Initial Analysis of the Rainy Season for the Determination of Rice Planting Time in Jembrana Regency
on
Buletin Fisika Vol 24 No. 2 August 2023 : 69 – 76
Analisis Awal Musim Hujan Untuk Penentuan Waktu Tanam Padi Di Kabupaten Jembrana
Initial Analysis of the Rainy Season for the Determination of Rice Planting Time in Jembrana Regency
Septina Widya Lestari1*, I Nengah Simpen2, Agit Setiyoko3
-
1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361
-
2Stasiun Klimatologi Jembrana, Jalan Leli No. 9 Kelurahan Baler Bale Agung, Kecamatan Negara, Baler Bale Agung, Jembrana, Bali, Indonesia 82212
Email: *[email protected], [email protected], [email protected]
Abstrak – Kabupaten Jembrana terletak di Provinsi Bali merupakan salah satu kabupaten yang memiliki lahan cukup baik untuk dikelola. Namun sebagian wilayahnya masih berpotensi untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian. Analisis ketersediaan air khususnya untuk tanaman padi perlu dilakukan untuk mengetahui waktu tanam padi, dan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan. Metode perhitungan yang digunakan adalah neraca air lahan dan neraca air tanaman. Hasil perhitungan berupa persentase air tersedia untuk tanaman padi, dijadikan acuan untuk menentukan periode tanam dalam bentuk pola tanam padi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa penurunan nilai ketersediaan air tanah (KAT) terjadi karena penurunan curah hujan pada bulan Juni hingga Agustus sekitar 9 dasarian untuk berada di bawah Kapasitas Lapang (KL). Nilai KAT meningkat saat awal musim hujan terjadi bulan Januari hingga April untuk periode I dan bulan September hingga Desember untuk Periode II. Waktu tanam padi di Kabupaten Jembrana pada umumnya memiliki 2 kali tanam karena dipengaruhi oleh KAT dan Curah Hujan.
Kata kunci: Ketersediaan air tanah, awal musim, waktu tanam padi, kapasitas lapang, titik layu permanen.
Abstract – Jembrana Regency located in Bali Province is one of the districts that have land good enough to be managed. However, some of the area still has the potential to be developed into agricultural land. Analysis of water availability, especially for rice plants, needs to be carried out to determine the time of planting rice, and aims to increase land productivity. The calculation method used is land water balance and plant water balance. The results of the calculation in the form of the percentage of water available for rice plants are used as a reference to determine the planting period in the form of rice planting patterns. From the results of the study, it was found that the decrease in the value of groundwater availability (GA) occurred due to a decrease in rainfall from June to August of around 9 bases to be below Field Capacity (FC). The GA value increases when the rainy season starts from January to April for period I and from September to December for Period II. Rice planting time in Jembrana Regency generally has 2 plantings because it is influenced by availability of ground water and Rainfall.
Keywords: Availability of ground water, early season, rice planting time, field capacity, permanent withering point.
Analisa awal musim merupakan suatu informasi yang penting dan dibutuhkan dalam berbagai bidang, salah satunya yakni pertanian. Analisa awal musim hujan dikeluarkan oleh BMKG dan digunakan salah satunya untuk pengembangan pertanian dan perkebunan dalam penyusunan kalender tanam setiap tahunnya. Model analisa awal musim di Indonesia belum banyak berkembang, dalam melakukan analisa awal musim, BMKG masih berdasarkan model prediksi curah hujan. Potensi sesatan atau galat juga sering terjadi dalam pemodelan tersebut [1]. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 dasarian, yaitu dasarian I, dasarian II, dan dasarian III (1 dasarian = 10 hari), berdasarkan ketentuan BMKG, awal musim hujan
(AMH) ditandai dengan jumlah curah hujan dasarian lebih dari 50 mm dan diikuti minimal dua dasarian berikutnya. Sebaliknya dengan awal musim kemarau (AMK) ditandai dengan jumlah curah hujan dasarian kurang dari 50 mm dan diikuti dua dasarian berikutnya [2].
