Daya Hidup Spermatozoa Babi Large White Dengan Penambahan Ekstrak Cairan Vesikula Seminalis Sapi Bali (VITALITY OF SPERMATOZOA IN WHITE LARGE BREED SWINES ADDED BY EXTRACTED LIQUID OF BALI CATTLE SEMINAL VESICLE)
on
Buletin Veteriner Udayana
p-ISSN: 2085-2495
Volume 7 No. 1: 81-87
Pebruari 2015
Daya Hidup Spermatozoa Babi Large White Dengan Penambahan Ekstrak Cairan Vesikula Seminalis Sapi Bali
(VITALITY OF SPERMATOZOA IN WHITE LARGE BREED SWINES ADDED BY EXTRACTED LIQUID OF BALI CATTLE SEMINAL VESICLE)
Khaza Aini1 dan Tjok Gede Oka Pemayun2
1Mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana 2Laboratorium Reproduksi Veteriner Universitas Udayana.
Jl. PB. Sudirman Denpasar-Bali Email: akhaza_kh@yahoo.co.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya hidup spermatozoa babi large white pada pengencer kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis sapi bali yang disimpan pada suhu empat sampai lima derajat Celcius. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok terdiri atas lima kali ulangan, yaitu: kelompok pertama semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat tanpa ditambahkan ekstrak cairan vesikula seminalis sebagai kontrol; kelompok kedua semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi setengah persen, kelompok ketiga semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi satu persen dan kelompok keempat semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi satu setengah persen. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui persentase spermatozoa yang hidup setiap 12 jam sekali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis berpengaruh terhadap daya hidup spermatozoa, dan konsentrasi ekstrak cairan vesikula seminalis terbaik adalah satu persen.
Kata kunci: spermatozoa, babi, vesikula seminalis, daya hidup.
ABSTRACT
The purposes of this study was to know the vitality of spermatozoa from large white breed swines in diluents phosphat egg yolk added by extracted liquid of bali cattle seminal vesicle stored in a temperature of four to five degree celcius. this study used completely randomized design with 4 treated group, each group repeated five times. first group were semen dilueted with phosphat egg yolk without added by extracted liquid of seminal vesicle as control; second group were semen dilueted with phosphat egg yolk added by zero point five percent concentration of extracted liquid of seminal vesicle; third group were semen diluted with phosphat egg yolk added by one percent concentration of extracted liquid of seminal vesicle, and fourth group were semen dilueted with phosphat egg yolk added by one point five percent concentration of extracted liquid of seminal vesicle. the observation was conducted to know the percentage of alive spermatozoa every 12 hour. the results of this study showed that the addition of extracted liquid of seminal vesicle was significant effected the vitality of spermatozoa in which the best concentration of extracted liqud od seminal vesicle was one percent.
Keywords: spermatozoa, swines, seminal vesicle, vitality
PENDAHULUAN
Di Bali usaha peternakan babi berkembang pesat dilihat dari adanya peningkatan populasi. Sejalan dengan peningkatan populasi tersebut, penggunaan inseminasi buatan pada babi dimasyarakat juga semakin meluas, hal ini disebabkan karena pengetahuan masyarakat dibidang peternakan babi sudah semakin maju dan sudah dapat merasakan keuntungan dari penggunaan inseminasi buatan dalam meningkatkan efisiensi reproduksi ternaknya (Thacher et al., 2002). Jika mengandalkan proses fisiologis ternak yang berlangsung secara alamiah, maka upaya percepatan peningkatan populasi dan mutu genetik ternak tidak akan tercapai (Silvia et al., 2000). Ada banyak yang mempengaruhi hal tersebut, salah satu yang terpenting adalah menurunnya kualitas semen setelah dilakukannya pengenceran serta penyimpanan.
Untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas semen, dapat dilakukan pengenceran. Dewasa ini, telah dikenal beberapa macam pengencer semen yang sudah sering digunakan di Balai Inseminasi Buatan (BIB) baik di dalam maupun luar negeri, antara lain pengencer tris, natrium sitrat, susu skim, susu segar, laktosa dan beberapa merek dagang pengencer komersial (siap pakai), seperti biladyl, triadyl, laiciphos, andromed (Okuda et al., 2002). Beberapa yang digunakan sebagai pengencer semen harus memiliki persyaratan khusus. Menurut McDonald (2000) pengencer semen harus memenuhi syarat-syarat, seperti: bahan pengencer hendaknya murah, sederhana dan praktis dibuat namun memiliki daya preservasi yang tinggi; pengencer harus mengandung unsur-unsur yang hampir sama dengan sifat fisik dan kimiawi semen serta tidak mengandung zat-zat toksik terhadap spermatozoa juga terhadap saluran kelamin betina; pengencer harus tetap
mempertahankan dan tidak membatasi daya fertilisasi spermatozoa; pengencer harus memberi kemungkinan penilaian spermatozoa sesudah pengenceran. Selain upaya pengenceran spermatozoa, penting pula untuk melakukan penyimpanan semen yang telah diencerkan di tempat tertentu. Penyimpanan semen yang lebih lama pada temperatur 5o C akan menyebabkan spermatozoa terkena kejutan atau cekaman dingin sehingga akan mati dengan cepat. Efek kejutan dingin dapat dikurangi dengan memberikan subtansi dilingkungan sekitar spermatozoa selama proses pendinginan yang bisa melindungi spermatozoa, yaitu lipoprotein dan lesitin, materi yang mengandung komposisi tersebut adalah kuning telur (Milvae, 2000). Kuning telur mengandung lipoprotein dan lesitin yang bekerja mempertahankan dan melindungi selubung protein dari spermatozoa (Robert, 2006). Menurut Jones dan Martin (1973) kuning telur mampu mempertahankan motilitas, integritas akrosom dan membran plasma mitokondria spermatozoa.
Prinsip utama penyimpanan semen yang terkait dengan upaya untuk memperpanjang daya hidup spermatozoa adalah proses penurunan kadar metabolisme spermatozoa seminimal mungkin (Goff, 2004). Semen yang ditampung pada suhu kamar harus digunakan dalam waktu tidak lebih dari dua jam. Menurut Girsh et al. (1995) selama penyimpanan pada suhu ruangan aktivitas metabolisme spermatozoa menghasilkan hasil sampingan yaitu asam laktat yang dapat mempengaruhi medium sekitar sehingga dapat menyebabkan perubahan pH. Perubahan pH sangat mempengaruhi motilitas, daya hidup dan fertilitas spermatozoa (Susilowati dan Hernawati, 1992).
Kelenjar vesikular (vesikula seminalis) adalah sepasang kelenjar yang biasanya bermuara dengan duktus
deferens melalui bermacam-macam duktus ejakulatori ke dalam uretra pelvis kemudian ke kaudal leher kandung kencing. Vesikula seminalis sapi dan babi merupakan kelenjar dengan lobus-lobus yang berukuran cukup besar (Dhaliwal et al., 2001). Tebal dan berat vesikula seminalis juga bervariasi pada masing-masing spesies, yaitu pada sapi tebalnya dua centi meter dengan berat 75 gram, pada babi tebalnya empat centi meter dengan berat 210 gram. Sekresi vesikula seminalis merupakan cairan keruh dan lengket. Sekresi tersebut mengandung protein, kalium, asam sitrat, fruktosa dan beberapa enzim dalam konsentrasi tinggi. Sekresi vesikula seminalis membentuk 50% dari volume ejakulat normal pada sapi. Sedangkan 15-20% volume total ejakulat babi (Dhaliwal et al.,2001).
Dari uraian diatas maka dilakukan penelitian untuk mengetahui daya hidup spermatozoa babi large white pada pengencer kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis sapi Bali yang disimpan pada suhu 4-5oC.
METODE PENELITIAN
Materi penelitian
Semen babi diambil dari seekor pejantan babi large white yang berumur tiga tahun dengan berat 200 kg, ekstrak cairan vesikula seminalis sapi Bali, aquabides, kuning telur ayam kampung, PBS (Phosphat Buffer Saline), antibiotika Streptomycin® (Meiji Indonesia) dan pewarna eosin 2%.
