TERAPI CAIRAN PADA ANJING DAN KUCING
on
Buletin Veteriner Udayana
ISSN : 2085-2495
Vol. 2 No.2. :69-83
Agustus 2010
TERAPI CAIRAN PADA ANJING DAN KUCING
(FLUID THERAPY IN DOG AND CAT)
I Nyoman Suartha
Laboratorium Penyakit Dalam Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana
Jl Raya Sesetan Gang Markisa No 6 Denpasar e-mail : suarthafkhunud@yahoo.co.id
ABSTRAK
Kehilangan cairan tubuh dapat terjadi secara normal melalui respirasi, kulit, feses, dan urin. Secara abnormal kehilangan cairan melalui muntah, dan diare. Tujuan utama terapi cairan adalah mengembalikan volume darah yang bersirkulasi, menggantikan cairan yang hilang secara normal dan abnormal. Kebutuhan cairan tubuh secara normal pada anjing dan kucing untuk menggantikan cairan yang hilang melalui sistem urinasi, respirasi, kulit, dan feses sebanyak 40 – 60 ml/kgBB/hari. Pergantian seluruh cairan tubuh yang hilang minimal sebanyak 70-80% dalam 24 jam atau mengganti secara cepat setengah dari cairan yang hilang selama 4- 8 jam pertama. Kesimpulan dari tulisan ini adalah Terapi cairan merupakan salah satu cara pengobatan pada pasien yang kritis dan memerlukan perawatan intensif. Jenis cairan yang akan diberikan harus dipilih secara hati-hati dengan mempertimbangkan kandungan asam basa, elektrolit, dan tingkat dehidrasi pasien
Kata kunci: Hewan kecil, dehidrasi, larutan kristaloid, intravaskular.
ABSTRACT
Normally, fluids lost through physiological activities such as respiration, sweating, panting, and urination. Abnormal lost of fluids occurs through vomiting, diarrhea, fever or excessive urination and disease processes. The purpose of fluid therapy is to replenish the volume of blood circulations and to replace the normal and excessive fluids lost. Dogs and cats need fluid intake 40 – 60 ml/kg body weight daily to replenish fluids lost through urination and respiration. In a condition of excessive fluids lost such as diarrhea and vomiting the animal body needs water replacement as much as 70 – 80% within 24 hours or instantaneously replacement half of the water losses within the first 4 to 8 hours. In conclusions, fluid therapy is one way for treating emergency condition animals with intensice care. Properly care should be considered when choosing the right solutions for the fluid therapy
Key word: small animal, dehydration, crystalloid fluid, intravascular
PENDAHULUAN
Terapi cairan merupakan tindakan pengobatan esensial untuk pasien dalam kondisi kritis atau memerlukan perawatan intensif. Terapi cairan harus menjadi pilihan dan mendapat perhatian yang serius terutama pada pasien anjing dan kucing yang telah lama tidak mau makan dan minum (Mar Vista Medical Center, 2006). Hewan masih dapat hidup dalam beberapa minggu tanpa makan, tetapi akan mati hanya dalam beberapa hari atau beberapa jam jika tidak ada air. Air berfungsi sebagai pelarut zat-zat makanan dalam tubuh. Air dan elektrolit tidak dapat dipisahkan dari komponen diet, karena keseimbangan air sangat diperlukan dalam metabolisme dan melarutkan hasil metabolisme untuk dapat dimanfaatkan oleh sel tubuh. Tujuan utama dari terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi, memulihkan volume sirkulasi darah pada keadaan hipovolemia atau shock, mengembalikan dan mempertahankan elektrolit (Na+ dan K+), dan asam basa dalam tubuh ke arah batas normal.
Penggunaan terapi cairan secara efektif, diperlukan pengetahuan yang memadai tentang regulasi normal cairan dalam tubuh hewan, dan faktor-faktor lain yang terlibat dalam proses keseimbangan cairan, seperti osmolalitas plasma, peranan hormon (antidiuretik, angiotensin II) dan pengeluaran ion natrium (ion Na) dari ginjal (Wingfield, 2009; Hartanto,
2007; Einstein et al 1995, Ellershaw et al. 1995).
Distribusi cairan dan elektrolit dalam tubuh
Jumlah cairan tubuh diperkirakan dua per tiga dari berat badan hewan dan bervariasi pada setiap hewan tergantung atas kandungan lemak dan umur hewan. Pada neonatal volume persentase total kandungan air tubuh lebih tinggi dari dewasa. Berdasarkan lokasi dalam tubuh, cairan terbagi menjadi cairan intraselular yang terdapat di dalam sel dengan volume 2/3 dari volume total air tubuh dan cairan ekstraselular yang terdapat diluar sel dengan volume 1/3 dari volume total air tubuh. Fraksi ekstraselular terdiri atas cairan intravaskular (plasma) yang jumlahnya ¼ dari volume total ekstraseluler dan cairan interstitial dengan jumlah ¾ dari volume total cairan ekstraselular (Baldwin, 2001b). Cairan intraseluler terpisah dari cairan ekstraseluler oleh membran plasma sel, sedangkan cairan interstitial dipisahkan dari cairan intravaskular oleh dinding pembuluh darah (Willyanto, 2010).
