Buletin Veteriner Udayana

ISSN : 2085-2495

Vol. 2 No.1. :35-44

Pebruari 2010

STUDI PATOGENESIS PENYAKIT JEMBRANA SAPI BALI BERDASARKAN KARAKTERISTIK SELTERINFEKSI PADA JARINGAN LIMFOID

DAN DARAH TEPI

(Studies of The Pathogenesis of Jembrana Disease Based on the Characteristic of Infected Cells in The Lymphoid Tissues and Peripheral Blood)

I Ketut Berata

Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana

E-mail: iketutberata@yahoo.co.id

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari patogenesis penyakit jembrana pada sapi Bali, berdasarkan karakteristik sel terinfeksi dalam jaringan limfoid dan sel-sel darah tepi. Satu ekor sapi bali diinokulasi dengan virus penyakit jembrana (JDV). Pada demam hari kedua, darah tepi sapi percobaan diambil dari vena jugularis. Limfosit dari darah tepi diisolasi dengan teknik picoll. Kemudian sapi dinekropsi. Limpa, limfoglandula prescapularis dan prefemoralis diambil secara aseptik, kemudian diproses untuk pembuatan sediaan histopatologi. Untuk penghitungan persentase sel-sel terinfeksi dalam organ limfoid, sebagian jaringan limfoid dibuat suspensi dalam PBS yang selanjutnya dibuat preparat ulas pada gelas objek. Limfosit dari darah tepi, preparat ulas dan sediaan histopatologis masing-masing diwarnai dengan teknik imunoperoksidase tidak langsung. Pada pewarnaan ini, sel-sel terinfeksi JDV tampak coklat. Intensitas warna coklat diperiksa untuk menentukan tingkat infeksi. Hasil penelitian menunjukkan persentase sel terinfeksi JDV pada limpa dan limfoglandula jumlahnya sama, berkisar 9,5%. Sedangkan sel terinfeksi JDV pada limfosit darah tepi rata-rata 7%. Berdasarkan intensitas warna coklat tampak bahwa sel terinfeksi pada limfoglandula lebih kuat dibandingkan dengan pada limpa.

Kata kunci : Pathogenesis, Penyakit jembrana, Imunoperoksidase, Organ Limfoid.

ABSTRACT

The aim the research is to studi pathogenesis of Jembrana disease on Bali cattle based on the characteristic of infected cells in lymphoid tissues and peripheral blood mononuclear cells. The healthy Bali cattle was inoculated with Jembrana disease virus (JDV) (BBVet collection). After the second day of fever, the peripheral blood of

experimental cattle was took jugularis vein. Lymphocyte cells from the peripheral blood was isolated by picoll-paque gradient method. Then the experimental cattle was necropsied. The spleen, praescapularis lymphnode and praefemoralis lymphnode were took by aseptically, thenits were processed for to histopathological preparation. For to examine the percentage of the infected cells in lymphoid organs, the part of each lymphoid tissues were made suspension in phosphat buffer saline, then it was made smear preparation on the object glass. Those peripheral lymphocyte cells, lymphocyte smears and histopathological preparation were stained by indirect immunoperoxidase technique. The JDV infected cells was appeared brown color. The intensity of brown color was examined for to determine degree of the infection.The result showed that percentage of JDV infected cells in both spleen andlymphnodes are similarly i.e. average 9,5%. Percentage of the JDV infected cells on peripherallymphocyte cell was average 7%. Based on the intensity of brown color was appeared that the JDV infected cells from the lymphnodes were stronger than from spleen. The conclusion is the most of the port d‘entry JDV is through the subcutaneus route.

Key words Pathogenesis, Jembrana disease virus, Lymphoid organ.

PENDAHULUAN

Berbagai metode digunakan untuk mempelajari patogenesis penyakit atau perjalanan penyakit mulai dari tempat masuk (port d’entry) agen infeksi sampai timbulnya sakit atau kematian hospesnya.Salah satu metode yang menarik untuk digunakan mempelajari patogenesis penyakit jembrana pada sapi bali adalah berdasarkan karakteristik sel terinfeksi virus penyakit jembrana (JDV=Jembrana Disease Virus) pada organ limfoid dan darah tepi. Organ limfoid yang diperiksa adalah limpa dan limfonode superfisialis, karena organ limfoid ini paling banyak mengandung sel-sel terinfeksi JDV (Chadwick, et al,1998). Sel-sel terinfeksi JDV pada limpa dan limfonode dilaporkan berlokasi

