Buletin Fisika Vol 24 No. 1 February 2023 : 17 – 26

Relokasi Hiposenter Gempabumi di Daerah Sesar Abang-Culik, Karangasem dengan Menggunakan Metode Coupled Velocity-Hypocenter

Earthquake Hypocenter Relocation in The Abang-Culik Fault, Karangasem using Coupled Velocity-Hypocenter Method

Made Prama Yudistira1*, I Ketut Sukarasa1, I Made Kris Adi Astra2

Abstrak – Telah dilakukan penelitian tentang relokasi posisi hiposenter gempabumi, model kecepatan lokal gelombang seismik dan koreksi stasiun pencatat gelombang seismik di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS. Data yang digunakan merupakan data kejadian gempabumi pada periode 2015-2020. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode coupled velocity-hypocenter. Dari hasil relokasi diperoleh, posisi hiposenter gempabumi mengalami pergeseran, yang awalnya menyebar menjadi lebih terpusat di daerah bidang sesarnya. Kecepatan lokal mengalami penurunan yang signifikan pada lapisan ke-3 yang dipengaruhi oleh adanya kantung magma Gunung Agung di daerah penelitian. Hasil koreksi stasiun menunjukkan hanya 1 stasiun yang memiliki nilai delay time bertanda negatif yaitu stasiun IGBI sedangkan 13 stasiun lainnya menunjukkan nilai delay time bertanda positif.

Kata kunci: Hiposenter, gempabumi, kecepatan lokal, gelombang seismik, metode coupled velocityhypocenter

Abstract – Research has been done about the relocation of earthquake hypocenter position, seismic wave local velocity and correction of seismic wave recording station at the Abang-Culik Fault area according to coordinate 115,25°-115,75° BT and 8,00°-8,60° LS. Data which was used on this research was the earthquake data that occur in the 2015-2020 period. The research was conducted using the coupled velocity-hypocenter method. From the relocation result, the position of the earthquake hypocenter shifted, which initially spread to become more concentrated in the fault plane area. The local velocity decreasing a lot in the 3rd layer which was influenced by the presence of the Mount Agung magma pocket in that area. The correction of Station shown that only 1 station has a negative value of delay time, namely IGBI station while the other 13 stations show a positive value of delay time.

Key words: Hypocentre, earthquake, local velocity, seismic waves, the coupled velocity-hypocentre method

  • 1.    Pendahuluan

Pulau Bali berada diantara dua pemicu gempabumi yaitu zona subduksi Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia di Selatan Pulau Bali [1] dan patahan belakang busur yang berada di Utara Pulau Bali [2]. Sejumlah sesar juga menjadi pemicu dari gempabumi yang terjadi di Pulau Bali, seperti Sesar Abang-Culik dan Sesar Rendang. Gempabumi merupakan peristiwa bergetarnya permukaan bumi akibat adanya pelepasan energi di dalam bumi secara tiba-tiba yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kerak bumi [3]. Potensi terjadinya gempabumi di suatu wilayah dapat dikaji melalui data historis atau parameter seperti kedalaman, hiposenter, kekuatan dan waktu terjadinya. Secara historis, tercatat pernah terjadi dua kali gempabumi merusak di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya.

Data waktu tiba gelombang seismik digunakan dalam penentuan hiposenter gempabumi. Gelombang seismik sendiri merupakan gelombang yang dihasilkan dari pelepasan energi gempabumi. Penentuan hiposenter awal masih menggunakan model kecepatan global gelombang seismik, padahal penentuan hiposenter dari setiap gempabumi akan lebih akurat jika menggunakan model kecepatan lokal gelombang seismik primer. Hal ini disebabkan oleh model kecepatan global tidak dapat mewakili kondisi asli dari

daerah penelitian, sedangkan model kecepatan lokal dinilai telah mewakili kondisi asli dari daerah penelitian. Oleh sebab itu, perlu dilakukan relokasi terhadap hiposenter awal agar didapat posisi hiposenter yang lebih akurat dan presisi. Hiposenter yang lebih presisi dan akurat akan membuat perkiraan potensi gempabumi di suatu wilayah menjadi lebih baik termasuk di wilayah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya.

