ANALYSIS OF TOTAL MICROBES, COLIFORM, STAPHYLOCOCCUS AUREUS IN BROILER MEAT IN TRADITIONAL MARKETS IN DENPASAR SELATAN
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 6: 1105-1113
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Desember 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i06.p09
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Analisi Total Mikroba, Coliform, dan Staphylococcus aureus Daging Ayam Broiler di Pasar Tradisional Kecamatan Denpasar Selatan, Bali
(ANALYSIS OF TOTAL MICROBES, COLIFORM, STAPHYLOCOCCUS AUREUS IN BROILER MEAT IN TRADITIONAL MARKETS IN DENPASAR SELATAN)
Putu Arya Duta Adnyana1*, Ida Bagus Ngurah Swacita2, I Ketut Suada2
-
1Mahasiswa Sarjana Pendidikan Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
-
2Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia, 80234;
*Corresponding author email: [email protected]
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah Total Plate Count (TPC), Coliform dan Staphylococcus aureus pada daging ayam broiler serta melihat perbedaan antar pasar bila dibandingkan dari jumlah TPC pada daging ayam broiler yang dijual di beberapa pasar tradisional Kecamatan Denpasar Selatan. Adapun jumlah sampel yang digunakan adalah 25 sampel yang diambil dari 5 pasar terpilih dan tiap pasar diambil 5 pedagang. Variabel yang diukur adalah TPC, Coliform dan S.aureus. Data hasil pengukuran dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dan dilanjutkan dengan Duncan atau Beda Nyata Terkecil (BNT) bila terdapat perbedaan yang nyata. Penelitian ini menunjukkan hasil rata-rata TPC 101,5 x 104 CFU/g, Coliform yang Sebagian besar berada di angka >1100 x 102 MPN/g dan S.aureus 6 x 100 CFU/g. Hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) antar pasar sehingga dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan daging ayam broiler yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Denpasar Selatan tidak layak dikonsumsi bila ditinjau dari jumlah mikroba dengan merujuk pada SNI 7388:2009. Adanya data ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya terutama yang mengacu pada higiene dan sanitasi yang diterapkan oleh pedagang dalam rangka mengurangi kontaminasi bakteri.
Kata kunci: Daging ayam; Coliform; pasar tradisional; Staphylococcus aureus; Total Plate Count;
Abstract
This study aims to determine the number of Total Plate Count (TPC), Coliform and Staphylococcus aureus in broiler chicken meat and to see differences between markets when compared to the number of TPC in broiler chicken limbs sold in several traditional markets in South Denpasar District. The number of samples used was 25 samples taken from 5 selected markets and 5 traders were taken from each market. The variables measured were TPC, Coliform and S. aureus. The measured data were analyzed using Analysis of Variance (ANOVA) and continued with Duncan's and Least Significant Difference (LSD) if there was a significant difference. This study showed an average TPC yield of 101.5 x 104 CFU/g, Coliform which was mostly at > 1100 x 102 MPN/g and S. aureus 6 x 100 CFU/g. The results of the analysis show that there is no significant difference (P>0.05) between markets. So from the results of this study it can be concluded that meat sold in traditional markets in South Denpasar District is not suitable for consumption when viewed from the number of microbes with reference to SNI 7388:2009. The existence of this data is expected to be a reference for further research, especially those referring to hygiene and sanitation applied by vendors in order to reduce bacterial contamination.
Keywords: Chicken meat; Coliform; Staphylococcus aureus; Total Plate Count; traditional market
PENDAHULUAN
Daging ayam merupakan salah satu contoh bahan pangan hewan yang umum dikonsumsi oleh masyarakat. Daging ayam mengandung nilai gizi tinggi, rasa yang lezat, tekstur yang halus, serta disukai hampir semua orang (Suradi, 2006). Selain itu daging ayam merupakan sumber protein hewani dengan kandungan asam amino yang mendekati susunan asam amino yang dibutuhkan manusia. Namun, daging ayam tergolong produk hasil peternakan yang mudah rusak oleh faktor fisika, kimia dan biologi (perishable food) (Dewi et al., 2016).