Hasil analisis awal musim dalam bidang pertanian akan mendukung dalam pencapaian hasil panen, waktu tanam yang cocok, dan ketersediaan air tanah. Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sektor pertanian, karena tidak ada satupun tanaman pertanian yang tidak memerlukan air. Meskipun peranannya sangat strategis, namun pengolahan air masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya merupakan sahabat petani berubah menjadi penyebab bencana. Indikator pada musim kemarau, lahan dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya dimusim penghujan, ladang dan sawah banyak yang terendam air [3].
Provinsi Bali merupakan salah satu provinsi yang berfokus pada produksi pertanian salah satunya di Kabupaten Jembrana. Peningkatan produksi pertanian di wilayah Jembrana lebih dititik beratkan pada peningkatan produktivitas dibandingkan dengan penambahan luas lahan. Pemerintah daerah dalam melakukan perhitungan secara ubinan. Penanganan faktor produksi saat proses penanaman dan perawatan seperti jumlah bibit, jenis bibit tanaman, serta pengetahuan petani yang mempunyai pengaruh terhadap hasil pertanian [4]. Menentukan waktu untuk penanaman juga harus diperhatikan dengan mengetahui defisit dan surplus air melalui data curah hujan serta kemampuan tanah untuk menahan air (water holding capacity) [5].
Penelitian ini penting untuk dilakukan mengingat kajian tentang iklim dan pengaruh terhadap sumber daya air tanah di Indonesia yang masih sedikit, dengan cara menganalisa awal musim dengan mengetahui perubahan suhu udara dan curah hujan terhadap ketersediaan air tanah di Kabupaten Jembrana untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai acuan pola tanam padi. Sebagian lahan di Jembrana merupakan lahan sub optimal seperti lahan kering yang produktivitasnya relatif rendah, karena masih ada kendala kekurangan air. Pengelolahan lahan kering di Kabupaten Jembrana yang belum optimal menyababkan produktivitas lahannya rendah, maka diperlukan adopsi informasi neraca air untuk meningkatkan produktivitas lahan.
Sumber daya lahan merupakan sumber daya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Salah satu fenomena dalam pemanfaatan lahan adalah adanya alih fungsi (konversi) lahan. Fenomena ini muncul seiring dengan bertambahnya tekanan kebutuhan dan permintaan terhadap lahan, baik dari sektor pertanian maupun sektor non pertanian akibat pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan. Transformasi struktural perekonomian berlangsung dari bertumpu pada pertanian bergeser ke arah industri. Sementara transformasi geografis terjadi akibat pesatnya pertumbuhan penduduk perkotaan yang berakibat pada alih fungsi penggunaan lahan pertanian ke pengguna non-pertanian [6]. Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki 2 potensi yang hingga kini masih diberdayakan oleh penduduknya yaitu bidang pertanian dan pariwisata. Kedua sektor tersebut memberikan kontribusi yang besar bagi masyarakat Bali. Kenyataan di lapangan terlihat bahwa aktivitas sektor pariwisata lebih mendapatkan perhatian dari pemerintah daerah dan sektor pertanian yang sedikit terbengkalai. Fenomena ini akan berdampak besar pada kelestarian pertanian di Bali dengan nilai-nilai kearifan lokal (local genius) [7].
Kabupaten Jembrana adalah satu dari Sembilan Kabupaten dan Kota yang ada di Provinsi Bali, terletak di belahan barat pulau Bali, membentang arah barat ke timur pada 8°09'30" - 8°28'02" LS dan 114°25'53" - 114°56'38" BT [8]. Kabupaten Jembrana merupakan salah satu provinsi di Bali yang kedudukannya sangat penting dan memiliki sumber daya alam yang baik. Hal ini terbukti dari keadaan tanah yang berupa dataran rendah yang sangat subur diperuntukkan untuk pertanian (sawah) dan pemukiman, sebagai lagi adalah dataran perbukitan yang diperuntukkan sebagai tanah perkebunan masyarakat serta letak Jembrana yang strategis pada jalur provinsi utama Denpasar-Gilimanuk. Luas wilayah Jembrana 841.800 km2 atau 14,96% dari luas wilayah pulau Bali.