Volume cairan yang bersirkulasi secara efektif dalam tubuh adalah cairan yang terdapat dalam intravaskular (buluh darah). Volume cairan yang bersirkulasi dipengaruhi konsentrasi elektrolit, protein plasma, dan partikel lain yang berperan aktif dalam proses osmosis,
difusi dan pompa natrium-kalium (Einstein et al., 1995; Hartanto, 2007).
Tubuh akan kehilangan cairan dan elektrolit setiap hari sebagai konsekuensi dari metabolisme tubuh yang normal. Pengeluaran air dari tubuh melalui empat jalan yaitu : (1) Pengeluaran air melalui respirasi pada hewan terengah-engah seperti anjing. Pada hewan lain sangat bervariasi tergantung atas jenis hewan, (2) Air keluar melalui kulit, karena difusi dari permukaan dan keringat. Jumlah yang keluar melalui keringat masing-masing hewan bervariasi tergantung atas jumlah kelenjar keringat pada kulit, (3) Keluar melalui feses, jumlahnya sangat sedikit dan pada masing-masing hewan volume bervariasi tergantung atas diet yang diberikan, (4) Keluar melalui urin (Hall, 1983; Lorenz et al 1987; Wingfield, 2009). Elektrolit yang keluar dari tubuh lebih sedikit dibandingkan dengan air (Willyanto, 2010). Jumlah cairan dan elektrolit yang hilang harus diganti setiap hari untuk mempertahankan volume dan kandungan elektrolit tubuh yang normal. Air dan elektrolit pengganti diperoleh dari air minum, air yang terkandung dalam makanan, dan air hasil dari proses oksidasi karbohidrat, protein, dan lemak (Edney 1983).
Air yang keluar melalui sistem respirasi, kulit, dan feses di ketahui sebagai kehilangan cairan yang tidak dapat diukur secara akurat tetapi dapat diperkirakan (insensible loss). Sedangkan
air yang keluar melalui urine diketahui sebagai air yang hilang yang dapat diukur secara akurat (Sensible loss). Sebagian besar volume air yang keluar melalui urin (Wingfield 2009; Lorenz et al 1987). Kondisi klinis yang menyebabkan kehilangan cairan diantaranya melalui gastrointestinal akibat muntah, diare, drainase fistula, infeksi, obstruksi usus, demam, dan luka bakar (Bukowski dan Aiello, 2008; Pandey dan Singh, 2003; Heitz dan Horne, 2005).
Dehidrasi
Dehidrasi didefinisikan sebagai kekurangan cairan tubuh yang diikuti oleh kehilangan elektrolit, dan perubahan keseimbangan asam-basa (Lorenz et al, 1987). Penentuan tingkat dehidrasi sangat dibantu dari menimbang berat badan hewan secara kontinyu. Pengamatan fisik sangat sulit untuk menentukan tingkat dehidrasi. Selama proses penyakit yang berlangsung akut, pemeriksaan fisik klasik tidak menemukan terjadinya perubahan dari hewan. Perkiraan tingkat dehidrasi dari pemeriksaan fisik dapat dilihat pada Tabel 1.
Gejala klinis dehidrasi (Tabel 2) yang dapat dipakai sebagai acuan adalah: (1) hilangnya elastisitas kulit (turgor), (2) membran mukosa kering, (3) waktu pengisian kapiler (capillary refilling time) yang bertambah, (5) Dehidrasi yang berat dapat menyebabkan kelelahan, depresi, dan shock, (6) Pemeriksaan laboratorium
: PCV dan plasma protein meningkat, BJ Ellershaw et al., 1995; Long Beach
urin lebih dari 1.035 (Hall 1983; Animal Hospital, 2009).
Tabel 1. Perkiraan persentase dehidrasi berdasarkan pemeriksaan fisik
Perkiraan persentase dehidrasi |
Temuan Pengamatan fisik |
< 5 |
Sejarah dari kehilangan cairan tetapi tidak ditemukan adanya perubahan pada pengamatan fisik |
5 |
Membran mukosa mulut kering, tetapi tidak terengah-engah atau takikardia yang patologik |
7 |
Turgor kulit menurun ringan sampai sedang; membran mukosa kering; takikardia ringan, tekanan pulsus tidak teraba |
10 |
Turgor kulit sedang sampai berat, membran mukosa mulut kering, takikardia, dan tekanan pulsus turun |
12 |
Turgor kulit berat, mukosa mulut kering, gejala jelas, dan shock |
Dikutip dari Wingfield WW. 2009. Fluid and electrolyte therapy
Tabel 2. Gejala Klinis Dehidrasi
No |
Gejala |
Ringan |
Sedang |
Berat |
1 |
Pengisisan Kapiler |
2 detik |
2-4 detik |
Lebih dari 4 detik, kaki dingin |
2 |
Membran mukosa |
Normal |
Kering |
Sangat kering, pecah-pecah |
3 |
Air mata |
Normal |
Berkurang |
Tidak ada |
4 |
Denyut jantung |
Sedikit meningkat |
Meningkat |
Sangat meningkat |
5 |
Respirasi |
Normal |
Meningkat |
Hiperpnea |
6 |
Pulsus |
Normal |
Thready |
Sulit dipalpasi |
7 |
Turgor kulit |
Normal |
Kembali perlahan |
Kembali sangat lambat |
8 |
Mata |
Normal |
Cekung |
Sangat cekung |
Dikutip dari Wingfield WW. 2009. Fluid and electrolyte therapy.
