Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Vol. 2 No.2. :85-91

Agustus 2010

KADAR PROGESTERON AKIBAT PEMBERIAN PMSG DAN GN-RH PADA SAPI PERAH YANG MENGALAMI ANESTRUS POSTPARTUM

(LEVEL OF PROGESTERONE ASSOCIATED WITH INJECTION OF Gn-RH AND PMSG IN THE POSTPARTUM ANOESTRUS DAIRY CATTLE)

Tjok Gde Oka Pemayun

Laboratorium Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Unud.

Email: tjokormas@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar progesteron akibat pemberian PMSG dan Gn-RH pada sapi perah anestrus postpartum. Sebanyak 21 ekor sapi perah anestrus postpartum yang dibagi kedalam 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok I, injeksi tunggal Gn-RH dengan dosis 500 ug/im/ekor (Gn-RH 1x), kelompok II, injeksi dua kali Gn-RH dengan dosis 250 ug/im/ekor dengan interval 24 jam dan kelompok III, injeksi tunggal PMSG dosis 1000 IU/im/ekor. Hasil penelitian menunjukkan kadar progesteron untuk ketiga kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Namun peningkatan kadar hormon progesteron sebelum perlakuan dan setelah perlakuan tampak meningkat secara nyata (P < 0,05) pada hari ke- 4 setelah estrus untuk ketiga kelompok perlakuan. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa baik PMSG maupun Gn-RH mempunyai respon yang sama terhadap peningkatan kadar progesteron.

Kata Kunci : PMSG, Gn-RH, progesteron, anestrus postpartum, sapi perah

ABSTRACT

This study was conducted to observe the level of progesterone associated with injectionof Gn-RH and PMSG in the postpartum anoestrus dairy cattle. The total of twenty one postpartum anoestrus dairy cattle used for this study. They were divided into three groups i.e. (I) treated with single dose injection of 500 ug Gn-RH /im/head (Gn-RH 1x), (II) treated with twice injection of 250 ug Gn-RH/im/head (at 24 hours interval) (Gn-RH 2x), and (III) treated with single dose injection of 1000 IU PMSG/im/head. The result showed that the concentration of progesterone was no significantly different (P > 0.05) among PMSG and Gn-RH. However the concentration of progesterone significantly (P < 0.05) increased at 4 days on PMSG and Gn-RH treatmen. In coclusion, PMSG and Gn-RH have the same respone to elevated of the progesterone.

Key Word : PMSG, Gn-RH, progesterone postpartum anoestrus, dairy cattle.

PENDAHULUAN

Memperpendek anestrus postpartum dan mengembalikan aktivitas ovarium setelah melahirkan merupakan hal yang paling penting untuk meningkatkan performen reproduksi pada hewan domestik di daerah tropis. Perkembangan dan fungsi organ reproduksi setelah melahirkan tergantung dari sekresi luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) di hipofisa anterior yang dikontrol oleh gonadotrophin releasin hormone (Gn-RH) dihipothalamus dan status pakan setelah melahirkan sangat berpengaruh terhadap aktivitas reproduksi ternak (Miller et al., 1998)

Hipofungsi ovarium postpartum adalah suatu keadaan tidak adanya aktivitas ovarium pada hewan setelah melahirkan (Hafez, 2000). Pada kasus hipofungsi ovarian menyebabkan hewan tidak menunjukkan gejala estrus atau sering disebut dengan anestrus postpartum. Umumnya sapi yang mengalami hipofungsi ovarium tidak menunjukkan gejala estrus lebih dari 60 hari setelah melahirkan (Hafez, 2000 ; Opsomer et al., 2000). Faktor penyebab tidak berkembangnya folikel ovarium setelah melahirkan sering berhubungan dengan proses laktasi pada induk, frekuensi pemerahan, produksi susu tinggi dan rendahnya effisiensi reproduksi (Bastidas at al., 1990 ; Horta et al., 1990).

