Effect of Irradiation Area and Delay Time Processing On Exposure and Deviation Index Computed Radiography AGFA Series CR10-X
on
Buletin Fisika Vol 24 No. 2 August 2023 : 77 – 83
Pengaruh Luas Bidang Penyinaran dan Delay Time
Processing Terhadap Exposure dan Deviation Index Computed Radiography AGFA Seri CR10-X
Effect of Irradiation Area and Delay Time Processing On Exposure and Deviation Index Computed Radiography AGFA Series CR10-X
I Gede Erix Krisna Adi Pramartha1, Ni Nyoman Ratini1*, Putu Irma Wulandari2
-
1Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361
-
2Akademi Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Bali, Jl. Tukad Batanghari VII No.21, Dauh Puri Klod, Denpasar Selatan, Bali, Indonesia 80225
Email: [email protected], *[email protected]d, [email protected]d
Abstrak – Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh luas bidang penyinaran dan delay time processing terhadap exposure index (EI) dan deviation index (DI) computer radiografi. Alat bantu yang digunakan berupa phantom skull, imaging plate, grid, dan CR. Faktor eksposi yang digunakan diatur konstan sebesar 58 kV, 100 mA dan 0,125 s. Untuk mengetahui besar nilai EI dilakukan ekspose dengan variasi luas bidang penyinaran yaitu: 25 cm ×25 cm, 25 cm ×28 cm, 28 cm × 30 cm, 30 cm ×36 cm dan 30 cm × 43 cm. Ekspose juga dilakukan dengan menggunakan luas bidang penyinaran yang konstan yaitu 25 cm × 25 cm dan memvariasi delay time processing-nya dengan nilai 5, 10, 15, 20, dan 25 menit. Nilai EI digunakan untuk mencari nilai DI, kemudian dibuatkan grafik dan dilakukan pengujian berupa uji regresi dan uji analisis jalur. Hasil uji regresi menunjukkan p value untuk luas bidang penyinaran sebesar 0,003 dan p value untuk delay time processing sebesar 0, sehingga dapat dikatakan luas bidang penyinaran dan delay time processing secara langsung memiliki pengaruh signifikan terhadap EI. Hasil uji analisis jalur didapatkan p value untuk luas bidang penyinaran sebesar 0,348 dan p value untuk delay time processing sebesar 0,003, sehingga luas bidang penyinaran secara langsung tidak memiliki pengaruh signifikan, namun secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap nilai DI. Hasil uji analisis jalur didapatkan delay time processing secara langsung memiliki pengaruh signifikan dan secara tidak langsung juga memiliki pengaruh terhadap nilai DI.
Kata kunci: Exposure index, deviation index, delay time processing, luas bidang penyinaran, computer radiografi
Abstract – Research has been carried out to determine the effect of irradiation area and delay time processing on the exposure index (EI) and deviation index (DI) of computer radiography. The tools used are phantom skull, imaging plate, grid, and CR. The exposure factor used is set constant at 58 kV, 100 mA and 0.125 s. To find out the EI value, exposure was carried out with variations in the irradiation area: 25 cm × 25 cm, 25 cm × 28 cm, 28 cm × 30 cm, 30 cm × 36 cm and 30 cm × 43 cm. Exposure was carried out using constant irradiation area of 25 cm × 25 cm, but the delay time processing variations as follows: 5, 10, 15, 20, 25 minutes. The EI value is used to find the DI value, then graphs are made and tests are carried in the form of regression tests and path analysis tests. The results of the regression test show that the p value for the irradiation area is 0.003 and the p value for the delay time processing is 0, so it can be said that the irradiation area and delay time processing directly have a significant effect on EI. The results of the path analysis test showed that the p value for the irradiation area was 0.348 and the p value for the delay time processing was 0.003, so that the irradiation area directly did not have a significant effect, but indirectly had an influence on the DI value. The results of the path analysis test show that the delay time processing directly has a significant effect and indirectly also has an influence on the DI value.
Key words: Exposure index, deviation index, delay time processing, irradiation area, computed radiography
Pemanfaatan sinar-X telah banyak digunakan dalam bidang medis, khususnya untuk mendiaknosa kondisi klinis pasien. Sinar-X terdahulu masih menggunakan teknologi analog, namun dengan perkembangan yang terjadi sinar-X sudah menggunakan teknologi digital. Perkembangan tersebut ditandai dengan penggunaan modalitas computed radiografi (CR) untuk imaging reader dan imaging processing suatu citra radiografi [1]. CR akan menghasilkan sebuah citra dengan exposure index (EI). EI berfungsi sebagai sebuah indek untuk mengetahui besar ekspose yang dilakukan untuk mendapatkan citra, sehingga EI digunakan sebagai feedback bagi seorang radiograper. Secara umum istilah EI lebih dikenal, namun terdapat istilah lain seperti S-value dan LgM value [2].