Ada sejumlah gangguan yang menyebabkan kehilangan cairan pada tubuh hewan yang terjadi pada stadium penyakit. Diagnosis kehilangan cairan didasarkan atas sejarah penyakit dan pemeriksaan fisik, dan dikonfirmasi dari
pemeriksaan laboratorium, sejarah makan dan minum, dan jumlah air yang keluar sebagai urin atau dari saluran cerna. Gejala klinis kehilangan cairan tubuh tidak akan terdeteksi sampai tubuh kehilangan cairan mencapai 5 persen dari
total berat badan. Kehilangan yang meningkat sampai melebihi 7%, akan menyebabkan kulit pada mata masuk ke kantung mata (mata cekung) dan elastisitas kulit menurun. Berat ringannya gejala yang muncul tergantung prosentase cairan yang hilang. Sirkulasi akan kolap jika kehilangan cairan tubuh mencapai 15%, sedangkan jika sampai mencapai 20% hewan akan mati (Wingfield, 2009).
Cairan yang hilang akibat dehidrasi harus diganti dalam jangka waktu 24 jam. Jumlah yang dibutuhkan bergantung atas prosentase (%) tingkat dehidrasi, proses penyakit dan pertimbangan dokter hewan. Kebutuhan untuk mengatasi dehidrasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Jumlah cairan yang diperlukan = % Dehidrasi x Berat badan (Kg) x 1000 ml
Pada waktu memberikan cairan pengganti, hewan harus diamati terhadap kemungkinan terjadinya overhidrasi dengan memeriksa turgor kulit, suhu tubuh, kecepatan pulsus dan respirasi, warna dan kelembaban selaput mukosa, produksi urin, dan auskultasi jantung dan paru-paru secara rutin (Willyanto, 2010).
Terapi Standar
Pengobatan dan mengenali adanya gangguan cairan perlu dipahami oleh dokter hewan praktisi, karena beberapa kelainan fungsional tubuh, penyakit dan pembedahan dapat mengganggu
homeostasis dan sangat potensial mengancam keseimbangan cairan dalam tubuh pasien (Mar Vista Animal Medical Center, 2006).
Seorang klinikus harus menyediakan waktu yang khusus untuk merencanakan terapi cairan supaya tidak terjadi kecerobohan dalam pemberian dan pemilihan cairan. Pendekatan ini dilakukan untuk mengindari pemberian cairan berlebih pada pasien anjing kecil atau pemberian cairan yang kurang jumlahnya pada pasien anjing besar. Hal-hal yang memerlukan tindakan terapi cairan adalah : (1) pengobatan terhadap shock, (2) mengganti cairan yang hilang dan memperbaiki keseimbangan elektrolit, (3) mempertahankan kebutuhan cairan dan elektrolit harian, (4) mengindari masalah baru akibat pengobatan suatu penyakit, (5) memperbaiki gangguan asam-basa (Hall 1983).
Kebutuhan volume Cairan
Jumlah cairan yang diperlukan untuk penggantian cairan yang hilang bergantung atas status dari hewan. Perhatian pertama ditujukan pada status volume darah, dan perhatian selanjutnya ditujukan pada pengembalian total air tubuh dan elektrolit. Ada tiga fase dalam terapi cairan, yaitu fase emergensi (darurat), fase replacement (penggantian), dan fase maintenan (mempertahankan). Fase emergensi adalah cairan yang harus
segera diberikan ke dalam tubuh hewan akibat tubuh kehilangan cairan yang banyak dalam waktu singkat seperti pada kasus kecelakaan, operasi bedah yang mengakibatkan banyak darah yang keluar, dan luka bakar. Fase replacement adalah pemberian cairan yang harus diberikan ke dalam tubuh hewan selama periode dehidrasi. Fase ini berdasarkan atas kebutuhan cairan untuk mengembalikan status cairan tubuh hewan menjadi normal, penggantian cairan tubuh yang hilang secara normal, dan mengganti cairan tubuh yang hilang secara abnormal (Lorenz et al., 1987).
Perhitungan kekurangan cairan tubuh
Perhitungan perkiraan jumlah kekurangan cairan tubuh dengan memperhatikan: 1.Perkiraan cairan tubuh yang hilang dari normal, 2. maintenan harian cairan tubuh, dan 3. kehilangan cairan tubuh secara abnormal. Perkiraan cairan tubuh yang hilang adalah jumlah dari cairan tubuh hewan yang hilang sebelum pasien / hewan dibawa ke dokter hewan, diperkirakan dari sejarah penyakit, hasil pemeriksaan fisik (Tabel 3 dan 4), perubahan berat badan hewan, dan data laboratorium.