Penampungan Semen
Penampungan semen dilakukan dengan cara memasukkan babi jantan ke ruangan khusus yang di dalamnya terdapat dummy (betina buatan yang digunakan untuk pengambilan semen). Babi dibiarkan menggosokkan badannya pada dummy. Setelah pejantan naik ke dummy, jika penisnya sudah keluar, penis
dipegang dengan menggunakan tiga jari dan dua jari tangan lainnya untuk merangsang ujung penis. Pada saat penis telah ereksi maksimal, pejantan akan mengeluarkan semen. Cairan bening yang pertama keluar harus dibuang karena tidak mengandung sperma (fraksi pertama), kemudian jika sudah terlihat cairan berwarna putih ditampung dengan gelas tampung (fraksi kedua).
Evaluasi Semen
Setelah penampungan semen, dilakukan pemeriksaan kualitas semen secara makroskopis yang meliputi pemeriksaan warna, bau, pH, dan volume semen murni. Penghitungan volume semen dilakukan dengan gelas ukur. Sedangkan pemeriksaan mikroskopis dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan motilitas spermatozoa.
Semen yang diperoleh dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis. Pemeriksaan makroskopis meliputi pemeriksaan volume, warna, dan kekentalan. Pemeriksaan mikroskopis meliputi pemeriksaan gerakan massa, konsentrasi, morfologi spermatozoa, persentase hidup.
Pembuatan Pengencer Kuning Telur Phosphat
Telur yang digunakan sebagai bahan pengencer adalah telur ayam kampung segar. Telur dipecah dibagian tengahnya dan buang bagian putih telurnya. Untuk mendapatkan kuning yang bebas dari putihnya dilakukan penggelindingan kuning telur pada kertas saring steril. Kemudian dilakukan penusukan pada kuning telur kemudian ditampung pada gelas ukur. Pembuatan Kuning telur fosfat konsentrasi 20%, dilakukan dengan cara melarutkan kuning telur ayam kampung dengan PBS dengan perbandingan 1:4. Tambahkan streptomycin ke dalam bahan pengencer kuning telur fosfat untuk melindungi spermatozoa dari kontaminasi
mikroorganisme (1.000 μg/ml bahan pengencer).
Pembuatan Konsentrasi Ekstrak Cairan Vesikula Seminalis
Pembuatan konsentrasi ekstrak cairan vesikula seminalis 0,5% dengan mencampur 99,5 ml aquabides dengan 0,5 ml ekstrak cairan vesikula seminalis, konsentrasi ekstrak cairan vesikula seminalis 1% dengan mencampurkan 99 ml aquabides dengan 1 ml dan untuk konsentrasi ekstrak cairan vesikula seminalis 1,5% dengan mencampur 98,5 aquabides dengan 1,5 ml ekstrak cairan vesikula seminalis. Semen penelitian diencerkan dengan pengencer kuning telur fosfat yang mengandung ekstrak cairan vesikula seminalis dengan perbandingan 1:4.
Prosedur Penelitian
Semen segar dibagi menjadi empat kelompok perlakuan masing-masing kelompok terdiri atas 5 ulangan. Kelompok I yaitu, 5 ml semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat tanpa ditambahkan ekstrak cairan vesikula seminalis sebagai kontrol; Kelompok II yaitu, 5 ml semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi 0,5%. Kelompok III yaitu, 5 ml semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi 1%.
Kelompok IV yaitu, 5 ml semen yang telah diencerkan dengan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi 1,5%.
Keempat kelompok perlakuan disimpan dalam lemari es dengan suhu 4-5oC. Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap kualitas semen cair dilakukan evaluasi kualitas semen setiap 12 jam. Evaluasi dilakukan dibawah mikroskop cahaya pada pembesaran 100 kali. Penilaian dilakukan dengan sistem skor 0 % sampai 100%. Persentase hidup (% H) adalah persentase spermatozoa yang hidup dihitung dan dievaluasi menggunakan zat pewarna eosin 2%. Spermatozoa yang hidup tidak berwarna, sedangkan yang mati berwarna merah.