Daging ayam broiler dapat terkontaminasi bakteri jika tidak ditangani dengan baik dan berakibat buruk pada kesehatan manusia (Utari, 2016). Total Plate Count (TPC) yang di atas standar merupakan indikator kualitas dan higiene suatu bahan secara keseluruhan yang buruk dan mengakibatkan pangan tersebut tidak layak untuk dikonsumsi ditinjau dari jumlah bakteri, tetapi sumber kontaminasi tidak dapat diidentifikasi dan hanya terbatas pada identifikasi jumlah saja. Beberapa jenis mikroba yang sering mencemari daging ayam adalah Escherichia coli dan Salmonella sp serta mikroba patogen lainnya (Puspita, 2012).
Keamanan dan kualitas daging ayam potong harus diperhatikan. menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7388-2009, batas maksimum dari cemaran mikroba dalam daging ayam segar adalah 1 x 106 koloni/g untuk TPC, 1 x 102 koloni/g untuk Coliform dan 1 x 102 untuk Staphylococcus aureus.
METODE PENELITIAN
Materi Penelitian
Penelitian ini menggunakan daging ayam yang berasal dari 5 pasar tradisional di Kecamatan Denpasar Selatan, yaitu Pasar Suwung Batan Kendal, Pasar Made Putra, Pasar Sindhu, Pasar Kertha Boga Desa Adat Pemogan dan Pasar Desa Pakraman Serangan yang diambil dengan
metode purposive sampling. Sampel daging ayam ditentukan menggunakan purposif sampling dari pasar yang terpilih di Kecamatan Denpasar Selatan. Menurut rumus Federer, penetapan jumlah sampel minimal yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
(P-1)(N-1) ≥ 15
4(N - 1) ≥ 15 4N ≥ 19 N ≥ 4,75
Dengan pembulatan ke atas, maka didapatkan jumlah sampel sebanyak N=5. Dimana P adalah kelompok perlakuan dan N adalah jumlah populasi. Dengan menggunakan rumus Federer, didapatkan jumlah sampel minimal yang diteliti tiap kelompok perlakuan adalah 4,75 dengan pembulatan keatas sehingga menjadi 5, maka jumlah sampel diperlukan adalah 25 sampel.
Pengujian TPC
Sampel daging ayam ditimbang sebanyak 25 g dihomogenisasi secara aseptis dalam 225 ml larutan BPW 0,1% kemudian homogenkan selama 2 menit, dan selanjutnya dibuat pengenceran bertingkat sampai 10-4. Satu ml sampel dari tiap seri pengenceran diinokulasikan ke dalam cawan petri secara duplo lalu ditambahkan 15 ml – 20 ml PCA yang telah didinginkan hingga suhu 45oC ± 1oC pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi. Lakukan pemutaran cawan ke depan dan ke belakang dan diamkan sampai menjadi padat. Inkubasikan pada temperatur 34oC -36oC selama 24-48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
Penghitungan koloni dilakukan dengan memilih Cawan yang memiliki jumlah koloni 25 sampai dengan 250. Cawan petri dengan jumlah koloni kurang dari 25, dihitung jumlah total per cawan dari tiap seri pengenceran, hasilnya di rata-ratakan dan dikalikan dengan faktor pengencer.
Pengujian Coliform
Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji presumtif (penduga) dan uji konfirmasi (peneguhan), dengan
menggunakan media cair di dalam tabung reaksi dan dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat dilihat dengan timbulnya gas di dalam tabung Durham.
Sampel disiapkan terlebih dahulu dengan ditimbang sebanyak 25 g secara aseptic kemudian dimasukkan ke dalam wadah steril. Untuk sampel daging, ditambahkan 225 ml larutan BPW 0,1% steril ke dalam wadah berisi sampel dan dihomogenkan dengan stomacher selama 1 -2 menit. Ini merupakan pengenceran 10-1. Pengujian dilakukan menggunakan seri 3 tabung.
