Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Vol. 3 No.1. :1-8

Pebruari 2011

KARAKTERISASI FISIKOKIMIA BAKTERIOSIN YANG DIEKSTRAK

DARI YOGHURT

(PHYSICOCHEMICAL CHARACTERIZATION OF BACTERIOCIN EXTRACTED FROM YOGURT)

I Nyoman Suarsana

Laboratorium Biokimia, Fakultas Kedokteran Hewan,

Universitas Udayana, Denpasar, Bali.

E-mail:[email protected]

ABSTRAK

Beberapa tahun terakhir, kelompok antimikroba peptida, terutama yang dihasilkan dari bakteri asam laktat dalam yoghurt telah banyak dimanfaatkan dalam bidang kesehatan sebagai antibakterial dan biopreservasi pangan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakterisasi fisikokimia dan sifat-sifat antimikrobial bakteriosin yang diekstrak dari yoghurt. Bakteri penguji yang digunakan bakteri Saphylococcus aureus (Gram positif) dan Eschericia coli (Gram negatif). Guna mengetahui karakterisasi fisikokimia dilakukan uji meliputi pengaruh pH, lama pemanasan, penentuan pH optimum, dan pengaruh enzim proteolitik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bakteriosin yang diekstrak dari yoghurt mampu menghambat pertumbuhan bakteri S.aureus, dan E. coli. Selain itu, mempunyai sifat-sifat fisikokimia, yaitu aktif optimum pada pH 5, stabil terhadap pemanasan sampai 121oC selama 15 menit, dan sensitif terhadap enzim proteolitik.

Kata kunci: bakteriosin, sifat fisikokimia, enzim proteolitik, yoghurt.

ABSTRACT

In recent years, groups of antimicrobial peptides, mainly produced from lactic acid bacteria in yoghurt has been used extensively in the health field as an antibacterial and food biopreservative. This aims of this study to determine the physicochemical characterization and antimicrobial properties of bacteriocin which extracted from the yoghurt. We used Saphylococcus aureus and Eschericia coli bacteria for this trial. We examined physicochemical characters of the bacteriocin such as pH, thermal stability, and proteolytic effect. Also, we conducted the antimicrobial activties to S. aureus and E. coli. The results showed that the bacteriocin which extracted from the yoghurt could inhibit the growth of bacteria S.aureus, and E. coli. In order to, bacteriocin have physicochemical properties, such as optimum active at pH 5, is stable against heating up to 121°C for 15 minutes, and sensitive to proteolytic enzymes

Key word: bacteriocin, characterization of physicochemical, proteolytic enzyme, yoghurt.

PENDAHULUAN

Bakteriosin secara alami dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL), termasuk diantaranya bakteri yang digunakan dalam pembuatan yoghurt. Bakteriosin didefisinikan sebagai suatu senyawa protein yang memiliki bobot molekul kecil dan mempunyai aktivitas sebagai antibakterial atau bakeriostatik (Diop et al., 2007).

Produk utama dari BAL pada fermentasi glukosa atau sukrosa adalah asam laktat, tetapi banyak laporan ilmiah yang membuktikan bakteri BAL ini mampu menghasilkan metabolit asam organik, hidrogen peroksida, dan bakteriosin yang bersifat sebagai antimikroba (Leroy, 2007). Senyawa antimikroba ini mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan atau Gram negatif, termasuk bakteri patogen dan bakteri pembusuk. Subtansi antimikroba yang dihasilkan oleh BAL ini dikenal dengan nama bakteriosin (Papagianni et al., 2006; Diop et al., 2007).

Bakteriosin adalah molekul yang mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Karena sifat antimikrobial inilah, bakteriosin sering digunakan sebagai biopreservatif (Twomey et al., 2002). Telah dilaporkan bahwa bakteriosin secara luas dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram

positif dan Gram negatif. Norman et al (2005) melaporkan bakterisoin yang dihasilkan oleh Paenibacillus polymyxa mampu menghambat bakteri Campylobacter, yang merupakan bakteri penyebab penyakit foodborne. Demikian juga dengan bakteriosin Hc5 (Bovicin Hc5) yang dihasilkan Streptococcus bovis mampu menghambat bakteri Clostridium aminophilum (Mantovani dan Russell, 2002). Bakteriosin dari BAL mampu menghambat pertumbuhan Staphylococus aureus, Listeria monocytogenes, Bacillus subtilis dan Micrococcus luteu (Diop et al., 2007)