-
2.2 Ketersediaan air tanah
Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sektor pertanian, karena tidak ada satupun tanaman pertanian dan ternak yang tidak memerlukan air. Meskipun perannya sangat strategis, namun pengelolahan air masih jauh dari yang diharapkan, sehingga air yang semestinya
merupakan sahabat petani berubah menjadi penyebab bencana bagi petani. Adapun indikator di musim kemarau, ladang dan sawah sering kali kekeringan dan sebaliknya dimusim penghujan, ladang dan sawah sering terendam air [9]. Ketersediaan air dalam pengertian sumber daya air pada dasarnya berasal dari air hujan, air permukaan, dan air tanah. Hujan yang jatuh di atas permukaan suatu daerah aliran sungai (DAS) atau wilayah sungai (WS) sebagaian akan menguap kembali sesuai dengan iklimnya, sebagian akan mengalir melalui permukaan dan sub permukaan masuk kedalam saluran, sungai atau danau dan sebagian lagi akan meresap jatuh ke tanah sebagai pengisian kembali (recharge) pada kandungan air tanah [10].
-
2.3 Tanaman padi
Tanaman padi (Oryza Sativa L.) merupakan tanaman pangan terpenting yang telah menjadi makanan pokok lebih dari setengah penduduk dunia. Di Indonesia, padi merupakan komoditas utama dalam menyokong pangan masyarakat. Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Oleh karena itu, kebijakan ketahanan pangan menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian. Padi merupakan tanaman rumput tahunan yang berasal dari family Liliopsida: Commelinidae: Cyperales: Graminea. Tanaman padi dapat hidup baik didaerah yang berhawa panas dan banyak mengandung uap air. Curah hujan yang baik untuk tanaman ini berkisar 200 mm/bulan atau lebih, dengan distribusi selama 4 bulan, curah hujan yang dikehendaki per tahun sekitar 1500-2000 mm [11]. Suhu yang baik digunakan untuk pertumbuhan tanaman padi 23 °C. Tinggi tempat yang cocok untuk tanaman padi berkisar antara 0-1500 mdpl. Faktanya padi cocok ditanam di Indonesia dapat dilihat dari berbagai aspek seperti, iklim tropic atau subtropik, Indonesia memiliki musim hujan yang mumpuni serta sungan yang dapat dibendung untuk dipergunakan mengairi sawah sehingga tanaman padi dapat pula ditanam pada musim kemarau, adanya gunung-gunung berapi sehingga mengakibatkan tanah di negara kita menjadi subur, dan yang terakhir adalah bahan makanan yang bisa disimpan berupa gabah sehingga dapat bertahan sampai bertahun-tahun asal tepat penyimpanannya [12].
-
2.4 Awal musim
Awal musim merupakan dasarian paling awal mulainya musim. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika mempunyai kriteria tersendiri dalam menentukan awal musim hujan dan awal musim kemarau. Jumlah curah hujan dalam satu dasarian (rentang waktu dalam 10 hari) sama atau lebih dari 50 mm dan diikuti oleh beberapa dasrian berikutnya maka dasarian pertama ditetapkan sebagai awal musim hujan (AMH). Jika jumlah curah hujan dalam satu dasarian kurang dari 50mm dan diikuti oleh beberapa dasarian berikutnya, maka dasarian pertama ditetapkan sebagai permulaan awal musim kemarau (AMK). Batas curah hujan sebesar 50mm dari Badan Meteorologi Klimatolgi dan Geofisika menggunakan asumsi perhitungan evaporasi rata-rata di Indonesia yang memiliki ukuran sebesar 5mm. Evapotranspirasi rata-rata untuk tanaman padi di wilayah tropis sebesar 4-5 mm/hari pada saat musim hujan dan 6-7 mm/hari untuk musim kemarau [4].