Uji pendugaan dilakukan dengan dipindahkan 1 ml larutan pengenceran 10-1 dengan pipet ke dalam 9 ml larutan BPW 0,1% untuk mendapatkan pengenceran 102, dilakukan hingga pengenceran 10-3. Dari setiap pengenceran, dipipet 1 ml ke dalam 3 seri tabung LSTB yang sudah diisi tabung Durham. Diinkubasikan pada temperatur 35oC selama 24 – 48 jam. Adanya gas yang terbentuk dalam tabung Durham menunjukkan hasil uji yang positif.
Uji konfirmasi dilakukan dengan memindahkan biakan positif menggunakan jarum inokulasi dari tabung LSTB ke tabung BGLBB yang sudah di isi tabung Durham. Diinkubasikan pada temperatur 35oC selama 48 jam ± 2 jam. Adanya gas yang terbentuk menunjukkan hasil yang positif. Selanjutnya gunakan tabel MPN untuk menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung BGLBB yang positif sebagai jumlah koloni per mililiter atau per gram.
Banyaknya Coliform yang terdapat dalam contoh uji diinterpretasikan dengan mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan hasil positif, berdasarkan tabel nilai MPN. Kombinasi yang diambil, dimulai dari pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif, sedangkan pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif. Kombinasi yang diambil terdiri dari tiga pengenceran. Nilai MPN contoh dihitung sebagai berikut (Srikandi Fardiaz, 1992).
MPN contoh
= Nilai MPN x
nilai MPN tabel
100
Pengujian Staphylococcus aureus
Jumlah Staphylococcus aureus ditentukan dengan menghitung cawan secara sebar pada permukaan media. Uji dilakukan dengan membuat pengenceran bertingkat menggunakan 1 ml sampel dan 9 ml BPW, pengenceran dilakukan sesuai kebutuhan. Media yang digunakan pada pengujian ini adalah BPA yang ditambahkan egg yolk tellurite emulsion. Dituangkan 10 – 20 ml media BPA yang telah ditambahkan egg yolk tellurite emulsion dengan perbandingan 5 ml emulsi ke 95 ml media BPA ke masing masing cawan dang dibiarkan hingga padat. Suspensi dari setiap pengenceran dipipet sebanyak 1 ml dan diinokulasikan masing-masing 0,4 ml, 0,3 ml, dan 0,3 ml pada 3 cawan petri yang berisi media. Suspensi diratakan menggunakan batang bengkok dan diinkubasikan pada temperatur 35oC selama 45 – 48 jam. Cawan petri yang dipilih memiliki jumlah koloni 20 – 200. Koloni S. aureus mempunyai ciri khas bundar, licin dan halus, cembung, diameter 2-3 mm berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi zona opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni putih dan dikelilingi daerah yang terang. Konsistensi koloni seperti mentega atau lemak jika disentuh oleh ose. Bila koloni memiliki ciri-ciri diatas, diambil satu atau lebih koloni dari masing-masing bentuk yang tumbuh dan lakukan uji identifikasi.
Uji identifikasi dilakukan dengan pengecatan Gram dan uji koagulase. Pengecatan Gram dilakukan dengan mengambil satu atau lebih koloni dari masing-masing bentuk koloni yang tumbuh dan lakukan pengecatan Gram. Hasil pengecatan Gram akan terlihat bakteri berbentuk kokus berwarna ungu (Gram positif), bergerombol seperti anggur atau terlihat hanya satu bakteri. Uji koagulase dilakukan dengan mengambil satu atau lebih koloni yang diduga S. aureus
dimasukkan ke dalam 0,2 – 0,3 ml BHIB dan dihomogenkan. Suspensi dari BHIB diambil menggunakan ose (diameter 3 mm) dan digoreskan pada agar miring TSA lalu diinkubasikan pada temperatur 35oC selama 18 – 24 jam. BHIB yang telah diinkubasi ditambahkan koagulase plasma kelinci yang ditambahkan EDTA sebanyak 0,5 ml, dihomogenkan dan diinkubasikan kembali pada temperatur 35oC selama 6 jam dan diamati setiap jamnya terhadap pembentukan gumpalan. Hasil positif dari uji koagulase ditandai dengan adanya penggumpalan.