Sejumlah sifat fisikokimia secara umum telah diteliti untuk memberikan informasi tentang komposisi dan struktur bakteriosin. Beberapa sifat bakteriosin dapat ditinjau dari segi kimia (pH), fisika (kestabilan terhadap pemanasan), dan sensitivitas terhadap enzim pencernaan (Jack et al., 1996). Berbagai hasil penelitian umumnya menyatakan bahwa bakteriosin yang dihasilkan oleh BAL mempunyai sifat tahan panas terhadap pengolahan panas mulai dari kisaran 98°C selama 30 menit sampai 121°C selama 15 menit (Djaafar et al., 1995; Van den Berghe et al., 2006). Aktif pada pH rendah (dibawah pH 6), serta sensitif terhadap enzim trypsin, protease, dan chymotrypsin (Van den Berghe et al., 2006; Leroy, 2007)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakterisasi fisikokimia dan sifat-sifat antimikrobial bakteriosin yang dihasilkan dari yoghurt. Hasil penelitian diharapkan dapat memberi infomasi dasar mengenai kemampuan substansi bakteriosin yang diekstrak dari yoghurt dalam menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dan negatif serta sifat-sifat fisikokimianya.

METODE PENELITIAN

Bahan

Bahan-bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah yoghurt (komersial), enzim papain (Sigma P3125), enzim protease (Sigma P2143) dan ekstrak pankreas. Media MRS brothdan MRS agar (Difco), Todd Hewith Broth (Difco), Nutrien Agar (Difco), kertas filter (milipore corperation Belpord MA. 01730) diameter 0,22 mm. NaOH 0,1 M, HCl 0,1 M. Alat yang digunakan berupa: tabung reaksi, ose platina, bunsen, cawan petri, gelas ukur dengan berbagai volume, pipet berbagai volume, pipet otomatis 5-50 ml, sentrifius, tabung sentrifius, inkubator, gelas objek, spektrofotometer, pH meter (Benchtop pH meter Hanna Hi-8519) dan water bath (Stable TempÒ Utility Baths)

Penyiapan bakteriosin yang diekstrak dari yoghurt

Yoghurt disentrifugasi dengan kecepatan 20.000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh disaring dengan kertas filter diameter 0,22 mm. Ekstrak bakteriosin yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk penelitian penentuan aktivitas antimikroba dan sifat-sifat fisikokimia.

Pengujian sifat antimikrobial bakteriosin asal yoghurt

Untuk melihat aktifitas antimikroba digunakan metode difusi sumur (well diffusion agar methode) dengar bakteri penguji yaitu: Gram positif (Staphylococcus aureus) dan Gram negatif (Eschericia coli). Caranya adalah: biakan bakteri penguji ditanam satu ose pada 5 ml media cair THB inkubasi 370C selama 24 jam. Biakan diukur serapan optiknya dengan nilai optical density (OD) 0,1 pada ? 620 nm setara dengan jumlah bakteri 1 X 106sel/ml (Laemler et al., 1998) Biakan diambil 0,5 ml untuk dicampur dan diratakan diatas permukaan media MSA agar dengan gelas bengkok, dan dibiarkan lebih kurang 10 menit. Kemudian dibuat lubang (sumur) dengan “gell puncher” dengan diameter lebih kurang 5 mm. Sumur diisi dengan 30 ml bakterisoin asal yoghurt dan diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Sebagai kontrol menggunakan aquades steril tanpa

penambahan ekstrak yoghurt. Zona terang yang terbentuk disekeliling sumur menunjukkan adanya aktifitas bakteriosin asal yoghurt terhadap bakteri penguji. Diameter zona yang terbentuk selanjutnya diukur.

Penentuan karakterisasi fisikokimia bakterisoin asal yoghurt.

Pengaruh pH, suhu dan lama pemanasan.

Uji karakterisasi fisikokimia menggunakan metode Janes et al. (1999). Pada tahap ini, dibuat larutan bakteriosin asal yoghurt dan disesuaikan pH-nya menjadi 3-11 dengan penambahan 0,1 M HCl untuk pH asam dan 0,1 M NaOH untuk pH basa. Sebagai pembanding dibuat larutan dengan pH yang sama seperti diatas tetapi tanpa penambahan ekstrak yoghurt. Larutan bakterisoin asal yoghurt dengan berbagai pH tersebut diatas dibiarkan selama 1 jam pada suhu kamar dan selanjutnya diuji aktivitas antimikroba terhadap bakteri penguji dengan menggunakan metode difusi sumur.