Modalitas CR mengeluarkan rentangan EI untuk masing-masing jenis pemeriksaan, oleh karena itu posisi, luas bidang penyinaran, jenis pemeriksaan dan delay time processing dapat mempengaruhi nilai EI. Pabrikan dan seri CR yang digunakan juga dapat mempengaruhi rentan nilai EI, sehingga masing-masing CR mempunyai rentan nilai EI yang diatur pada saat instalasi modalitas CR. EI digunakan sebagai indikator sensitivitas reseptor digital yang dikenai sinar-X dan sebagai masukan bagi radiograper dalam mengupayakan hasil citra yang optimal dengan dosis yang rendah bagi pasien [3]. Variasi nilai EI diukur menggunakan deviation index (DI). Pengukuran DI memiliki fungsi untuk mengetahui rentan EI yang dapat dikatakan sebagai ekspose optimal atau kurang optimal, sehingga lebih memudahkan radiografer untuk menentukan tingkat paparan yang diterima pasien [4].
Dwi Rochmayanti pada tahun 2017 telah melakukan studi yaitu menguji hubungan luasan kolimasi dan delay time processing dengan EI. Studi tersebut menyatakan bahwa luas kolimasi yang digunakan harus sesuai dengan objek yang diekspose dan disarankan untuk segera melakukan processing citra setelah proses ekspose [5].
Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan studi lebih lanjut mengenai pengaruh luas bidang penyinaran dan delay time processing terhadap EI dan DI menggunakan modalitas CR AGFA dengan seri CR10-X. studi ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh luas bidang penyinaran dan delay time processing terhadap EI dan DI.
Pesawat sinar-X adalah alat yang digunakan untuk melakukan diagnosa medis dengan menggunakan sinar-X. Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yaitu 3-30 MHz [6]. Pesawat sinar-X memiliki sebuah sumber tegangan tinggi 20-200kV untuk menghasilkan sinar-X. Sinar-X dipancarkan dari tabung diarahkan pada bagian tubuh yang akan didiagnosa. Berkas sinar-X menembus bagian tubuh dan ditangkap oleh film, sehingga membentuk citra [7]. Pesawat sinar-X terdiri dari control panel, transformator, generator dan tabung sinar-X. Dalam pengoperasian pesawat sinar-X, control panel digunakan sebagai pengatur parameter. Sistem sinar-X standar memiliki tiga prinsip pengendalian, yaitu tegangan (kV), arus tabung (mA), dan waktu eksposi (s) [8]. Transformator adalah alat elektromagnetik yang dapat mengubah tegangan arus bolak-balik dan menaikkan atau menurunkan tegangan. Generator berfungsi untuk mengubah energi listrik menjadi bentuk produksi sinar-X [9].
Tabung sinar-X merupakan salah satu komponen dari pesawat sinar-X, dimana tabung sinar-X adalah ruang hampa udara yang terbuat dari kaca tahan panas, tempat dihasilkannya sinar-X. Dalam menghasilkan sinar-X diperlukan tabung sinar-X hampa udara, dimana dalam tabung tersebut terdapat elektron-elektron yang diarahkan pada target dengan kecepatan tinggi. Melalui proses tersebut, muncul keadaan dimana sebagian besar energi elektron diubah menjadi panas (99%) dan sebagian kecil (1%) diubah menjadi sinar-X [10].
-
2.2 Computed Radiography (CR)
CR merupakan alat yang menerapkan proses digitalisasi gambar menggunakan lembar atau Photo stimulable Phospor (PsP) untuk akuisi gambar[11]. Imaging plate (IP) pada CR dapat menyimpan gambar laten yang kemudian akan diproses menggunakan laser serta dapat diterapkan pada kaset analog yang berbasis screen dan film. Sistem kerja CR yaitu pada IP yang telah dieksposi kemudian dimasukkan dalam imaging plate reader. Di dalam imaging plate reader, kaset secara otomatis akan terbuka dan IP dikeluarkan dari kaset. IP yang telah dikeluarkan dari kaset akan dibaca, dihapus dan dikembalikan ke dalam kaset agar dapat digunakan untuk pemeriksaan selanjutnya. Citra yang telah dibaca kemudian ditransfer ke dalam komputer untuk diproses dan ditampilkan pada monitor atau film [1].