Semua faktor ini akan menyebabkan rendahnya sekresi Gn-RH dihipothalamus dan rendahnya sekresi FSH dan LH di hipofisa anterior yang akan menyebabkan folikel ovarium tidak berkembang dan hewan tidak menunjukkan estrus (Bearden and Fuquay, 1992). Toelihere (1997) menyatakan bahwa hipofungsi ovarium pada ternak sapi periode postpartum disebabkan oleh karena kekurangan dan ketidak seimbangan hormonal sehingga terjadi anestrus atau birahi tenang (silent heat) dan estrus yang tidak disertai ovulasi. Pada keadaan hipofungsi ovarium, ukuran ovarium nampak normal namun permukaannya licin sewaktu dipalpasi per rektal. Kondisi semacam ini menandakan bahwa pada ovarium tidak ada aktivitas pertumbuhan folikel maupun korpus luteum. Untuk mengatasi kondisi ovarium ini perlu dilakukan penyuntikan hormon gonadotropin.

Hormon progesteron merupakan hormon steroid yang disekresikan oleh sel korpus luteum, placenta dan kelenjar adrenal (McDonald, 2000 ; Hafez 2000). Sekresi hormon progesteron sangat tergantung dari status siklus estrus, kadar tertinggi hormon progesteron adalah pada fase luteal oleh karena korpus luteum merupakan sumber utama dari hormon progesteron dan kadar terendah adalah pada fase folikel (McDonald, 2000). Hormon progesteron merupakan hormon

yang sangat penting dalam pengaturan fungsi dari siklus normal reproduksi betina (Hafez,2000). Progesteron sudah secara luas digunakanuntuk memonitor aktivitas ovarium postpartum, mendiagnosa kebuntingan dan mendiagnosa beberapa gangguan reproduksi (Technical Reports Series, 1984   ; Dionysius, 1991). Tinggi

rendahnya kadar progesteron sangat dipengaruhi oleh stadium reproduksi dan sampel yang digunakan. Pada sampel susu penuh (wole milk) kadar progesteron biasanya lebih tinggi dari pada kadar progesteron plasma, sedangkan kadar progesteron dalam plasma mempunyai korelasi dengan kadar progesteron pada air susu tanpa lemak (Gao et al., 1988; Godoy et al., 1988).

Gonadotrophin releasing hormone (Gn-RH) adalah hormon yang disekresikan oleh hipothalamus dan telah secara luas digunakan untuk menginduksi aktivitas ovarium. Bishop and Wettemann (1993) melaporkan pemberian Gn-RH dapat menginduksi aktivitas ovarium pada sapi yang mengalami anestrus postpartum. Hal yang sama dilaporkan Gn-RH dapat meningkatkan sekresi LH dan FSH di pituitari (Vizcarra et al.,    1997).

Sedangkan PMSG dihasilkan pada kuda bunting yang memiliki aktivitas biologik FSH yang tinggi dan aktivias LH yang rendah, sehingga PMSG dapat memicu perkembangan folikel ovarium, estrus dan

terbentuknya korpus luteum (Austin, 1992 ; Hafez, 2000).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar hormon progesteron pada sapi perah anestrus postpartum setelah pemberian PMSG dan Gn-RH

MATERI DAN METODE

Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan 21 ekor sapi perah Friesien-Holstein (FH) lokal yang mengalami anestrus postpartum dan sudah pernah melahirkan dua sampai tiga kali. Penelitian dilakukan di lima perusahan sapi perah di Kodya Surabaya dan setiap perusahaan memiliki 35 hingga 95 ekor sapi perah dengan sitem pemeliharaan yang sama.

