Pengaruh Ketebalan Plastik pada Bangunan Pembibitan Terhadap Pertumbuhan Bibit Terong Ungu (Solanum melongena L.) Varietas Antaboga F1
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 11, Nomor 1, bulan April, 2023
Pengaruh Ketebalan Plastik pada Bangunan Pembibitan terhadap Pertumbuhan Bibit Terong Ungu (Solanum melongena L.) Varietas Antaboga F1
Effect of Plastic Thickness used on Nursery Building on the Growth.of Purple Eggplant (Solanum melongena L.) Antaboga F1 Variety
I Made Yogi Supardika, Ida Bagus Putu Gunadnya* dan I Nyoman Sucipta
Program Studi Teknik.Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak
Tanaman terong (Solanum melongena L.) merupakan salah satu tanaman tropis yang berasal dari Benua Asia, yaitu India dan Birma. Pembibitan tanaman terong sering dilakukan di tempat terbuka sehingga pertumbuhan bibit kurang baik. Bangunan plastik untuk pemeliharaan bibit tanaman terong dibuat dengan tujuan untuk menghindari hujan, sinar matahari yang berlebihan, dan mengurangi hama penyakit yang menyerang tanaman sayuran. Ketebalan plastik yang digunakan sebagai naungan dapat berpengaruh terhadap intensitas cahaya yang diterima oleh tanaman terong. Untuk itu, dilakukan penelitian dengan menutup bangunan pembibitan menggunakan plastik dengan ketebalan 0,04 mm, 0,08 mm, dan 0,12 mm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik perlakuan memberikan pengaruh nyata (P < 0,05) terhadap perubahan kondisi tempat pemeliharaan bibit dan pertumbuhan bibit, kecuali terhadap berat basah bibit. Perlakuan penutupan bangunan pembibitan menggunakan plastik dengan tebal 0,08 mm memberikan kondisi terbaik dan menghasilkan bibit tanaman terong dengan pertumbuhan terbaik.
Kata kunci: bangunan pembibitan, bibit, pertumbuhan, plastik, tanaman terong
Abtract
Eggplant (Solanum melongena L.) is a tropical plant in Asia (India and Burma). Seedlings of this plant are often carried out in the open area so that the growth of seedlings is not quite good. Nursery buildings are wrapped with plastic to avoid rain, reduce the excess light, and reduce pests and diseases that attack vegetable crops. The plastic thickness used as a shading gives greatly affects the intensity of light received by the eggplant. This research was conducted by covering the nursery building using plastic with a thickness of 0.04 mm, 0.08 mm, and 0.12 mm. The treatment gives a significant effect (P <0.05) on changes in conditions of growth and seedling growth, except for the wet weight of the seedlings. The wrapping treatment of the nursery using plastic with 0.08 mm thickness provided the best conditions and produced eggplant seeds with the best growth.
Keywords: growth, nursery building, plastic, eggplant, seedling
PENDAHULUAN
Terong (Solanum melongena L.) merupakan tanaman asli daerah tropis, dan berasal dari Benua Asia, yaitu India dan Birma. Tanaman terong menyebar ke seluruh dunia, baik ke negara-negara tropis maupun ke negara-negara sub.tropis. Di Asia Tenggara, budidaya terong terjadi paling pesat dan salah satunya adalah di Indonesia (Firmanto, 2011). Budidaya tanaman terong memiliki nilai yang tinggi karena, selain memiliki nilai jual yang tinggi, terong juga mempunyai kandungan gizi yang tinggi, sehingga tanaman terong juga dapat disebut sebagai tanaman yang menghasilkan (money maker). Perkembangan budidaya tanaman terong juga dapat mendukung upaya petani untuk meningkatkan hasil secara
ekonomi yang memuaskan, perkembangan agrobisnis, peningkatan nilai gizi masyarakat, perluasan lapangan kerja, serta memacu pertumbungan ekspor. Berdasarkan..data Badan Pusat Statistik, diketahui bahwa produksi tanaman sayuran terong di Provinsi Bali pada tahun 2020 yaitu: 2651,00 ton/tahun. (BPS, 2017).
Dalam proses budidaya terong ungu pembuatan bibit berkualitas baik perlu dilakukan untuk memudahkan proses penanaman di lahan dan mengurangi kegagalan tumbuh bibit akibat serangan hama. Selain dari ketersediaan bibit yang bermutu pemahaman tentang pengaruh interaksi cuaca terhadap produksi terong ungu juga penting. Selain iklim di suatu daerah, sistem budidaya yang tidak optimal juga
mempengaruhi perkembangan dan penyebaran suatu penyakit (Hasyim et al., 2012). Hal ini berkaitan erat dengan penentuan waktu tanam yang optimal untuk menentukan hasil yang optimal dan meminimalisasi resiko dan kerugian yang ditimbulkan.
