Besar Veteriner Bali yang telah berkenan memberikan bantuan isolat.

DAFTAR PUSTAKA

Brooks GF, Butel JS, Ornston LN, Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA.1991.

Medical Microbiology.     19th

ed.Appleton Lange, California, Pp 200-204.

Chanter N, Jones RW, Alexande TJL. 1993. Meningitis in Pigs Caused by Streptococcus suis. A Speculative Review. Veterinary Microbiology 36, 39-41

Dharma DMN, Dartini NL, Soeharsono, Supartika E, dan Dibia N. 1994. Wabah Streptococcal Meningitis Pada Babi dan Kera di Bali.

Bulletin Sain Veteriner X(26) 110121

Galina L, Pioan C, Sitjar M, Christianson WT, Roscow K, Collins JE.

1994.Interaction          Between

Streptococcus suis serotype 2 and Porcine Reproductive and Respiratory Syndrome Virus in Specific Phatogen Free Piglets. The Veterinary Record, 15. 60-61

Pasaribu F, Wibawan IWT, Lammler C, 2003. Hubungan Antara Keberadaan Kapsul Dengan Sifat Adhesifitas Streptokokus Grup B

Pada DEAE-Sephacel. Jurnal Veteriner Vol 4 (1) 1-8

Salasia SIO. 1994. Untersuchungen zu Mutmasslichen Pathogenitats Faktoren vonStreptococcus suis. Diss. Vet. Med. Justus-Leibig-Universitat. 28-32

Salasia SIO, Haryanto BD, Suarjana IGK, Purwanto A, Haryadi M, 2002. Potensi Zoonotik Streptococcus equi subsp.zooepidemicus : Karakterisasi Isolat Asal Manusia, Kera dan Babi di Bali. Jurnal Sain Veteriner XX(1) 48-52

Suarjana IGK, 2006. Karakterisasi Molekuler Stretococcus Isolat Bali. Jurnal Veteriner Vol 7 (2) 62-65

Timoney JF, Gillespie JH, Scott FW, Balough JE. 1988. Hagan and Bruners Microbiology and Infectious Diseases of Domestic Animals 8th ed. Ithaca Comstock Publishing Associates, Cornell University Press. Pp 181-194.

Vecht U, Arends JP, van der Molen EJ, van Leegoed LAMG. 1989. Differences in Virulence Between Two Strain of Streptococcus suis Type II After Experimentally Induced Infection of Newborn Germ-Free Pigs. Am. J.Vet. Res. 50 (7) 1037-1039

Veht U, Wisslink HJ, Jellema ML, Smith HE. 1991. Identification of Two Proteins Associated With Virulence of Streptococcus suis Type 2 Infection and  Immunity. 59 (9) ,

3156-3162

Vecht U, Wisslink HJ, van Dijk JL, Smith HE. 1992. Virulence of Streptococcus suis type 2 Strains in Newborn Germfree Pigs Depends on Phenotype Infection and Immunity, 60 (2), 550-556

Wilson GS, Miles AA, Parker T. 1983. Topley and Wilson Principles of Bacteriology, Virology and Immunity. Edward Arnold, London

8