Effect of the Ceramic Burning Temperature on the Characteristics of the Emission ……..

(Nyoman Wendri, dkk)

Pengaruh Temperatur Pembakaran Keramik terhadap Karakteristik Spektrum Emisi (LIBS) Al dan Transmitansi (FTIR) Al-O pada Bodi Keramik Tipe BL-1

Effect of the Ceramic Burning Temperature on the Characteristics of the Emission Spectrum (LIBS) of Al and Transmittance (FTIR) of Al-O on Ceramic Body of BL-1 Type

Nyoman Wendri1*, Aprilion Krisandi1, I Gusti Putu Yoyok Irawan2

  • 1    Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, Indonesia 80361

  • 2    Laboratorium Keramik Balai Teknologi Industri Kreatif Keramik Bali Jalan By Pass Ngurah Rai, Suwung Kauh, Denpasar Selatan, Pemogan, Denpasar Sel., Kota Denpasar, Bali 80361 Email: *[email protected]; [email protected]; [email protected]

Abstrak – Aluminium (Al) yang terkandung di dalam bahan seperti clay, kaolin merupakan salah satu unsur yang berperan penting dalam bodi keramik. Al berikatan dengan atom atom lain seperti Si (quartz) membetuk sebuah kerangka keramik yang kuat dan tidak mudah retak. Selain itu ikatan bersama gugus OH berperan penting dalam kaitannya dengan kemampuan keramik untuk menyerap air. Pada penelitian ini telah dibuat sampel keramik tipe BL-1 dengan lima variasi suhu bakar antara 800-1000oC. Untuk mengetahui perubahan kandungan atom Al-nya sampel keramik dikarakterisasi dengan spektrofotometer LIBS dan FTIR. Hasil karakterisasi LIBS semua sampel memperlihatkan dua pita dengan puncaknya berada pada panjang gelombang 394,4 nm (Al-I) dan 396,6 nm (Al-II) yang mana merupakan puncak karakteristik dari atom Al. Puncak dengan intensitas tertinggi dari Al-I dan Al-II dihasilkan oleh sampel yang dibakar pada suhu 900 oC. Sementara itu, hasil karakterisasi FTIR telah menunjukkan a spectra dengan pita pada bilangan gelombang antara 1030-1060 dan 1150 cm-1 yang mana merupakan pita karakteristik dari vibrasi stretching dari Al-O. Puncak pita pada bilangan gelombang antara 1030-1060 cm-1 bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih besar dengan bertambah tingginya suhu bakar.

Kata kunci: suhu bakar, keramik tipe BL-1, puncak karakteristik atom Al, vibrasi stretching Al-O

Abstract – Aluminum (Al) contained in materials such as clay, kaolin is one of the elements that play an important role in the ceramic body. Al binds to other atoms like Si (quartz) to form a ceramic frame that is strong and not easily cracked. In addition, the bond with the group -OH plays an important role in relation to the ability of ceramics to absorb water. In this study, BL-1 type ceramic samples have been made with five variations of the burning temperature between 800-1000oC. To determine changes in the Al atomic content of ceramic samples were characterized by LIBS and FTIR spectrophotometers. The results of LIBS characterization of all samples showed two bands with peaks at wavelengths of 394.4 nm (Al-I) and 396.6 nm (Al-II) which are the characteristic peaks of Al atoms. The peaks with the highest intensity of Al-I and Al-II were resulted by samples that were burned at 900oC. Meanwhile, the results of FTIR characterization have shown a spectrum with bands at wavenumbers between 1030-1060 and 1150 cm-1 which are characteristic bands of stretching vibrations from Al-O. The peak of the band in the wavenumber between 1030-1060 cm-1 shifts towards a larger wavenumber with increasing the burning temperature.