Untuk memenuhi permintaan pasar akan terong, maka harus berusaha meningkatkan produktivitas terong ungu dengan melakukan mulai pembibitan karena dari pembibitan yang nantinya akan menentukan keseragaman pertumbuhan tanaman dan produktivitas dari tanaman terong ungu itu sendiri. Upaya untuk menghasilkan bibit terong ungu yang berkualitas dan bebas dari virus serta penyakit, sehingga pengembangan...bibit terong perlu dikaji dengan lebih mendalam untuk mendukung keinginan petani dalam memenuhi kebutuhan bibit terong yang bermutu untuk meningkatkan produksi dan mutu terong ungu. Salah satu teknik pembibitan terong ungu yang mempunyai potensi untuk meningkatkan hasil yang berkualitas adalah teknik persemaian terong menggunakan bangunan pembibitan dengan atap plastik.
Penggunaan naungan/rumah plastik untuk proses pembibitan bertujuan mengurangi pengaruh yang merugikan dari intensitas cahaya yang berlebihan. Lebih lanjut, penurunan intensitas cahaya dapat menurunkan suhu dan meningkatkan kelembaban udara. Disamping itu, faktor iklim, cuaca dan air yang mendukung dapat meningkatkan pertumbuhan dan...produksi terong ungu (Lakitan, 1993). Kondisi tersebut dapat mempengaruhi pertumbuhan bibit tanaman salah satunya tanaman terong ungu. Penggunaan bangunan dengan ketebalan plastik yang berbeda pada pembibitan terong ungu perlu dikaji untuk mendapatkan bibit terong ungu yang berkualitas baik. Dari uraian diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ketebalan plastik yagn digunakan pada bangunan pembibitan terhadap pertumbuhan bibit terong ungu varietas Antaboga F1.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian...
Penelitian ini dilaksanakan...di Banjar Margatengah, Desa...Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali. Lokasi penelitian berada pada ketinggian ± 750 m dpl, dengan curah hujan 9631.811 mm/tahun, suhu udara 23-29 oC, kelembaban udara 82-92 % (Anonim, 2012). Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2018 - Januari 2019.
Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah benih terong atau (Solanum melongena L.)
yang dijual di toko pertanian. Bahan lain yang digunakan adalah media tanam tanah dengan campuran unsur hara yang terdapat di toko pertanian dan pestisida, sedangkan tempat penyemaiannya menggunakan pottray dengan ukuran panjang 53 cm x lebar 28 cm tinggi 5 cm dengan 32 lubang. Untuk bangunan menggunakan kerangka dari kayu dan atap plastik yang digunakan adalah plastik Ultra Violet (UV) dengan ketebalan sesuai perlakuan yaitu: plastik ketebalan 0,04 mm, plastik ketebalan 0,08 mm, dan plastik ketebalan 0,12 mm. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya: Digital Lux Meter, temperature and humidity meter, timbangan digital, meteran, penggaris, gergaji atau mesin pemotong kayu, palu, paku, staples tembak, cutter dan alat tulis.
Rancangan Percobaan
Perlakuan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL).....masing-masing terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan. Penyemaian dilakukan dengan menggunakan pottray dengan ukuran panjang 53 cm x lebar 28 cm tinggi 5 cm dengan 32 lubang. Perlakuan pada percobaan pembuatan bibit terong ungu adalah perbedaan ketebalan plastik pada bangunan pembibitan. Plastik atap bangunan yang digunakan adalah P0, P1, P2, dan P3.
P0 = Perlakuan Tanpa Atap
P1 = Perlakuan Atap Plastik Dengan Ketebalan
0,04 mm
P2 = Perlakuan Atap Plastik Dengan Ketebalan
0,08 mm
P3 = Perlakuan Atap Plastik Dengan Ketebalan
0,12 mm
Pengamatan yang dilakukan yaitu pada intensitas cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara, pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman, jumlah daun, lebar daun). Pengamatan dilakukan selama 25 hari setelah semai atau sampai bibit siap dipindahkan ke lahan.
Parameter yang Diamati
Intensitas Cahaya Matahari
Intensitas cahaya matahari diukur menggunakan alat Digital Lux Meter Model:GM1010, pengukuran dilakukan setiap 6 jam sekali pada pukul 06.00 WITA, pukul 12.00 WITA, dan pukul 18.00 WITA. Pengamatan dilakukan dengan alat diletakkan pada titik pengukuran selama 20 detik kemudian dilakukan pencatatan hasil intensitas cahaya matahari yang keluar dari display. Pengukuran intensitas cahaya matahari (I) dirata-rata menggunakan persamaan 1 (Handoko, 1995).