Cairan maintenan adalah cairan dalam tubuh pasien yang hilang secara normal, dibedakan menjadi dua, pertama kehilangan yang dapat diukur, yang keluar dalam bentuk urin (sensible loss). Volumenya sebanyak 2/3 dari total
volume cairan maintenan (27 – 40 ml/kg BB/hari). Kedua, kehilangan cairan secara normal yang tidak dapat diukur (insensible loss) yaitu cairan yang hilang pada saat respirasi, terengah-engah dan keringat, dan melalui feses. Volumenya sebanyak 1/3 dari volume cairan maintenan (13 – 20 ml/kgBB/hari). Jadi secara total volume cairan maintenan yang dibutuhkan berkisar 40 – 60 ml/kgBB/hari. Ada juga yang melaporkan cairan yang hilang lewat urin sebanyak 20ml/kg BB/hari, dan cairan yang keluar lewat feses dan respirasi sebanyak 20 ml/kgBB/hari. Cairan ini harus dihitung dan diberikan ketika pasien tidak mampu untuk makan dan minum (Lorenz et al., 1987).
Pada pasien yang tidak mau makan dan minum, dilaporkan oleh para ahli, kebutuhan air dan energi adalah sama. Dilaporkan 1 kcal energi = 1 ml air, tetapi ada juga yang melaporkan kebutuhan energi dan air berbeda. Diperkirakan air yang diperlukan meliputi 50 ml/kg BB/hari, sehingga untuk memperoleh hasil yang lebih akurat disarankan menggunakan perhitungan: Kebutuhan cairan untuk maintenance = {(30x kg BB) + 70} (Wingfield, 2009). Pada anjing yang shock diperlukan dosis cairan 40-90 ml/kg/jam sedangkan pada kucing 20 – 60 ml/Kg/jam (Baldwin, 2001b).
Contoh. Seekor anjing dengan berat badan 10 kg mengalami dehidrasi dengan tingkat 7%, dan mengalami muntah.
Berapakah cairan yang diperlukan selama setelah 24 jam.
Jawab. Volume (ml) cairan yang diperlukan = volume cairan yang hilang + volume maintenance
= (10 kgx0,07x1000x0,80)+[(10x30)+70]
= (560) + (370) = 930 ml
Kehilangan cairan tubuh secara abnormal diperkirakan dari frekuensi hewan itu muntah atau diare dan jumlah cairan yang keluar setiap muntah atau diare. Perkiraan yang hilang itu kemudian dikalikan dua
Perhitungan Perkiraan kehilangan jumlah volume cairan pada hewan:
Cairan yang hilang =
BB (kg) x % dehidrasi x 1000
Cairan Manitenance =
BB (kg) x 40 – 60 ml / (BB x 30) + 70
Cairan hilang abnormal secara kontinyu = diperkirakan jumlah yang hilang (ml/kg)
Sebagai contoh:
-
1. Anjing dengan berat badan 20kg, mengalami dehidrasi karena anoreksia, diare profus selama 3 hari. Pasien menunjukkan gejala elastisitas kulit turun, membran mukosa kering, CRT sedikit lebih lama, PCV 57%, plasma protein 8.6 g/dl, BUN 38mg/dl, dan BJ urine 1.060. Tingkat dehidrasi diperkirakan 8%. Pertanyaannya berapa volume cairan yang
diperlukan oleh pasien itu? Berapa jumlah cairan yang harus diberikan dalam 24 jam (1 hari)?
Jawab :
20 kg x 0.08 (8%) x 1000 = 1600
20kg x 50 = 1000
Perkiraan Cairan hilang secara kontinyu (ml)= 400
Total (ml) = 3000
Cairan yang harus diberikan dalam 24 jam : 20 kg x 0.08 x 1000 x 0.8=
1200 ml
* 1000 ml = 1 kg
-
2. Anjing dengan berat badan 30 kg tidak mau makan dan minum selama 4 hari. Anjing itu muntah 6 kali sehari selama 2 hari. Sangat sedikit urin yang dikeluarkan selama 4 hari. Hitunglah jumlah kehilangan cairan dari anjing itu?
Jawab.
Kehilangan cairan yang tak terelakan selama 4 hari (20 ml/kg/24 jam)
= 4 x 30 x 20 = 2400 ml
Produksi urin perhari 20ml/kg/24 =
20 ml x 30 = 600 ml
Kehilangan lewat muntah 30 ml/muntah, sebanyak 12 kali = 360 ml
Jumlah total air yang hilang =
2400 ml + 600 ml + 360 ml = 3360 ml
Total cairan ekstraseluler yang hilang adalah 1/3 x 3360 = 1120 ml
Volume cairan sirkulasi yang berkurang adalah 1/3×1/4×3360 = 280 ml
Perlu diingat bahwa sangat sulit untuk mengganti seluruh cairan tubuh yang hilang dalam waktu 24 jam karena hewan akan melakukan urinasi dan respirasi juga saat mengalami dehidrasi. Sehubungan dengan hal tersebut minimal dapat diganti sebanyak 70-80% kekurangan cairan itu dalam 24 jam, dan sangat perlu diperhatikan penambahan volume cairan maintenan harian, jika hewan tidak mau makan dan minum.