pada parafolikel, yang menunjukkan bahwa sel terinfeksi JDV adalah limfosit T (Dharma, et al1991). Jumlah sel terinfeksi JDV pada limpa dan limfonode diperkirakan sekitar 10-15% (Chadwick, et al 1997). Sedangkan pada darah tepi ditemukan sedikit sel terinfeksi JDV, tetapi belum dilaporkan persentasenya. Selain itu belum ada laporan penelitian tentang ukuran sel terinfeksi JDV pada limpa, limfonode dan darah tepi. Adanya perbedaan ukuran sel terinfeksi JDV sering menimbulkan perdebatan bahwa sel terinfeksi bukan limfosit T. Abbas, et al (2000) melaporkan bahwa limfosit yang terinfeksi umumnya membengkak dan ukurannya bertambah besar. Dilain pihak ukuranlimfosit berkaitan dengan perkembangan sel dari yang muda

menjadi dewasa. Limfosit dewasa memiliki ukuran lebih kecil (10-12 µ) dari pada yang muda (limfoblas). Sehingga sel terinfeksi JDV diperdebatkan apakah itu sel limfoblas atau limfosit B. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang patogenesis penyakit berdasarkan karakteristik sel terinfeksi JDV.

Walaupun limpa dan limfonode sama-sama organ limfoid primer, tetapi banyak penelitian yang menemukan adanya variasi peran dari kedua organ tersebut. Pada penelitian inokulasi bakteri pada mencit dengan beberapa rute yang berbeda ditemukan bahwa rute intraperitoneal dan intravenus menimbulkan respon seluler yang signifikan pada limpa. Sedangkan inokulasi melalui subkutan menimbulkan respon seluler pada limfonode (Turcotte, et al, 1978). Demikian pula penelitian tentang mekanisme sel T memori dilaporkan ada peran yang berbeda antara limpa dan limfonode (Bradley, et al,1992). Belum ada penelitian tentang variasi peran antara organ limfoid pada infeksi JDV. Penelitian bertujuan untuk mempelajari patogenesis penyakit Jembrana pada sapi berdasarkan karakteristik sel-sel terinfeksi JDV pada limpa, limfonode dan darah tepi.

MATERI DAN METODE

Penyiapan Sapi Bali

Sapi bali yang digunakan berasal dari Nusa Penida, jenis kelamin betina dan berumur 2 tahun. Sapi diadaptasikan selama 2 minggu, divaksinasi Septicemia Epizootica (SE), diberi obat cacing dan pemberian pakan serta minum secara ad libitum. Sapi dikandangkan dan dipelihara di Balai Besar Veteriner (BBVet).

Virus Penyakit Jembrana

Virus penyakit Jembrana (JDV) yang digunakan menginokulasi sapi adalah isolat Tabanan/87 yang diperoleh dari                      Laboratorium

Bioteknologi BBVet Denpasar.

Inokulasi Sapi dengan JDV dan Nekropsi Sapi

Sapi bali yang bebas penyakit Jembrana, diinokulasi dengan suspensi limpa 15% dari sapi terinfeksi JDV. Limpa sapi terinfeksi JDV (isolat Tabanan/87) yang tersimpan pada suhu -70oC (BBVet Denpasar), dicincang, dan kemudian digerus sampai lumat. Setelah penambahan PBS (pH.7,2) sampai konsentrasinya 15%, dan gerusan limpa ditampung dalam tabung steril. Kemudian disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan kemudian diambil dan dipakai untuk menginokulasi sapi sehat yang telah disiapkan. Penyuntikan dilakukan secara intramuskuler sebanyak 10 ml

cairan supernatan dari suspensi limpa 15%.

Suhu tubuh sapi diukur setiap hari, dan ketika sapi menunjukkan gejala demam hari kedua (suhu rektal lebih besar 39,5oC), maka darah tepi diambil dengan tabung yang berisi antikoagulan EDTA 5%. Limfosit yang diperoleh dari darah tepi sapi terinfeksi JDV, digunakan untuk pemeriksaan sel terinfeksi JDV. Sapi yang mengalami demam hari kedua dinekropsi dan limpa dan limfonode diambil secara aseptis. Limpa dan limfonode yang terinfeksi JDV tersebut dibuat preparat dengan cryomicrotome yang akan dipakai bahan penentuan sel terinfeksi JDV. Preparat hasil cryomicrotome dari limpa dan limfonode sapi terinfeksi JDV, diwarnai dengan teknik imunohistokimia / imunositokimia yaitu imunoperoksidase tidak langsung.