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini ditabulasi dan dianalisis secara ststistik menggunakan Analysis of Variance kemudian diuji menggunakan General Linear Model (Univariate) dan apabila berbeda nyata diuji lebih lanjut dengan uji wilayah berganda Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan pemeriksaan awal semen, diperoleh 150 juta/ml. Persentase semen hidup 90% dan volume semen 240 ml. Rataan persentase spermatozoa yang hidup dari hasil penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Rataan persentase spermatozoa yang hidup akibat penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis sapi bali
Pengamatan daya hidup spermatozoa (jam)
Perlakuan |
0 Jam |
12 Jam |
24 Jam |
36 Jam |
48 Jam |
60 Jam |
T0 |
90,0+0,0 |
82,6+2,3 |
72,6+2,3 |
71,4+2,19 |
35,0+3,53 |
20,4+5,77 |
T1 |
90,0+0,0 |
81,6+1,67 |
68,2+4,71 |
59,8+1,48 |
54,4+4,39 |
39,4+2,6 |
T2 |
90,0+0,0 |
83,4+1,51 |
74,4+0,89 |
72,4+1,14 |
70,8+1,64 |
55,0+3,53 |
T3 |
90,0+0,0 |
81,6+2,3 |
70,6+1,34 |
61,2+2,38 |
42,4+2,50 |
32,4+2,5 |
Paparan hasil penelitian pada tabel diatas setelah dianalisis dengan ANOVA dan diuji dengan General Linear Model (GLM) menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis sapi Bali pada semen babi large white yang diencerkan dengan kuning telur fosfat berpengaruh nyata terhadap daya hidup spermatozoa (P<0,05).
Pemeriksaan semen segar babi perlu dilakukan untuk mengetahui kelayakannya, sehingga dapat diproses lebih lanjut. Menurut Johnson et al. (2000); Gadea (2003) dan Robert (2006) karakteristik semen segar babi secara makroskopis dan mikroskopis dapat dilihat sebagai berikut (Tabel.2).
Tabel 2. Nilai karakteristik semen segar babi
Karakteristik Semen |
Standar |
Volume tanpa gelatin/ml |
200-250 |
Warna |
Putih susu |
Konsistensi |
Encer |
pH |
7,4 |
Motilitas (%) |
>60% |
Spermatozoa Hidup (%) |
>80% |
Normalitas (%) |
>80% |
Konsentrasi (106 sel/ml) |
200-300 |
(Johnson et al., 2000; Gadea, 2003; Robert, 2006)
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi daya hidup spermatozoa adalah sifat fisik dan kimiawi bahan pengencer, kadar pengenceran dan faktor-faktor lain seperti suhu dan cahaya (Bylund and Oliw, 2001). Perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati dan yang hidup digunakan untuk menghitung jumlah spermatozoa yang hidup secara objektif (Swiatkiewicz et al., 2010). Pada sel spermatozoa yang mati zat warna eosin diserap oleh spermatozoa, karena aktivitas pompa natrium sudah terhenti, sehingga menyebabkan kepala spermatozoa berwarna merah. Kejadian
ini dapat dijelaskan melalui mekanisme pompa natrium. Mekanisme pompa natrium adalah suatu usaha untuk menjaga keseimbangan kadar Na+ dan K+ di luar dan di dalam sel, dengan mengeluarkan ion-ion Na+ ke luar sel dan sebaliknya ion-ion K+ masuk ke dalam sel. Sudah diketahui bahwa konsentrasi ion Na+ lebih tinggi di luar sel daripada di dalam sel, sedangkan konsentrasi K+ lebih tinggi di dalam sel dibandingkan dengan di luar sel. Eosin yang berikatan dengan natrium akan masuk ke dalam sel spermatozoa. Pada spermatozoa yang hidup zat warna eosin yang berikatan dengan natrium dipompakan kembali keluar sel, karena konsentrasi natrium di dalam sel yang normal lebih rendah daripada di luar sel, sehingga spermatozoa tetap tidak berwarna (Swiatkiewicz et al., 2010).
Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa, penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis pada semen babi large white yang diencerkan dengan kuning telur fosfat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap spermatozoa yang hidup. Pada penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis dengan konsentrasi satu persen (T2) berbeda nyata (P<0,05) dengan konsentrasi setengah persen (T1), konsentrasi satu setengah persen (T3) dan kontrol (T0), namun penambahan konsentrasi satu setengah persen (T3) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan kontrol (T0). Hal ini menunjukkan bahwa penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis mampu mempertahankan daya hidup spermatozoa babi Large white.