I {(2x Ipagi)+Isiang+Isore]
‘ =-------------4------------- [1]
Suhu Udara
Suhu udara diukur menggunakan alat temperature and humidity meter yang dibaca dengan satuan oC, pengukuran dilakukan setiap 6 jam sekali pada pukul 06.00 WITA, pukul 12.00 WITA, dan pukul 18.00 WITA. Pengamatan dilakukan dengan menempatkan alat pada titik pengukuran selama 20 detik kemudian dilakukan pencatatan hasil suhu udara yang keluar dari display. Pengukuran suhu udara (T) dirata-rata dengan persamaan 2 (Handoko, 1995).
T _ {(2x Tpagi )+Tsiang+Tsore}
4
[2]
Kelembaban Relatif Udara
Kelembaban relatif udara (RH) diukur menggunakan alat temperature and humidity meter yang dibaca dengan satuan persen (%), pengukuran dilakukan setiap 6 jam sekali pada pukul 06.00 WITA, pukul 12.00 WITA, dan pukul 18.00 WITA. Pengamatan dilakukan dengan menempatkan alat pada titik pengukuran selama 20 detik kemudian dilakukan pencatatan hasil kelembaban udara yang keluar dari display. Pengukuran kelembaban relatif udara (RH) dirata-rata dengan persamaan 3 (Handoko, 1995).
RH
{(2x RHpagi )+RHsiang+RHsore} 4
[3]
Variabel Pertumbuhan
Pengamatan variabel pertumbuhan tanaman dilakukan dengan teknik sampling, yaitu diukur 1 tanaman sampel pada setiap perlakuan. Teknik sampling yang digunakan yaitu dengan mengukur tanaman yang pertumbuhannya paling bagus pada setiap perlakuan. Pengamatan pertumbuhan dengan beberapa pengamatan variabel.
-
1. Tinggi Tanaman,
Pengukuran tinggi tanaman......dilakukan dengan menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan setiap lima hari sekali setelah tumbuh. Tinggi tanaman diukur mulai dari bagian pangkal batang sampai ujung daun yang paling tinggi diantra beberapa daun yang tumbuh. Data pengukuran tinggi tanaman dihitung berapa cm kemudian dicatat dan dikelompokkan sesuai dengan perlakuan.
-
2. Jumlah Daun
Menghitung jumlah daun dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengukuran dilakukan dengan menghitung jumlah keseluruhan daun pada setiap tanaman. Perhitungan jumlah daun dihitung berapa helai daun yang muda sampai daun yang tua.
-
3. Lebar daun
Pengamatan lebar daun dihitung berapa cm dilakukan setiap 5 hari sekali. Pengukuran dilakukan dengan mengukur lebar daun yang terbuka sempurna menggunakan penggaris.
-
4. Panjang akar
Panjang akar diamati pada hari ke-25 setelah semai dengan cara mencabut sampel dari media semai. Panjang akar diukur mengunakan penggaris, yaitu diukur mulai dari pangkal batang sampai ujung akar.
-
5. Berat basah
Pengukuran berat basah di lakukan pada hari ke-25 setelah semai dengan cara menimbang 8 sampel tanaman pada setiap perlakuan dan dicatat hasilnya.
Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh yakni berupa data Intensitas cahaya matahari, suhu udara, kelembaban udara variabel pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, dan lebar daun). Data tersebut diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excel. Data dianalisis dengan menggunakan analysis of variance (ANOVA). Bila perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap variabel yang diamati maka analisis data dilanjutkan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada tingkat ɑ=0,05.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Cahaya
Naungan merupakan salah satu jawaban alternatif yang dapat mengatasi insitas cahaya terlalu tinggi. Pemberian naungan biasanya dilakukan pada budidaya tanaman, yang umumnya dalam fase pembibitan. Fungsi dari naungan adalah sebagai pengatur masuknya cahaya matahari dan akan dibiaskan menuju tanaman. Rata-rata intensitas cahaya (lux) di dalam ruang pembibitan selama 25 hari pengamatan ditunjukkan oleh Tabel 1. Analisis ragam dari data intensitas cahaya hasil pengukuran pada pengamatan hari ke-1 dan 5 memperlihatkan bahwa intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan dipengaruhi secara nyata (P < 0.5) oleh perlakuan. Sebaliknya, untuk pengamatan hari ke-10, 15, 20 dan 25 menunjukkan perlakukan yang diberikan tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan.