Pilihan untuk terapi cairan
Jenis cairan yang digunakan dalam terapi cairan dikelompokkan menjadi larutan kristaloid dan koloid. Larutan kristaloid adalah larutan yang dapat menembus membran sel dengan mudah. Larutan ini mengandung elektrolit dalam berbagai macam komposisi. Kandungan utamanya adalah natrium. Apabila dimasukkan ke dalam tubuh, lebih dari 75% larutan kristaloid akan meninggalkan ruang intravaskular dalam waktu 30 menit setelah pemberian (Willyanto, 2010). Larutan koloid adalah larutan yang
memiliki osmolalitas lebih tinggi dari cairan ekstraseluler. Larutan koloid tidak dapat menembus dinding pembuluh darah dan menjaga tekanan osmotik cairan darah. Pemberian cairan koloid bersamaan dengan cairan kristaloid pada waktu resustensi atau maintenance akan memulihkan dan mempertahankan tekanan intravaskular.
Larutan Kristaloid
Secara umum larutan polionik dan isotonic seperti larutan laktat ringer adalah larutan serbaguna karena komposisinya mirip dengan larutan ekstraselular. Laktat ringer adalah larutan alkalin karena mengandung laktat sebagai precursor bicarbonate. Larutan ringer mengandung sejumlah chlor sebagai pengganti laktat yang berfungsi sebagai larutan penetral asam. Laktat ringer dan larutan ringer mengandung kalium (kalium) dalam jumlah kecil. Penambahan kalium chlorida (KCl) pada larutan diperlukan untuk pasien dengan kondisi kehilangan kalium yang banyak (hipokalemia) (Hall, 1983; Lorenz et al., 1987).
Larutan hipotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas lebih rendah dari serum darah (cairan ekstraseluler) contoh larutan hipotonik adalah 0,45% NaCl atau 2,5% dektrose/NaCl. Larutan ini tidak digunakan dalam keadaaan shock, tetapi dapat digunakan sebagai cairan
maintenance pada pasien yang memiliki
dan glukonat dimetabolisme di otot
risiko retensi cairan atau gagal jantung.
(Willyanto, 2010).
Larutan isotonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas sama dengan serum darah. Sangat bergunan untuk maintenance dan terapi shock. Contoh larutan isotonik: Lactated ringer’s solution, Normosol, dan NaCl 0,9%. Natrium chloride (0.9%) atau saline sering disebut larutan fisiologis, mengandung 154 mEq natrium (Na) dan 154 mEq Chloride. Tidak mengandung kalsium. Kalium, dan magnesium. Konsentrasi natrium (Na) mirip dengan cairan ekstraselular tetapi konsentrasi chloridanya lebih tinggi. Peningkatan jumlah chloride dapat menyebabkan keasaman cairan ekstraselular meningkat (hiperchloremik metabolic acidosis). Larutan ini harus dihindari pada pasien yang menderita gagal jantung, hipertensi, dan asidosis metabolik (Baldwin, 2001b). Larutan lactate ringers solution (LRS) mengandung kalsium, kalium dan laktat. Kandungan laktatnya akan diubah menjadi karbonat oleh hati. Larutan ini harus dihindari pada pasien penderita penyakit hati, kanker, hiperkalsemia, dan hiperkalemia. Normosol menyerupai LRS tetapi mengandung magnesium dan mengandung asetat dan glukonat, asetat
Larutan hipertonik adalah larutan yang memiliki osmolalitas lebih tinggi dari serum. Contohnya adalah 7,5% NaCl. Cairan ini baik diberikan pada penderita shock untuk meningkatkan tekanan intravaskular. Biasanya diberikan dalam bentuk bolus kecil (3-5ml/kg). Cairan ini bekerja dengan cara menarik cairan dari rongga interstitial dan intraseluler.
Larutan glukosa 5% juga bersifat isotonis. Awalnya digunakan untuk menyuplai air untuk mengurangi dehidrasi karena kehilangan air murni (pure water) (hipernatremia) seperti pada kasus kelelahan karena hipertermia. Air murni tidak dapat diberikan secara parenteral karena bersifat hipotonik dan menyebabkan eritrosit bengkak dan hemolisis. Karena glukosa 5% tidak mengandung elektrolit maka tidak baik diberikan pada pasien yang kehilangan elektrolit. Larutan glukosa 10%, 20% dan 50% dapat diberikan secara intra vena secara perlahan-lahan sampai terlarut dengan baik. Awalnya diberikan untuk mensuplai kalori dan penderita diuresis osmotic pada penderita insufisiensi renal. Larutan glukosa hanya dapat diberikan secara intravena (Baldwin, 2001b).
Tabel 3. Larutan yang umum digunakan untuk terapi cairan
Buffer |
Calori | ||||||
Solution |
Na+ |
K+ |
Cl- |
Ca++ |
Mg++ |
mEq/L |
Kcal/l |
Dextrose 5% dalam air |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
170 |
Dextrose 2,5% dalam 0,45 saline |
77 |
- |
77 |
- |
- |
- |
85 |
Larutan Laktat ringer |
130 |
4 |
109 |
3 |
- |
Lactac 28 |
9 |
Larutan ringer |
147 |
4 |
156 |
4,5 |
- |
- |
- |
Normosol – R (Multisol-R) |
140 |
5 |
109 |
- |
3 |
Acetat 27 Gluconat 23 |
15 |
Dextrose 5% dalam laktat ringer |
130 |
4 |
109 |
3 |
- |
Lactat 28 |
179 |
Normal saline (0,9%) |
154 |
- |
154 |
- |
- |
- |
- |
Dextrose 50% |
- |
- |
- |
- |
- |
- |
1700 |
Dextrose 5% dalam salin 0,9% |
154 |
- |
154 |
- |
- |
- |
170 |
Kalium Chlorida |
- |
2 |
2 |
- |
- |
- |
- |
Dikutip dari wingfield, 2009.