-
2.3 Exposure Index (EI)
Exposure index (EI) merupakan ukuran jumlah paparan yang diterima oleh IP dan tergantung pada muatan (mAs), luas detektor radiasi yang digunakan dan attenuasi berkas. EI dapat digunakan sebagai indeks dari kualitas citra dalam radiografi. Dalam mengidentifikasi nilai exposure yang digunakan dalam menampilkan suatu citra, CR menemukan cara menganalisa nomor digital pada citra berdasarkan penyesuaian respon untuk mengetahui EI [12].
EI dihitung pada setiap citra yang diperoleh dan dapat bervariasi antar obyek pemeriksaan. Dalam hal ini EI dapat digunakan sebagai indikator eksposure yang digunakan pada pemeriksaan tertentu. Hal ini dapat menjadi program quality control (QC) manajemen dosis yang berguna sebagai alat diagnostik untuk monitoring nilai eksposure [13].
-
2.4 Deviation Index (DI)
Deviation index (DI) digunakan untuk mengukur bagaimana variasi EI terhadap EIT. EIT merupakan eksposure referensi yang diperoleh pada saat pengeksposan gambar secara optimal dan datur oleh pabrikan. Adapun persamaan DI seperti pada persamaan (1).
DI = 10log EI
1)
Dimana DI adalah deviation index, EI adalah exposure index terbaca dan EIT adalah exposure index referensi (optimal). Nilai DI yang direkomendasikan diatur dalam American Association of Physicists in Medicine (AAPM). Tabel 1 menunjukkan rekomendasi nilai DI untuk penggunaan klinis [4].
Tabel 1. Rekomendasi nilai DI [4].
DI |
Keterangan Tindakan |
1,0 sampai 3,0
|
> 2x overexposure Pengulangan jika citra “burned out” Overexposure Pengulangan jika citra “burned out” Optimal Underexposure Konsultasi untuk pengulangan Underexposure Pengulangan pengambilan gambar |
3. Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di ATRO Bali yang berlangsung dari Juli-September 2021. Alat-alat yang digunakan yaitu pesawat sinar-X, image reader (AGFA CR10-X), imaging plate (AGFA CR MD 1.0 General) ukuran 35 cm x 43 cm, computed radiography (CR10-X), grid dan phantom skull. Alat-alat tersebut ditunjukkan pada Gambar 1.

a) b) c)

d)
e) f)
Gambar 1. (a) Pesawat sinar-X, (b) image reader, (c) imaging plate, (d) computed radiography, (e) grid dan (f) phantom skull.
Langkah pertama, dilakukan persiapan alat kemudian pesawat sinar-X dinyalakan dan dilakukan prosedur warm up dengan kolimator menghadap ke meja pemeriksaa . IP dan grid diletakan tegak lurus dengan titik tengah kolimator. Phantom skull diposisikan pada titik tengah IP. Kemudian kolimator diatur dengan FFD sebesar 100 cm. Selanjutnya faktor eksposi diatur dengan tegangan tabung konstan sebesar 58 kV, arus tabung sebesar 100 mA dan waktu penyinaran 0,125 s. Bidang penyinaran diatur 25 cm x 25 cm dan dilakukan pengeksposan. Selanjutnya pada IP yang telah dieksposi dilakukan proses image reader untuk menampilkan hasil citra pada layar monitor CR. Pada CR dipilih jenis pemeriksaan skull lateral dan dilakukan pencatatan data EI yang terlihat pada hasil citra. Langkah di atas dilakukan kembali dengan luas bidang penyinara: 25 cm x 28 cm, 28 cm x 30 cm, 30 cm x 36 cm dan 30 cm x 43 cm. Pengambilan data EI dengan variasi delay time processing dilakukan dengan melakukan kembali langkah diatas, akan tetapi dengan luas bidang penyinaran tetap yaitu 25 cm x 25 cm. Sebelum proses image reader, dilakukan delay time processing dengan variasi delay time sebagai berikut: 5, 10, 15, 20 dan 25 menit. Proses image reader dilakukan pada IP, kemudian EI dicatat. Data EI yang didapatkan dirata-ratakan untuk masing-masing luas bidang penyinaran dan delay time processing.