Setelah uji selesai, penghitungan dapat dilakukan dengan menghitung koloni di cawan petri yang menunjukkan ciri khas koloni S. aureus dan menunjukkan hasil uji koagulase positif, hasil hitung kemudian dikalikan dengan faktor pengenceran.
Analisis Data
Data hasil penelitian selanjutnya akan di analisis dengan uji ANOVA yang dilanjutkan uji Duncan bila terdapat perbedaan yang nyata dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi 26, serta membandingkan hasil penilitian dengan merujuk pada SNI 7388:2009 tentang Batas Maksimum Cemaran Mikroba dalam pangan pada daging ayam, sebagai acuan standar kualitas mikrobiologis daging ayam yang baik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
TPC
Dari hasil pengujian pada Tabel.1 yang diperoleh dari 5 Pasar Tradisional di Kecamatan Denpasar Selatan, 2 dari 5 pasar tidak memenuhi SNI 7338:2009 dengan batas maksimum TPC adalah 1 X 106 CFU/g dimana Pasar Serangan memiliki angka tertinggi.
Tingginya hasil TPC umumnya diakibatkan dari rendahnya kesadaran pedagang terhadap higiene diri sendiri seperti tidak menggunakan hand glove serta buruknya aspek sanitasi seperti peralatan yang kurang bersih, penanganan pasca
pemotongan dan lama penyimpanan daging (Arizona et al., 2011).
Berbeda dengan hasil dari penelitian Martha Putri et al. (2020) yang menyatakan hasil TPC pada daging ayam yang dipasarkan di Kecamatan Denpasar Selatan telah memenuhi standar SNI 7338:2009, hal ini terjadi karena pedagang daging ayam tidak menyimpan terlalu banyak daging ayam sehingga pertumbuhan bakteri pada saat dijual tidak banyak.
Menurut hasil penelitian Edi et al. (2018), hasil TPC yang tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor penyimpanan daging, dalam hal ini daging ayam yang disimpan pada suhu ruang akan mengalami peningkatan yang pesat bila dibandingkan pada daging ayam yang telah melalui proses refrigerasi (pendinginan). Hal ini menunjukkan bakteri dengan sifat mesofil dan psikotropik dapat tumbuh dengan baik pada suhu ruangan,
Apabila ditinjau dari hasil TPC, daging ayam yang dijual di Pasar di Kecamatan Denpasar Selatan tidak layak untuk dikonsumsi karena hasil jumlah rata-rata TPC berada diatas SNI 7338:2009.
Coliform
Tidak berbeda jauh dari hasil TPC, Coliform menunjukkan hasil keseluruhan yang diatas Standar Nasional Indonesia 7338:2009.
Berdasarkan penelitian Zuanita et al., (2014), yang dilakukan di Swalayan di Denpasar menunjukkan jumlah rata-rata diatas SNI, jumlah cemaran Coliform pada swalayan A (83,2 x 103 CFU/gram), swalayan B (103 x 103 CFU/gram), swalayan C (95,3 x 103 CFU/gram), dan swalayan D (154 x 103 CFU/gram). Tingginya jumlah cemaran dipengaruhi oleh proses penanganan karkas, seperti penanganan pasca pemotongan telah terkontaminasi oleh air dan peralatan yang digunakan sewaktu pemotongan. Hal ini sejalan dengan pendapat Setiowati dan Mardiastuti (2009), dimana tidak menutup kemungkinan pada proses produksi, daging ayam dapat terpapar bakteri patogen baik
itu selama proses pengolahan, pengemasan, penyimpanan, transportasi dan penyajian.