Penentuan relokasi hiposenter dan model kecepatan lokal gelombang seismik dilakukan dengan menggunakan metode coupled velocity-hypocenter. Metode coupled velocity-hypocenter menggunakan prinsip Metode Geiger untuk menganalisis model kecepatan lokal gelombang seismik, koreksi stasiun serta posisi hiposenter setelah direlokasi. Data latitude, longitude, kedalaman, dan magnitudo gempabumi digunakan sebagai initial data dalam proses iterasi pada metode coupled velocityhypocenter, serta metode ini juga mempertimbangkan parameter model awal kecepatan gelombang seismik [4].

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan hasil relokasi hiposenter dari kejadian gempabumi, koreksi stasiun pencatat gelombang seismik dan model kecepatan lokal gelombang seismik primer dalam struktur 1-D di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya dengan koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS. Data yang digunakan merupakan data kejadian gempabumi pada periode 2015-2020. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam perencanaan penanggulangan bencana gempabumi di daerah Pulau Bali serta acuan dalam pembangunan infrastruktur khususnya di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya.

  • 2.    Landasan Teori

    • 2.1    Gempabumi

Gempabumi adalah peristiwa terjadinya getaran di bumi karena adanya pelepasan energi di bagian dalam bumi secara tiba-tiba [3]. Energi yang dilepaskan akan menjalar ke segala arah dalam bentuk gelombang seismik. Gelombang seismik yang sampai ke permukaan akan menyebabkan getaran di permukaan. Terdapat 4 parameter penting dari suatu peristiwa gempabumi yaitu kedalaman, hiposenter, kekuatan dan waktu terjadinya. Secara umum, gempabumi dibagi menjadi gempabumi tektonik, gempabumi vulkanik, gempabumi akibat runtuhan dan gempabumi buatan. Efek guncangan yang ditimbulkan dari gempabumi vulkanik disebabkan oleh desakan magma, sedangkan efek guncangan pada gempabumi tektonik secara langsung ditimbulkan oleh aktivitas lempeng tektonik bumi [5].

  • 2.2    Gelombang seismik

Gelombang seismik merupakan gelombang yang ditimbulkan dari energi yang dilepaskan ketika lempeng bumi tidak dapat lagi menahan akumulasi energi saat terjadinya benturan lempeng tektonik bumi, aktifitas magma gunung api maupun kejadian lain secara sengaja maupun tidak sengaja. Gelombang seismik dapat menjalar di dalam bumi maupun di permukaan bumi [6]. Gelombang seismik yang menjalar di dalam bumi disebut gelombang badan (body wave) sedangkan gelombang seismik yang menjalar di permukaan bumi disebut sebagai gelombang permukaan (surface wave) [7]. Gelombang badan dapat dibagi menjadi 2 yaitu gelombang primer (Pressure wave) dan gelombang sekunder (Shear wave). Gelombang permukaan juga terdiri atas 2 jenis yaitu gelombang Love dan gelombang Rayleigh.

Penentuan kecepatan gelombang seismik saat menjalar melalui lapisan batuan dapat ditentukan melalui waktu perambatannya. Kecepatan dari gelombang seismik juga dipengaruhi oleh besarnya nilai densitas batuan yang dilewatinya. Gelombang seismik akan lebih cepat menjalar melalui suatu medium yang memiliki nilai densitas batuan yang tinggi, karena kecepatan gelombang seismik sebanding dengan nilai densitas batuan suatu medium. Hubungan antara kecepatan gelombang seismik dengan densitas batuan dapat ditunjukkan melalui persamaan Gardner’s Relationship. Hubungan ini digunakan untuk mencari kecepatan gelombang seismik atau densitas batuan apabila hanya salah satunya saja yang diketahui. Gardner et. al. menemukan hubungan antara kecepatan dan densitas sebagai berikut [8]:

1)

Dimana p = densitas (g/cm3), α = konstanta = 0,31 dan V = kecepatan gelombang seismik (m/s).

  • 2.3    Hiposenter

Hiposenter gempabumi merupakan titik dari pelepasan energi yang terjadi di dalam bumi. Kedalaman hiposenter didapat dari jarak hiposenter ke permukaan bumi yang dihitung secara tegak lurus [9]. Penentuan hiposenter dilakukan dengan menggunakan hasil rekaman gempabumi berupa waktu tiba

gelombang seismik primer (tp) dan/atau waktu tiba gelombang seismik sekunder (ts) pada setiap stasiun pencatat gelombang seismik. Data selisih waktu tiba dengan waktu terjadinya gempabumi juga dibutuhkan dalam penentuan hiposenter gempabumi. Beberapa metode sederhana dapat digunakan untuk menentukan posisi hiposenter gempabumi. Salah satu metode sederhana tersebut adalah metode grid search.