Larutan Koloid
Ada tiga macam larutan koloid sintetik yang biasa digunakan, yaitu Hetastarch, larutan ini memiliki berat molekul yang lebih tinggi daripada cairan ekstraseluler, karena itu akan tetap berada di dalam buluh darah selama 12 – 48 jam. Dektran, memiliki berat molekul yang lebih rendah dari hetastarch, tetapi ukuran molekul lebih bervariasi dan memiliki daya osmotik lebih kuat. Berada dalam buluh darah selama 4 – 8 jam. Oxyglobin adalah larutan hemoglobin sapi yang telah mengalami pemurnian dicampur dalam LRS yang sudah dimodifikasi. Larutan oxyglobin dapat berfungsi sebagai sistem transportasi oksigen dalam tubuh. Sangat
baik diberikan pada penderita anemia hemolitik dan trauma. Kapasitas pengankutan oksigen dapat dipertahankan sampai 40 jam (Willyanto 2010).
Pemilihan larutan yang diberikan pada pasien yang kehilangan cairan, harus diketahui kehilangan elektrolit tubuh dan patofisiologi penyakit yang diderita oleh anjing (Tabel 4).
Rute pemberian Cairan
Per Oral
Jika pasien mau minum dan tidak muntah lagi, pemberian secara oral merupakan pilihan yang paling baik. contoh larutan yang diberikan secara oral adalah entrolit,
pedialit, dan Gatorade. Jika pasien tidak mau minum, pemberian peroral dapat dilakukan dengan menggunakan syring, cairan disemprotkan melalui pipi di gigi geraham. Pemberian peroral adalah pemberian cairan yang paling murah dan ekonomis dalam pemberian suplemen nutrisi, dengan asumsi muntah atau gangguan gastrointestinal tidak berat (Baldwin, 2001a).
Subcutaneus
Pemberian cairan secara subcutaneus dilakukan jika tingkat dehidrasi ringan, dan hewan terlihat sedikit agresif. Larutan yang digunakan adalah larutan isotonik
dan jumlah yang diberikan tidak lebih dari 5 sampai 10 ml pada setiap injeksi. Pemberian atau tempat penyuntikan larutan harus aseptik dan dilakukan pada berbagai lokasi untuk memenuhi volume cairan yang dibutuhkan oleh hewan. Kecepatan penyerapan larutan subcutaneus ditentukan oleh kondisi tubuh pasien. Secara umum, penyerapan larutan secara subcutaneus berlangsung selama 6 sampai 8 jam. Jika larutan yang disuntikan masih tertahan dalam periode waktu tersebut, dianjurkan pemberian larutan dilanjutkan secara intravena untuk mempercepat perfusi carian perifer (Baldwin, 2001a; Mar Vista Animal Medical Center, 2006).
Tabel 4. Kandungan elektorlit dalam serum pada penyakit tertentu
Serum | |||||
Penyakit |
Na+ |
Cl- |
K+ |
HCO3- |
Volume |
Diare |
D |
D |
D |
D |
D |
Pilorik obstruksi |
D |
D |
D |
I |
D |
Dehidrasi |
I |
I |
N |
N/D |
D |
Congestive heart failure |
N/D |
N/D |
N |
N |
I |
Penyakit hati stadium akhir |
N/I |
N/I |
D |
D |
I |
Acut renal failure -Oliguria -Poliuria |
I D |
I D |
I N/D |
D D |
I D |
Chronic renal failure |
N/D |
N/D |
N |
D |
N/D |
Insufisiensi adrenocortikal |
D |
D |
I |
N/D |
D |
Ketoacidosis diabetik |
D |
D |
N/D |
D |
D |
D = menurun I = meningkat N = normal
*dikutif dari Wingfield WE. 2009. fluid and elektrolite therapy.
Intraperitoneal
Pemberian larutan secara intraperitoneal sangat cepat, mudah dan cairan yang diberikan akan segera direabsorbsi untuk meningkatkan sirkulasi volume cairan. Akan tetapi pemberian secara intraperitoneal sangat potensial menyebabkan peritonitis karena bakteri, luka viscera, dan menurunkan ventilasi respirasi karena mengganggu pergerakan diafragma, bahkan cairan yang diberikan dapat masuk ke rongga dada. Saat ini pemberian larutan secara intraperitoneal tidak dianjurkan lagi (Baldwin, 2001a).
