Buletin Veteriner Udayana

p-ISSN: 2085-2495

Volume 7 No. 1: 48-52

Pebruari 2015

Profil Glukosa Darah Dan Urea Plasma Pada Sapi Bali Yang Menderita Anestrus Post Partum

(THE BLOOD GLUCOSE PROFILE AND PLASMA UREA IN POSPARTUM ANESTRUS OF BALI CATTLE)

Made Kota Budiasa dan Tjok Gde Oka Pemayun

Laboratorium Reproduksi Veteriner Universitas Udayana

Jl. PB. Sudirman Denpasar-Bali

Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar Glukosa darah dan kadar urea plasma darah sapi bali yang mengalami anestrus postpartum. Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui kadar glukosa darah dan kadar urea plasma darah adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok I, sapi yang mempunyai siklus normal dan kelompok II, sapi yang mengalami anestrus postpartum. Setiap kelompok terdiri dari 4 kali ulangan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kadar glukosa nampak tidak menunjukkan perbedaan antara kadar glukosa pada saat estrus dan yang mengalami anestrus postpartum. Sedangkan kadar urea plasma menunjukkan perbedaan antara kadar urea pada sapi estrus dan yang anestrus postpartum. Waktu berpengaruh nyata terhadap kadar glukosa pada hari ke- 0 dan hari ke- 14. Hal yang sama juga nampak pada kadar urea yaitu peningkatan sacara nyata, pada hari ke- 0 dan ke- 14. Dapat disimpulkan bahwa kadar urea berpengaruh terhadap munculnya estrus postpartum pada sapi bali, sedangkan kadar glukosa tidak berpengaruh.

Kata kunci: glukosa, urea, sapi bali

ABSTRACT

The aim of this study was to determine the levels of blood glucose and plasma urea in postpartum anestrus bali cattle. The research design used to determine both blood glucose and blood plasma urea concentration is completely randomized design consisting of two groups: group I, cows have a normal cycle and group II, postpartum anestrus cows experiencing with each group consisting of 4 repetitions . The results in the study showed that glucose levels did not appear to show significant differences between glucose levels during estrus and cattle anestrus postpartum. While the plasma urea levels appear to show significant differences between urea levels during estrus and cattle anestrus postpartum. Time significantly for glucose on day- 0 and the day to-14. The same thing seems urea levels that increase significantly on day- 0 and to 14. The results can be concluded that urea levels influence the emergence of postpartum estrus in bali cattle, whereas glucose levels had no effect.

Keyword: glucose, urea, bali cattle

PENDAHULUAN

Anestrus post partum merupakan permasalahan yang sering muncul pada induk sapi bali setelah melahirkan. Tingginya kejadian kasus anestrus

postpartum pada sapi bali menyebabkan rendahnya angka kelahiran, hal ini sangat berkaitan dengan faktor menyusui, produksi susu, kondisi tubuh dan nutrisi sebelum dan setelah melahirkan (Alejandro et al., 2014).

Anestrus post partum atau tidak munculnya berahi lebih dari 4 bulan setelah melahirkan pada ternak sapi telah diidentifikasi sebagai faktor penyebab utama rendahnya efisiensi reproduksi (Saleh et al., 2011). Lama anestrus post partum sangat menentukan jarak kelahiran (calving interval) (Dinka, 2012). Semakin pendek fase anestrus, maka jarak kelahiran semakin pendek sehingga efisiensi reproduksi dapat ditingkatkan, sebaliknya jarak beranak yang panjang akan menurunkan efisiensi reproduksi (Alejandro et al., 2014).

Glokosa merupakan sumber energi untuk proses kehidupan sel mamalia (Saleh et al., 2012). Hess et al. (2005) melaporkan bahwa rendahnya kadar glukosa akan mempengaruhi pelepasan Gn-RH di hipothalamus, sehingga Luteinizing hormone (LH) dan follicle stimulating hormone (FSH) tidak disekresikan oleh hipofisa anterior dan menyebabkan hewan mengalami anestrus (Dupont et al., 2010).

Pada kejadian anestrus postpartum, pemeriksaan glukosa darah perlu dilakukan karena beberapa laporan menyatakan bahwa ternak ruminansia memerlukan glukosa dalam seluruh phase kehidupannya dan kebutuhannya itu menunjukkan kecendrungan yang sama dengan kebutuhan protein (Kohn et.al., 2005). Kimia darah seperti urea, kreatinin, protein total, kolesterol total, trigliserida, kalsium, dan fosfor pada ternak ruminansia sangat bervariasi pada saat kehamilan, bunting, setelah melahirkan atau saat masa kering (Piccione et al., 2012). Ternak ruminansia, pada umumnya banyak membutuhkan glukosa untuk pertumbuhan tubuh, fetus dan pertumbuhan jaringan seperti plasenta, ambing serta produksi susu. Sementara urea plasma darah merupakan salah satu indikator untuk mengetahui metabolisme nitrogen dalam rumen (Kohn et al., 2005), sehingga urea plasma darah pada ternak

ruminansia sering digunakan untuk menentukan status protein, karena ketidak seimbangan kadar protein akan menggangu sekresi hormon gonadotropin (Saleh et al., 2011).