  • 2.4    Struktur geologi Pulau Bali

Pulau Bali terbagi atas beberapa formasi yang terbentuk pada kala kuarter, kuarter bawah, pliosen, mio-pliosen, miosen tengah, dan miosen awal [10]. Pada daerah penelitian, formasi geologinya dominan terbentuk pada kala kuarter, kuarter bawah, dan miosin awal. Persebaran formasi geologi yang terbentuk pada kala kuarter berada pada wilayah pesisir utara daerah Tianyar, daerah Gunung Agung, Kecamatan Selat, Kecamatan Muncan, di sepanjang aliran Tukad Buhu dan Tukad Bangka, Kecamatan Kubu, sebagian dari daerah Kecamatan Abang, serta daerah aliran Sungai Unda dengan batuannya berupa tufa pasiran, endapan lahar, pasir, lapili, bom, batuan beku andesit dan batuan apung. Formasi geologi yang terbentuk pada kala kuarter bawah tersebar di wilayah Kecamatan Karangasem bagian timur dan Kecamatan Abang bagian utara dengan batuannya berupa lava dan breksi. Daerah perbukitan Kecamatan Manggis dan Selat menjadi wilayah dari persebaran formasi geologi yang terbentuk pada era miosin awal. Batuan yang terbentuk pada kala miosin awal memiliki litologi berupa breksi dengan kenampakan warna coklat kehitaman dan lava yang merupakan formasi Ulakan dengan kenampakan warna abu-abu kehitaman

  • 2.5    Metode Coupled Velocity-Hypocenter

Metode coupled velocity-hypocenter merupakan metode iteratif yang digunakan dalam merelokasi hiposenter gempabumi yang secara bersamaan dapat mencari kecepatan lokal gelombang seismik serta koreksi stasiun pencatat gelombang seismik [11]. Data latitude, longitude, magnitudo, kedalaman, waktu kejadian dan waktu tiba gelombang seismik digunakan sebagai intial data dalam setiap iterasinya. Metode ini juga tetap mempertimbangkan parameter model awal dari kecepatan gelombang seismik pada saat pengolahan datanya [4]. Pengolahan dengan metode ini bertujuan untuk mendapatkan model kecepatan yang terbaru menggunakan persamaan [12]:

tres - tobs - ^cal - + ∑i=1^7 ^m1 + 6 2) w V ∙J

Dimana tres = nilai residu (s), tobs= waktu tiba observasi (s), tcal = waktu tiba kalkulasi (s), f = travel time (s), hk = parameter hiposenter (termasuk waktu kejadian dan koordinat geografis), m = parameter model (termasuk model kecepatan), e = travel time error, k = jumlah parameter hiposenter, dan i = jumlah stasiun.

Dasar dari pengolahan data menggunakan metode ini adalah untuk memperoleh nilai residu terkecil. Nilai residu merupakan perbedaan antara waktu tiba gelombang yang terobservasi (observed) dengan waktu tiba gelombang yang terkalkulasi (calculated) [11]. Solusi inversi digunakan dalam pengolahan data pada penelitian ini. Solusi inversi dipilih karena dapat mencari solusi dari data yang jumlahnya banyak dengan metode numerik. Sehingga hasil berupa relokasi hiposenter, kecepatan lokal gelombang seismik, dan koreksi stasiun dapat diketahui secara bersamaan. Solusi inversi dihitung melalui perhitungan matriks karena dapat mempermudah perhitungan data dalam jumlah banyak. Solusi inversi diperoleh dengan memodifikasi model awal secara iteratif sampai dicapai nilai RMS error dibawah 1. Nilai RMS error dibawah 1 menandakan parameter model awal telah mendekati model optimumnya.

  • 2.6    Sesar

Sesar merupakan bidang rekahan/patahan dimana batuannya akan kehilangan sifat osilasi ketika batuan tersebut retak atau pecah. Sesar dapat terjadi karena adanya gaya yang bekerja secara terus-menerus pada suatu batuan hingga batuan tersebut tidak dapat menahan gaya yang terjadi. Batuan yang tidak dapat lagi menahan gaya yang bekerja akan mengalami patahan. Berdasarkan arah pergeserannya, sesar dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu normal fault, reverse fault, strike-slip fault [13]. Kemudian dari tingkat keaktifannya, sesar dapat diklasifikasikan menjadi sesar aktif, sesar potensial aktif dan sesar aktif tidak pasti. Ditinjau dari tingkat keaktifannya, sesar di Pulau Bali dapat dikelompokan menjadi 2 kategori sesar yaitu sesar aktif dan sesar potensial aktif. Sesar aktif meliputi Sesar Negara, Sesar Seririt, dan Sesar

Tejakula sedangkan sesar potensial aktif meliputi Sesar Gilimanuk, Sesar Batukau, Sesar Abang-Culik, Sesar Rendang dan Sesar Jagaraga [14].

