PENGARUH SUBSTITUSI AIR KELAPA MUDA DENGAN PENGENCER SITRAT KUNING TELUR TERHADAP MOTILITAS DAN PERSENTASE HIDUP SPERMATOZOA ANJING
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 2 No.2. :109-117
Agustus 2010
PENGARUH SUBSTITUSI AIR KELAPA MUDA DENGAN PENGENCER SITRAT KUNING TELUR TERHADAP MOTILITAS DAN PERSENTASE HIDUP SPERMATOZOA ANJING
(THE EFFECT OF COCONUT WATER SUBSTITUTION WITH THE EGG YOLK CITRATE DILUENT ON THE MOTILITY AND PERSENTAGE OF LIVE CANINE
SPERMATOZOA)
I Nyoman Sulabda 1 dan I Ketut Puja 2
1 Lab. Fisiologi 2 Lab. Histologi. Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan berbagai kombinasi konsentrasi air kelapa muda dengan pengencer sitrat kuning telur terhadap motilitas dan persentase hidup spermatozoa anjing. Semen yang diambil dengan cara pemijatan pada bagian penis dari seekor anjing jantan lokal yang berumur 2 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel semen pada anjing yang telah diketahui sifat dan kualitas semennya. Parameter yang diamati adalah motilitas dan persentase spermatozoa hidup yang dihitung dari 100 spermatozoa yang diamati dibawah mikroskop. Status motilitas spermatozoa digambarkan menurut skala (0-5) berdasarkanspermatozoa yang motil (Christiansen, 1984). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis Kruskal Wallis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa spermatozoa anjing yang diencerkan dengan pengencer kombinasi air kelapa muda dengan sitrat kuning telur mampu mempertahankan motilitas dan persentase hidup spermatozoa anjing. Hasil terbaik dari kombinasi ini didapatkan pada perlakuan kombinasi air kelapa muda 75% dan sitrat kuning telur 25%
Kata kunci : Air kelapa, Spermatozoa anjing.
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of tender coconut water substitution on egg yolk citrate diluent with different doses on local breeds dog sperm motility and live spermatozoa. Semen was manually collected. Progressive motility and percentage of live spermatozoa were evaluated under a microscope utilizing a drop of semen between a warmed glass slide and coverslip, both at a temperature of 38 0C. The percentage of motile and live spermatozoa were examined by counting 100 spermatozoa using the classification of Christiansen (1984). Sperm viability was assessed by eosinnegrosin staining. The result
showed that coconut water substitution has significant effect on the motility and live spermatozoa. Combination between the levels of coconut water in the egg yolk citrate diluent could be applied as an alternative diligent instead of egg yolk diligent for dog semen up to 75%.
Key words : Coconut water, canine spermatozoa.
PENDAHULUAN
Sejak diperkenalkannya inseminasi buatan (IB) pada hewan, para ilmuwan mulai mencurahkan perhatian pada peningkatan produksi temak melalui IB. Teknologi tersebutpada awalnya dimanfaatkan pada peternak sapi perah, kini telah meluas penggunaanya pada sapi pedaging, kambing, kuda, babi, anjing, dan kucing.
Inseminasi buatan diartikan sebagai suatu pemindahan semen terbantu (assisted transfer of semen) ke dalam saluran reproduksi hewan betina. Inseminasi buatan tersebut mempunyai keuntungan antara lain : dapat melipatgandakan secara cepat keturunan dari pejantan unggul, mengurangi biaya untuk pemeliharaan pejantan, memecahkan masalah perkawinan antara pejantan yang ukurannya herbeda, dan memccahkan masalah kekurangan pejantan dalam suatu peternakan (Brown, 1992). Disamping keuntungan tersebut, ternyata IB mempunyai kelemahan, yaitu menyebabkan derajat fertilitas ternak yang rendah atau hasil tidak seperti yang diharapkan. Keadaan tersebut sering
herhuhungan dengan waktu yang tidak optimal untuk inseminasi (Farstad dan Berg, 1989), metode deposisi semen yang digunakan (Silva et al,, 1996), variasi kualitas semen setelah
proses thawing (Hay et at, 1997), dan keterampilan inseminator
dalam melakukan 1B. Beberapa dari masalah tersebut telah dapat diatasi, tetapi masalah daya hidup spermatozoa setelah dilakukan freeze-thawing (dikembalikan ke keadaan seperti sebelum dibekukan) masih menjadi masalah sampai saat ini (England, 1993).