-
2.5 Neraca air
Neraca air (water balance) merupakan neraca air untuk pengunaan lahan pertanian secara umum. Neraca ini bermanfaat dalam mempertimbangkan kesesuaian lahan pertanian, mengatur jadwal tanam dan panen, dan mengatur pemberian air irigasi dalam jumlah dan waktu yang tepat. Penentuan waktu tanam berdasarka perhitungan neraca air dimanfaatkan untuk mengetahui dampak perubahan iklim terhadap ketersediaan air pada suatu wilayah. Menurut tujuan penggunaan di bidang hidrologi untuk pengairan bahwa neraca air merupakan hubungan antara aliran air ke dalam (inflow) dan air keluar (outflow) disuatu daerah untuk suatu periode tertentu dengan proses sirkulasi air. Teknik neraca air telah banyak digunakan dalam pemecahan berbagai masalah seperti perencanaan sumber daya air, klasifikasi iklim, peramalan banjir dan kebakaran hutan. Satuan komponen neraca air adalah tinggi air (mm dan cm) sedangkan waktu adalah harian, mingguan, dasarian, bulanan, dan tahunan. Pengolahan neraca air bersifat akumulatif sesuai dengan waktu yang digunakan.
-
2.6 Lapse rate
Adapun pada penelitian ini menggunakan perhitungan neraca air yang menggunakan data suhu udara, dimana menggunakan teori Lapse Rate. Dimana Lapse Rate merupakan laju perubahan variable atmosfer, yaitu biasanya suhu terhadap ketinggian. Lapse Rate dianggap positif ketika variabel menurun terhadap
ketinggian, laju susut suhu didefinisikan sebagai penurunan suhu terhadap ketinggian atmosfer atau gradien suhu vertikal negatif. Selain itu, diketahui bahwa penyusutan suhu terjadi dengan cepat, akibat kenaikan ketinggian diatas benua dalam musim panas dan diatas lautan pada musim dingin [10]. Data suhu udara untuk pos hujan yang diperoleh melalui pendugaan dari Stasiun Klimatologi Jembrana sebagai referensi. Pendugaan suhu udara tersebut dihitung berdasarkan interpolasi ketinggian
Penelitian ini dilakukan di Stasiun Klimatologi Jembrana pada bulan Maret-Mei 2021. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dasarian dari 9 pos hujan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2000-2020, data suhu udara rata-rata di Kabupaten Jembrana periode Tahun 2000-2020, titik Layu Permanen (TLP) di Kabupaten Jembrana, data Ketersediaan Lapang (KL) di Kabupaten Jembrana dan data ketinggian Kabupaten Jembrana di atas permukaan laut.
Sebelum pengambilan data dilakukan, persiapan alat terlebih dahulu yakni laptop dan software Microsoft Excel. Adapun langkah dalam pemrosesan neraca air pada penelitian ini dijelaskan seperti berikut :
a.
Persamaan 1 yakni setiap kenaikan ketinggian 100m terjadi penurunan suhu udara rata-rata sebesar
0,6 °C . Dengan menggunakan teori tersebut diperoleh rumus :
(1)
b.
Dimana Th adalah suhu udara pos hujan, Tho adalah suhu udara stasiun referensi, dan h adalah selisih ketinggian pos hujan (mdpl).
Perhitungan rata-rata curah hujan dasarian
Menentukan pola dan awal musim dengan menggunakan rata-rata curah hujan dasarian selama periode 20 tahun yang kemudian dibuat grafiknya, dengan rumus :
(2)
Dimana CHx adalah curah hujan rata-rata pada dasarian x (x = 1, 2, 3, ...), CHi adalah curah hujan
c.
dasarian ke-i (i = 1, 2, 3.), dan n adalah banyaknya data dasarian tertentu (n = 20). Penentuan awal musim
d.
Penentuan awal musim hujan (AMH) yang digunakan dalam penelitian ini adalah akumulasi curah hujan sepuluh hari (dasarian) mencapai 50 mm atau lebih dan diikuti dua dasarian berikutnya. Jika curah hujan lebih dari 50 mm dalam tiga dasarian tidak ditemukan maka awal musim ditentukan dengan akumulasi curah hujan tiga dasar mencapai lebih dari 150 mm (BMKG). Penentuan awal musim (AMK) yang digunakan dalam penelitian ini adalah akumulasi curah hujan sepuluh hari (dasarian) kurang dari 50 mm dan diikuti dua dasarian berikutnya.