Tabel 1. Rata-rata intensitas cahaya (lux) di dalam ruang pembibitan selama 25 hari pengamatan
Perlakuan |
Pengamatan hari ke- |
1 5 10 15 20 25 | |
P0 P1 (0,04 mm) P2 (0,08 mm) P3 (0,12 mm) |
576,9a 395,4a 407,3 313,9 161,8 295,3 553,9a 390,6a 412,6 321,8 87,0 345,8 329,4b 101,3b 344,1 411,4 101,8 378,0 351,2b 125,9b 306,9 359,9 81,6 276,9 |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05
Hasil uji BNT seperti terlihat pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada pengamatan hari ke-1 dan hari ke-5 rata-rata intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan berbeda nyata (P < 0,05) untuk perlakuan P2 dan P3 terhadap perlakuan lainnya, yaitu P1, dan P0. Perlakuan P0 dan P1 tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap nilai rata-rata intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan. Demikian pula perlakuan P2 dan P3 tidak memengaruhi secara nyata (P > 0,05) nilai rata-rata intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan. Hal ini menunjukkan bahwa penutupan bangunan pembibitan dengan menggunakan plastik dengan ketebalan 0,04 mm (P1) belum mampu mengubah nilai intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan. Lebih lanjut, penggunaan plastik dengan ketebalan 0,08 mm (P2) sebagai penutup bangunan sudah mencukupi untuk menurunkan nilai rata-rata intensitas cahaya di dalam ruang pembibitan. Intensitas cahaya di ruang pembibitan mencapai rata-rata 378,0 lux pada pengamatan hari ke-25.
Penggunaan plastik dengan ketebalan 0,08 mm mampu menghasilkan intensitas cahaya di ruang pembibitan dengan nilai rata-rata 329,4; 101,3; 344,1;411,4;101,8; dan 378,0 lux berturut-turut pada pengamatan hari ke-1, 5, sampai dengan hari ke-25. Noor (2006) menyatakan bahwa naungan pada tanaman mengurangi intesitas cahaya dan juga
spektrum cahaya yang diterima daun di bawah naungan akan berbeda dengan spektrum cahaya langsung. Intensitas cahaya dalam penggunaan naungan plastik dengan ketebalan yang berbeda akan menahan dan menyerap sejumlah cahaya yang berbeda pula sehingga akan menentukan jumlah cahaya yang mampu menembus dan menyerab sejumlah energi yang akan dimanfaatkan oleh tanaman.
Disamping plastik dengan ketebalan 0,08 mm sudah mampu menghalangi intensitas cahaya, penggunaan ketebalan plastik berketebalan 0,06 mm lebih menguntungkan dari harga per meter plastik. Dengan demikian bila digunakan plastik dengan ketebalan 0,08 mm untuk menutup bangunan pembibitan, akan ada penghematan biaya sebesar Rp. 10.130,00/m, bila dibandingkan dengan menggunakan plastik dengan ketebalan 0,12 mm.
Suhu Udara
Suhu udara di ruang penumbuhan bibit dengan dan tanpa penutupan plastic membentuk bangunan pembibitan dapat dilihat di dalam Tabel 2. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan ketebalan plastik memengaruhi secara nyata (P<0,05) parameter suhu udara pada pengamatan hari ke-1, 5, 20, 15, dan 20.
Tabel 2. Rata-rata suhu udara di dalam ruang pembibitan selama 25 hari pengamatan
Perlakuan |
Pengamatan hari ke- |
1 5 10 15 20 25 | |
P0 P1 (0,04 mm) P2 (0,08 mm) P3 (0,12 mm) |
22,92d 23,38d 21,64 d 21,63 d 22,00 d 21,91 d 23,18c 23,59c 21,81 c 21,76 c 22,36 c 22,16 c 23,52b 23,79b 22,02 b 21,99 b 22,80 b 22,43 b 23,79a 24,20a 22,37 a 22,23 a 23,13 a 22,68 a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05).
Berdasarkan uji BNT (Tabel 2), terlihat bahwa perlakuan ketebalan plastik yang digunakan membuat bangunan pembibitan menyebabkan suhu di dalam bangunan berbeda secara nyata (P<0,05). Suhu udara tertinggi tercapai di dalam ruangan pembibitan dari bangunan yang dibuat dengan menggunakan plastik 0,12 mm (P3), yang nilainya berbeda nyata (P < 0,05) dengan perlakuan yang lainnya. Suhu rata di dalam ruang pembibitan kedua tertinggi dicapai dengan menggunakan penutup plastik pada bangunan pembibitan dengan ketebalan 0,08 mm (P2) yang nilainya berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Dapat disimpulkan bahwa semakin tebal plastik yang digunakan maka semakin tinggi suhu udara di dalam ruang pembibitan. Udara ruang pembibitan rata-rata bersuhu 22,43oC pada pengamatan hari ke-25.