Uji stabilitas terhadap suhu dan lama pemanasan, larutan bakterisoin asal yoghurt dengan aktivitas pada pH optimum diberi perlakuan :   (1).

dipanaskan 500C selama 20 menit, (2). dipanaskan 1000C selama 20 menit dalam water bath, dan (3). diautoklaf 1210C selama 15 menit. Sebagai kontrol digunakan suhu kamar (250C) selama 20 menit. Selanjutnya aktivitas

antimikrobanya diuji menggunakan metode difusi sumur dengan bakteri indikator M. varians dengan tiga kali ulangan.

Pengaruh enzim proteolitik.

Enzim yang digunakan adalah enzim proteolitik (papain, protease, dan ekstrak pankreas). Uji pengaruh enzim terhadap aktivitas antimikroba menggunakan metode yang dimodifikasi(Janes et al., 1999). Sebanyak 1 ml bakteriosin asal yoghurt yang dilarutkan dengan buffer posfat 0,1 M ditambah masing-masing dengan 1 mg/ml enzim (papain, protease) dan pH disesuaikan menjadi 7. Sebagai kontrol digunakan buffer posfat. Selanjutnya sampel diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37oC,. Khusus untuk ekstrak pankreas, 1 ml bakteriosin asal yoghurt ditambah dengan 0,2 ml ekstrak pankreas dan pH disesuaikan menjadi pH 7,5. Semua perlakuan diinkubasi selama 1 jam, kemudian aktivitas enzim diinaktifkan dengan pemanasan 60oC selama 25 menit dan diuji aktivitas antimikroba menggunakan metode difusi sumur dengan bakteri indikator M. varians dengan tiga kali ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Hasil uji aktivitas bakterisoin yang diekstrak dari yoghurt terhadap bakteri uji dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Aktivitas antimikroba

bakterisoin asal yoghurt terhadap bakteri uji.

Bakteri penguji

Diameter hambatan (mm)

Staphylococcus aureus

16

Eschericia coli

10

Hasil uji aktivitas daya antimikroba bakterisoin pada berbagai pH disajikan pada Tabel 2. Hasil uji menunjukkan bahwa pada pH 9-11 tidak terdapat aktivitas hambatan dan aktivitas optimum diperlihatkan pada pH 5.

Tabel 2. Pengaruh pH terhadap aktivitas antimikroba bakteriosin asal yoghurt

pH

Aktivitas hambatan (mm)

3

17

4

17,5

5

18

6

14

7

10

8

3

9,10, 11

0

Hasil uji antimikroba bakterisojn asal yoghurt terhadap pengaruh suhu dan lama pemanasan disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh suhu dan lama pemanasan terhadap aktivitas antimikroba bakterisoinn asal yoghurt.

Perlakuan

Diameter hambatan (mm)

25oC (20 menit,

18

kontrol)

18

50oC (20 menit)

14

100oC (20 menit)

121oC (15 menit)

9

Hasil uji pengaruh enzim proteolitik

terhadap aktivitas antimikroba

bakterisoin asal yoghurt disajikan pada

Tabel 4. Hasil uji menunjukkan aktivitas daya hambat antimikroba bakterisoin asal yoghurt menurun setelah diberi perlakuan dengan digesti enzim protein.

Tabel 4. Pengaruh enzim terhadap aktivitas antimikroba bakteriosin asal yoghurt.

Perlakuan

Diameter hambatan (mm)

Kontrol

18

Enzim protease

6

Enzim papain

7

Ekstrak pankreas

4

Pembahasan

Pada Tabel 1 terlihat bakteriosin asal yoghurt mampu menghambat bakteri S. auresus(Gram positif) dan E.coli (Gram negatif). Kemampuan ini disebabkan karena adanya bakterisoin yang dihasilkan oleh BAL dalam pembuatan yoghurt, yang memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri. Bakteri asam laktat (BAL) yang digunakan sebagai starter yoghurt dapat menghasilkan substansi antimikroba, yang kemudian diketahui sebagai bakteriosin (Bintang, 1999 ; dan Weinbrenner et al., 1997). Selain itu, penghambatan antimikroba juga disebabkan oleh metabolit sekunder yang dihasilkan oleh BAL dalam yogurt seperti asam organik, hidrogen peroksida, dan diasetil (Leroy, 2007). Dalam makanan difermentasi seperti yoghurt, bakteri asam laktat (BAL) memiliki berbagai aktivitas antimikroba. Hal ini terutama selain disebabkan oleh produksi asam organik,

tetapi juga senyawa lain, seperti peptida dan bacteriosin (Weinbrenner et al., 1997 ;Lorey dan De Vuyst, 2004)

Pada penelitian ini, bakteri Gram positif lebih efektif dihambat dibandingkan dengan bakteri Gram negatif, hal ini disebabkan karena perbedaan struktur dinding sel antara bakteri Gram positif dan Gram Negatif. Gram negatif lebih banyak mengandung peptidoglikan, yang menyebabkan baktrisoin lebih sulit untuk menembus dinding sel bakteri Gram negatif. Hal sesuai dengan pernyataan Cintas et al., (1996) dan Leroy (2007), bahwa susbtansi antimikroba yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat (BAL) lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif dibanding dengan bakteri Gram negatif.