Akhir-akhir ini terjadi perkembangan yang pesat dalam usaha pemeliharaan anjing ras. Untuk tujuan pengembangbiakan anjing, peternakan masih rnenggunakan cara perkawinan alami dengan dengan anjing pejantan. Untuk mendapatkan pejantan unggul, pembiak anjing sering mendatangkan pejantan dari tempat yang jauh. Hal ini menyehabkan pengeluaran biaya yang sangat besar. Narnun, setelah diperkenalkannya teknologi pengolahan semen, berangsur-angsur teknologi IB makin diminati untuk digunakan sebagai pengganti kawin alami. Makin berkembangnya teknologi pengolahan
semen mendorong penggunaan IB pada anjing semakin herkembang. Penerapan IB tersebut akan Iebih menjanjikan keuntungan bila dibandingkan dengan mendatangkan anjing pejantan dari tempat yang jauh karena mendatangkan anjing pejantan memerlukan biaya yang lebih banyak, Digunakannya IB tersebut diharapkan mampu menggeser anti penting transportasi hew-an hidup untuk tujuan peningkatan kualitas genetik anjing. Penggunaan IB tersebut telah bcrhasil meningkatkan fertilitas induk dari kelahiran (Tsutsui et al., 2003'; Tsutsui et al., 2003b), Hal tersebut memberi implikasi pada peningkatan minat terhadap IB tersebut.
Bila semen dipakai segera setelah penampungan, pengenceran memakai larutan isotonis sederhana mungkin memadai. Akan tetapi, bila akan disimpan untuk jangka waktu singkat diperlukan bahan pengencer yang lebin kompleks. Sampai saat ini berbagai macam pengencer semen telah dicoba pada anjing dengan beragam keberhasilan (Bouchard et al.,2003; Santos et al., 1999). Berbagai usaha telah dilakukan untuk memperoleh bahan pengencer yang sesuai dengan kehidupan spermatozoa, sehingga dapat tahan lama hidup dengan kualitas dan kuantitas yang tetap baik.
Pengencer semen merupakan media yang tidak hanya menjadi lingkungan spermatozoa yang cocok untuk
penyimpanan yang lama, tetapi juga untuk menambah volume sehingga dapat digunakan dalam inseminasi buatan untuk lebih dari satu betina. Fungsi pengencer adalah memberikan tingkat keasaman yang konstan pada semen, sumber makanan bagi spermatozoa, dan memberi perlindungan terhadap membran spermatozoa dari pengaruh pendinginan (Concannon dan Battista, 1989; Linde-Forsberg, 1991).
Saat ini, beberapa jenis pengencer telah digunakan di seluruh dunia. Hampir semua bahan pengencer yang kini dipakai mengandung susu dan kuning telur atau kombinasi keduanya. Media yang mengandung kuning telur umumnya ditambahkan sodium sitrat dan penyangga lainnya. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, pengencer kuning telur dapat ditambahkan tris glukosa (Iguer-ouada dan Verstegen, 1999). Selamet et al., 2005 menyatakan bahwa penggunaan bahan-bahan yang berasal dan hewan berisiko tinggi terhadap kontaminasi mikroba. Karena itu, perlu dicari bahan alternatif yang mempunyai komponen dan fungsi yang sama dengan bahan dari hewan.
Air kelapa muda adalah cairan isotonis alami yang banyak digunakan untuk pengganti caitan tubuh yang hilang, mencegah keracunan khususnya keracunan mineral. Air kelapa muda mengandung glukosa, mineral, vitamin
dan protein. Hal ini menyebabkan air kelapa muda banyak digunakan sebagai pengencer semen terutama pada sapi dan kambing. Bahan-bahan yang terkandung di dalam air kelapa muda dapat menyediakan kehutuhan fisik dan kimiawi spermatozoa sehingga dapat mempertahankan fertilitas dan daya hidup spermatozoa (Cardoso Rde at al., 2003). Dengan demikian air kelapa muda dimungkinkan dipakai sebagai alternatif pengganti kuning telur sebagai pengencer semen anjing.