Jumlah cemaran Coliform yang melebihi standar dapat terjadi karena transport dari Rumah Pemotongan Unggas (RPU) sebagai supplier ke pasar tradisional dan perlakuan daging di pasar tradisional tersebut. Perlakuan daging yang dilakukan di Pasar Tradisional meliputi pemotongan dan penjajaan daging. Menurut Gustiani (2009), kontaminasi bakteri pada daging dapat berasal dari lokasi pemotongan, sumber air, dan lingkungan tempat diolahnya daging yang tidak higienis.
Menurut Rudyanto (2011) suhu optimal dari kuman untuk tumbuh dan berkembang adalah 5oC – 60oC. Daging juga merupakan substansi yang baik untuk pertumbuhan kuman, hal ini didukung karena kadar air yang tinggi, adanya oksigen, tingkat keasaman atau basa (pH) dan kandungan nutrisi yang tinggi. Oleh karena itu Soeparno (1998) menyatakan daging akan sangat mudah mengalami kerusakan apabila disimpan pada suhu ruangan. Hal ini sejalan dengan keadaan di Pasar Tradisional Kecamatan Denpasar Selatan dimana pedagang menjajakan daging ayam broiler di ruang terbuka tanpa adanya pengaturan suhu yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, selain itu daging ayam broiler yang dijajakan umumnya hanya disimpan pada container Styrofoam yang dibiarkan terbuka.
Staphylococcus aureus
Berbeda dengan 2 variabel sebelumnya, hasil pengujian Staphylococcus aureus menunjukkan jumlah yang masih dibawah ambang batas yang ditentukan SNI 7338:2009 yaitu 1 x 102CFU/g.
Bila melihat hasil penelitian yang dilakukan Jefanni (2017) di Pasar Tradisional Ulee Kareng, Banda Aceh menunjukkan hasil rata-rata diatas ambang batas SNI 7338:2009 yaitu 15,2x104 CFU/g (pagi hari) dan 13,9x104 CFU/g (siang hari), sedangkan pada hari kedua menunjukkan tingkat cemaran dengan rata-rata 17,7x104 CFU/g (pagi hari) dan 7,1x104 CFU/g (siang hari).
Penelitian Smita (2014) pada pasar tradisional, kontaminasi bakteri S. aureus dapat terjadi pada proses pemotongan, pengeluaran jeroan, proses distribusi daging ayam mentah dari peternak ke pedagang, bila jarak tempat pemotongan ke lokasi penjualan semakin jauh disertai dengan pengangkutan yang tidak menggunakan pendingin maka memungkinkan terkontaminasi S. aureus pada daging ayam (daging ayam dibawa pada suhu ruang sehingga menyebabkan S. aureus dapat berkembangbiak dengan cepat pada daging).
Pencemaran S. aureus pada daging ayam broiler dapat berasal dari ayam itu sendiri atau dari penjangal yang menangani pemotongan ayam hingga menjadi karkas. Menurut Bergdoll (1980), 30 - 50% populasi manusia memiliki S. aureus di hidung san tenggorokannya. Menurut Sams (2001) pula, kontaminasi yang terjadi pada karkas ayam oleh bakteri S. aureus yang berasal dari manusia sering terjadi pada pemrosesan. Tahap yang paling berpotensi menyebabkan terjadinya pencemaran adalah saat penerimaan dan penggantungan ayam, penyembelihan, scalding, pengeluaran jerohan, pendinginan, grading dan pemotongan. Pada tahap scalding dan pendinginan merupakan tahap yang paling kecil kemungkinan terjadinya pencemaran silang, dikarenakan pada proses scalding terdapat aliran pergantian air scalding dan suhu yang terjaga tetap tinggi. Demikian juga untuk tahap pendinginan dapat menekan pencemaran bakteri (Nugroho, 2005).
