Buletin Veteriner Udayana

p-ISSN: 2085-2495; e-ISSN: 2477-2712

Volume 7 No. 2: 114-120

Agustus 2015

Distribusi Cysticercus bovis Pada Sapi Bali Tiga Bulan Pasca Infeksi Telur Taenia saginata

(DISTRIBUTION CYSTICERCUS BOVIS ON BALI CATTLE OF EXPERIMENTALLY INFECTED WITH TAENIA SAGINATA THREE MONTHS POST INFECTED)

Putu Sita Paramita Diyani1, I Made Dwinata2, Nyoman Sadra Dharmawan3

1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, 2Laboratorium Parasitologi Veteriner Universitas Udayana, 3Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Universitas Udayana Jl. PB. Sudirman, Denpasar-Bali.

Email: [email protected]

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian menginfeksi telur Taenia saginata pada sapi bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lokasi penyebaran dan jumlah Cysticercus bovis yang ditemukan pada masing-masing lokasi tersebut tiga bulan pasca infeksi. Penelitian ini menggunakan satu ekor sapi bali betina, umur enam bulan. Sapi bali tersebut diinfeksi dengan 500.000 telur Taenia saginata (isolat Bali). Sapi dinekropsi tiga bulan (103 hari) pasca infeksi. Jumlah C. bovis yang ditemukan beserta lokasi penyebarannya dicatat dan dikelompokan berdasarkan organ dan otot skeletal yang terinfeksi. Data yang diperoleh dalam bentuk jumlah dan lokasi sebaran disajikan dalam hitungan persentase, selanjutnya data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa total C. bovis yang ditemukan 534, yang terdistribusi pada jantung (13,7%), diafragma (16,3%), otot skeletal anterior (12,7%), posterior (19,1%) dan di daerah kepala (38,2%).

Kata kunci : distribusi Cysticercus bovis, Taenia saginata, sapi bali.

ABSTRACT

Research has been conducted to infect the eggs of Taenia saginata in Bali cattle. This study aims to determine the location and total distribution of Cysticercus bovis found in each of these locations 3 months post-infection. This study uses one female Bali cattle, aged six months. The Bali cattle infected with Taenia saginata eggs 500.000 (isolates Bali). Cows was necropsied three months (103 days) after infection. Number C. bovis found recorded along with the location and distribution grouped by organ and skeletal muscle infected. Data obtained in the form of number and location of distribution is presented in a matter of percentages, then the data were analyzed descriptively. The results showed that a total of 534 C. bovis were found, which are distributed to the heart (13.7%), diaphragm (16.3%), anterior skeletal muscle (12.7%), posterior (19.1%) and in the head (38.2%).

Keywords: distribution of Cysticercus bovis, Taenia saginata, bali cattle.

PENDAHULUAN

Infeksi cacing pita pada manusia kebanyakan disebabkan oleh Taenia solium yang sistiserkusnya berasal dari daging babi dan Taenia saginata yang

sistiserkusnya berasal dari daging sapi. Infeksi oleh cacing pita (taeniasis) tersebut terjadi pada daerah-daerah tertentu dengan kekhasan tipe budaya masyarakatnya, seperti di Pulau Samosir, Bali, Papua serta daerah transmigran

seperti Lampung. Dalam hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa keeratan hubungan antara manusia dan ternak/hewan kesayangan, baik dalam bentuk rantai makanan maupun hubungan sosial dapat mempertahankan kejadian penyakit yang bersifat zoonosis tersebut (Margono et al., 1989).

Taeniasis disebabkan oleh T. saginata adalah infeksi cacing pita pada manusia yang dilaporkan terjadi hampir di seluruh dunia, terutama di Eropa dan Asia yang penduduknya senang mengkonsumsi daging sapi mentah (Schwartz, 2009). Pada penyakit ini, manusia bertindak sebagai hospes definitif, sedangkan sapi sebagai hospes perantara. Sapi sebagai hospes perantara terinfeksi oleh Cysticercus bovis, yaitu bentuk larva dari T. saginata bila menelan telur T. saginata. Sistiserkosis atau infeksi oleh C. bovis pada sapi ini juga ditemukan di seluruh dunia, dengan kategori prevalensi rendah di negara maju, moderat di negara-negara Asia Selatan, dan tinggi di negara-negara Sub Sahara Afrika (Taresa et al., 2011; Dharmawan et al., 2013).