Adapun analisis data pada penelitian ini yaitu EI yang didapatkan dirata-ratakan dan dibuat grafik hubungan EI rata-rata dengan luas bidang penyinaran dan delay time processing, dilanjutkan dengan uji regresi linier untuk mengetahui hubungan antara luas bidang penyinaran dan delay time processing terhadap EI. Selanjutnya untuk menentukan nilai DI untuk setiap nilai EI dilakukan perhitungan menggunakan persamaan (1). Kemudian dilakukan uji regresi variabel intervening atau analisis jalur untuk mengetahui hubungan luas bidang penyinaran, delay time processing dan EI terhadap DI pada CR. Hipotesis statistik yang diajukan yaitu, H0 = secara langsung tidak berpengaruh secara signifikan. H1 = secara langsung berpengaruh secara signifikan. Nilai p value dicari menggunakan aplikasi SPSS. Apabila nilai p value ≥ 0,05 maka hipotesis H0 diterima dan H1 ditolak dan sebaliknya.
Pada penelitian ini didapatkan nilai EI untuk masing-masing luas bidang penyinaran dan delay time processing. Nilai EI yang diperoleh kemudian dirata-ratakan seperti tampak pada Tabel 2 dan Tabel 3.
Tabel 2. Data EI dan variasi luas bidang penyinaran.
Luas bidang penyinaran EI rata-rata
25 cm x 25 cm |
5807,8 |
25 cm x 28 cm |
6083,4 |
28 cm x 30 cm |
6285 |
30 cm x 36 cm |
6820,4 |
30 cm x 43 cm |
6958,6 |
Dari data pada Tabel 2 direpresentasikan ke dalam grafik untuk menganalisa hubungan antara EI rata-rata dengan luas bidang penyinaran dapat dilihat pada Gambar 2.
8000
7000

6000
5000
4000
3000
2000
1000
0
25 cm x 25 cm 25 cm x 28 cm 28 cm x 30 cm 30 cm x 36 cm 30 cm x 43 cm
Luas Bidang Penyinaran
Gambar 2. Grafik hubungan EI rata-rata dengan luas bidang penyinaran.
Pada Gambar 2 dapat diamati bahwa luas bidang penyinaran dan EI rata-rata memiliki hubungan berbanding lurus, sehingga dapat dilihat jika semakin besar luas bidang penyinaran maka semakin besar EI rata-rata yang dihasilkan. Pada Gambar 2 juga menghasilkan R2 sebesar 0,9692 yang menunjukkan kontribusi luas bidang penyinaran terhadap EI rata-rata sebesar 96,9%, sehingga luas bidang penyinaran memiliki peran signifikan terhadap besarnya nilai EI. Analisis menggunakan uji regresi linier dilakukan
dan mendapatkan nilai p value ≤ 0,05 yakni 0,003. Berdasarkan hipotesis yang telah ditetapkan maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat dikatakan bahwa luas bidang penyinaran secara langsung berpengaruh signifikan terhadap EI rata-rata.
Tabel 3. Data EI dan variasi delay time processing.
Delay time processing EI rata-rata
(menit)
5 5551,8
10 5349,4
15 5205,2
20 5057,2
25 4925,2
Dari data pada Tabel 3 direpresentasikan ke dalam grafik untuk menganalisa hubungan antara EI rata-rata dengan luas bidang penyinaran dapat dilihat pada Gambar 3.
5800
5600

5400
5200
5000
4800
4600
4400
5 menit 10 menit 15 menit 20 menit 25 menit
Delay Time Processing
Gambar 3. Hubungan EI rata-rata dengan delay time processing.
Pada Gambar 3 dapat diamati bahwa delay time processing dan EI rata-rata memiliki hubungan berbanding terbalik. Hal ini dapat dilihat jika semakin lama delay time processing maka semakin kecil EI rata-rata yang dihasilkan. Pada Gambar 3 juga menghasilkan R2 sebesar 0,9933 yang menunjukkan kontribusi delay time processing terhadap EI rata-rata sebesar 99,3%. Selanjutnya, dilakukan analisis menggunakan uji regresi linier dan mendapatkan nilai p value ≤ 0,05 yakni 0,000. Berdasarkan hipotesis yang telah ditetapkan maka H0 ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat dikatakan delay time processing secara langsung berpengaruh signifikan terhadap EI rata-rata.