Metode Penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Split-plot dan sapi-sapi yang mengalami anestrus postpartum setelah 90 hari melahirkan dan berdasarkan palpasi rektal tidak ada aktivitas ovarium (tidak ada perkembangan folikel maupun korpus luteum pada permukaan ovarium) dikelompokan menjadi 3 kelompok perlakuan yaitu kelompok I, injeksi Gn-RH (Fertagyl, Intervet Inc.) dengan dosis 500 ug/im/ekor, Kelompok II, Dua kali injeksi Gn-RH dengan interval 24 jam dan dosis 250 ug/im/ekor/injeksi, dan

kelompok III, injeksi PMSG (Folligon, Intervet Canada Ltd.) dosis 1000 iu/im/ekor dengan setiap kelompok terdiri dari 7 kali ulangan. Untuk mengetahui kadar hormon progesteron, air susu diambil langsung dari puting susu sebanyak lima kali yaitu sebelum perlakuan, hari ke- 0 (saat berahi), ke- 4, ke- 11 dan hari ke- 18 setelah berahi. Air susu disentrifuse dan krim yang berada di permukaan dihisap dengan suction pump, kemudian kadar hormon progesteron diukur dengan menggunakan metode radioimmunoassay (RIA) dengan menggukan kit progesteron (Diagnostic Products Corporation, Los Angeles, CA), dan kepekaan uji 0,24 n.mol/liter (Technical Reports Series, 1984).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Rataan kadar hormon progesteron pada kelompok I adalah 0,03 ± 0,08 n.mol/l, 0,00 ± 0,00 n.mol/l, 0,99 ± 1,60 n.mol/l, 1,99 ± 1,61 n.mol/l dan 1,83 ± 1,63 n.mol/l masing-masing untuk kadar hormon progesteron sebelum perlakuan, hari ke- 0, ke- 4, ke- 11 dan hari ke- 18 setelah estrus. Rataan kadar hormon progesteron pada kelompok II adalah 0,09 ± 0,16 n. mol/l, 0,19 ± 0,33 n.mol/l, 0,84 ± 1,43 n. mol/l, 3,16 ± 2,16 n.mol/l dan 1,87 ± 1,77 n. mol/l masing-masing untuk kadar hormon progesteron sebelum perlakuan, hari ke- 0, ke- 4, ke- 11 dan hari ke- 18 setelah estrus. Sedangkan rataan kadar hormon progesteron pada kelompok III adalah 0,43 ± 0,43 n.mol/l, 0,29 ± 0,30 n.mol/l, 0,99 ± 1,09 n.mol/l, 2,46 ± 1,82 n.mol/l dan 2,30 ± 1,97 n.mol/l masing-masing untuk kadar hormon progesteron sebelum perlakuan, hari ke- 0, ke- 4, ke- 11 dan hari ke- 18 setelah estrus (Tabel 1.)

Tabel 1. Rataan ± SD kadar hormon progesteron (n. mol/l) setelah penyuntikan Gn-RH dan PMSG pada sapi perah anestrus postpartum


Kelompok

Kadar Hormom Progesteron

Sebelum

Perlakuan

Setelah Perlakuan

Hr ke- 0

Hr ke- 4

Hr ke- 11

Hr ke- 18

Gn-RH 1x

0,03 ± 0,08a

0,00 ± 0,00a

0,99 ± 1,60ab

1,99 ± 1,61b

1,83 ± 1,63b

Gn-RH 2x

0,09 ± 0,16a

0,19 ± 0,33ac

0,84 ± 1,43ac

3,16 ± 2,16b

1,87 ± 1,77bc

PMSG

0,43 ± 0,43a

0,29 ± 0,30a

0,99 ± 1,09ab

2,46 ± 1,82b

2,30 ± 1,97b

Ulangan

7

7

7

7

7


Keterangan** Superskrip yang berbeda pada baris yang sama adalah perbedaan yang nyata pada tatanan 5% (P < 0,05)


Hasil yang diperoleh dalam penelitian seperti yang dipaparkan pada Tabel 1. Adalah kadar hormon progesteron untuk ketiga kelompok perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P > 0,05). Namun peningkatan kadar hormon progesteron sebelum perlakuan dan setelah perlakuan tampak meningkat secara nyata (P < 0,05) pada hari ke- 4 setelah estrus untuk ketiga kelompok perlakuan.