MATERI DAN METODE
Materi penelitian
Materi penelitian yang digunakan adalah semen yang diambil dengan cara pemijatan padabagian penis dari seekor anjing jantan lokal yang berumur 2 tahun. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling, yaitu pengambilan sampel semen pada anjing yang telah diketahui sifat dan kualitas semennya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 5 jenis perlakuan seperti dalam Tabel 1. di hawah.
Tabel 1. Jenis Perlakuan dengan perbandingan air kelapa muda dengan sitrat kuning telur.
Perlakuan |
Air Kelapa Muda (%) |
Sitrat Kuning Telur (%) |
PO |
0 |
100 |
P1 |
25 |
75 |
P2 |
50 |
50 |
P3 |
75 |
25 |
P4 |
100 |
0 |
Semen hasil penampungan diencerkan dengan perbandingan 3 bagian pengencer dengan satu bagian semen. Dalam setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali.
Parameter yang diamati adalah motilitas dan persentase spermatozoa hidup yang dihitung dari 100 spermatozoa _yang diamati. Status motilitas spermatozoa dapat digambarkan menurut skala (0 sampai 5) dan berdasarkan persentase spermatozoa yang motil seperti yang dikemukakan Christiansen (1984). Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis Kruskal Wallis, apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Wilcoxon (Heath, 2000). Data mengenai spermatozoa hidup dianalisis dengan menggunakan metode sidik ragam, apabila menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji beda terkecil (BNT).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Motilitas spermatozoa setelah pengenceran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan sitrat kuning telur pada penyimpanan
persentase motilitas spermatozoa dalam suhu 40 C dapat diiihat pada Tabel 2.
berbagai kombinasi konsentrasi air kelapa
Tabel 2. Persentase rata-rata motilitas spermatozoa pada berbagai kombinasi konsentrasi sitrat kuning telur dan air kelapa muda.
Hari |
Perlakuan ( Rata-rata = Sd) | ||||
PO |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 | |
Hari ke-1 |
82,20 =1,64 |
82,20±0,84 |
82,80 ± 0,84 |
84,20=0,84 |
82,20±1,92 |
Hari ke-2 |
7,00 ±1,58 |
37,00 + 1,92 |
61,20=1,30 |
69,00±1,58 |
0±0 |
Hari ke-3 |
0±0 |
15,00 ±1,58 |
18,60=1,14 |
56,40=2,07 |
0±0 |
Hari ke-4 |
0+0 |
3,20 ± 1,30 |
9,80 =1,92 |
29,80=1,48 |
0=0 |
Hari ke-5 |
0±0 |
0±0 |
0±0 |
3,40+2,00 |
0±0 |
Keterangan :
PO = 100% sitrat kuning telur, 0% air kelapa muda
P1 = 75% sitrat kuning telur, 25% air kelapa muda
P2 = 50% sitrat kuning telur, 50% air kelapa muda
Dari Tabel 2. tersebut menunjukkan bahwa spermatozoa anjing yang diencerkan dengan pengencer kombinasi air kelapa muda dengan sitrat kuning telur mampu mempertahankan motilitas spermatozoa anjing. Hasil terbaik dari kombinasi ini didapatkan pada perlakuan kombinasi air kelapa muda 75% dan sitrat kuning telur 25%. Persentase motilitas spermatozoa pada perlakuan PO dan P4 yang sangat rendah diduga oleh adanya faktor kecenderungan kurangnya atau herlimpahnya fruktosa dan perbedaan kapasitas penyanggah dari pengencer semen. Hal ini diperkuat oleh Salisbury dan Vanderrnak (1961), yang menyatakan hahwa kondisi fruktosa yang
P3 = 25% sitrat kuning telur, 75% air kelapa muda
P4 = 0% sitrat kuning telur, 100% air kelapa muda
tidak cukup dan berlebihan, ketidakstabilan penyanggah yang mencegah penurunan pH secara berlebihan menjadi kadar ion hidrogen yang bcrsifat racun. Semakin lama waktu penyimpanan menunjukkan adanya penurunan motilitas. Namun, penyimpanan sampai hari ke-2 motilitas spermatozoa masih tetap tinggiu yaitu 69%. Persentase motilitas ini masih berada di atas rata-rata motilitas yang dianjurkan untuk keperluan kawin buatan pada anjing. Karena itu, spermatozoa ini masih layak digunakan unyuk 113 sampai hari ke-2. Motilitas spermatozoa di bawah 60% dipertimbangkan sebagai abnormal. Johnston (1991) menyatakan bahwa
motilitas spermatozoa di bawah 60% dipertimbangkan sehagai abnormal.