Dari semua perlakuan, perlakuan (P0) atau dengan tanpa atap menunjukan hasil paling rendah untuk pengamatan suhu udara. Hal ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan penutup plastik pada bangunan pembibitan dapat meningkatkan suhu udara di dalam ruang pembibitan. Hasil penelitian menunjukkan perlakuan tanpa,penutupan plastik memiliki rata-rata,,suhu udara yang rendah. Hal ini dikarenakan oleh faktor angin yang menyebabkan terjadinya
perpindahan panas yang lebih,cepat pada,,perlakuan tanpa penutupan. Pada perlakuan P3 memiliki rata-rata suhu udara tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan suhu udara yang lebih cepat karena penutupan memiliki ketebalan plastik yang lebih besar dari pada perlakuan lainnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan Widiastuti et al. (2004) yang menyatakan,perbedaan tingkat,,naungan pada perlakuan,,,keseluruhan mempengaruhi intensitas cahaya matahari, suhu udara,,,,,kelembaban relatif udara dan suhu tanah lingkungan tanaman. Intensitas cahaya menghasilkan energi cahaya yang akan diubah menjadi energi panas dan energi kimia.
Kelembaban Relatif Udara
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan pada pengamatan hari ke-1, 5, 10, dan 25, berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai rata-rata kelembaban relatif udara di dalam ruang pembibitan. Hasil sidik ragam juga memperlihatkan bahwa perlakuan yang diberikan pada pengamatan hari ke-15 dan 20 tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada nilai rata-rata kelembaban relatif udara di dalam ruang pembibitan.
Tabel 3. Rata-rata kelembaban relatif udara di dalam ruang pembibitan selama 25 hari pengamatan
Perlakuan |
Pengamatan hari ke- |
1 5 10 15 20 25 | |
P0 |
84,50 87,81 d 88,81 c 91,94 90,25 90,60 c b |
P1 (0,04 mm) P2 (0,08 mm) P3 (0,12 mm) |
87,56 88,75 c 89,31 b 91,69 90,63 90,88 b a 87,94 89,63 b 89,81 a 92,19 90,75 91,31 a a 88,19 90,31 a 89,56 ab 92,00 90,81 90,50 c a |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Hasil uji BNT (Tabel 3) menunjukkan bahwa pada pengamatan hari ke-1, bangunan pembibitan yang tidak ditutup dengan plastik (P0) menyebabkan kelembaban relatif udara di ruang pembibitan bernilai terendah yang berbeda nyata (P<0.05) dengan kelembaban relatif udara di dalam ruang pembibitan dari bangunan pembibitan yang ditutup dengan plastik. Kondisi ini konsisten selama pengamatan, kecuali pada pengamatan hari ke-25. Pada hari ke-25, nilai rata-rata kelembaban relatif udara di dalam bangunan pembibitan yang ditutup dengan plastik 0,12 mm (P3) tidak berbeda dengan tanpa ditutup pastik (P0) dan perlakuan P2 menyebabkan kelembaban relatif udara dari ruang pembibitan bernilai terbesar yang berbeda nyata (P<0,05) dengan
semua perlakuan lainnya. Kecuali pada pengamatan hari ke-5 dan hari ke-25, hasil uji BNT menunjukkan bahwa penggunaan plastik dengan ketebalan 0,08 mm (P2) menyebabkan kelembaban relatif udara di dalam ruang pembibitan tidak berbeda nyata (P>0,5) dengan penggunaan plastik yang lebih tebal 0,12 mm (P3). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penutupan bangunan pembibitan dengan menggunakan plastik dengan tebal 0,08 mm (P2) mampu menghasilkan kelembaban relatif udara yang sama dengan menggunakan plastik yang lebih tebal, yaitu 0,12 mm (P3). Pada pengamatan hari ke-25 kelembaban relatif udara di ruang pembibitan mencapai rata-rata 91,31 %.
Ruang pembibitan yang diberikan perlakuan tanpa penutupan dengan plastik memiliki tingkat kelembaban relatif paling rendah dibandingkan perlakuan lainnya. Hal tersebut karena pada perlakuan tanpa penutupan plastik, uap air dari tanah dan tanaman langsung dibawa oleh angin yang berhembus. Hal ini sesuai dengan pendapat Lakitan (1993),menyatakan perpaduan antara suhu tinggi dan kecepatan angin mengakibatkan tingkat penguapan air keudara menjadi,,lebih cepat sehingga dengan sendirinya akan menurunkan tingkat kelembaban relatif udara.
Perlakuan (P3) menggunakan ketebalan plastik 0,12 mm memiliki nilai rata-rata kelembaban relatif tertinggi diantara perlakuan lainnya. Kondisi ini berbanding,,terbalik dengan suhu udara sesuai dengan pernyataan Guslim (2008) yang menyatakan bahwa suhu berbanding terbalik dengan kelembaban relatif. Jika suhu tinggi maka kelembaban relatif akan rendah, begitu pula sebaliknya. Selain itu penutupan plastik juga mengakibatkan hambatan terhadap kemampuan udara yang mengalir membawa uap air, semakin tebal plastik penutup maka semakin besar hambatannya.