Sistiserkosis ditandai dengan adanya kista pada otot skeletal dari hospes. Menurut Sudarto (2008), kista C. bovis yang sudah berkembang sempurna berukuran panjang 6-9 mm, dan memiliki diameter sekitar 5 mm. Kista dijumpai pada otot masseter, jantung, dan diafragma. Pada sapi yang terinfeksi berat ditemukan hampir pada seluruh otot skeletal (Soedarto, 2008). Ada tiga Provinsi di Indonesia yang berstatus endemi taeniasis/sistiserkosis yaitu Sumatera Utara, Papua dan Bali (Simanjuntak et al., 1997; Margono et al., 2001; Ito et al., 2004).

Keberadaan cacing pita pada manusia telah diketahui sejak lama. Hubungan T. saginata dengan C. bovis pada sapi telah dibuktikan Leukart pada 1861 yang berhasil menginfeksi proglotid gravid T. saginata pada pedet

(Pawlowski dan Schultz, 1972). Dharmawan (2000), melakukan studi yang sama dan berhasil menginfeksikan proglotid gravid T. saginata pada sapi bali dan tumbuh menjadi C. bovis. Penelitian tersebut dilakukan pada dua ekor sapi bali yang diinfeksi masing-masing 30 proglotid T. saginata, kemudian disembelih enam dan delapan minggu pasca infeksi.

Keberadaan cacing T. saginata dan C. bovis di Bali telah diamati oleh Dharmawan et al. (2000; 2009; 2013). Dharmawan (2000) melaporkan telah mempelajari aspek biologi hubungan hospes-parasit antara cacing pita T. saginata dengan sapi bali. Studi tersebut dikerjakan dengan menginfeksikan proglotid gravid T. saginata yang diperoleh dari pasien orang Bali. Dua ekor sapi bali diinfeksi masing-masing dengan 30 proglotid T. saginata. Pada sapi pertama yang disembelih enam minggu pasca infeksi ditemukan dua C. bovis yang belum berkembang sempurna pada otot masseter dan tiga pada otot femoralis caudalis. Sementara pada sapi yang kedua yang disembelih delapan minggu pasca infeksi ditemukan C. bovis yang telah berkembang sempurna dan terdistribusi ke seluruh karkas (Dharmawan, 2000).

Studi yang sama untuk mempelajari perkembangan C. bovis pada sapi bali dilanjutkan kembali oleh Dharmawan et al., (2009), tetapi dengan menginfeksikan telur T. saginata. Pada dua ekor sapi yang diinfeksi masing-masing dengan 100.000 dan 500.000 telur T. saginata, disembelih 14 minggu pasca infeksi ditemukan C. bovis yang menyebar ke seluruh karkas dan beberapa organ seperti jantung, paru-paru, ginjal dan diafragma. Densitas atau kerapatan C. bovis yang ditemukan mencapai 11-95 kista per 100 gram jaringan (Dharmawan et al., 2009).

Studi yang telah dilakukan belum menggambarkan perkembangan C. bovis pada sapi bali secara rinci. Sampai saat

ini belum ada studi biologis yang mempelajari mengenai jumlah dan lokasi penyebaran C. bovis pada sapi bali secara rinci. Penelitian ini dapat menjelaskan jumlah dan lokasi ditemukannya C. bovis pada sapi bali yang diinfeksi secara eksperimental dengan telur T. saginata pada hari ke 103 (sekitar tiga bulan) pasca infeksi.

METODE PENELITIAN

Materi Penelitian

Penelitian ini menggunakan satu ekor sapi bali betina berumur enam bulan. Sebelum diinfeksi secara eksperimental dengan telur T. saginata, sapi diadaptasikan dan diberi anthelmintik. Bahan lainnya adalah proglotid gravid T. saginata yang diperoleh dari pasien orang Bali yang berasal dari Desa Ketewel, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar. Pasien adalah seorang pemuda umur 15 tahun diidentifikasi menggunakan metode Questionnaire & Demonstration Proglottid (QDP) seperti dilakukan Fan et al. (1990); Dharmawan (2000); dan Dharmawan et al. (2009).

Koleksi Telur Taenia saginata

Telur T. saginata diperoleh dengan menggerus proglotid gravid cacing pita yang dilanjutkan dengan uji viabilitas telur. Telur-telur yang dinyatakan infektif dikumpulkan dalam dua tabung yang masing-masing berisi 250.000 telur T. saginata dalam 10 ml normal saline.