Peningkatan konsentrasi air kelapa muda dalam pengencer melebihi 75% menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa yang sangat nyata. Lebih lanjut, pengencer yang hanya terdiri dari sitrat kuning telur atau air kelapa muda saja menyebabkan motilitas yang jelek. Hasil penelitian ini mengindikasikan hahwa kombinasi air kelapa muda dengan sitrat kuning telur merupakan kombinasi bahan pengencer yang cocok untuk kehidupan spermatozoa anjing.
Kemampuan pengencer tersehut dapat mempertahankan motilitas spermatozoa karena mengandung bahan yang diperlukan oleh spermatozoa untuk mempertahankan kehidupannya. Kuning telur mengandung lipoprotein dan lecithin yang bekerja mempertahankan dan
melindungi integritas selubung protein dan set spermatozoa. Air kelapa muda mengandung glukosa, fruktosa, mineral, vitamin dan protein yang berfungsi menyediakan kebutuhan fisik dan kimiawi sehingga dapat mempertahankan fertilitas dan daya hidup spermatozoa. Ponglowhapan el al. (2004) menyatakan bahwa glukosa dan fruktosa mempunyai pengaruh yang besar terhadap motilitas yaitu dapat mempertahankan pergerakan spermatozoa. Substitusi kuning telur dengan air kelapa muda menyumbangkan glukosa dan fruktosa pada pengencer tersebut dan bahan ini sebagai sumber energi bagi spermatozoa.
Persentase hidup Spermatozoa
Rata-rata persentase hidup spermatozoa pada semen anjing masing-masing perlakuan pada hari ke-1 sampai hari ke-5 (Tabel 3).
Tabel 3. Rata-rata persentase hidup spermatozoa pada hari ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, dan ke-5
Hari |
Perlakuan (Rata-rata ± Sd) | ||||
PO |
P1 |
P2 |
P3 |
P4 | |
I |
92,4011,51 |
92,40+0,83 |
91,40±1,14 |
94,00+0,71 |
91,0011,58 |
II |
89,40+1,52 |
87,00+1,58 |
84,8011,92 |
89,40+1,52 |
86,00+2,73 |
III |
84,4011,52 |
84,6012,30 |
81 80+2,38 |
87,2011,48 |
84,80±1,92 |
IV |
79,60±1,50 |
80,4012,07 |
80,00±2,23 |
82,80±2,23 |
80,20+2,13 |
V |
68,40+1,82 |
68,40+1,82 |
66,60+1,14 |
70,60+2,07 |
66,20±1,92 |
Keterangan :
P0 = 100% sitrat kuning telur, 0% air kelapa muda
P1 = 75% sitrat kuning telur, 25% air kelapa muda
P2 = 50% sitrat kuning telur, 50% air kelapa muda
P3 = 25% sitrat kuning telur, 75% air kelapa muda
P4 = 0% sitrat kuning telur, 100% air kelapa muda
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan air kelapa muda dengan persentase berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap persentase hidup spermatozoa anjing. Hasil uji beda terkeeil (BNT) diperoleh bahwa penggunaan 75% air kelapa muda dengan 25% sitrat kuning telur menunjukkan hasil yang terbaik. Pengencer kombinasi air kelapa muda dengan sitrat kuning telur mempunyai komponen yang lengkap dalam hal perlindungan terhadap spermatozoa secara intraseluler maupun ekstraseluler. Rataan persentase spermatozoa hidup karena pengaruh substitusi air kelapa muda masih diatas 60%. Spermatozoa yang mati akan tercampur dengan spermatozoa yang hidup. Spermatozoa mati dapat bersifat racun terhadap spermatozoa yang hidup (Campell et al., 2003).