Nilai rata-rata kelembaban relatif udara mengalami peningkatan setiap hari pengamatan. Peningkatan
kelembaban relatif dipengaruhi oleh transpirasi pada tanaman, semakin besar ukuran tumbuhan maka akan menghasilkan uap air dari permukaan tanah yang dengan sendirinya akan meningkatkan kelembaban relatif ruangan dalam ruang pembibitan. Hanafi (2005) dan hasil penelitian Andika et al. (2019) yang menyebutkan, semakin besar luas tanaman per satuan luas.maka semakin tinggi indeks luas daun sehingga presentase cahaya yang..diterima oleh bagian tanaman yang lebih rendah menjadi lebih sedikit akibat adanya penghalang cahaya oleh daun-daun diatasnya sehingga,,seiring dengan bertambah tinggi dan rimbunnya tanaman, intensitas cahaya matahari yang masuk diantara sela-sela tanaman akan terhalang sehingga kelembaban relatif menjadi meningkat.
Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan mulai hari ke-10 sampai hari ke-25. Hal tersebut dilakukan karena pada tanaman terong 5 hari baru tumbuh setelah semai. Rata-rata tinggi bibit tanaman terong (cm) selama 25 hari pengamatan ditunjukkan oleh Tabel 4. Pengamatan variabel pertumbuhan tanaman terong ungu baru bisa diamati setelah hari ke-5 setelah semai, dan pengamatan dilakukan sampai hari ke-25.
Tabel 4. Rata-rata tinggi bibit tanaman terong (cm) selama 25 hari pengamatan
Perlakuan |
Pengamatan hari ke- | |||
10 |
15 |
20 |
25 | |
P0 |
1,20 ab |
1,45 b |
2,58 b |
3,48 b |
P1 |
0,90 b |
1,55 b |
2,53 b |
2,88 b |
(0,04 mm) | ||||
P2 |
1,58 a |
2,08 a |
3,33 a |
4,35 a |
(0,08 mm) | ||||
P3 |
1,45 a |
2,15 a |
3,23 a |
4,38 a |
(0,12 mm) |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Hasil sidik ragam memperlihatkan bahwa selama pengamatan hari ke-10 sampai dengan hari ke-25, perlakukan memberikan pengaruh nyata (P<0,05) pada tinggi bibit tanaman terong. Hasil uji BNT pada Tabel 4 menunjukkan bahwa keculai pada pengamatan hari ke-1, secara konsisten memperlihatkan bahwa tinggi bibit tanaman terong dari perlakuan penutupan bangunan pembibitan dengan plastik 0,08 mm (P2) dan 0,12 mm (P3) berbeda secara nyata (P<0,05) dengan perlakuan P1 dan P0. Perlakuan P2 dan P3 menghasilkan pertumbuhan bibit tanaman terong tertinggi dengan rata-rata ketinggian tanaman yang tidak berbeda nyata (P>0.05), kecuali pada pengamatan hari ke-10.
Penutupan bangunan pembibitan dengan plastik dengan ketebalan 0,08 mm dan 0,12 mm mampu menciptakan kondisi yang dapat mendorong pertumbuhan bibit tanaman terong sehingga rata-rata tinggi tanaman tertinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan plastik 0,08 mm (P2) untuk menutup bangunan pembibitan sudah cukup baik untuk menghasilkan bibit tanaman terong dengan rata-rata tinggi tanaman terbesar. Tinggi bibit tanaman terong pada pengamatan hari ke-25 mencapai 4,35 cm.
Jumlah Daun
Pengukuran jumlah daun dilakuakan mulai hari ke-10 sampai hari ke-25 hal tersebut dilakukan karena pada
tanaman terong baru pertumbuhan daun baru terjadi pada hari ke-5 setelah setelah semai. Sehingga pengamatan variable pengamatan lebar daun pada
tanaman terong ungu baru bisa diamati setelah hari ke-5 setelah semai dan pengamatan dilakukan sampai hari ke-25.
Tabel 5. Rata-rata jumlah daun bibit terong selama 25 hari pengamatan
Perlakuan |
Pengamatan hari ke- |
10 15 20 25 | |
P0 P1 (0,04 mm) P2 (0,08 mm) P3 (0,12 mm) |
2,00 c 3,00 b 4,00 5,00 b 2,00 c 2,75 b 4,00 5,00 b 2,50 b 4,00 a 5,00 6,00 a 3,00 a 4,00 a 5,00 5,75 a |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Hasil ANOVA menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rata-rata jumlah daun bibit terong pada pengamatan hari ke-10, 15, dan 25. Hasil analisis ragam menunjukkan pada pengamatan hari ke-20, perlakuan tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap jumlah daun bibit tamanan terong.