Infeksi Eksperimental

Infeksi eksperimental dilakukan seperti yang digambarkan oleh Dharmawan (2000) dan Dharmawan et al. (2009) dengan beberapa modifikasi. Infeksi dilakukan dengan memasukkan telur T. saginata yang sudah disiapkan ke dalam lambung sapi lewat mulut (diminumkan). Sapi percobaan diinfeksi dengan 500.000 telur secara bertahap.

Infeksi hari pertama dengan dosis 250.000 telur, kemudian diulang keesokan harinya dengan dosis 250.000 telur.

Pemeriksaan Cysticercus bovis

Pemeriksaan sistiserkus dilakukan seperti yang digambarkan oleh Dharmawan (2000) dan Dharmawan et al. (2009) dengan beberapa modifikasi. Sapi dinekropsi tiga bulan (103 hari) pasca infeksi. Sistiserkus yang berkembang pada sapi diperiksa dengan cara mengamati secara seksama karkas dan organ visceral, dengan melakukan insisi dan inspeksi mengikuti metode pemeriksaan rutin kesehatan daging (Minozzo et al., 2002; Taresa et al., 2011). Semua sistiserkus yang diperoleh dihitung dan dicatat sesuai lokasi penyebarannya. Jumlah C. bovis yang ditemukan beserta lokasi penyebarannya dicatat seperti yang digambarkan pada penelitian Minozzo et al. (2002), yaitu dikelompokan berdasarkan organ dan otot skeletal. Otot skeletal ini terbagi menjadi otot skeletal anterior, otot skeletal posterior, dan otot skeletal di daerah kepala.

Analisis Data

Data jumlah dan lokasi sebaran C. bovis yang diperoleh disajikan dalam hitungan persentase dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Infeksi eksperimental telur T. saginata pada sapi bali menghasilkan perkembangan C. bovis yang ditemukan menyebar pada otot dan beberapa organ. Perkembangan C. bovis tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Dari 500.000 telur yang diinfeksikan, total jumlah C. bovis yang ditemukan adalah 534. Seluruh C. bovis yang ditemukan sebanyak 534 (100 %) termasuk kategori hidup.

Gambar 1. Cysticercus bovis ditemukan pada musculus anterior (A)

Dengan kata lain, tidak ditemukan sistiserkus yang mengalami degenerasi dan kalsifikasi. Tabel 1 memperlihatkan kondisi, jumlah, dan persentase C. bovis pada sapi bali yang diinfeksi telur T. saginata 103 hari pasca infeksi.

Gambar 2. Cysticercus bovis ditemukan pada musculus anterior (A) pada jantung (B)

Penyebaran C. bovis hasil penelitian ini ditemukan pada organ jantung dan diafragma sebanyak 160 (30%) dan pada otot skeletal 374 (70%). Secara anatomi penyebaran C. bovis tersebut bervariasi, tetapi jumlah terbanyak ditemukan pada otot skeletal di daerah kepala. Perkembangan C. bovis berdasarkan lokasinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kondisi, jumlah, dan persentase Cysticercus bovis pada sapi bali yang diinfeksi telur T. saginata 103 hari pasca infeksi.

Kondisi C. bovis yang ditemukan

Hidup

Degenerasi

Kalsifikasi

Jumlah C. bovis yang

534

0

0

ditemukan Persentase C. bovis yang infektif

100%

0%

0%

Sapi bali yang diinfeksi dengan 500.000 telur T. saginata, kemudian dinekropsi 103 hari atau sekitar tiga bulan pasca infeksi, menghasilkan C. bovis yang menyebar di otot skeletal seluruh tubuh, namun ukurannya rata-rata masih 3x2 mm.

Tabel 2. Perkembangan C. bovis berdasarkan lokasi pada sapi bali yang diinfeksi telur T. saginata 103 hari pasca infeksi.

Lokasi Anatomi

Total (%)

Jantung

73 (13,7%)

Organ     Diafragma

87 (16,3%)

Subtotal

160 (30%)

Anterior

68 (12,7%)

Posterior

102 (19,1)

Otot Skeletal

Daerah kepala

204 (38,2)

Subtotal

374 (70%)

T o t a l (%)

534 (100%)

Sistiserkus juga ditemukan pada organ jantung dan diafragma. Sistiserkus tidak ditemukan pada lidah, paru-paru, hati, ginjal, otak, dan mata.

Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa tumbuh dan berkembangnya C. bovis pada sapi percobaan tergantung lama infeksi dan waktu nekropsi. Dharmawan (2000) melaporkan pada sapi bali yang disembelih enam minggu pasca infeksi T. saginata, terlihat pertumbuhan dua C.

bovis pada otot masseter dan tiga pada otot femoralis caudalis. Ukuran kista + 3x2 mm. Sapi yang disembelih delapan minggu pasca infeksi, memperlihatkan pertumbuhan kista yang terdistribusi si seluruh karkas, terutama pada otot di daerah paha, kepala, intercostae, diafragma dan jantung. Ukuran kista + 4x3 mm. Secara sepintas dilaporkan pada satu bidang sayatan masing-masing otot yang diperiksa, terlihat 3-5 kista (Dharmawan, 2000). Hasil penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian ini, terutama dari penyebaran kistanya. Pada sapi bali yang diinfeksi dengan 500.000 telur T. saginata kemudian dinekropsi pada hari ke 103 pasca infeksi, distribusi kista juga ditemukan pada jantung, diafragma, otot skeletal anterior dan posterior. Terbanyak ditemukan pada otot di daerah kepala, namun kista tidak dijumpai pada lidah.

Menurut Soedarto (2008) kista C. bovis paling banyak ditemukan pada otot/organ yang akif bergerak, misalnya pada otot masseter, jantung, dan diafragma. Pada hewan yang terinfeksi berat, kista juga ditemukan pada otot skeletal. Hasil penelitian ini menunjukkan hal yang sama, kista terlihat paling banyak pada organ diafragma. Hal ini kemungkinan karena pada otot/organ yang aktif bergerak akan dialiri lebih banyak darah dan nutrisi, sehingga kista lebih banyak ditemukan pada otot/organ tersebut.

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini juga bersesuaian dengan hasil eksperimen yang dilakukan oleh Minozzo et al. (2002). Telah dilakukan infeksi eksperimental 200.000 telur T. saginata pada tiga sapi ras Holstein, yang kemudian dinekropsi 90, 104, dan 111 hari pasca infeksi, juga menemukan perkembangan sistiserkus terbanyak pada otot skeletal bagian anterior (323). Berdasarkan jumlah yang ditemukan pada otot skeletal, terdapat beberapa perbedaan jumlah pada penelitian sapi

bali yang diinfeksi dengan 500.000 telur T. saginata kemudian dinekropsi pada hari ke 103 pasca infeksi. C. bovis terbanyak ditemukan pada otot sekeletal didaerah kepala (204), sedangkan pada organ, C. bovis yang ditemukan tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Minozzo et al. (2002), pada penelitian ini ditemukan pada organ diafragma (87) dan jantung (73). Sementara, Tareza et al. (2011) lebih memerinci otot skeletal yang banyak terinfeksi oleh C. bovis adalah otot-otot di daerah bahu (29,82%), leher (19,30%), lidah (14,04%), jantung (14,04%), masseter (7,02%), hati (7,02%), ginjal (5,26%) dan diafragma (3,51%).

Ibrahim dan Zerihun (2012) melaporkan bahwa lidah, otot masseter, otot jantung, otot triceps, diafragma, dan hati merupakan tempat predileksi utama dari C. bovis. Dari hasil pengamatannya, penyebaran parasit tersebut terbanyak terlihat pada otot triceps (1,9%), diikuti oleh lidah (0,95%), otot masseter (0,7%), jantung (0,4%), diafragma (0,4%) and hati (0,2%). Hal yang bersesuaian juga dilaporkan oleh Garedaghi et al. (2011) yang menyatakan tempat predileksi utama dari sistiserkus T. saginata adalah lidah, otot maseter, otot jantung, otot triceps, dan otot paha. Selain itu, juga ditemukan pada limfa, otot intercostalis, diafragma, dan hati.

Dari hasil penelitian Minozzo et al. (2002) juga diketahui, selain pada organ jantung, diafragma, dan lidah, C. bovis juga ditemukan pada organ paru-paru, hati, dan ginjal. Sebaliknya pada sapi bali walaupun terinfeksi C. bovis, namun kista tersebut tidak ditemukan pada paru-paru, hati, dan ginjal. Adanya ketidaksesuaian seperti ini adalah wajar, mengingat perbedaan jenis sapi yang digunakan sebagai hewan coba dan waktu dilakukan nekropsi akan memberi respon yang berbeda pula. Hasil pengamatan histologi yang dilakukan Siverman dan Hulland (1961), seperti dikutip oleh