Perhitungan ketersediaan air tanah (KAT)
Ketersediaan air tanah dihitung menggunakan metode neraca air lahan (Thornthwaite dan Mather) yang disusun dalam skala waktu dasarian. Adapun tahapan perhitungan neraca air lahan antara lain: - Menyusun tabel isian neraca air lahan bulanan untuk evapotranspirasi.
-
- Mengisi kolom suhu udara (T.ave) berdasarkan pengamatan dan pendugaan.
-
- Menentukan indeks panas (i) tiap bulan dengan persamaan 3:
1.514
T .ave i
(3)
Dimana I adalah indeks panas, T.ave adalah suhu rata-rata. Indeks panas tahunan (I) dapat ditentukan dengan persamaan berikut.
Des
I = ∑ i
Jan
-
- Mengisi kolom evapotranspirasi potensial (ETP) standar dari hasil estimasi evapotranspirasi metode Thornthwaite dengan persamaan berikut:
ETPbaku = 16( "'Tav Ja
a = 675 × 10913 - 771 × 10712 +1051 + (-0.49239)
ETP = (XY Y Jetp (4)
L 30 JL 12.1 J baku
Dimana X adalah jumlah hari dalam bulan dan Y adalah panjang hari dalam jam.
Selanjutnya membagi hasil ETP bulanan menjadi harian sesuai jumlah hari dalam sebulan, dan menjumlah ETP harian tersebut menjadi dasarian.
-
- Mengisi kolom curah hujan (CH) dasarian.
-
- Mengisi kolom ETc yang merupakan hasil perkalian antara Kc dan ETP, ETc merupakan kebutuhan air konsumtif untuk tanaman pada masa pertumbuhan hingga panen dengan menggunakan persamaan 5:
ETc = ETP × Kc (5)
Dengan ETc adalah air tanaman, ETP adalah evapotranspirasi potensial dan Kc adalah konstanta kesetimbangan
-
- Menghitung CH - ETP
-
- Hasil-hasil negatif pada langkah 7 diakumulasi dasarian demi dasarian sebagai nilai Accumulation Potential of Water Loss (APWL)
-
- Menentukan nilai KL dan TLP
-
- Mengisi nilai ketersediaan air tanah (KAT) dimulai dasarian pertama terjadi APWL dengan rumus berikut:
KAT = KL × kAPW (6)
Dimana KAT adalah Ketersediaan Air Lahan dan KL = Kapasitas Lapang
-
- Mengisi kolom perubahan KAT (dKAT) yang merupakan selisih dari KAT dari dasarian ke dasarian.
-
- Kolom evapotranspirasi aktual (ETA)
-
- jika CH > ET maka ETA = ETP
-
- pada bulan-bulan terjadi APWL (CH > ETP) maka ETA = CH + |dKAT|
-
- Kolom defisit (D) dimana D = ETP - ETA
-
- Kolom surplus, saat tidak ada defisit, maka S = CH – ETP - dKAT
-
e. Penentuan waktu tanam
Waktu tanam ditentukan dengan mencari ketersediaan air yang dapat memenuhi kebutuhan air tanaman padi. Waktu tanam yang paling baik adalah waktu tanam yang terpenuhi kebutuhan airnya selama masa pertumbuhannya. Sebaliknya, waktu tanam yang persediaan airnya tidak dapat memenuhi kebutuhan air tanaman selama masa pertumbuhannya merupakan waktu yang tidak cocok untuk penanaman. Waktu tanam yang akan diteliti adalah berdasarkan penghitungan neraca air tanaman padi, di mana kapasitas air tanah lebih besar dari 50% air tersedia [4].
Persebaran pos hujan di Provinsi Bali diperlihatkan pada Gambar 1 dimana secara khusus, pos hujan yang ditinjau adalah pos hujan yang berada di Kabupaten Jembrana. Pada penelitian ini, jumlah pos hujan di Kabupaten Jembrana yang diamati adalah 9 pos pada periode tahun 2000-2020 antara lain Ekasari, Gumbrih, Negara, Melaya, Poh Santen, Pulukan, Rambut Siwi, Tegal Cangkring, dan Tetelan.