Key words: The burning temperature, BL-1 type ceramic, characteristic peak of Al atom, Al-O stretching vibration

  • 1.    Pendahuluan

Keramik pada dasarnya berasal dari bahasa Yunani Keramikos yang merupakan sebuah periuk atau belanga yang berasal dari tanah liat dan mengalami proses pembakaran [1]. Sekarang ini keramik lebih berkembang dengan bahan yang tidak selalu menggunakan tanah liat melainkan menggunakan semua

bahan bukan logam atau bahan anorganik yang berbentuk padatan [2, 3]. BTIKK (Balai Teknologi Industri Kreatif Keramik) adalah salah satu lembaga yang melakukan kajian dalam bidang teknologi pembuatan keramik di Indonesia. Salah satu tipe keramik yang dibuat pada BTIKK adalah keramik dengan tipe BL-1. Keramik tipe BL-terbuat dari Kalblen, Kaolin, Feldspar RRT, Kwarsa, Balclay, Bentonite dan Talk [1].

Tanah liat sebagai penyusun utama keramik tipe BL-1 memiliki tatanan kimia Al2O3.2SiO2.2H2O, Kaolin dengan nama kimia Al2Si2O5(OH)4 [4]. Masing-masing memiliki senyawa Oksida Aluminum yang sangat berperan dalam pembentukan bodi keramik. Senyawa ini terbentuk dari perubahan hidrotermal dari mineral-mineral aluminosilikat [5]. Pembuatan keramik yang melibatkan proses eksternal seperti penambahan air dan pembakaran, membuat struktur mikroskopis keramik khususnya atom Al (Aluminium) dan gugus fungsi Al-O berubah. Penelitian yang dilakukan oleh Malfait, dkk. pada tahun 2010 yang mencari tahu keberadaan gugus fungsi Si-OH dan Al-OH menggunakan spektrometer FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy) menemukan keberadaan gugus fungi Al-OH pada daerah serapan 900 cm-1 [6]. Penelitian yang dilakukan Sembiring, dkk. pada tahun 2009 melihat perubahan serapan gugus fungsi Al-O pada keramik yang dibakar pada suhu 300-700 oC bahwa terjadi perubahan persentase transmitansi pada gugus fungsi Al-O. Dengan dasar penelitian yang sudah dilakukan tentang gugus fungsi Al-O pada keramik jenis yang lain maka penelitian ini ingin mengetahui bagaimana perubahan spektrum FTIR dan LIBS dari Al-O pada keramik tipe BL-1 jika keramik dibakar dengan suhu 800-1000 oC [1]. Aluminium merupakan unsur yang berada pada golongan III A yang merupakan Basic Metal (logam dasar) [7]. Aluminium memiliki titik lebur 578 oC dan titik didih 1817 oC. Aluminium pada keramik berikatan dengan unsur lain seperti oksigin baik yang berasal dari bahan bakunya maupun dari penambahan air pada saat pencampuran membentuk gugud Al-O. Untuk mengetahui perubahan konsentrasi atom aluminium untuk masing masing pembakaran pada penelitian ini dilakukan dengan teknik brackdown dengan metode LIBS (Laser Induced Breackdown Spectroscopy).

  • 2.    Landasan Teori

    • 2.1    Susut kering

Susut kering adalah penyusutan tanah liat yang terjadi dari keadaan basah menjadi kering. Pada saat tanah liat dikeringkan, terjadi penyusutan antara 5-8%. Pada saat tanah liat kering dan kemudian dibasahi, tanah liat akan menyerap sejumlah air saat direndam dan menyelimuti setiap partikel [8].

  • 2.2    Sifat tanah lempung pada pembakaran

Menurut Yusuf, 2010 [9] tanah lempung yang dibakar akan mengalami perubahan seperti berikut. a) Pada temperatur 150 ºC, terjadi penguapan air pembentuk yang ditambahkan dalam tanah lempung pada pembentukan setelah menjadi batu bata mentah. b) Pada temperatur antara 400 ºC-600 ºC, air yang terikat secara kimia dan zat- zat lain yang terdapat dalam tanah lempung akan menguap. c) Pada temperatur diatas 800 ºC, terjadi perubahan-perubahan struktur dari tanah lempung dan mulai terbentuk bahan gelas yang akan mengisi pori-pori sehingga batu bata menjadi padat dan keras. d) Senyawa-senyawa besi akan berubah menjadi senyawa yang lebih stabil dan umumnya mempengaruhi warna batu bata. d) Tanah lempung yang mengalami susut kembali disebut susut bakar.