Dharmawan (2000) diketahui bahwa tingkat perkembangan dan pertumbuhan C. bovis bervariasi tergantung dari respon inang dan jaringan yang ditempatinya. Selain itu, beberapa faktor seperti aktivitas otot, umur, dan perbedaan area geografis juga dilaporkan sebagai faktor penentu tempat predileksi utama C. bovis (Opara et al., 2006; Garedaghi et al., 2011).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lokasi penyebaran dan jumlah total C. bovis pada sapi bali yang diinfeksi telur T. saginata tiga bulan pasca infeksi adalah 534, yang terdistribusi pada jantung (13,7%), diafragma (16,3%), otot skeletal anterior (12,7%), posterior (19,1%) dan di daerah kepala (38,2%).

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai biologi perkembangan C. bovis pada sapi bali dan sapi lainnya untuk lebih memahami karakter parasit tersebut.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih disampaikan kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah menyokong pendanaan Hibah Kompetensi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Dharmawan NS. 2000. Infeksi eksperimental Taenia saginata pada sapi bali. Maj Kedokteran Udayana, 31(110): 240-243.

Dharmawan NS, Damriyasa IM, Kapti IN, Sutisna P, Okamoto M, Ito A. 2009. Experimental infection of Taenia saginata eggs in bali cattle: distribution and density of Cysticercus bovis. J Vet, 10(4): 178-

183.

Dharmawan NS, Swastika K, Putra IM, Wandra T, Sutisna P, Okamoto M, Ito A. 2009. Present situation and problems of cysticercosis in animal in Bali and Papua. J Vet, 13(2): 154162.

Dharmawan NS, Dwinata IM, Swastika K, Damriyasa IM, Oka IBM, Astawa INM. 2013. Protein spesifik cairan kista Cysticercus bovis pada sapi bali yang diinfeksi dengan Taenia saginata. J Vet, 14(1): 78- 84.

Fan PC, Chung WC, Lin CY, Wu CC. 1990. Experimental infection of Thailand taenia (Chiangmai strain) in domestic animals. Int J Parasitol, 20(1): 121-123.

Garedaghi Y, Saber APR, Khosroshahi MS. 2011. Prevalence of bovine cysticercosis of slaughtered cattle in Meshkinshahr abattoir. Am J Anim Vet Sci, 6(3): 121-124.

Ito A, Wandra T, Yamasaki H, Nakao M, Sako Y, Nakaya K, Margono SS, Suroso T, Gauci C, Dightowlers MW. 2004. Cysticercosis/Taeniasis in Asia and The Pasific. Vector Borne Zoonotic Dis, 4: 95-107.

Margono SS, Ismid IS, Rukmono B. 1989. Effect of control of soil-transmitted helminth infectioms in suburban area in Jakarta, Indonesia. The Control of Soil-Transmitted Helminthiases, 4:95-104.

Margono SS, Subahar R, Hamid A, Wandra T, Sudewi SSR, Sutisna P, Ito A. 2001. Cysticercosis in Indonesia: Epidemiological aspects. Southeast Asian J Trop Me. Pub Health, 32(suppl.2): 79-84.

Minozzo JC, Gusso RLF, de Castro EA, Logo O, Soccol VT. 2002. Experimental bovine infection with Taenia saginata eggs: recovery rates and cysticerci Location. Brazillian J

Arch Biol Tech, 45(4): 451-455.

Opara MN, Ukpong UM, Okoli IC, Anosike JC. 2006. Cysticercosis of slaughter cattle in Southeastern Nigeria. Ann NY Acad Sci, 1081: 339-346.

Pawlowski Z, Shultz MG. 1972. Taeniasis and cysticercosis (Taenia saginata). Adv J Parasitol, 10: 296343.

Schwartz E. 2009. Tropical Diseases in Travelers. Blackwell’s Publishing. West Sussex, UK.

Simanjuntak GM, Margono SS, Sachlan

R, Haryono C, Rasidi R, Sutopo B. 1977. An investigation on taeniasis and cysticercosis in Bali. Southeast Asian J Trop Med Pub Health. 8: 494-497.

Soedarto. 2008. Parasitologi Klinik. Surabaya: Airlangga University Press, 19-26.

Taresa G, Melaku A, Bogale B, Chanie M. 2011. Cyst viability, body site distribution and public health significance of bovine cysticercosis at Jimma, Southwest Ethiopia. J Global Veterinaria, 7(2): 164-168.

120