  • 3.    Metode Penelitian

Penelitian dilakukan di Stasiun Geofisika Kelas II Denpasar. Data diolah menggunakan program Vellest33, sedangkan pemetaan dilakukan menggunakan program Arcmap 10.6.1 dan Microsoft Excel 2016. Data yang digunakan pada penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data kejadian gempabumi di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya dengan koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS pada rentang waktu 2015-2020 sebanyak 521 kejadian gempabumi dengan kedalaman dan magnitudo yang beragam. Digunakan juga data pendukung berupa data initial velocity model IASP91 dan data stasiun pencatat gelombang seismik beserta koordinat posisinya.

Penelitian dilakukan dengan tiga tahapan yaitu tahap pengambilan data, tahap pengolahan data dan tahap interprestasi data. Pada tahap pengambilan data, dilakukan pengumpulan data melalui laman Earthquake Repository BMKG berupa informasi mengenai waktu kejadian, magnitudo, longitude, latitude, waktu tiba gelombang seismik pada masing-masing stasiun pencatat serta kedalaman dari kejadian gempabumi. Terdapat sebanyak 521 kejadian gempabumi yang tersebar di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya dengan koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS pada rentang waktu 2015-2020.

Tahap pengolahan data dimulai dengan melakukan perhitungan untuk mencari selisih antara waktu kejadian dan waktu tiba gelombang seismik di setiap stasiun pencatat. Setelah mendapat hasil dari perhitungan selisih waktu kejadian dengan waktu tiba, maka dilanjutkan dengan penyuntingan data penelitian agar sesuai dengan format yang dibutuhkan dalam program Vellest33. Hasil penyuntingan data kemudian ditempatkan pada satu folder yang sama dengan program Vellest33. Pengolahan data menggunakan program Vellest33 dilakukan secara iteratif, yaitu perhitungan yang dilakukan secara berulang, agar mendapatkan nilai RMS error di bawah 1. Iterasi yang dilakukan pertama kali akan menggunakan data yang didapat sebagai model awalnya. Setiap satu kali iterasi yang dilakukan akan mendapatkan hasil pengolahan data, kemudian nilai RMS error dari hasil pengolahan data tersebut akan ditinjau terlebih dahulu. Apabila nilai RMS error-nya masih di atas 1, maka akan dilakukan iterasi selanjutnya. Iterasi selanjutnya akan memanfaatkan hasil yang didapat dari iterasi sebelumnya menjadi model awalnya. Mekanisme ini akan terjadi secara berulang untuk setiap iterasi yang dilakukan hingga mendapat nilai RMS error-nya di bawah 1. Apabila telah didapat hasil akhir dengan nilai RMS error di bawah 1, maka dilanjutkan dengan interprestasi data hasil kecepatan lokal gelombang seismik, koreksi stasiun dan posisi hiposenter setelah direlokasi.

Selanjutnya, hasil yang didapat dari pengolahan data akan di-plotting. Hasil relokasi hiposenter diplotting pada peta seismistas dan grafik cross section agar diketahui persebarannya. Hasil kecepatan lokal gelombang seismik akan di-plotting pada grafik 1D sebagai bentuk penyederhanaan masalah terhadap model bawah permukaan sebenarnya.