Selanjutnya, dilakukan perhitungan DI rata-rata menggunakan EIT sebesar 6087 untuk masing-masing luas bidang penyinaran dan delay time processing dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Hasil perhitungan DI rata-rata pada luas bidang penyinaran.
Luas bidang penyinaran DI rata-rata
25 cm x 25 cm -0,204
25 cm x 28 cm -0,003
Berdasarkan Tabel 4 dilakukan analisis menggunakan program SPSS uji analisis jalur untuk mengetahui hubungan luas bidang penyinaran dan EI terhadap DI. Uji analisis jalur pada luas bidang penyinaran terhadap DI menghasilkan nilai p value ≥ 0,05 yakni 0,348, sehingga H0 diterima dan H1 ditolak. Berdasarkan hipotesis yang ditetapkan luas bidang penyinaran secara langsung tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap DI rata-rata. Kemudian, untuk nilai p value EI rata-rata terhadap DI menghasilkan p value ≤ 0,05 yakni 0,003, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hipotesis yang ditetapkan EI rata-rata secara langsung memiliki pengaruh signifikan terhadap DI rata-rata. Dapat dikatakan bahwa luas bidang penyinaran secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap DI rata-rata, namun secara tidak langsung memiliki pengaruh melalui EI terhadap besarnya DI.
Tabel 5. Hasil perhitungan DI rata-rata pada delay time processing.
Delay time processing (menit) |
DI rata-rata |
5 |
-0,400 |
10 |
-0,561 |
15 |
-0,680 |
20 |
-0,805 |
25 |
-0,920 |
Berdasarkan Tabel 5 dilakukan analisis menggunakan program SPSS uji analisis jalur untuk mengetahui hubungan delay time processing dan EI terhadap DI. Uji regresi jalur pada delay time processing terhadap DI menghasilkan nilai p value ≤ 0,05 yakni 0,04, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hipotesis yang ditetapkan delay time processing secara langsung memiliki pengaruh signifikan terhadap DI rata-rata. Kemudian, untuk nilai p value EI rata-rata terhadap DI menghasilkan p value ≤ 0,05 yakni 0,003, sehingga H0 ditolak dan H1 diterima. Berdasarkan hipotesis yang ditetapkan EI rata-rata secara langsung memiliki pengaruh signifikan terhadap DI rata-rata. Dapat dikatakan bahwa delay time processing secara langsung berpengaruh signifikan terhadap DI rata-rata dan secara tidak langsung memiliki pengaruh melalui EI terhadap besarnya DI.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai EI rata-rata mengalami kenaikan dengan bertambahnya luas bidang penyinaran yang digunakan. Kenaikan luas bidang penyinaran menyebabkan semakin besar eksposure yang sampai ke detektor, sehingga menyebabkan kenaikan nilai EI. Uji regresi linier menyatakan luas bidang penyinaran memiliki pengaruh secara langsung yang signifikan terhadap nilai EI. Kondisi ini dapat disebabkan oleh ukuran phantom yang digunakan adalah sama [5].
Nilai EI rata-rata mengalami penurunan dengan lamanya delay time processing, sehingga dapat dikatakan bahwa delay time processing memiliki pengaruh secara langsung yang signifikan terhadap nilai EI. Nilai delay time yang bertambah, akan memberikan nilai S-value yang semakin meningkat. Peningkatan Peningkatan S-value karena delay time processing disebabkan pada saat eksposi dilakukan terjadi peningkatan elektron dalam IP dan terikat dalam energi yang tinggi sampai dilakukan processing. Seiring berjalannya waktu, beberapa elektron ini akan kembali ke kedudukan energi yang lebih rendah, sehingga memberikan pengaruh sejumlah energi kecil akan dibebaskan dari IP selama proses scanning. Semakin lama delay time antara eksposi dan image processing akan memberikan dampak kenaikan S-value yang cukup signifikan
Dari uji analisis jalur menyatakan luas bidang penyinaran secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai DI, sementara secara tidak langsung luas bidang penyinaran memiliki pengaruh terhadap nilai DI. Didapatkan delay time processing secara langsung dan tidak langsung memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai DI.
DI memiliki fungsi untuk mengetahui seberapa besar variasi EI terhadap EIT dimana jika EI dan EIT memiliki nilai yang sama maka DI akan bernilai 0. Radiologis menggunakan DI sebagai tolak ukur akurasi dari eksposure. DI memiliki jangkauan nilai EI yang luas sehingga walaupun nilai EI yang dihasilkan lebih besar atau lebih kecil dari nilai EIT, nilai DI yang dihasilkan dapat berada pada range yang sama dan menghasilkan kualitas eksposi yang sama [4].