Intravena
Pemberian cairan secara intravena dilakukan jika tingkat dehidrasi yang diderita oleh hewan mencapai 7% atau lebih. Lokasi tempat pemberian secara intravena yaitu vena periperal (misal vena saphena), vena jugularis (Long Beach Animal Hospital, 2009), dan intraosseus (Baldwin, 2001c). Pemberian secara intra vena juga dilakukan untuk perbaikan volume cairan ekstraseluler yang harus segera dilakukan pada kasus hemorhagic shock karena luka atau operasi (bedah) (Baldwin, 2001a).
Efek samping pemberian secara intravena yaitu : (1) dapat menimbulkan phlebitis, septicemia, dan overhidrasi, (2) memerlukan waktu pemberian yang lama, (3) memerlukan asisten untuk restrain pasien. Untuk mengurangi efek samping itu dapat digunakan vena cateter. Keuntungan penggunaan vena cateter: (1)
akses yang cepat menuju sirkulasi, (2) dapat melakukan infuse secara kontinyu tanpa merusak vena, (3) dapat mengurangi kebocoran perivascular, (4) dapat mengukur tekanan vena central (Mar Vista Animal Medical Center, 2006).
Penggunaan kateter yang lama (menetap) kadang-kadang menimbulkan komplikasi seperti thromboplebitis, thromboembolism, septikemia, dan bakterial endocarditis. Untuk mengurangi efek dari itu dianjurkan : (1) penggunaan cateter yang harus menetap hanya benar-benar diperlukan, (2) pertahankan kondisi yang seaseptik mungkin saat pemasangan cateter, (3) letakan tampon yang berisi betadin diatas tempat masuknya kateter ke kulit, (4) periksa secara rutin kulit disekitar tempat masuknya kateter, terutama adanya kemerahan, dan bengkak dan periksa adanya demam, leukositosis atau aritmia. Jika gejala itu teramati segera cabut kateter dan berikan antibiotika pada pasien, (5) jika harus menggunakan kateter dalam waktu lama, ganti kateter setiap 4-5 hari dengan yang baru (Mar Vista Animal Medical Center, 2006).
Kecepatan pemberian cairan
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kecepatan pemberian cairan adalah : (1) rute yang digunakan, (2) kehadiran penyakit primer, (3) kondisi klinis pasien, (4) tujuan terapi, (5)
komposisi cairan yang diberikan, (6) kesulitan restrain yang diperlukan.
Pengetahuan dasar penentuan kecepatan pemberian cairan ini adalah keperluan normal maintenan cairan harian. Keperluan normal maintenan cairan harian adalah 40 – 60 kg BB/hari atau 1.7-2.5 ml/kg/jam. Metode yang umum digunakan untuk rehidrasi pasien dehidrasi ringan sampai berat adalah mengganti secara cepat setengah dari cairan yang hilang selama 4- 8 jam pertama (diasumsikan fungsi kardiovaskular dan pembentukan urin sudah terjadi). Jika dilakukan dengan infuse larutan poliionik seperti laktat ringer kecepatannya 2 – 3 kali kecepatan kebutuhan normal harian (3.4-7.5 ml/kg/jam) sampai setengah dari kebutuhan hewan telah terpenuhi. Setengah dari kebutuhan yang kurang dipenuhi secara perlahan selama 16-20 jam secara intravena dengan kecepatan 1.5-2.0 kali kebutuhan maintenance (2.5 -5.0 ml/kg/jam). Kecepatan pemberian dapat dikurangi sampai mencapai 1.7-2.5 ml/kg/jam dan pemberian dapat diganti secara subcutan.
Secara umum Formula yang dapat digunakan sebagai acuan memperkirakan kecepatan maksimal yang aman untuk pemberian infuse intravena :
Berat badan (kg) x 90 = ….. ml larutan/jam
atau kecepatan pemberian cairan dapat diberikan sebanyak 70-80 tetes per menit, tergantung ukuran hewan. Penghitungan jumlah tetes per menit untuk total volume yang diberikan pada hewan dapat dihitung dengan cara :
Tetes per menit = total volume x tetes per ml Menit
Untuk dapat menggunakan rumus di atas, perlu diketahui jenis alat infus yang digunakan.Terdapat dua jenis alat infus yaitu untuk dewasa dan untuk anak-anak. Alat infuse dewasa umumnya menghasilkan 15-20 tetes/ml tergantung pada pabrik pembuatnya. Jika menggunakan alat infuse anak-anak menghasilkan 60 tetes/ml. (Willyanto 2010).
Contoh: Anjing dengan berat badan 4,5 Kg dengan tingkat dehidrasi 8%, atas pertimbangan pemeriksaan, diputuskan untuk mengganti cairan itu dalam 12 jam. Jawab: Jumlah cairan yang diganti dari cairan yang hilang secara abnormal: 0.08 x 4,5 Kg x 1000 ml = 360 ml. Jumlah menit yang diperlukan = 12 jam X 60 menit = 720 menit. Setiap 1 ml = 60 tetes atau 10 tetes ini tergantung ukuran jarum yang digunakan. Jadi jumlah tetes per menit : (360 : 720) x 60 = 30 tetes per menit. Satu menit sama dengan 60 detik, jadi tiap detik diperlukan : 60 detik / 30 tetes = 2 tetes/detik.