Hasil uji BNT seperti terlihat pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan plastik dengan ketebalan 0,12 mm (P3) pada pengamatan hari ke-10 menyebabkan jumlah daun dari bibit tanaman terong terbanyak yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan hari ke-15 dan 25 menunjukkan bahwa perlakuan (P2) dan (P3) menyebabkan jumlah daun dari bibit tanaman terong terbanyak yang berbeda secara nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Kecuali pada pengamatan hari ke-10, perlakuan P2 dan P3 memberikan rata-rata jumlah daun dari bibit tanaman terong yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa penutup pastik dari bangunan pembibitan dengan ketebalan 0,08 mm (P2) sudah mampu menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan bibit tanaman terong. Jumlah daun bibit tanaman terong mencapai 6,00 lembar pada pengamatan hari ke-25. Kartika et al. (2015) menyatakan jumlah daun dari perlakuan naungan 30% menunjukan berbeda nyata. Pemberian naungan dapat menurunkan suhu udara dan meningkatkan kelembaban relatif (Yulianti. 2007).
Lebar Daun
Pengukuran lebar daun dilakuakan mulai hari ke-10 sampai hari ke-25 hal tersebut dilakukan karena pada tanaman terong 5 hari baru tumbuh setelah setelah semai. Sehingga pengamatan variable pertumbuhan tanaman terong ungu baru bisa diamati setelah hari ke-5 setelah semai dan pengamatan dilakukan sampai hari ke-25.
Tabel 6. Rata-rata lebar daun bibit terong selama 25 hari pengamatan
Perlakuan |
Pengamatan hari ke- |
10 15 20 25 | |
P0 P1 (0,04 mm) P2 (0,08 mm) P3 (0,12 mm) Keterangan: Huruf yang |
0,33 b 0,63 b 1,88 b 2,55 b 0,38 b 0,63 b 1,58 b 2,58 b 0,53 a 0,75 ab 2,50 a 2,88 ab 0,58 a 1,20 a 2,48 a 3,20 a sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P |
> 0,05)
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penutupan plastik pada bangunan pembibitan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap lebar daun bibit tanaman terong untuk pengamatan hari ke-10, 15, 20 dan 25. Hasil uji BNT seperti dilihat pada Tabel 6 menunjukkan perlakuan P2 dan P3 menghasilkan
bibit tanaman terong dengan lebar daun tertinggi yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, uji BNT juga memperlihatkan lebar daun bibit terong dari perlakuan P2 dan P3 tidak berbeda nyata (P>0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa untuk 7
menghasilkan bibit tanaman terong dengan lebar daun tertinggi, maka bangunan pembibitan cukup ditutup dengan menggunakan plastik dengan ketebalan 0,08 mm (P2). Dengan memberikan perlakuan P2 lebar daun dari bibit tanaman terong mencapai 2,88 cm pada pengamatan hari ke-25. Menurut Djukri et al. (2003) tipisnya helai daun menyebabkan lebih banyak radiasi matahari yang diteruskan ke bawah, sehingga distribusi radiasi matahari merata sampai pada daun bagian bawah, sedangkan…permukaan daun yang semakin melebar dimaksudkan agar penerimaan…sinar matahari lebih banyak. Khumaida et al. (2003) mengatakan bahwa daun merupakan organ fotosintetik utama bagi
tanamn yang, secara langsung terlibat dalam proses penangkapan cahaya dan perubahan energi cahaya menjadi energy kimia melalui proses fotosintesis.