Dixson (1998); Hafez (2000) dan Swiatkiewicz (2010) dan melaporkan bahwa cairan vesikula seminalis kaya akan zat-zat yang dibutuhkan oleh sel spermatozoa seperti fruktosa dan sorbitol yang berperan sebagai sumber energi, buffer fosfat dan karbonat yang berperan sebagai stabilator pH semen, serta PGF2α
yang meningkatkan motilitas spermatozoa. Derajat keasaman sangat menentukan status kehidupan spermatozoa di dalam semen. Semakin rendah atau semakin tinggi pH semen dari normal akan membuat spermatozoa lebih cepat mati. Perubahan pH kearah yang lebih asam terjadi karena penimbunan asam laktat yang merupakan hasil metabolisme spermatozoa dalam kondisi anaerob (Daniel et al., 2004)
Selain itu, sekresi vesikula seminalis juga berfungsi untuk koagulasi semen, motilitas spermatozoa, stabilitas kromatin spermatozoa dan untuk menekan aktivitas imun dalam saluran alat kelamin betina (Gonzales, 2001). Selain prostaglandin, pada sekresi kelenjar vesikula seminalis juga telah diidentifikasi adanya growth hormone (Dyck et al., 1999), dan beberapa enzim yang berperan dalam biosintesis PGF2α seperti enzim prostaglandin endoperoksidase dan reduktase yang berfungsi mereduksi 2 elektron prostaglandin H2 menjadi PGF2 α (Burgess dan Reddy, 1997; Silvia et al., 2002).
Dalam penelitian ini nampak terjadi peningkatan daya hidup spermatozoa pada penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis konsentrasi setengah persen (T1) dan satu persen (T2), dimana peningkatan daya hidup spermatozoa pada awal penyimpanan dikarenakan konsentrasi fruktosa dan sorbitol yang berperan sebagai sumber energi, buffer fosfat dan karbonat yang berperan sebagai stabilator pH semen, serta konsentrasi PGF2α yang berperan dalam meningkatkan motilitas spermatozoa masih cukup tersedia. Sedangkan pada konsentrasi satu setengah persen (T3) terjadi penurunan daya hidup spermatozoa dibandingkan dengan konsentrasi satu persen (T2). Hal ini disebabkan konsentrasi PGF2α yang tinggi menyebabkan peningkatan metabolisme spermatozoa dimana akan terjadi peningkatan hasil metabolisme
berupa oksidan yang dapat merusak membran spermatozoa. Hunduma (2012) melaporkan bahwa kadar prostaglandin yang terlalu tinggi dapat merusak membran dari sel spermatozoa. Prostaglandin seri E dapat memicu kerja kalsium sehingga menyebabkan reaksi akrosoma memalui mekanisme terkait reseptor (Schaefer, 1998; Oguike dan Okocha, 2008).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis berpengaruh nyata terhadap daya hidup spermatozoa, dimana konsentrasi ekstrak cairan vesikula seminalis terbaik adalah satu persen (T2).
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui fertilitas semen yang diencerkan kuning telur fosfat dengan penambahan ekstrak cairan vesikula seminalis.
UCAPAN TERIMAKASIH
Ucapan terimakasih disampaikan kepada Dekan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Laboratorium Teknologi Reproduksi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana sebagai tempat dilakukannya penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Bardan, Feradis, Adelina T. 2009. Penggunaan air tebu yang dikombinasikan dengan kuning telur sebagai pengencer semen sapi bali. J Peternakan, 6(2): 36-43.
Bearden HJ, Fuquay J. 1992. Animal Reproduction. Reston Publishing Company, inc Hall Reston. Virginia.
Pp. 35-66.
Burgess JR, Reddy CC. 1997. Isolation and characterization of enzyme from sheep seminal vesicles that catalyzes the glutathion-dependent reduction of prostaglandin H2 to prostaglandin F2 α. Bichem Mol Biol Int, 41: 217-226.