METODE PENELITIAN

Materi penelitian

Penelitian ini menggunakan sapi bali yang mempunyai siklus normal atau sapi yang menunjukkan berahi 2-3 bulan setelah melahirkan dan sapi bali yang mengalami anestrus postpartum atau sapi yang tidak menunjukkan berahi 4-5 bulan setelah melahirkan.

Rancangan penelitian yang digunakan untuk mengetahui baik kadar glukosa darah maupun kadar urea plasma darah adalah Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari dua kelompok yaitu sapi yang mempunyai siklus normal dan kelompok yang mengalami anestrus postpartum, dan setiap kelompok terdiri dari empat kali ulangan.

Pengambilan sampel darah dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu 7 hari yaitu hari ke -0, -7 dan ke -14 melalui vena jugularis. Pengukuran kadar glukosa dan urea dilakukan pada sapi bali yang mempunyai siklus normal yaitu saat munculnya estrus setelah melahirkan (hari ke 0), dan pada sapi yang mengalami anestrus postpartum. Analisis kadar urea plasma dan glukosa darah dilakukan di Laboratorium Patologi Klinik Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana.

Analisis data

Data kadar glukosa darah dan kadar urea darah dianalisis dengan analisis varian, yang dilanjutkan dengan uji T jika terdapat perbedaan yang nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini menunjukkan bahwa rerata kadar

glukosa pada sapi bali estrus adalah 54,45±1,56; 58,05±3,85; 63,77±2,61 dan 51,77±1,89 mg/dl masing-masing pada hari ke-0 ; ke-7 dan ke-14 (dari saat munculnya estrus). Rerata kadar glukosa pada sapi bali anestrus postpartum adalah 51,77±1,89; 54,87±1,67 dan 62,75±5,58 mg/dl masing-masing pada hari ke-0; ke-7 dan ke-14. Sedangkan rerata kadar Urea pada sapi bali estrus adalah 41,27±5,75; 44,23±4,38 dan 55,40±1,41 mg/dl masing-masing pada hari ke-0; ke -7 dan ke-14 (dari saat munculnya estrus). Rerata kadar urea pada sapi bali anestrus postpartum adalah 36,90±4,21; 39,87±3,24 dan 45,50±4,45 masing-masing pada hari ke-0; ke-7 dan ke-14.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar glukosa nampak secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05) antara kadar glukosa pada saat estrus dan yang mengalami anestrus postpartum, sedangkan kadar urea plasma nampak menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) antara kadar urea pada sapi estrus dan yang anestrus postpartum (Gambar 1). Waktu pada penelitian ini terhadap kadar glukosa menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) pada hari ke-0 dan hari ke-14. Hal yang sama juga nampak pada kadar urea yaitu peningkatan sacara nyata (P<0,05) pada hari ke-0 dan ke-14.

Gambar 1. Gambaran kadar glukosa darah dan urea plasma sapi bali

Glukosa merupakan salah satu substrat metabolisme paling utama yang diperlukan untuk fungsi proses reproduktif pada sapi. Dilaporkan bahwa rendahnya kadar glukosa dapat menyebabkan tingginya kadar non esterified fatty acids (NEFA) yang mempunyai efek toksik terhadap folikel, oosit, embrio dan fetus dan menurunnya sekresi GnRH oleh hipotalamus (Adewuyi et al., 2005). Penurunan GnRH akan menghambat sintesis FSH dan LH di hipofisa anterior dan menyebabkan folikel tidak berkembang dan tidak munculmya estrsu (Oguike dan Okocha, 2008).

Dalam penelitian ini nampak kadar glukosa baik pada sapi estrus maupun anestrus tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya. Ahmad et al. (2004) melaporkan bahwa kadar glukosa pada sapi estrus adalah rata-rata 50,72 mg/dl dan pada sapi anestrus 50,66 mg/dl. Kadar glukosa darah pada sapi perah yang mengalami kawin berulang adalah 68,40 mg/dl pada siklus normal dan 48, 58 mg/dl pada kawin berulang (Eryavuz et al., 2008; Prihatno et al., 2013). Damptey et al. (2014) juga melaporkan bahwa tidak ada perbedaan kadar glukosa yang diukur antara sapi yang siklik dan non siklik. Hasil yang lebih tinggi dilaporkan oleh Eryavus et al. (2008) yaitu 92,36 mg/dl pada sapi perah laktasi 2 bulan. Hal ini menunjukkan bahwa glukosa bukan penyebab terjadinya anestrus post partum pada sapi bali (Khan et al. 2009).