Tahapan terakhir dalam penelitian yaitu interperstasi data. Interprestasi data dilakukan terhadap peta seismistas, grafik cross section, hasil kecepatan lokal gelombang seismik dan hasil koreksi stasiun pencatat gelombang seismik. Dari hasil interprestasi akan diketahui bagaimana persebaran hiposenter awal dan setelah direlokasi di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya, nilai dari kecepatan lokal di beberapa lapisan pada daerah penelitian serta berapa lama gelombang seismik mengalami perlambatan ketika merambat menuju stasiun pencatat gelombang seismik. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

  • 4.    Hasil Dan Pembahasan

Hasil yang didapat dari pengolahan data dengan proses iteratif menggunakan program Vellest33 adalah kecepatan lokal gelombang seismik, koreksi stasiun dan relokasi hiposenter. Keakuratan dan kepresisian hasil akhir dapat ditinjau melalui nilai RMS error akhir dan nilai GAP rata-rata. Data yang diolah dapat dikatakan akurat dan presisi apabila telah mendapatkan nilai RMS error dari iterasi terakhir dibawah 1 atau mendekati nol dan nilai GAP rata-rata dibawah 180. Nilai RMS error akhir yang didapat pada penelitian ini sebesar 0,997933 dan nilai GAP rata-rata sebesar 158, sehingga data yang dihasilkan pada penelitian ini telah akurat dan presisi.

Mulai

Selesai

Tidak

primer pada giafik 1D, koreksi

Stasiimpencatat dan hasil relokasi *—<⅛MS>1><- Vellest33 dan pengolahan

data dengan program

Vellest33

Biteiprestasi dan plotting model kecepatan lokal gelombang seismik

zPengambilan data pada Iaman Earthquake Repository- BElKG

Peihitimgan dan penyuntingan data selisili waktu kejadian gempabumi dengan waktu tiba gelombang seismik primer disetiap stasiun pencatat gempabumi

Input data: *.sta, *.mod,

*.cnv ke program

posisi Iiiposenter pada peta seismistas

Gambar 1. Diagram alir penelitian.

  • 4.1    Relokasi hiposenter Sesar Abang-Culik

Sesar Abang-Culik membentang dari Kecamatan Abang hingga Kecamatan Karangasem. Pada periode tahun 2015-2020 terjadi aktifitas gempabumi yang rendah di daerah Sesar Abang-Culik dengan hiposenternya dominan tersebar di daerah barat laut Sesar Abang-Culik dan hanya satu kejadian yang berada di tenggara Sesar Abang-Culik. Sebaran kejadian tersebut dapat dilihat pada peta seismistas pada Gambar 2.

Gambar 2. (a) Peta seismisitas Sesar Abang-Culik sebelum direlokasi, dan (b) peta seismistas Sesar Abang-Culik setelah direlokasi.

Titik biru pada peta seismisitas diatas mewakili posisi dari setiap hiposenter awal, sedangkan titik meraj mewakili posisi dari setiap hiposenter setelah direlokasi. Peta seismistas pada Gambar 2 bagian (b) menunjukkan pergeseran posisi hiposenter mendekati bidang sesar yang diwakili oleh garis merah tebal. Pergeseran ini ditengarai terjadi karena penggunaan kecepatan lokal dalam merelokasi hiposenter gempabumi. Kecepatan lokal dinilai dapat mewakili kondisi asli dari daerah penelitian sehingga hasil relokasi hiposenter menjadi lebih akurat. Selain itu, penggunaan jarak antar grid yang besar pada metode grid search dalam pendugaan hiposenter awal membuat posisi hiposenter sebelum direlokasi menjadi kurang akurat.

Persebaran hiposenter gempabumi di daerah Sesar Abang-Culik pada periode 2015-2020 dapat ditunjukan oleh grafik cross section pada Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan persebaran posisi hiposenter berdasarkan kedalaman. Titik biru mewakili posisi hiposenter awal dan titik merah mewakili posisi hiposenter setelah direlokasi. Sumbu y mewakili kedalaman dan sumbu x mewakili jarak penampang dari titik A ke A’ yaitu sebesar 20 km. Titik A ke A’ merupakan lintasan penampang yang digunakan untuk mengetahui persebaran hiposenter gempabumi berdasarkan kedalamannya. Dari Gambar 3, dapat dilihat bahwa persebaran hiposenter berada pada kedalaman 5-30 km. Gempabumi yang terjadi pada kedalaman < 60 km termasuk gempabumi dangkal. Maka, gempabumi yang terjadi di daerah

Sesar Abang-Culik tergolong sebagai gempabumi dangkal. Gempabumi dangkal akan memberikan efek guncangan yang lebih terasa di permukaan, sehingga gempabumi dengan karakteristik kedalaman hiposenter yang dangkal perlu untuk diwaspadai.

(a)


(b)


Gambar 3. (a) Grafik cross section kejadian gempabumi di daerah Sesar Abang-Culik sebelum direlokasi, dan (b) grafik cross section kejadian gempabumi di daerah Sesar Abang-Culik setelah direlokasi.