Bakteriosin tidak hanya mampu membunuh bakteri-bakteri yang memiliki kedekatan spesies dengan bakteri penghasil bakteriosin, tetapi juga dilaporkan mempunyai aktivitas spektrum yang luas terhadap bakteri Gram positif (Garneau et al., 2002). Berbagai hasil penelitian umumnya menyatakan bahwa bakterison yang dihasilkan oleh BAL mempunyai sifat tahan panas terhadap pengolahan panas, aktif pada pH rendah dan sensitif terhadap ensim proteolitik.

PH berpengaruh terhadap aktivitas antimikrobial bakteriosin asal yoghurt. Bakterisoin asal yoghurt mempunyai aktivitas optimum pada pH 5 dengan

hambatan seluas 18 mm. Hasil penelitian Mehta et al. (1983) mendapatkan bahwa bakterisoin dihasilkan bakteri Lactobacillus acidophilus mempunyai aktivitas soptimum pada kisaran nilai pH 4-5. Aktivitas bakteriosin berkurang seiring dengan meningkatnya nilai pH mendekati pH basa, bahkan pada pH 9, 10 dan 11, bakterisoin asal yoghurt tidak mampu menghambat pertumbuhan bakteri penguji. Menurut Jack et al. (1996), semakin tinggi pH aktivitas bakteriosin akan berkurang, hal ini terlihat pada bakteriosin piscicolin aktivitasnya hilang pada pH tinggi mendekati pH 8.

Suhu berpengaruh terhadap aktivitas antimikroba, terutama pada pemanasan 100oC dan 121oC daya hambatannya berkurang bila dibandingkan dengan tanpa pemanasan. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa aktivitas substansi antimikroba masih ada meskipun diberi perlakuan pemanasan sampai pada suhu 121oC.

Menurut Djaafar et al., (1995) dan Leroy (2007), bakterison yang dihasilkan oleh BAL mempunyai sifat tahan panas terhadap pengolahan panas mulai dari kisaran 98°C selama 30 menit sampai 121°C selama 15 menit. Bakterisoin yang dihasilkan oleh Lactobacillus casei subsp. rhamnosus TGR-2 tahan pada suhu 98°C pada suhu 30 menit. Bakterisoin mesenterococin yang dihasilkan

oleh Leuconostoc mensenteroides tahan pada suhu 100°C, selama 15 menit. Bakterisoin Lactacin F yang dihasilkan oleh L. acidophilus tahanpada suhu 121°C selama 15 menit.

Bakterisoin asal yoghurt yang telah diberi perlakuan dengan enzim protein papain, dan protease aktivitas antimikrobanya menurun. Hal ini menunjukkan bahwa substansi antimikroba ekstrak yoghurt merupakan suatu protein, yang mana substansi protein ini oleh aktivitas enzim proteolitik dapat dicerna sehingga aktivitas antimikrobanya berkurang. Manurut (Diop et al., 2007) bakteriosin merupakan suatu senyawa protein yang memiliki bobot molekul kecil. Oleh karena bakteriosin adalah suatu peptida, maka bakteriosin sensitif terhadap enzim proteolitik.

Hasil penelitian Janes et al. (1999), menyatakan bahwa substansi bakterisoin sensitif terhadap enzim proteolitik. Bakterisoin Lactacin B, bakterisoin pediocin A sensitif terhadap enaim trypsin dan protease. Demikian juga laporan Leroy (2007), bakterison asal BAL sensitif terhadap enzim trypsin, protease, dan chymotrypsin.

Penurunan aktivitas bakteriosin terhadap hambatan antimikroba paling besar terjadi pada perlakuan dengan ekstrak pankreas. Hal ini dapat dimengerti bahwa pankreas mengandung campuran beberapa enzim proteolitik untuk

pencernaan protein. Campuan enzim tersebut bekerja secara bersama-sama menginaktifkan substansi bakteriosin asal yoghurt sehingga aktivitas anti mikrobanya berkurang.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Bakteriosin yang diekstrak dari yoghurt mempunyai sifat-sifat fisikokimia sebagai berikut, mempunyai aktivitas optimum pada pH 5, stabil terhadap pemanasan sampai 121oC selama 15 menit, dan sensitif terhadap enzim proteolitik. Selain itu, bakteriosin asal yoghurt mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli.