Isolasi Limfosit Darah Tepi

Sebelum sapi dinekropsi, darah tepi diambil untuk memperoleh limfosit darah tepi. Darah tepi diambil secara aseptis melalui vena yugularis dengan menggunakan venoject dan ditampung dalam tabung steril yang telah diisi antikoagulan EDTA 5%. Penghitungan total sel leukosit dan sel limfosit dilakukan dengan haemositometer. Darah ini disentrifus 2500 rpm selama 10 menit. Lapisan putih (buffy coat) di antarasel darah merah dan plasma diambil dan

disuspensikan dengan media DMEM tanpa serum. Limfosit dipisahkan dari buffy coat dengan cara Ficoll-paque gradient yaitu disentrifus 3.000 rpm selama 30 menit. Lapisan limfosit diambil dan dicuci 3 x dengan media DMEM tanpa serum. Limfosit yang diperoleh, diresuspensi dan dibuat preparat ulas pada gelas objek yang telah dilapisi poly-l-lysin. Setelah kering, preparat diwarnai dengan teknik imunoperoksidase tidak langsung sesuai metode Dharma (2002).

Pembuatan Preparat Histologis Jaringan Limfoid

Limpa dan limfonode yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari sapi bali terinfeksi JDV yang dinekropsi pada demam hari kedua. Limfonode yang diambil adalah limfonode prescapularis dan prefemoralis. Jaringan limpa dan limfonode kira-kira sebesar 1 cm3 diambil secara aseptis, dan dibekukan pada suhu -20OC. Jaringan limpa kemudian diberi OCT (Sigma, USA), kemudian dibekukan secara cepat dengan cara mencelupkan ke dalam nitrogen cair. Jaringan yang beku tersebut kemudian dipotong dengancryomicrotome yang diset pada suhu -20OC. Potongan jaringan segar setebal 4-5 µm, selanjutnya ditempatkan di atas gelas objek yang telah dilapisi poly-l-lysine 0,001% (Sigma, USA). Setelah dikeringkan di udara, jaringan difiksasi dengan aseton dingin yang mengandung H2O2 3%, selama 30

menit. Untuk dapat menghitung sel-sel terinfeksi JDV, maka limfosit dari limpa dan limfonode dibuat suspensi terlebih dahulu. Pelet dari suspensi diresuspensi dengan PBS (pH 7,2-7,4) dan dibuat preparat ulas pada gelas objek yang telah dilapisi poly-l-lysin.

Tahap Pewarnaan Imunoperoksidase Tidak Langsung

Untuk menentukan adanya limfosit yang terinfeksi JDV, baik dalam limpa, limfonode dan limfosit darah tepi, dilakukan uji imunositokimia dengan teknik imunoperoksidase tidak langsung sesuai prosedur Dharma (2002). Preparat ulas dari limfosit darah tepi yang telah dikeringkan pada suhu kamar, bisa langsung dilakukan pewarnaan. Preparat jaringan limfoid yang disimpan pada suhu -20OC, dikeluarkan dan dibiarkan 15 menit pada suhu 4OC sambil memberi kode seperlunya. Dalam suasana lembab, preparat digenangi dengan serum kambing normal 10% dalam PBS. Selanjutnya tambahkan AbMo primer berupa AbMo anti-Ca JDV (BBVet Denpasar), dengan pengenceran 1:200 dalam BSA 1%. Setelah diinkubasi selama 1 jam pada suhu kamar, dilakukan pencucian 3×5 menit dengan PBS pH 7,4.Selanjutnya preparat ulas digenangi dengan goat anti-mouse IgG-HRP (ICN-USA), dengan pengenceran 1:100. Antibodi ini berfungsi sebagai perangkai

silang (cross linker) antibodi.Setelah pencucian 3×5 menit dengan PBS, preparat digenangi dengan mouse peroxidase-anti-