Grafik rata-rata curah hujan dasarian di Kabupaten Jembrana periode tahun 2000-2020 ditunjukkan pada Gambar 2. Pada 9 lokasi memiliki pola monsunal. Pola monsunal merupakan pola curah hujan musiman dimana pola ini didasari oleh satu kali musim hujan dan satu kali musim kemarau. Pada gambar diperlihatkan perbedaan curah hujan yang membentuk grafik parabola atau cekung karena musim hujan yang tinggi terjadi pada bulan Oktober-April namun rendah di bulan Mei-September. Hal ini yang menyebabkan perbedaan curah hujan yang dengan curah hujan tertinggi antara bulan Januari dasarian I hingga Maret dasarian I dan curah hujan terendah antara bulan Agustus dasarian I.
Gambar 1. Peta persebaran hujan Kabupaten Jembrana.
Bulan
Gambar 2 Grafik rata-rata curah hujan dasarian di Kabupaten Jembrana tahun 2000-2020.
Penentuan awal musim hujan berdasarkan ketentuan BMKG yaitu batas curah hujan 50 mm/dasarian. Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa awal musim hujan di Kabupaten Jembrana antara Oktober dasarian I hingga Desember dasarian III. Grafik di atas menunjukkan kondisi umum curah hujan dari 9 pos hujan pengamatan di Kabupaten Jembrana selama periode tahun 2000-2020 dan selanjutnya diperlihatkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Profil curah hujan dari 9 pos pengamatan di Kabupaten Jembrana tahun 2000-2020.
No. |
Nama Pos Hujan |
Awal Musim Hujan |
Panjang Musim Hujan |
1. |
Ekasari (Palasari) |
Oktober dasarian II |
19 dasarian |
2. |
Gumbrih |
September dasarian II |
22 dasarian |
3. |
Negara |
September dasarian II |
22 dasarian |
4. |
Melaya |
September dasarian II |
22 dasarian |
5. |
Pohsanten |
Oktober dasarian I |
20 dasarian |
6. |
Pulukan |
September dasarian II |
22 dasarian |
7. |
Rambutsiwi |
September dasarian III |
21 dasarian |
(Yehembang Kangin) | |||
8. |
Tegal Cangkring |
Oktober dasarian I |
20 dasarian |
9. |
Tetelan |
September dasarian III |
21 dasarian |
Tabel 1 memperlihatkan bahwa daerah yang mengalami awal musim hujan terlebih dahulu antara lain Gumbrih, Negara, Melaya, dan Pulukan. Sedangkan awal musim hujan paling lambat yakni Ekasari (Palasari). Berdasarkan hasil data curah hujan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2000-2020 yang telah diolah, didapatkan analisis yaitu persiapan lahan dapat dilakukan bersamaan dengan proses penyemaian benih yang memerlukan waktu paling sedikit ± 25 hari (dibulatkan menjadi 30 hari atau 3 dasarian) yang ditunjukkan oleh bagan berwarna kuning. Waktu tersebut juga dibutuhkan aliran air untuk keperluan penyemaian bibit dan menggenangi lahan yang disiapkan untuk penanaman padi. Oleh karena itu, waktu penanaman padi dimulai pada dasarian keempat setelah persentase air tersedia mencukupi untuk tanaman padi. Waktu tanam padi dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Waktu tanam padi di Kabupaten Jembrana tahun 2000-2020.
Daerah |
jan |
I I II I III | |
Ekasari (Palasari) | |
Gumbrih | |
Negara | |
Melaya | |
Pohsanten | |
Pulukan | |
Rambutsiwi (Yehembang Kangin) | |
Tegal Cangkring | |
Tetelan |
feb
april
mei |
juni |
juli |
agust |
sept |
okt |
nov |
des |
I II III |
I II III |
I II III |
I II III |
I II III |
I II III |
I II III |
I II III |
maret
Tabel 2 merupakan hasil analisis waktu tanam padi yang cocok untuk daerah Kabupaten Jembrana. Pada tabel tersebut warna kuning menunjukkan waktu penyemaian selama 25 hari, warna merah menunjukkan waktu penanaman pertama dan warna biru menunjukkan waktu penanaman kedua. Rata-rata pada bulan Januari hingga bulan April menunjukkan waktu yang cocok untuk penanaman pertama serta pada bulan September hingga bulan Desember untuk penanaman kedua, dikarenakan curah hujan yang tinggi dan ketersediaan air tanah yang mencukupi serta pada bulan-bulan tersebut terjadi kelebihan air atau surplus air.
Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa penentuan awal musim hujan di Kabupaten Jembrana adalah dengan menggunakan standar dari BMKG. Dimana, jika curah hujan mencapai 50 mm atau lebih dan diikuti oleh 2 dasarian berikutnya maka keadaan tersebut merupakan awal musim hujan. Waktu tanam padi yang cocok di Kabupaten Jembrana adalah pada bulan Januari-April untuk penanaman pertama dan bulan September-Desember untuk penanaman kedua.
Ucapan Terima Kasih
Penulis menyampaikan terimakasih kepada staf dosen bidang minat Fisika Kebumian, Prodi Fisika FMIPA, Universitas Udayana yang telah memberikan saran dan masukkan dalam penelitian ini.
Pustaka
-
[1] P. Panunsunan, Analisa Angin Zonal dan Meridional dalam Menentukan Awal Musim Hujan di Kota Jambi, Sekolah Tinggi Meteorologi dan Geofisika, 2020.
-
[2] F. Irsyad, Penentuan Awal dan Durasi Musim Kamarau menggunakan Fungsi Polynomial dengan Aplikasi Visual Basic for Applications (VBA), Tugas Akhir, Program Studi Teknik Pertanian, Universitas Andalas, 2014.
-
[3] J. Fadholi, Sistem Pola Tanam di Wilayah Priangan Berdasarkan Klasifikasi Iklim Oldeman, Jurnal Stasiun Meteorologi Depati Amir, vol. 23, no. 12, 2019, pp. 1435-1452.
-
[4] V. Andika, Analisis Ketersediaan Air Tanah untuk Pola Tanam Padi di Kabupaten Banyuwangi, Tugas Akhir, Program Sarjana Terapan Klimatologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2016.
-
[5] E. Gusmira, Model Fuzzy Logic Berbasis Anfis dalam Penentuan Pola Tanam Oryza Sativa, Tugas Akhir, UIN Sulthan Thaha Saifuddin, 2018.
-
[6] D. Apriyana, Variabilitas Iklim dan Dinamika Waktu Tanam Padi di Wilayah Pola Hujan Monsunal dan Equatorial, Jurnal Balai Pendidikan Agroklimat dan Hidrologi, vol. 4, no. 2, 2008, pp. 5-6.
-
[7] M. J. Killa, Penentuan Pola Tanam Padi dan Jagung Berbasis Neraca Air di Kecamatan Lewa Kabupaten Sumba Timur, Jurnal Jurusan Magister Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, vol. 8, no. 309,.2008, pp..40-50.
-
[8] T. Widodo, Kajian ketersediaan air tanah terkait pemanfaatan lahan di kabupaten Blitar, Jurnal Pembangunan Wilayah dan Kota, vol. 9, no..2, 2013, pp. 122-133.
-
[9] H. R. Soedireja, Potensi dan upaya pemanfaatan air tanah untuk irigasi lahan kering di Nusa Tenggara, Jurnal Irigasi, vol. 11, no. 2, 2017, pp. 67-80.
-
[10] L. Ulfah, Penentuan Kriteria Awal Musim Alternatif di Wilayah Jawa Timur, Tugas Akhir, Sekolah Tinggi Meteorologi dan Geofisika, 2017.
-
[11] N. A. Song, Karakter Morfologi Akar sebagi Indikator Kekurangan Air pada Tanaman, Tugas Akhir, Jurusan Biologi FMIPA, Universitas Sam Ratulangi, 2013.
-
[12] K. Murtilaksono, Hubungan Ketersediaan Air Tanah dan Sifat-Sifat Dasar Air Tanah, Jurnal Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB Bogor, vol. 12, no. 2, 2004, pp. 3-6.
76
Discussion and feedback