Staphylococcal Food Posisoning (SFP) merupakan kondisi dimana terkonsumsi toksin dari S. aureus yang ada pada makanan. Aga S. aureus dapat menghasilkan Staphylococcal enterotoxins (SEs), jumlah minimum S. aureus harus mencapai 1x105 cfu/g makanan (Salasia et al., 2009). Rataan jumlah S. aureus dari hasil penelitian yang telah dilakukan masih belum cukup untuk menghasilkan enterotoxins ini, namun pada lingkungan yang sesuai serta mendukung pertumbuhan,
S. aureus dapat terus tumbuh hingga mencapai jumlah minimum yang diperlukan tersebut (Thompson, 1980).
Perbandingan Antar Pasar
Berdasarkan uji ANOVA pada perangkat lunak SPSS versi 26, didapatkan hasil P = 0,086. Hasil tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) antar pasar bila ditinjau dari jumlah bakteri (TPC).
Hal tersebut dapat terjadi karena kondisi pasar yang serupa, seperti daging yang dijajakan tanpa adanya pelindung/penutup, posisi pedagang yang cukup berdekatan, peletakan daging yang bertumpuk hingga sanitasi dari alat potong yang kurang diperhatikan.
Tidak adanya perbedaan yang nyata ini menunjukkan kondisi pasar yang serupa bila melihat beberapa faktor seperti sanitasi, suhu, dan kelembaban, ada tidaknya oksigen dan bentuk atau kondisi daging. Para pedagang daging ayam broiler Pasar Tradisional di kecamatan Denpasar Selatan umumnya menjajakan dagangan mereka tidak menggunakan alas tambahan dan tidak jarang organ dengan karkas tidak sengaja tercampur. Para pedagang menggunakan box styrofoam untuk menyimpan stok karkas, stok ini umumnya ditambahkan es balok namun tidak ditutup sehingga karkas terpapar langsung oleh lingkungan luar. Transportasi daging juga umumnya menggunakan kendaraan bermotor dan menggunakan wadah karung. Selain hal tersebut, beberapa pedagang bekerja sendiri mulai dari proses pemotongan daging hingga mengambil uang dari konsumen. Kontaminasi mikroba yang berasal dari mata uang yang beredar telah dilaporkan oleh berbagai peneliti diantaranya Khin et al., (1989), Goktas dan Oktay (1992), FSA (2000), Singh et al., (2002), Xu et al., (2005) dan Feglo dan Nkansah (2010). Kontaminasi bakteri dan jamur bervariasi dari 60% hingga 96% pada mata uang kertas yang telah diuji (Alwakeel dan Nasser, 2011).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Jumlah rata-rata dari TPC 101,5 x 104
CFU/gram, Coliform >1,1 x 103 koloni/gram dan S. aureus 1 x 102 daging ayam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Denpasar Selatan. Daging ayam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Denpasar Selatan tidak layak untuk dikonsumsi oleh masyarakat karena cemaran mikroba yang di atas Standar Nasional Indonesia (SNI). Tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) jumlah mikroba daging ayam yang dijual di pasar tradisional Kecamatan Denpasar Selatan
Saran
Diharapkan dengan adanya data ini, dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya terutama dalam aspek higiene dan sanitasi yang diterapkan oleh pedagang dalam rangka mengurangi kontaminasi bakteri
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Kepala Balai Besar Veteriner Denpasar karena telah mengizinkan melakukan penelitian ini di Balai Besar Veteriner Denpasar dan dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alwakeel SS, Nasser LA. 2011. Bacterial and fungal contamination of Saudi Arabian paper currency and cell phones. Asian J. Biol. Sci. 4(7): 556– 562.
Arizona R, Suryanto E, Erwanto Y. (2011). Pengaruh konsentrasi asap cair tempurung kenari dan lama penyimpanan terhadap kualitas kimia dan fisik daging. Bul. Peternakan. 35(1): 50–56.