Pembahasan

Aktivitas ovariam setelah melahirkan merupakan hal yang sangat penting harus diperhatikan untuk bisa meningkatkan performen reproduksi. Berkembang dan berfungsinya organ reproduksi setelah melahirkan sangat tergantung kadar LH dan FSH dari hipofisa anterior yang dikontrol oleh Gn-RH yang disekresikan oleh hypothalamus dan selain itu status pakan setelah melahirkan sangat berpengaruh terhadap sekresi hormon gonadotrophin (Miller et al. 1998).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar hormon progesteron pada kasus anestrus postpartum adalah sangat rendah dibandingkan laporan sebelumnya yaitu 1,59 n.mol/l (Interaksa et al., 1990). Hal ini mungkin kasus anestrus post partum pada penelitian ini tidak ada struktur sel-sel luteal pada ovarium yang berfungsi menghasilkan hormon progesteron. Kadar hormon progesteron saat berahi juga lebih

rendah dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Mahaputra et al. (1990) yaitu 0,89 n. mol/l, namun oltner dan Edquit (1981) melaporkan bahwa kisaran hormon progesteron pada saat estrus antara 0,00 sampai 0,79 n.mol/l. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Valdez et al. (2005) banwa kadar hormon progesteron baru dapat dideteksi mulai hari ke- 4 setelah estrus. Rendahnya kadar hormon progesteron pada saat estrus disebabkan karena estrus adalah merupakan fase folikel dan tingginya kadar hormon estrogen (Hafez, 2000).

Hormon progesteron nampak mulai sedikit meningkat pada hari ke- 4 baik pada penyuntikan PMSG, penyuntikan Gn-RH satu kali maupun penyuntikan

Gn-RH 2 kali. Hal ini disebabkan oleh karena PMSG yang mempunyai aktivitas FSH dan LH menstimulasi perkembangan folikel dan ovulasi serta pembentukan korpus luteum. Demikian juga dengan Gn-RH yang berfungsi menstimulasi pelepasan FSH dan LH di hipofisa anterior akan menstimulasi perkembangan folkel dan ovulasi serta pembentukan korpus luteum (Hafez, 2000).

Menurut Bearden and Fuquay (1992) bahwa aktivitas ovarium pada sapi mulai hari ke- 4 siklus estrus. Hal ini nampak pada hasil penelitian bahwa kadar hormon progesteron mulai meningkat hari ke -4.

Lebih lanjut, setelah hari ke- 5 atau hari ke- 11 kadar hormon progesteron nampak meningkat secara nyata dan menurun pada hari ke- 18. Penurunan dan peningkatan kadar hormon progesteron sejalan dengan perkembangan korpus luteum dalam siklus berahi. Hafez (2000) melaporkan bahwa korpus luteum mengalami regresi mulai hari ke- 16 siklus estrus sehingga menyebabkan menurunya kadar hormon progesteron.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kedua preparat hormon PMSG maupun Gn-RH dapat meningkatkan kadar hormon progesteron pada sapi perah anestrus postpartum mulai hari ke -4 siklus estrus.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap angka kebuntingan setelah penyuntikan PMSG maupun Gn-RH.

Ucapan Terimakasih

Ucapan terimakasih kepada Kepala Laboratorium Fertilisasi In Vitro dan Endokrinologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga dan kepada berbagai pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Austin, C.R. and R.V. Short, 1990. The Ovary. “Reproduction in mammals” second ed. Cambridge University Press. Cambrige New York.

Bastidas,P., DW Forrest, RPD Veccio and RD Randel, 1990. Biological and immunological luteinizing hormone activity and blood metabolities in postpartum Brahman cows. J. Anim.Sci.68

Bearden, H.J. and   J. Fuquay,

1992. Applied             Animal

Reproduction. Reston Publishing Company, Inc. A Prentice-Hall Company Reston, Virginia.