peroxidase complex (PAP) (Sigma, USA), dengan pengenceran 1:800.Inkubasi selama 40 menit pada suhu kamar, dan kemudian dicuci 3×5 menit dengan PBS. Kemudian tambahkan substrat diamino benzidine/DAB (Sigma, USA) 0,01% dalam PBS yang mengandung 2% H2O2.Setelah inkubasi 6 menit pada suhu kamar, reaksi substrat dihentikan dengan cara dicuci pada air mengalir selama 15 menit. Selanjutnya diwarnai latar belakang (counterstain) dengan Mayer’s haematoksilin selama 5 menit pada suhu kamar.Mayer’s haematoksilin mewarnai inti sel, sehingga tampak berwarna biru / ungu. Limfosit yang terinfeksi JDV dengan pewarnaan ini akan tampak coklat pada sitoplasmanya dengan inti berwarna biru/ungu. Sisa warna dalam limfosit dibersihkan dengan air kran mengalir selama 5 menit.Berikutnya didehidrasi dengan alkohol absolut 2×5 menit, dan dibersihkan dengan mencelupkan ke xylol 2×5 menit. Setelah dikeringkan, preparat diisipermount dan ditutup dengan coverslip. Jumlah sel terinfeksi JDVdiperiksa dan dihitung dibawah mikroskop (perbesaran 10×40) dalam 5 lapang pandang. Persentase sel terinfeksi JDV dihitung dengan rumus :


HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dalam limpa tampak pola penyebaran limfosit terinfeksi JDV yang bervariasi ukurannya. Sel limfosit yang paling banyak terinfeksi JDV ditemukan di daerah parafolikel. Parafolikel limpa merupakan lokasi dari sel limfosit T. Ada kecenderungan bahwa sel limfosit terinfeksi JDV dalam limpa membentuk pola klon multifokal. Setiap klon limfosit terinfeksi JDV mempunyai ukuran yang bervariasi mulai dari kecil yang tediri atas beberapa limfosit terinfeksi JDV, sampai klon sel besar yang terdiri atas ratusan limfosit terinfeksi JDV. Sementara jumlah limfosit terinfeksi JDV yang ditemukan di daerah folikel jauh lebih sedikit dari pada di daerah parafolikel. Karena penyebarannya yang berpola klon multifokal, jumlah limfosit terinfeksi JDV dalam limpa sulit dihitung secara akurat. Untuk tujuan penghitungan, maka dilakukan dengan cara membuat suspensi dari potongan limpa yang terinfeksi JDV. Suspensi tersebut dibuat preparat ulas di atas gelas objek yang telah dilapisi poly-

L-lysin,sebelum dilakukan pewarnaan imunoperoksidase tidak langsung. Dalam limfosit darah tepi, sel terinfeksi JDV tampak mempunyai ukuran bervariasi, tetapi semua sel terinfeksi merupakan jenis sel mononuklear yang menyerupai makrofag, limfosit besar dan limfosit kecil. Kebanyakan limfosit terinfeksi JDV memiliki ukuran yang lebih besar dari pada limfosit normal (Gambar 1B)

Hasil penghitungan jumlah sel terinfeksi JDV pada limpa dan limfonode rata-rata 9,5% dan limfonode rata-rata 8,5%. Tidak ada perbedaan pola dan jumlah rata-rata persentase sel terinfeksi JDV pada limfonode prescapularis dibandingkan limfonode prefemoralis. Hal yang menarik pada pewarnaan preparat jaringan limfoid adalah sel terinfeksi pada jaringan limfoid lebih coklat dan lebih mudah diperoleh dari pada limpa. Hasil ini menunjukkan ada perbedaan kualitas antara sel terinfeksi di limfonode dan di limpa. Pada limfosit darah tepi diperoleh rata-rata sel terinfeksi JDV sekitar 7%.


Gambar 1. Sel limfosit terinfeksi JDV pada jaringan limfoid dan darah tepi sapi bali. Limfosit terinfeksi JDV ditandai dengan adanya warna coklat pada sitoplasma sel limfosit. A).Sel limfosit terinfeksi JDV dalam limpa ditandai dengan adanya klon sel multifokal dan setiap klon terdiri atas banyak sel terinfeksi JDV (10×5). B). Sel limfosit yang terinfeksi JDV pada darah tepi mempunyai ukuran yang bervariasi, tetapi kebanyakan lebih besar dari pada limfosit normal (10×10).

Pembahasan.