DAFTAR PUSTAKA

Bintang, M. 1999. Aspek Biokimiawi Bakteri Asam Laktat selain Sebagai Bibit Keju dan Yoghurt Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Biokimia, FMIPA, IPB-Bogor. 47 halaman.

Cintas, L.M., Ridriguez, J.M., Fernandez, M.F., Sletten, K, Nes, I.F., Hernadez, P.E. 1995. Isolation and characterization of pediocin L50, a new bacteriocin fromPediococcus acidilactici with a broad inhibitory spectrum. App. Environ. Microbiol. 61(7):2643-2648.

Diop, M.B., Dubois-Dauphin, R., Tine, E., Ngom, A., Destain, J., Thonart, P. 2007. Bacteriocin producers from traditional food products. Biotechnol. Agron. Soc. Environ. 11 (4), 275–281

Djaafar, T.F., Rahayu, E.S., Wibowo, D., Sudarmadji, S. 1995. Substansi Antimikrobia Bakteri Asam Laktat yang diisolasi dari Growol. Seminar Nasional XII Perhimpunan Biokimia dan Biologi Molekuler Indonesia, Denpasar 17-18 Nopember 1995. 15 Halaman.

Garneau, S., Martin, N.I., Vederas, J.C. 2002. Two-peptide bacteriocins produced by lactic acid bacteria. Biochimie. 84:577–592.

Janes, M.E., Nannapanemi, R., Johson, M.G. 1999. Idetification and Characterization of Two bacteriocin Producing Bacteria Isolated from Garlic and Ginger Root. J. of Food Protection. 62(8):899-904.

Jack, R.W., Wan, J., Gordon, Harmark, K., Davidson, B.E., Hillier, A.J. 1996. Charaterization of the chemical and antimicrobial properties of pisicolin 126, a bacteriocin produced by Carnobacterium piscicola JG 126. Appl. Environ.Microbiol. 62(8):2897-2903.

Laemler, C., Wibawan, I.W.T., Pasaribu, F.H. 1998. Ralation Between Encapsulation of Streptococci of Serological Gorub B and Adherence Properties of the Bacteria to DEAE-sephacel. Media Vet. 5(4):1-6.

Leroy, LDVF. 2007. Bacteriocins from Lactic Acid Bacteria: Production, Purification, and Food Applications. J Mol Microbiol Biotechnol. 13:194–199

Leroy, F., dan De Vuyst, L. 2004. Lactic acid bacteria as functional starter cultures for the food fermentation industry. Trends Food Sci Technol. 15: 67–78.

Mantovani, H.C., dan Russell, J.B. 2002. The ability of a bacteriocin of streptococcus bovis Hc5 (bovicin Hc5) to inhibit Clostridium aminophilum, an obligate amino acid fermenting bacterium from the rumen. Anaerobe. 8:247-252.

Mehta, A.M., Patel, K.A., Davee, P.J. 1983. Purification and Properties of The Inhibitory Protein Isolated from L.

acidophilus ACI. Microbiology. 38 :73.

Norman, S.J., Edward, S.A., Boris, E.V., Yuri, K.N., Larisa, V.I., Vladimir, P.V.           2005. Paenibacillus

polymyxa Purified Bacteriocin To Control Campylobacter jejuni in Chickens.Journal    of Food

Protection. 2005; 68 (7):1450-1453.

Papagianni, M., Avramidis, N., Filioussis, G., Dasiou, D., Ambrosiadis, I.

2006. Determination of bacteriocin activity with bioassays carried out on solid and liquid substrates: assessing the factor “indicator microorganism” Microbial Cell Factories. 5:30-35.

Twomey, D., Ross, R.P., Ryan, M., Meaney, B., Hill, C. 2002. Lantibiotics produced by lactic acid bacteria: structure, function and applications. Antonie van Leeuwenhoek. 82: 165–185.

Van den Berghe, E., Skourtas, G., Tsakalidou, E., De Vuyst, L. 2006. Streptococcus macedonicus ACA-DC 198 produces the lantibiotic, macedocin, at temperature and pH conditions that prevail during cheese manufacture. Int J Food Microbiol. 107: 138–147.

Weinbrenner, D.R., Barefoot, S.F., Grinstead, D.A. 1997. Inhibition of yoghurt starter cultures by jenseniin G, a propionibacterium bacteriocin. J.Dairy Sci. 180:12461253.

8