Bishop DK, Wettemann RP 1993 Pulsatile infusion of gonadotropinreleasing hormone initiates luteal activity in nutritionally anestrous beef cows. J Anim Sci 71:2714– 2720

Dionysius,D., 1991. Pregnancy diagnosis in dairy goats and cow use progesterone assay kits. J.Australian.88.

Gao,Y., RV. Short and TP Fletcher, 1988. Progesterone concentrations in different               reproductive

states.Br.Vet.J.144.

Godoy,AV. , TL Hughes, RS Emery, LT Chapin and RL Fogwell, 1988. Association between energy balance and luteal function in lactating dairy cows. J.Dairy Sci.71

Hafez, E.S.E., 2000. Anatomy of Male Reproduction. “In Reproduction in Farm Animals”. Hafez ( 7 th ed.). Lippincott William & Wilkins. A Wolter Kluwer Company.

Horta, AEM, MI Vasques, RM Leitao and JR Silva,1990. Studies on postpartum anoestrus in alentejano beef cows. In studies on the reproductive efficiency of cattle using          radioimmunoassay

techniques. International Atonic Energy Agency Vienna.

Intraraksa,Y., K Nithicai and S aiumlamai,1990. Milk and serum progesterone assay for evaluation of reproductive performance of dairy herd in Thailand. In studies on the reproductive efficiency of cattle using          radioimmunoassay

techniques. International Atonic Energy Agency Vienna.

Mahaputra, L., M. Hariadi and S. Hardjopranjoto,              1990.

Radioimmunoassay of milk progesterone to monitor reproductive performance in smallholder dairy herd in Indonesia. In” Studies on the reproductive efficiency of cattle using radioimmunoassay techniques”. International Atonic Energy Agency Vienna.

McDonald, L.E.,   2000. Veterinary

Endocrinology and Reproduction. 3rd. Edition. Bailliere Tindall, London.

Miller DW, Blanche D, Boukhliq R, Curlewis JD, Martin GB (1998). Central metabolic messengers and the effects of nutrition on gonadotrophin secretion in sheep. Journal of Reproduction and Fertility 112: 347-356.

Opsomer G and de Kruif A, 1999. Postpartum anestrus in dairy cattle-a review.Feb;27(1):30-5.

Oltner, R and  LE Edqvist,1981.

Progesterone in defatted milk; Its relation to   insemination and

pregnancy in normally cows as

compared with cows and problem farm and individual problems animals. Br.Vet.J.137

Technical        Reports        Series,

1984. Laboratory Training Manual on Radioimmunoassay in Animal Reproduction. International Atomic EnergyAgency Vienna.

Teolihere, M.R.,     1997. Peran

Bioteknologi reproduksi dalam pembinaan produksi peternakan di Indonesia. Makalah disampaikan pada pertemuan teknis dan koordinasin Produksi Peternakan Nasional. Cisarua, 4-6 Agustus 1997.

Opsomer, G., Y. T. Grohn, J. Hertl, M.

Coryn, H. Deluyker, and A. de Kruif. 2000. Risk factors for post partum ovarian dysfunction in high producing cows in Belgium: A field study. Theriogenology 53:841–857.

Vizcarra, JA., RP Wettemann, TD Braden, AM Turzillo and TM Nett, 1997. Effect ofGonadotropin-Releasing Hormone (GnRH) Pulse Frequency on Serum and Pituitary Concentrations of Luteinizing Hormone      and Follicle-

StimulatingHormone, GnRH Receptors,     and     Messenger

Ribonucleic Acid for Gonadotropin Subunits in Cows*The Endocrine Society. Vol. 138, No. 2

Valdez, K.E., S.P. Cuneot, P.J. Gorden and a.m. Turzillo, 2005. The role of thecal androgen production in the regulation of estradiol biosynthesis by dominant bovine follicles during the fist follicular wave. J.Anim.Sci.83:597-603.

91