Perhitungan pemberian tetes tiap menit dapat dihitung dengan cara : Kecepatan (tetes/menit) = kebutuhan cairan per jam (ml/jam) x jumlah tetes tiap ml (tetes/ml) (sesuai kalibrasi dapat 60 tetes atau 10 tetes/ml) dibagi dengan 60 (menit/jam). Contoh anjing memerlukan 75ml/jam, sehingga jumlah tetes yang diberikan tiap detik : 75 X 10 (asumsi 1 ml = 10 tetes) : 60 = 12,5 tetes/menit. Jadi setiap detik diberikan : 60 detik (1 menit = 60 detik) : 12,5 tetes/menit = 1 tetes setiap 4.8 detik (Baldwin 2001b).
Risiko Pemberian Cairan
Jika pemberian cairan dilakukan secara berlebihan, maka risiko yang paling sering terjadi adalah overhidrasi. Gejala kelebihan cairan akan ditunjukan dengan edema pulmonum sebagai gejala akhir, gejala yang mengawali adalah: gelisah, menggigil, takikardia, keluar leleran serous dari hidung, takipnea, rales basah, batuk, mata mendelik, muntah, dan diare (Baldwin, 2001b).
Kesalahan umum yang sering dilakukan pada terapi cairan diantaranya tidak menimbang berat bada pasien, memberikan cairan yang mengandung kadar natriun yang tinggi pada pasien yang berisiko edema, memberikan furosemid pada penderita yang sedang mendapatkan terapi cairan, tidak memperhitungkan kebutuhan kalium
pasien atau pasien tidak cukup mendapat kalium dari infus yang digunakan,
memberikan cairan yang berlebihan pada penderita gagal ginjal, memberikan cairan terlalu lambat pada penderita shock (Willyanto, 2010).
Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, yang dapat mengancam jiwa pasien, maka perlu dilakukan monitoring terhadap kondisi pasien secara regular setiap 4 jam dan dicatat kondisi selama 24 jam termasuk jumlah urin yang dikeluarkan. Parameter yang harus dicatat dan frekuensi monitoring tergantung atas kasus pasien, sebaiknya semua hal tentang perkembangan pasien dicatat sehingga dapat data yang lengkap dari pasien. Untuk monitoring terapi cairan hal-hal yang perlu dicatat adalah PCV, total protein plasma, berat badan, BUN, elektrolit serum terutama Natrium dan Kalium (Baldwin, 2001a).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan:
-
1. Terapi cairan merupakan salah satu cara pengobatan utama pada pasien yang kritis dan memerlukan perawatan intensif.
-
2. jenis cairan yang akan diberikan harus dipilih secara hati-hati dengan mempertimbangkan kandungan asam basa, elektrolit, dan tingkat dehidrasi pasien
DAFTAR PUSTAKA
Bukowski JA, Aiello SE. 2008. Dog and Cat Diarrhea. Vet-approved pet information.http://webvet.com.
Tanggal 3 Desember 2009.
Baldwin K. 2001a. Transfusion Medicine for the companion animal. Atlantic coast veteriner conference (ACVC) http://www.vin.com. Tgl akses 3 Desember 2009.
Baldwin K. 2001b. Fluid Therapy for the companion animal. Atlantic coast veteriner conference
(ACVC). http://www.vin.com.
Tanggal akses 3 Desember 2009.
Baldwin K. 2001c. Intravenous and Intraosseus Catheter Placement in the companion animal. Atlantic coast veteriner conference (ACVC). http://www.vin.com.
Tanggal akses 3 Desember 2009.
Edney ATB. 1983. Dog and Cat nutrition. Pergamon Press. New York.
Einstein R, Jones RS, Knifton A, Starmer GA. 1995. Principles of veterinary therapeutics. Longman Scientific & Technical. New York.
Ellershaw JE, Sutcliffe JM, Saunders CM. 1995. Dehydration and the dying patient. J Pain Symptom Manage. 10:192-197.
Hall LW. 1983. Fluid therapy and intravenous nutrition. In Dog and Cat nutrition. Editor ATB Edney. Pergamon Press. New York.
Hartanto, WW. 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. Bandung.
Heitz U, Horne MM. 2005. Fluid, Electrolyte and Acid Base Balance. 5th Ed. Missouri, Elseiver-Mosby.
Long Beach Animal Hospital. 2009. I.V Catheters &
Fluids. Http://www.lbah.com. Tang gal Akses 3 Desember 2009.
Lorenz MD, Cornelius LM, Ferguson DC. 1994. Small animal medical therapeutics. JB lippincott
Co.Philadelphia New York.
Mar Vista Animal Medical Center. 2006. Fluid Therapy. The Cornerstone of treatment.Http://marvistavet.com Tanggal akses 3 desember 2009.
Pandey CK, Singh RB. 2003. Fluid and Electrolyte Disorders. Indian J Anaesh. 47(5) : 380-387.
Willyanto I. 2010. Terapi Cairan: memilih larutan terbaik untuk tiap pasien. Seminar sehari continuing Education APDHKI Denpasar. Bali 30 Januari 2010.
Wingfield WE. 2009. Fluid and
Elektrolite therapy. http://www.
cvmbs.colostate.edu/clinsci/wing/fl uids/fluids.htm. 22 mei 2009
83
Discussion and feedback