Adanya variasi ukuran sel terinfeksi pada limpa dan limfonode menimbulkan pertanyaan: apakah sel yang berukuran lebih besar dari pada limfosit normal tersebut bukan limfosit dewasa (limfoblas) atau justru limfosit B. Karena batas folikel (lokasi limfosit B) dengan parafolikel (lokasi limfosit T) tidak jelas (Tizard, 2002) pada limpa maupun limfonode. Pola sel terinfeksi JDV pada limpa maupun limfonode tampak semakin tidak jelasnya batas antara folikel dan parafolikel. Hal ini dilaporkan sebagai akibat folikel yang mengalami atrofi dan sel di parafolikel proliferasi (Dharma, et al, 1994). Folikel limpa merupakan lokasi limfosit B dimana sel plasma yang berperan sebagai penghasil antibodi. Atrofinya folikel ini menyebabkan tidak dapat diproduksinya

antibodi pada fase akut penyakit jembrana. Sebagaimana diketahui, penyakit jembrana adalah satu-satunya penyakit oleh Lentivirus yang bersifat akut, dengan masa inkubasi virus 5-12 hari. Sehingga JDV disebutkan sebagai golongan baru dari Lentivirus (Wilcox, et al. 1995).

Berdasarkan hasil pemeriksaan antibodi terhadap penyakit Jembrana pada uji serologis diperoleh data bahwa antibodi muncul setelah minggu ke 7 (Hartaningsih, et al2001). Hal inilah yang menyebabkan adanya imunosupresi sementara pada sapi penderita penyakit Jembrana (Wareing, 1999). Oleh karena itu proses kesembuhan sapi penderita penyakit Jembrana dilaporkan sebagai akibat respon kekebalan seluler. Pada kasus lapangan, sapi penderita dapat

menunjukkan kesembuhan mulai minggu ketiga (Dharma, 1996).

Tidak adanya perbedaan pola sel terinfeksi pada limpa dan limfonode menunjukkan bahwa sel terinfeksi adalah sejenis. Demikian pula tidak adanya perbedaan antara limfonode prescapularis dengan prefemoralis menunjukkan peran yang sama kedua limfonode tersebut. Tetapi berdasarkan intensitas warna coklat, tampak sel terinfeksi pada limfonode lebih coklat yang menunjukkan adanya variasi kualitas sel terinfeksi JDV. Hal ini mungkin berkaitan dengan patogenesis penyakit Jembrana yang dilaporkan port d’entry virus adalah melalui gigitan lalat penghisap darah (Putra, 2001). Akibat rute infeksi melalui subkutan, maka analog dengan penelitian rute inokulasi bakteri dilaporkan bahwa inokulasi subkutan akan memberikan respon seluler yang lebih tinggi pada limfonode superfisialis (Turcotte, et al, 1978).

Pada sel limfosit darah tepi, JDV menginfeksi sel dengan ukuran yang bervariasi. Semua sel yang terinfeksi merupakan sel mononuklear yang menyerupai makrofag, sel limfosit besar dan kecil. Dalam limpa dan limfonode, JDV juga menginfeksi sel dengan ukuran bervariasi. Ada kecenderungan bahwa sel terinfeksi JDV dalam limpa menyebar dengan pola klon multifokal, dan paling banyak ditemukan di daerah parafolikel

limpa. Ukuran klon sel yang terinfeksi JDV, bervariasi mulai dari klon kecil yang terdiri atas beberapa sel terinfeksi sampai klon besar yang terdiri atas ratusan sel terinfeksi JDV. Pola penyebaran sel terinfeksi JDV dalam limpa semacam ini telah dilaporkan oleh Chadwick, et al (1997). Sangat mungkin bahwa setiap klon sel terinfeksi JDV terdiri atas banyak sel, mulanya berasal dari satu sel subset limfosittertentu. Sel ini kemudian membelah dan memperbanyak diri menjadi klon yang lebih besar dengan subset yang sama.

Berdasarkan variasi ukuran sel terinfeksi JDV, sepintas memang seperti limfoblas ataupun limfosit B. Tetapi jika dilihat berdasarkan mekanisme infeksi, dimana organ-organ limfoid merupakan tempat terjadinya proses interaksi virus dengan sel target, maka limfosit T merupakan sel yang beredar dalam darah tepi (Mims, 1995).Adanya ukuran limfosit yang lebih besar pada limpa, limfonode maupun darah tepi adalah akibat adanya reaksi terhadap infeksi virus. Sel yang terinfeksi agen virus umumnya terjadi pembengkakan (Abbas, et al, 2000).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pola sel terinfeksi JDV pada limpa dan limfonode superfisialis adalah berbentuk klon

terutama di parafolikel yang

menunjukkan sel T yang terinfeksi. Adanya intensitas sel terinfeksi JDV pada limfonode yang lebih kuat menunjukkan bahwa infeksi JDV lebih dominan masuknya dari daerah subkutan.

Saran.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof.drh.Nyoman Mantik Astawa, PhD dan drh.N.Hartaningsih, MVSc.PhD, atas bantuan bahan dan teknik untuk penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abbas,A.K., A.H. Lichtman.,J.S Pober.