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa dengan uji regresi linier menyatakan luas bidang penyinaran dan delay time processing memiliki pengaruh secara langsung yang signifikan terhadap nilai EI. Uji analisis jalur menyatakan luas bidang penyinaran secara langsung tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai DI, sementara secara tidak langsung luas bidang penyinaran memiliki pengaruh terhadap nilai DI. Didapatkan delay time processing secara langsung dan tidak langsung memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai DI.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan terimakasih kepada seluruh staff di ATRO Bali yang telah memberikan izin dan bantuan berupa fasilitas dalam penelitian ini, serta staf dosen Program Studi Fisika, FMIPA, UNUD yang telah memberikan saran serta masukan terkait penelitian ini.
Pustaka
-
[1] P. Haryono dan A. N. Khasanah, Analisis Pengaruh Faktor Eksposi dan Delay Time Terhadap Exposure Index Menggunakan Perangkat Computed Radiography (CR) Device, Skripsi, Program Studi Fisika, Fakultas Teknik Dan SAINS Universitas Nasional, 2021.
-
[2] M. Baker, Investigation into Factors Influencing Fuji S-Value Using an Extremity Phantom, Journal of Medical Imaging Radiation Sciences, vol. 43, no. 1, 2012, pp. 34-37.
-
[3] J. P. Lampignano and L. E. Kendrick, Textbook of radiographic positioning and related anatomy (9th ed.), Amsterdam, 2017.
-
[4] S. Don, B. R. Whiting, L. J. Rutz and B. K. Apgar, New Exposure Indicators for Digital Radiography Simplified for Radiologists and Technologists, American Journal of Roentgenology, vol. 199, no. 6, 2012, pp. 1337-1341.
-
[5] D. Rochmayanti, D. Darmini dan M. Jannah, Faktor Determinan Kolimasi, Ukuran Imaging Plate Dan Delay Time Processing Terhadap Exposure Index, Jurnal Riset Kesehatan, vol. 6, no. 2, 2017, pp. 1 – 6.
-
[6] L. G. P. Satwika, N. N. Ratini, dan M. Iffah, Pengaruh Variasi Tegangan Tabung Sinar-X Terhadap Signal to Noise Ratio (SNR) Dengan Penerapan Anode Heel Effect Menggunakan Stepwedge, Jurnal Fisika, vol. 22, no. 1, 2021, pp. 20-28.
-
[7] W. J. Meridith and J. B. Massey, Fundamental Physics of Radiology (3rd ed.), Oxford, 2013.
-
[8] N. N. Ratini, I. M. Yuliara, Windaryoto, Anoda Heel Effect Aplication with Step Wedge Against Effect of Signal to Noise Ratio in Computed Radiography, International Journal of Health Sciences, vol.3, no.3, 2020, pp.75-82
-
[9] A. Musfira, Analisis Perbandingan Dosis Serap Radiasi Foto Thorax pada Pasien dengan Berbagai Tingkat Umur, Skripsi, Program Studi Fisika, Fakultas Sains dan Teknologi UIN Alauddin Makasar, 2016.
-
[10] A. Pasinringi, Pengujian Kesesuaian Antara Lapangan Penyinaran Kolimator Dengan Berkas Radiasi yang Dihasilkan Pada Pesawat Sinar-X Mobile di Rumah Sakit Umum Daerah Tani dan Nelayan Gorontalo, Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin, 2012.
-
[11] M. D. Ginting, Analisis Kualitas Gambar Radiografi pada Pemeriksaan Mammae Terhadap Densitas Gambar dan Faktor Eksposi, Skripsi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, 2016.
-
[12] J. A. Seibert and R. L Morin, The standardized exposure index for digital radiography: an opportunity for optimization of radiation dose to the pediatric population, Pediatr Radiol vol. 41, no. 1, 2011, pp. 573 – 581.
-
[13] I. K. Putra, G. A. A. Ratnawati and G. N. Sutapa, Monitoring of Patients Using Radiodiagnostic Dosage EI (Exposure Index) on CR (Computed Radiography), International Research Journal of Engineering, IT & Scientific Research, vol. 6, no. 6, 2020, pp. 45 – 49.
SINTA 4 Accreditation Starting on Volume 19 No. 2, 2018
83
Discussion and feedback