Hasil analisis kadar urea plasma darah sapi nampak lebih rendah pada sapi yang mengalami anestrus post partum (Sw⅛tkiewicz et al., 2010). Hasil yang hampir sama dilaporkan oleh Ahmad et al. (2004) yaitu rerata kadar urea 30,88 mg/dl pada sapi estrus dan 33,80 mg/dl pada sapi anestrus postpartum. Berdasarkan hal tersebut, kadar urea plasma darah pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14 masih dalam batas

normal, seiring terjadinya peningkatan kadar urea dengan waktu pengambilan darah. Hal ini berarti bahwa terjadi peningkatan kandungan protein dalam tubuh ternak seiring dengan terjadinya anestrus post partum. Walaupun demikian, belum diperoleh batas yang jelas kadar urea plasma darah yang dapat menyebabkan munculnya estrus post partum pada sapi bali (El-Azab et al., 1993; Hess et al., 2005).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar glukosa pada sapi bali estrus dengan sapi bali anestrus postpartum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, namun kadar urea menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar glukosa dan kadar urea pada saat estrus maupun anestrus postpartum menunjukkan peningkatan yang nyata pada hari ke -0 dengan hari ke -14.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap kimia darah lainnya seperti insulin, leptin, kolesterol pada sapi, sehingga dapat diketahui penyebab terjadinya anestrus postpartum.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai dari Dana PNBP Universitas Udayana melalui Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2014.      Kami

mengucapkan terimakasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Udayana yang telah membiayai penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adewuyil AA, Gruysi E, van Eerdenburg FJCM. 2005. Non esterified fatty acids (NEFA) in dairy cattle. A

review. Vet Quarterly, 27(3): 117126.

Ahmad I, Lodhi LA, Qureshi ZI, Younis M. 2004. Studies on blood glucose, total protein,urea and cholesterol levels in cyclic, non-cyclic and endometritic crossbred cows. Pakistan Vet J, 24(2): 92-94.

Alejandro C, Abe VM, Jaime OP, Pedro SA. 2014. Environmental stress effect on animal reproduction, J Anim Sci, 4: 79-84.

Damptey JK, Obese FY, Aboagye GS, Ayim-Akonor M, Ayizanga RA. 2014. blood metabolite concentrations and postpartum resumption of ovarian cyclicity in sanga cows. South African J Anim Sci, 44(1): 10-17.

Dinka H. 2012. Reproductive performance of crossbred dairy cows under small holder condition in Ethiopia. Int J Livestock Prod, 3(3): 25-28.

Dupont J, Maillard V, Cotral-Castel S, Rame C, nFroment P. 2010, Ghrelin in female and male reproduction, hindawi publishing corporation. Int J Peptides, 2010: 1-8.

El-Azab MA, Badr A, El-Sadawy, Shawki G, Borkat TM. 1993. Some biochemical changes in relation to postpartum ovarian activity in dairy cows. Indian J Anim Sci, 63(12): 1244-1247.

Eryavuz A, Gulcan AVCI, Çelik HA, Kucukkurt I. 2008. Plasma leptin, insulin, glucose and urea concentrations throughout lactation in dairy cows. Bull Vet Inst Pulawy 52: 381-385.

Hess, BW, Lake SL, Scholljegerdes EJ, Weston TR, Nayigihugu V, Molle JDC, Moss GE. 2005. Nutritional controls of beef cow reproduction. J Anim Sci, 83: 90-106.

Khan RU, Durrani FR, Chand N, Anwar H. 2009. Influence   of feed

supplementation with   Cannabis

sativa on quality of broilers carcass. Pakistan Vet J, 30(1): 34-38.

Kohn RA, Dinneen MM, Russek-Cohen E. 2005. Using blood urea nitrogen to predict nitrogen excretion and efficiency of nitrogen utilization in cattle, sheep, goats, horses, pigs, and rats. J Anim Sci, 83: 879-889.

Oguike MO, Okocha NL. 2008, Reproductive performance of rabbits re-mated at different intervals postpartum, African J Agric Res, 3(6): 412-415.

Piccione G, Messina V, Marafioti S, Casella S, Giannetto C, Fazio F. 2012. Changes of some haematochemical parameters in dairy

cows during late gestation, post partum, lactation and dry periods. Veterinarija ir zootechnika, 58(80): 59-64.

Prihatno SA, Kusumawati A, Karja NK, Sumiarto B. 2013 . Profil biokimia darah pada sapi perah yang mengalami kawin berulang. J Kedokteran Hewan, 7(1): 29-31.

Saleh N, Mahmud E, Waded E. 2011. Interactions between insulin like growth factor 1, thyroid hormones and blood energy metabolites in cattle with postpartum inactive ovaries. Nat Sci, 9(5): 56-63.

Swi^tkiewicz J, Koreleski A, Arczewska, 2010, Laying performance and eggshell quality in laying hens fed diets supplemented with prebiotics and organic acids, Czech J Anim Sci, 7: 294–306.

52