Panjang Akar dan Berat Basah Bibit Tanaman Terong
Pengamatan panjang akar dan berat basah bibit tanaman terong dilakukan pada hari ke-25. Untuk pengukuran panjang akar tanaman dilakukan dengan mencabut sampel tanaman dari setiap perlakuan. Selanjutnya, bibit tanaman terong ditimbang untuk mendapat berat basahnya. Hasil rata-rata panjang akar bibit tanaman terong dan berat basah bibit tanaman terong diperlihatkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rata-rata panjang akar (cm) dan berat basah bibit tanaman terong (g) pada pengamatan hari ke-25
Perlakuan |
Panjang akar (cm) |
Berat basah (g) |
P0 |
12,08 b |
6,00 |
P1 |
12,70 b |
7,00 |
P2 |
19,73 a |
9,75 |
P3 |
14,38 b |
9,75 |
Keterangan: Huruf yang sama di belakang angka rata-rata pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P > 0,05)
Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakukan hanya berpengaruh secara nyata (P<0,05) pada panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada berat basah bibit tanaman terong. Hasil uji BNT seperti ditampilkan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan P2 menyebabkan bibit tanaman terong memiliki rata-rata panjang akar terpanjang yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya. Pada pengamatan hari ke-25 panjang akar bibit tanaman terong mencapai 19,73 cm pada perlakuan P2. Hal ini berarti perlakuan P2 memberikan kondisi pertumbuhan yang baik untuk bibit tanaman terong sehingga memiliki berat basah tertinggi, walaupun secara statistik tidak dapat dikatakan berbeda secara nyata dengan perlakuan lainnya. Keadaaan ini sudah cukup mendukung kesimpulan bahwa penggunaan plastik penutup bangunan pembibitan dengan ketebalan plastik 0,08 mm sudah mampu menciptakan kondisi pertumbuhan yang baik untuk bibit tanaman terong.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perlakuan penutupan bangunan pembibitan dengan menggunakan plastik dengan ketebalan 0,04 mm, 0,08 mm, dan 0,12 mm mempengaruhi secara nyata intensitas cahaya, suhu dan kelembaban relatif udara di dalam ruang pembibitan, jumlah dan lebar daun,
dan panjang akar bibit tanaman terong. Berat basah bibit tanaman terong tidak dipengaruhi oleh perlakuan yang diberikan. Perlakuan penutupan bangunan pembibitan dengan menggunakan plastik dengan tebal 0,08 mm mampu menciptakan kondisi terbaik sehingga bibit tanaman terong tumbuh dengan baik. Pada pengamatan hari ke-25 kondisi ruang pembibitan adalah sbb: intensitas cahaya 378,0 lux, suhu udara 22,43oC dan kelembaban relatif 91,31 %, tinggi bibit tanaman terong mencapai 4,35 cm, jumlah daun 6 lembar, lebar daun 2,88 cm, panjang akar bibit mencapai 19,73 cm dan berat basah bibit tanaman terong mencapai rata-rata 9,75 g.
DAFTAR PUSTAKA
Andika P.T., Y. Setiyo dan Sumiyati. 2019. Dampak penggunaan naungan plastik terhadap profil iklim mikro pada budidaya kentang bibit (Solanum tuberosum L) varietas Granola kelompok G0. Jurnal BETA. 7(1):135-143.
BPS. 2017. Kecamatan madukara dalam Angka 2017. BPS Kab. Banjarnegara.
Djukri, dan S. Purwoko. 2003. Pengaruh naungan paranet terhadap sifat toleransi tanaman talas. Jurnal Ilmu Pertanian. 10(2):17-25.
Firmanto, B. 2011. Sukses Bertanaman Terong secara Organik. Angkasa, Bandung.
Guslim. 2008. Agrokloimatologi. USU Press. Medan.
Hamid, A dan Hobir. 2004. Naungan Plastik pada Persemaian Tanaman. Pers. LPTI No: 36
Hanafi, M.A. 2005. Pengaruh Kerapatan Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tiga Kultivatur Jagung (Zea mays L.) Untuk Produksi Jagung Semi. Skripsi. Fakultas pertanian universitas brawijaya. Malang. Hal 6-9.
Handoko. 1995. Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya, Bogor.
Hasyim, A., S. Eri, Kusmana, K.Yenni, dan Lutfi. 2012. Deseminasi Varietas Kentang Unggul Resisten Phytophora Infestan ( Mont.) de Bary. Kementrian Riset dan Teknologi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kartika, E., R. Yusuf, dan A. Syakur. 2015. Pertumbuhan dan hasil tanaman tomat pada berbagai persentase naungan. Jurnal Agrotekbis. 3(6): 717-724.
Khumaida. Kisman Y, Takami. N, Sugiyama. T, Sopandie. Takano. 2003. Adaptasi kedelai terhadap stres naungan. Universiry of Tokyo. Japan. Jurnal Agron. 35(2): 96 – 102.
Lakitan, B., 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Noor Z. 2006. Produktivitas dan Mutu Paprika (Capsicum annum L) dalam Sistem Hidroponik di Dataran Rendah Pualau Batam pada Berbagai Tingkat Naungan dan Pemupukan. Fakultas Pascasarjana IPB, Bogor.
Widiastusi, L., Tohari, Sulistyaningsih, E. 2004. Pengaruh intensitas cahaya dan kadar
Daminosida terhadap iklim mikro dan
pertumbuhan tanaman krisan dalam pot. Jurnal Ilmu Pertanian 11(2): 35-42.
Yulianti, N. 2007. Reaksi tanah. Jurnal Hijau.2(5): 23 – 43.
9
Discussion and feedback