Tingginya persentase spermatozoa hidup pada penelitian ini disebahkan karena di dalam pengencer air kelapa terdapat cukup zat gizi yang dibutuhkan, larutan penyangga yang masih stabil dan tekanan osmotik yang masih isotonis.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan
Kombinasi antara tingkat substitusi air kelapa muda berpengaruh terhadap motilitas dan persentase spermatozoa hidup. Substitusi pengencer sitrat kuning telur dengan 75% air kelapa muda
merupakan kombinasi pengencer yang paling balk untuk mempertahankan motilitas dan daya hidup spermatozoa anjing.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemampuan fertilisasi spermatozoa anjing yang diencerkan dengan pengencer sitrat kuning telur 25% dan air kelapa muda 75% baik secara in vivo maupun in vitro
DAFTAR PUSTAKA
Brown RM, 1992. An update of artificial insemination with fresh, chilled and frozen semen. Prob. Vet. Med.4:445-452.
Bouchard GF, Morris JK, Sikes JD, dan Youngquist RS, 2003. effect of storage temperatur, cooling rates and two different semen extenders on canine spermatozoa! motility. Theriogenology. 34:147-157.
Campbell JR Kenealy MD, dan Campbell KL, 2003. Animal Sciences. The Biology, Care and Production of Domesti Animals. McGraw Hill.
Cardoso Rde C, Silva AR, Uchoa DC, dan da Silv LD, 2003. Cryopreservation of nine semen using a coconut water extender with egg yolk and three different
glycerol concentrations.
Theriogenology. 59:743-51.
Christiansen U, 1984. Reproduction in The Dog & Cat. Bail I iere Tindall,
Concarmon PW dan Battista M, 1989. Canine semen freezing and artificial insemination.In: KIRK, R.W.
Current Veterinary Therapy — Small Animal Practice X, Philadelphia : W.B.Saunders.
England GC, 1993. Cryopreservation of dog semen : a review. J. Reprod Fertil Supppl.47:243-255.
Farstad W dan Berg KA, 1989. Factors influencing the success rate of artificial insemination with frozen semen in the dog. J Reprod Fertil Suppl.39:289-292.
Hay MA, King A, Gartley CJ, Leibo SP, dan Goodrowe KL, 1997. Effects of cooling, freezing and glycerol on penetration of oocytes by spermatozoa in dog.
Heath D, 2000. An Introduction to Experimental Design and Statistic for Biology. UCL, London.
Iguer-ouada M dan Verstegen JP, 1999. Long-term preservation of chilled canine semen: effect of commercial and laboratory prepared extenders. Theriogenology 55:671-684.
Johnston SD. 1991. Performing a complete canine semen evaluation in small animal hospital. Vet Clin North an Small Anim Pract. 21:545551.
Linde-Forsberg C, 1991. Achieving pregnancy by using frozen or chilled extender semen Vet Clin North Am Small Anim Prac. 21:4467-485.
Ponglowhapan S, Essen-Gustaysson B, dan Linde-Forsberg C, 2004. Influence of glukosa and fructose in the extender during long-term storage of chilled canine semen. Theriogenology 62:1498-1517.
Salisbury GW, dan Vandermark NL, 1961. Physiology of Reproduction and Artificial Insemination of Cattle. Phisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi. Al ih Bahasa oleh Djanuar (1985). Gajah Mada University, Yogyakarta
Santos SEC, Vannucchi CI, Satzinger S, Assumpcao MEOD, dan Visintin JA, 1999. Comparison of five extenders for canine semen freezing Braz J Vet Res Anim Sci. 36:6
Selamet Aku A, Saili T, Rizal M, Herdis, Purwantara B, dan Toelihere MR, 2005. Cryopreservation of garut ram semen using lechitone-based extender. Proceedings international
Asia Link Symposium. Reproduktive Biotechnology for Improved animal Breeding in Southeast Asia.
Silva LD, Onclin K, Lejeune B, dan Vestergen JP, 1996. Comparison of intravaginal and intrauterine insemination of bitches with fresh or frozen semen. Vet.Rec.138:154-157,
Tsutsui T, Tezuka T, Shimizu T, Murao I, Kawakami E, dan Ogasa A, 2003a. Artificial insemination with fresh semen in beaglebitches. J Vet Med Sci. 50:193-198.
Tsutsui T, Tezuka T, Mikasa Y, Sugisawa H, Kirihara N, Hori T, dan Kawakami E, 2003b. Artificial insemination with canine semen stored at a low temperature. J Vet Med Sci.65:307-312.
117
Discussion and feedback