  • 4.2    Relokasi hiposenter Sesar Rendang

Sesar Rendang membentang dari Kecamatan Rendang hingga Kecapatan Kubu yang letaknya berada

pada arah barat daya Gunung Agung. Persebaran hiposenter gempabumi di daerah Sesar Rendang dapat

dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. (a) Peta seismisitas Sesar Rendang sebelum direlokasi, dan (b) peta seismistas Sesar Rendang setelah direlokasi.

Aktivitas seismik di daerah Sesar Rendang pada periode 2015-2020 sangat tinggi karena dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Agung yang meningkat pada tahun 2017. Dilihat dari peta seismistas pada Gambar 4 bagian (a), titik-titik hiposenter awal terlihat membentuk pola/grid dengan jarak antar satu dengan yang lainnya hampir sama. Hal ini dipengaruhi oleh penggunaan metode grid search. Setelah dilakukan relokasi, posisi titik-titik hiposenter awal mengalami pergeseran. Persebaran hiposenter bergeser menjadi terpusat di bidang sesarnya yang dipengaruhi oleh penggunaan metode model kecepatan lokal gelombang seismik. Adanya error pada pendugaan hiposenter awal dipengaruhi oleh penggunaan jarak antar grid pada metode grid search yang besar.

Untuk melihat persebaran hiposenter gempabumi berdasarkan kedalamannya, maka dibuatkan grafik cross section seperti pada Gambar 5 berikut.

a)


Jarak (km)


b)


Gambar 5. (a) Grafik cross section kejadian gempabumi di daerah Sesar Rendang sebelum direlokasi, dan (b) grafik cross section kejadian gempabumi di daerah Sesar Rendang setelah direlokasi.

Titik biru pada grafik cross section diatas mewakili posisi hiposenter awal dan titik merah mewakili posisi hiposenter setelah direlokasi. Gambar 5 menunjukkan hiposenter awal mengalami pergeseran kedalaman. Pergeseran ini dipengaruhi oleh penggunaan kecepatan lokal gelombang seismik. Setelah dilakukan relokasi, hiposenter gempabumi menjadi lebih tersebar pada kedalaman 5-15 km dan persebarannya juga terlihat membentuk pola cekungan seperti yang dilihat pada Gambar 5 bagian (b). Pola cekungan yang terbentuk memberikan informasi mengenai keberadaan kantung magma di daerah Sesar Rendang. Berdasarkan hal tersebut, maka gempabumi di daerah Sesar Rendang dapat ditengarai terpengaruh oleh aktivitas kantung magma Gunung Agung. Gempabumi yang disebabkan dari aktifitas gunung api cenderung memiliki karakter gempa dengan magnitudo kecil dan terjadi pada kedalaman dangkal namun dalam jumlah yang relatif tinggi.

  • 4.3    Kecepatan lokal gelombang seismik

Kecepatan lokal gelombang seismik primer di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya pada koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS dapat ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kecepatan lokal gelombang seismik primer.

Nomor

Lapisan

Top.....bottom (km)

Kecepatan Lokal (km/s)

1

0,00... 2,00

6,23

2

2,00... 4,00

4,95

3

4,00... 7,00

2,76

4

7,00... 10,00

3,30

5

10,00... 15,00

4,69

6

15,00... 20,00

4,64

7

20,00... 25,00

6,99

8

25,00... 35,00

6,75

9

35,00... 40,00

8,09

10

40,00... 50,00

8,11

11

50,00... 60,00

8,18

12

60,00... 71,00

8,26

13

71,00... 81,00

8,12

14

81,00...100,00

8,00

15

100,00...120,00

8,20

16

120,00...140,00

8,34

17

140,00...171,00

8,43

18

171,00...210,00

8,45

19

210,00...271,00

8,56

20

271,00...

8,88

Dari Tabel 1 dapat dilihat adanya penurunan kecepatan lokal gelombang seismik primer saat melewati lapisan ke-2, lapisan ke-3, lapisan ke-6, lapisan ke-8, lapisan ke-13 dan lapisan ke-14. Penurunan yang signifikan terjadi pada lapisan ke-3. Pada lapisan kedua sebesar 4,95 km/s menjadi 2,76 km/s pada lapisan ke-3. Rendahnya kecepatan lokal pada lapisan ke-3 ditengarai karena gelombang seismik melewati kantung magma Gunung Agung. Agar lebih mempermudah dalam menganalisis perbedaan antara model kecepatan lokal dan model kecepatan global model IASP91, maka dibuatkan grafik 1 dimensi seperti terlihat pada Gambar 6.