Zuanita AD, Suarjana IGK, Rudyanto MD.
2014. Cemaran Coliform pada Daging Ayam Pedaging yang Dijual di Swalayan di Denpasar. Indon. Med. Vet. 3(1): 26-31
Bergdoll MS. 1980. Staphylococcal Food Poisoning. Di dalam: Graham HD, editor, The Safety of Food. Ed ke-2. Connecticut: Avi Pub Co Inc.
Dewi Es., E. Latifa, Fawwarahly, dan R. Kautsar. 2016. Kualitas Mikrobiologis Daging Unggas di RPA dan yang Beredar di Pasaran. J. Ilmu Prod. 3: 379-385.
Djaja M. 2003. Pengaruh Jenis Tempat Pengolahan Makanan terhadap Kontaminasi pada Makanan di Jakarta Selatan. Disertasi. FKM UI Depok.
Edi S, Rahmah RSN. 2018. Pengaruh lama penyimpanan daging ayam pada suhu ruang dan refrigerator terhadap angka lempeng total bakteri dan adanya bakteri Salmonella sp. J. Biosains. 4(1): 23-31.
Gustiani. 2009. Pustaka Standar Nasional Indonesia Produk Pangan. Balai POM: Jakarta.
Jefanni V, Ferasyi TR. 2017. Deteksi Cemaran Staphylococcus aureus pada Daging Ayam yang Dijual Di Pasar Tradisional Ulee Kareng. JimVet. 01(4): 715-719.
Manullang MP, Swacita IBN, Suada IK. 2018. Angka Lempeng Total Bakteri pada Daging Ayam Broiler yang Dijual di Beberapa Pasar Tradisional di Denpasar Selatan. Bul. Vet. Udayana. 12(1): 1-6.
Nugroho A, 2006, Bioindikator Kualitas Air, Cetakan 1, Universitas Trisakti, Jakarta
Puspita S. 2012. Pengawetan Suhu Rendah pada Daging dan Ikan. Makalah. Universitas Diponogoro. Semarang.
Rudyanto MD. 2011. Aplikasi Hazard Analysis Critical Control Point. Bahan Kuliah Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner. Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Udayana Denpasar.
Salsia SIO, Khusnan, Sugiyono. 2009. Distribusi Gen Enterotoksin
Staphylococcus aureus dari Susu Segar dan Pangan Asal Hewan. J. Vet. (10): 111-117.
Sams AR (ed). 2001. Poultry Meat
Processing. New York: CRC Pr.
Setiowati EW, Mardiastuti IS. 2009. Tinjauan Bahan pangan Asal Hewan yang ASUH Berdasarkan Aspek Mikrobiologi di DKI Jakarta. Prosiding PPI. Jakarta: Standardisasi 2009.
Smita Siti Maulitasari. 2014. Identifikasi Cemaran Stahpylococcus aureus Pada Daging Ayam Yang Dijual Di Pasar Tradisional Dan Modern Di Sekitar Kampus Institut Pertanian Bogor. Skripsi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soeparno. 1998. Teknologi Daging. Yogyakarta: Gadjah Mada University Pr.
Thompson DLC. 1980. Food Spoilage and Food-Borne Infection Hazards. Di dalam: Graham HD, editor. The Safety of Foods. Ed ke-2. Connecticut: Avi Pub Co Inc.
Standar Nasional Indonesia. 2008. Metode pengujian cemaran mikroba dalam daging, telur, dan susu serta hasil olahannya. SNI 2897:2008.
Suradi K. 2006. Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler PostMortem Selama Penyimpanan Temperatur Ruang. J. Ilmu Ternak. 6: 23-27.
Utari LK. 2016. Status Mikrobiologis Daging Broiler di Pasar Tradisional Kabupaten Pringsewu. Skripsi. Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Tabel 1. Tabel Jumlah Rata-Rata Hasil Pemeriksaan Total Plate Count pada Daging Ayam.