2000. Cellular and Molecular Immunology. 4th.Ed. Saunders Co.p.161-269.

Astawa, N.M., N. Hartaningsih, D.M.N.

Dharma, W.M. Tenaya, Budiantono dan W. Ekaana. 2005. Replikasi Virus Jembrana pada Kultur Limfosit Darah Tepi asal Sapi Bali. J.Vet.6(4).p.135-142.

Barrouin-Melo,SM.. DF.Larangeira, J.Trigo,PHP.. Aguiar, WL.Conrado dos-Santos, L, Lain Pontes-de-Carvalho.2004. Comparison between splenic and lymph node aspirations as sampling methods for the parasitological              detection

of Leishmania chagasi infection in dogs . Mem. Inst. Oswaldo Cruz 99(2) Rio de Janeiro Mar. 2004

Bradley, L.M. GG.Atkins,.and SL.Swain,.1992. Long-term CD4+ memory T Cell from the spleen lack MEL-14, the lymphnode homing receptor. J.of. Immunol. 148.1-7.

Chadwick, B.J., M.Desport, DMN. Dharma, J.Brownlie and GE.Wilcox, 1997. Detection of Jembrana Disease Virus in Paraffin-emmbedded Tissue Sections by In Situ Hybridization. Workshop on Jembrana Disease and the Bovine Lentivirus. Denpasar Bali. ACIAR Proceeding. No. 75. p. 66-71.

Chadwick, B.J., M. Desport, J.Brownlie, GE. Wilcox and DMN. Dharma. 1998. Detection of Jembrana Disease Virus in Spleen, Lymphnodes, Bone Marrow and Other Tissues by In Situ Hybridization of Paraffin-Emmbeded Sections. J.of General Virol. 79:101106

Dharma, D.M.N., A.Budiantono., RSF. Campbell, and PW.Ladds. 1991. Studies on Experimental Jembrana Disease in Bali Cattle. III. Pathology. J.of.Comp.Pathol. 105 : 397-414

Dharma, D.M.N., PW. Ladds, GE. Wilcox, G.E and RSF.Campbell. 1994. Immunology of Experimental Jembrana Disease in Bali Cattle. Vet.Immunol. and Immunopathol. 44: p. 31-44

Dharma, D.M.N. 1996. The Pathology of Jembrana Disease. In : Wilcox, G.E., Soeharsono, S., Dharma, D.M.N., Copland, J.W., Editors. Jembrana Disease and The Bovine Lentiviruses. ACIAR Proceedings No. 75. p. 26-28.

Dharma, D.M.N. 2002. Teknik Imunohisokimia. In : Hartaningsih, N. Editor. Manual Diagnosa Laboratorik Penyakit Jembrana. Materi kursus peningkatan metode diagnosa penyakit jembrana. ACIAR-BPPV VI Denpasar. p.76-98.

Mims. C.A., N. Dimmock, A. Nash and A. Stephen. 1995. Mims Pathogenesis of Infectious Disease. 4th.ed. Orlando. Academic Press p.266-282.

Putra, A.A.G.2001. Kajian Epidemiologi dan Strategi Penaggulangan Penyakit Jembrana di Indonesia. In: Hartaningsih, N. and Putra, A.A.G..Editor. Tiga Puluh Tahun Menaklukan Penyakit Jembrana. Prosiding Seminar Nasional Penyakit Jembrana. Denpasar 9 Okt.2001.p.30-50.

Tizard, I.R. 2002. An Introduction to Veterinary           Immunology.

W.B.Saunders Co.p.97-121.

Turcotte,     R..L.     Lafleur and

M.Labrece.1978. Opposite Effect of BCG on Spleen and Lymph Node : Lymphocyte Proliferation and Immunoglobulin         Synthesis.

Infect.Immun.21(3):696-704.

Wareing, S., N. Hartaningsih, GE. Wilcox, G.E. and WJ. Penhale. 1999. Evidence for Immunosupression Associated With Jembrana Disease Virus Infection of Cattle. J.Vet.Microbiol. 68: p.179-185

Wilcox, G.E., BJ. Chadwick, and G.Kertayadnya.1995. Jembrana Disease Virus : A New Bovine Lentivirus Producing an Acute Severe Clinical Disease in Bos javanicus Cattle. Abstract in third International Conggress on Veterinary Virology, Interleken, Switzerland. 4-7 September 1994.

44