^^“initial velocity ^" local velocity

Gambar 6. Perbandingan kecepatan lokal dan kecepatan global gelombang seismik dalam model grafik 1 dimensi.

Grafik pada Gambar 6 memperlihatkan nilai kecepatan global model IASP91 yang mengalami peningkatan sebanding dengan kedalamannya. Sedangkan kecepatan lokal gelombang seismik mengalami peningkatan dan penurunan di beberapa kedalaman. Peningkatan dan penurunan kecepatan lokal gelombang seismik saat melewati struktur batuan menunjukkan bahwa wilayah penelitian tersusun atas struktur batuan yang beragam dan kompleks. Keberagaman struktur batuan mempengaruhi suatu daerah dalam menerima guncangan yang disebabkan oleh gempabumi. Apabila suatu daerah tersusun atas struktur batuan yang lebih lunak maka guncangan yang dirasakan akan lebih kecil dan berlaku juga dengan sebaliknya.

  • 4.4    Koreksi stasiun pencatat gelombang seismik

Perhitungan koreksi stasiun bertujuan untuk mengetahui nilai delay time dari gelombang seismik tiba di setiap stasiun pencatat bila dibandingkan dengan stasiun referensi. Stasiun pencatat yang diamati dalam penelitian ini berjumlah 15 stasiun dengan 1 stasiun sebagai stasiun referensi yaitu stasiun DNP. Nilai delay time untuk setiap stasiun dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.

Hasil pengolahan data menunjukkan 13 stasiun memiliki nilai delay time bertanda positif dan 1 stasiun yang memiliki nilai delay time bertanda negatif yaitu stasiun IGBI. Hal tersebut memberikan informasi bahwa gelombang seismik relatif lebih cepat tiba di Stasiun IGBI dibandingkan dengan Stasiun DNP. Lambatnya gelombang seismik tiba di Stasiun DNP dibandingkan dengan Stasiun IGBI karena batuan di bawah Stasiun DNP memiliki nilai densitas yang lebih kecil yaitu 2,00-2,21 gr/cm3 sedangkan nilai densitas batuan di bawah stasiun IGBI sebesar 2,55 gr/cm3 [15]. Nilai delay time bertanda positif yang dimiliki oleh 13 stasiun lainnya memiliki arti bahwa gelombang seismik relatif lebih lambat tiba pada stasiun tersebut dibandingkan dengan stasiun referensi yaitu Stasiun DNP.

  • 5.    Kesimpulan

Hasil relokasi hiposenter di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya dengan koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS mengalami pergeseran ke arah bidang sesarnya. Persebaran dari hiposenter gempabumi setelah direlokasi menjadi terpusat dan terkelompok pada bidang sesarnya. Untuk kecepatan lokal di daerah Sesar Abang-Culik dan sekitarnya dengan koordinat 115,25°-115,75° BT dan 8,00°-8,60° LS memiliki nilai yang berbeda dengan kecepatan global model IASP91. Serta, hasil koreksi

stasiun pencatat gempabumi menunjukkan bahwa hanya 1 stasiun yang memiliki nilai delay time bertanda negatif yaitu Stasiun IGBI sedangkan 13 stasiun lainnya menunjukkan nilai delay time bertanda positif.

Tabel 2. Daftar stasiun pencatat

dengan nilai delay time-nya.

Nama Stasiun

Phase

*Nobs

Delay time (s)

ABJI

P

321

1,8625

BLJI

P

184

1,4100

BWJI

P

12

5,0801

BYJI

P

205

0,8166

DBNI

P

28

0,4738

GRJI

P

37

3,5521

IGBI

P

467

-0,9426

KMMI

P

55

3,0279

PWJI

P

25

0,9082

SRBI

P

510

1,1187

TWSI

P

486

0,5506

PLAI

P

346

1,2914

KRK

P

24

0,5301

SWJI

P

35

1,8282

DNP

P

462

0,0000

*Nobs adalah jumlah

dari gempa

bumi yang ter

catat pada masing-masing stasiun.

Ucapan Terima Kasih

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Stasiun Geofisika Kelas II Denpasar yang telah memberikan bantuan fasilitas dan dukungan dalam pelaksanaan penelitian ini. Rasa Terimakasih juga ditujukan untuk staf dosen, teknisi serta seluruh civitas Program Studi Fisika, FMIPA, Universitas Udayana yang telah memberikan saran dan masukan terkait penelitian ini.