Kode Sampel |
Nama Pasar |
Syarat SNI |
Hasil Pengujian (CFU/g) |
Ket. |
ASR |
Pasar Serangan |
1 X 106 |
225,6 x 104 |
AS |
AKB |
Pasar Kertha Boga |
1 X 106 |
93 x 104 |
MS |
ABK |
Pasar Batan Kendal |
1 X 106 |
221,2 x 103 |
MS |
AMP |
Pasar Made Putra |
1 X 106 |
106,5 x 104 |
AS |
ASD |
Pasar Sindu |
1 X 106 |
60,4 x104 |
MS |
Rata-Rata |
101,5 x 104 |
AT | ||
Keterangan: AS: Atas Standar; MS: |
Memenuhi Standar | |||
Tabel 3. Tabel Hasil Pemeriksaan Jumlah S. aureus pada Daging Ayam | ||||
Kode Sampel |
Nama Pasar |
Syarat SNI |
Rata-Rata Hasil Pengujian (CFU/g) |
Ket. |
ASR |
Pasar Serangan |
1 X 102 |
< 1,0 X 101 (<10) MS | |
AKB |
Pasar Kertha Boga |
1 X 102 |
1,0 X 101 (10) |
MS |
ABK |
Pasar Batan Kendal |
1 X 102 |
< 1,0 X 101 (<10) MS | |
AMP |
Pasar Made Putra |
1 X 102 |
2 X 101 (20) |
MS |
ASD |
Pasar Sindu |
1 X 102 |
< 1,0 X 101 (<10) MS | |
Rata-rata |
6 x 100 |
MS |
Keterangan: AS: Atas Standar; MS: Memenuhi Standar
Tabel 2. Tabel Hasil Pemeriksaan Jumlah Coliform pada Daging Ayam
Kode Sampel |
Nama Pasar |
Syarat SNI |
Hasil Pengujian (Koloni/gram) |
Ket. |
ABK 1 |
Pasar Batan Kendal |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ABK 2 |
Pasar Batan Kendal |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ABK 3 |
Pasar Batan Kendal |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ABK 4 |
Pasar Batan Kendal |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ABK 5 |
Pasar Batan Kendal |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AKB 1 |
Pasar Kerta Boga |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AKB 2 |
Pasar Kerta Boga |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AKB 3 |
Pasar Kerta Boga |
1 X 102 |
2,9 x 102 (290) |
AS |
AKB 4 |
Pasar Kerta Boga |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AKB 5 |
Pasar Kerta Boga |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASR 1 |
Pasar Serangan |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASR 2 |
Pasar Serangan |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASR 3 |
Pasar Serangan |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASR 4 |
Pasar Serangan |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASR 5 |
Pasar Serangan |
1 X 102 |
2,9 x 102 (290) |
AS |
AMP 1 |
PasarMade Putra |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AMP 2 |
PasarMade Putra |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AMP 3 |
PasarMade Putra |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AMP 4 |
PasarMade Putra |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
AMP 5 |
PasarMade Putra |
1 X 102 |
4,6x102 (460) |
AS |
ASD 1 |
Pasar Sindu |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASD 2 |
Pasar Sindu |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASD 3 |
Pasar Sindu |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASD 4 |
Pasar Sindu |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
ASD 5 |
Pasar Sindu |
1 X 102 |
>1,1 X 103 (>1100) |
AS |
Keterangan: AS: Atas Standar; MS: Memenuhi Standar
Tabel 4. Tabel Hasil Uji ANOVA pada SPSS Versi 26
Nama Pasar Rata-rata ± Std Deviasi
Batan Kendal |
5.0212 ± 0.71867 |
Made Putra |
5.6139 ± 0.78050 |
Kerta Boga |
5.6966 ± 0.59021 |
Sindu |
6.0308 ± 0.26180 |
Serangan |
6.0881 ± 0.60870 |
P Value |
0.086 |
Keterangan: P>0.05 yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
1113
Discussion and feedback