Bylund J, Oliw EH. 2001. Cloning and characterization of CYP4F21: a prostaglandin E2 20-hydroxylase of ram seminal vesicles. Arch Biochem Biophys, 389(1): 123-129.
Daniel LS, Regina M, Botting, Timothy H., 2004. Cyclooxygenase isozymes: the biology of prostaglandin synthesis and inhibition. Pharmacol Rev, 56: 387-437.
Dixson AF. 1998. Sexual selection and evolution of the seminal vesicles in primates. Folia Primatologica, 69: 300-306.
Dhaliwal GS, Murray RD, Woldechiwet Z. 2001. Some aspects of immunology of the bovine uterus related to treatment for endometritis. Anim Reprod Sci, 15;67(3-4): 135152.
Dyck MK, Gagne D, Quellet M, Senechal JF, Belanger E, Lacroix D, Sirard MA, Pothier F. 1999. Seminal vesicle production and secretion of growth hormone into seminal fluid. Nature Biotechnol, 17(11): 1087-1090.
Gadea J. 2003. Semen extenders used in artificial insemination of swine. Spanish J Agric Res, 1: 17-27.
Girsh E, Greber Y, Meidan R. 1995. Luteotrophic and luteolytic interactions between bovine small and large luteal-like cells and endothelial cells. Biology of Reproduction, 52: 954-962.
Goff AK. 2004. Steroid hormon modulation of prostaglandin scretion in the ruminant endometrium during
the estrous cycle. Biology of Reproduction, 71: 11-16.
Gonzales GF. 2001. Function of seminal vesicles and their role on male fertility. Asian J Androl, 3: 251-258.
Hafez ESE, Hafez B. 2000. Reproduction in Farm Animals. 7th Edition. Lippincott William & Wilkins. A Wolter Kluwer Company.
Hunduma D. 2012. Reproductive performance of crossbred dairy cows under smallholder condition in Ethiopia. Int J Livestock Prod, 3(3): 25-28.
Johnson LA, Weitze KF, Fiser P, Maxwell WMC. 2000. Storage of boar semen. J Anim Sci, 62: 143-172.
Jones RC, Martin ICA. 1973. The effect of dilution, egg yolk and cooling to 5 0C on the ultrastructure of ram spermatozoa. J Repro Fertil, 35: 311320.
McDonald LE. 2000. Veterinary
Endocrinology and Reproduction. 3rd. Edition. Bailliere Tindall,
London. Pp. 299-315
Milvae RA. 2000. Inter-relatonships between endothelin and prostaglandin F2 alpha in corpus luteum function. Rev Reprod, 5(1): 15.
Oguike MA, Okocha NL. 2008. Reproductive performance of rabbits re-mated at different intervals postpartum, African J Agric Res, 3(6): 412-415.
Okuda K, Miyamoto Y, Skarzynski DJ. 2002. Regulation of endometrial prostaglandin F (2alfa) syntesis during luteolysis and early pregnancy in cattle. Domest Anim Endocrinol, 23(1-2): 255-264.
Robert VK. 2006. Semen processing, extending & storage for artificial insemination in swine. Department of
Animal Science University of Illinois.
Schaefer M, Hofmann T, Schultz G, Gudermann T. 1998. A new prostaglandin e receptor mediates calcium influx and acrosome reaction in human spermatozoa. Proc Natl Acad Sci USA, 95: 3008-3013.
Silvia WJ, Lewis GS, McCracken JA, Thatcher WW,Wilson JrL. 2000. Hormonal regulation of uterine secretion of prostaglandin F2 alpha during luteolysis in ruminants. Biol Reprod, 45: 655-663.
Susilowati, Hernawati. 1992. Penggunaan
pengencer larutan buah untuk semen domba. Media Kedokteran Hewan, 8: 54-59.
Swiatkiewicz S, Koreleski J, Arczewska A. 2010. Laying performance and eggshell quality in laying hens fed diets supplemented with prebiotics and organic acids. Czech J Anim Sci, 7: 294–306.
Thacher WW, Morcira F, Pancarci SM, Bartolome JA, Santos JE. 2002. Strategies to optimize reproductive efficiency by regulation of ovarian function. Domest Anim Endocrinol, 23(1-2): 243-254.
87
Discussion and feedback