Pustaka

  • [1]    Rudy Darsono, I Ketut Sukarasa, dan Yohanes Agus Setiawan, Analisa Tingkat Risiko Bencana Gempa Bumi di Wilayah Bali, Buletin Fisika, Vol 17 No. 1 Pebruari 2016, 2016, pp. 57-62.

  • [2]    Ariska, Catatan Sejarah Gempa dan Tsunami di Bali Hingga 2019,  2019.

https://www.merdeka.com/peristiwa/catatan-sejarah-gempa-dan-tsunami-di-bali-hingga-2019.html. Diakses 20 Februari 2021.

  • [3]  Bayu Baskara, I Ketut Sukarasa, dan Ardhianto Septiadhi, Pemetaan Bahaya Gempabumi dan

Potensi Tsunami di Bali Berdasarkan Nilai Seismisitas, Buletin Fisika, Vol. 18, No.1 Pebruari 2017, 2017, pp. 20-26.

  • [4]  Abraham Arimuko, Adi Surya Widya Wibawa, dan Akmal Firmansyah, Analisis Perbandingan

Penentuan Hiposentrum Menggunakan Metode Grid Search, Geiger, dan Random Search: Studi

Kasus pada Letusan Gunung Sinabung 2017, Diffraction: Journal for Physics Education and Applied Physics, Vol. 1, 2019, pp. 22-28.

  • [5]    B. Mustafa, Analisis Gempa Nias dan Gempa Sumatra Barat dan Kesamaannya yang Tidak Menimbulkan Tsunami, Junal Ilmu Fisika, Vol 2, 2010, pp. 44-50.

  • [6]    Indra, Rustan Efendi, dan Abdullah, Estimasi Kecepatan Gelombang Geser Bawah Permukaan pada Lapisan Dangkal Menggunakan Data Mikrotremor di Daerah Mamboro, Gravitasi Fisika, Vol. 17 No. 2 Juli – Desember 2018, 2018, pp. 10-19.

  • [7]    Siti Patimah, Analisis Litologi Bawah Permukaan Berdasarkan Ground Profiles Kecepatan Gelombang Geser dengan Metode Ellipticity Curve di Kecamatan Prambanan dan Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten, Skripsi, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2017.

  • [8]    Boko Nurdiyanto, Eddy Hartanto, Drajat Ngadmanto, et al, Penentuan Tingkat Kekerasan Batuan Menggunakan Metode Seismik Refraksi, Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 2011, pp. 211-220.

  • [9]    Sunarjo, M. Taufik Gunawan, dan Sugeng Pribadi, Parameter Gempabumi, In: Masturyono, Jaya Murjaya, Drajat Ngadmanto (ed), Gempabumi Edisi Populer, Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, 2012, pp. 109-134.

  • [10]    Igan S. Sutawidjaja, Ignimbrite Analyses of Batur Caldera, Bali, based on C14 Dating, Jurnal Geologi Indonesia, 2009, pp. 189-202.

  • [11]    Maria Fransisca Gracynthia, Relokasi Hiposenter Gempabumi Menggunakan Metode Coupled Velocity-Hypocenter dan Local Earthquake Tomography untuk Sesar Palu Koro, Skripsi, Institut Teknologi Sepuluh November, Surabaya, 2015.

  • [12]    E. Kissling, W.L. Ellsworth, D. Eberhart-Phillips, et al, Initial Reference Models in Local Earthquake Tomography, Journal of Geophysical Research, Vol. 99, No. B10, 1994, pp. 1963519646.

  • [13]    Djauhari Noor, Bab 7. Geologi Struktur, In: Djauhari Noor, Pengantar Geologi, 2009, pp. 189-203.

  • [14]    Nandaru Diaz, Komang Ngurah Suarbawa, dan Adityo Mursitantyo, Relokasi Gempabumi di Pulau Bali Bagian Utara Tahun 2015-2017, Buletin Fisika, Vol. 19, 2018, pp. 64-7

  • [15]    Pertiwi dan Tony Yulianto, Identifikasi Jenis Batuan Candi Dukuh, Candi Ngempon Dan Candi Gedong Songo Menggunakan Sonic Viewer-SX 5251, Youngster Physics Journal Vol. 3, pp. 147158.

26