Susut bakar diharapkan tidak menimbulkan cacat seperti perubahan bentuk (melengkung), pecah-pecah dan retak. Tanah lempung yang sudah dibakar tidak dapat lagi menjadi tanah lempung atau tanah liat oleh pengaruh udara maupun air.

  • 2.3    Atom Al dan gugus fungsi Al-O

Terdapat beberapa sifat penting yang dimiliki Aluminium sehingga banyak digunakan dalam bidang rekayasa material seperti penghantar listrik dan panas yang baik (konduktor), mudah difabrikasi, ringan (besi ± 8,1 gr/cm3) [11], tahan korosi dan tidak beracun. Walaupun secara individu kekuatannya rendah, tetapi dalam bentuk paduan logam (alloy) Aluminium dapat meningkatkan sifat mekanisnya. Gugus metal – O-H selain dari unsur pembentuknya sendiri seperti kaolin dan tanah liat, penambahan air (H2O) juga mempengaruhi ikatan metal-OH. Aluminium yang merupakan metal berpengaruh terhadap tingkat kekerasan dan kekuatan pada bodi keramik [7].

  • 2.4    Laser Induced Breackdown Spectroscopy (LIBS)

Teknik LIBS sebagai sebuah teknik analitik baru dan sedang berkembang pesat yang memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan teknik analitik konvensional. Salah satu keunggulannya adalah dapat digunakan untuk mengukur hampir seluruh unsur kimia yang ada dalam tabel periodik secara serempak. Selain itu, teknik ini juga tidak bersifat destructive namun, sensitive, cepat dan tidak memerlukan persiapan sampel yang rumit [4].

Metode LIBS telah diaplikasikan dalam bidang kajian sebagai rapid identification method mulai dari analisa material beracun, penelitian benda seni bersejarah hingga penentuan kandungan unsur pada permukaan planet mars. Telah dilakukan penelitian terkait plasma laser pada tekanan rendah dan aplikasinya dalam dunia spectroscopy, yang kemudian disebut sebagai laser-induced shock wave plasma spectrometry (LISPS). Metode ini memberikan hasil yang lebih akurat melalui plasma daerah spektrum diskrit dan plasma daerah spektrum kontinu (background) [4].

Plasma laser atau Laser Induced Plasma (LIP) merupakan plasma yang muncul pada permukaan bahan oleh akibat ablasi oleh laser. Plasma yang terbentuk dari proses tersebut umumnya dalam kategori plasma terionisasi rendah dengan derajat ionisasi atau persentase elektron bebas dibawah 10%. Sifat atau karakteristik plasma laser yang dihasilkan sangat bergantung pada beberapa parameter, diantaranya iradiasi atau pancaran laser, panjang gelombang laser, durasi pulsa laser, material target dan kondisi atmosfer [9]. Spektroskopi Plasma Laser merupakan metode spektroskopi yang memanfaatkan laser pulsa energi rendah untuk menghasilkan plasma dari sebagian kecil bagian sampel. Spektrum emisi atomik plasma dari sampel kemudian diterima spectrometer dan diolah untuk menghasilkan data digital spectrum. Secara fisis dan kimiawi, proses yang terjadi cukup kompleks dan rumit. Penyerapan radiasi laser melalui mekanisme bremmsstarhlung dan tumbukan proton, elektron dan atom atau molekul [4].

  • 2.5    Fourier Transform Infrared (FTIR)

Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi infra merah pada berbagai panjang gelombang disebut spektrometer inframerah. Pancaran inframerah umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Absorsi radiasi terjadi karena adanya interaksi antara momen dipol (yang dihasilkan oleh vibrasi molekul) dengan gelombang elekromagnetik (IR). Secara garis besar terdapat dua macam modus vibrasi pada molekul, yaitu vibrasi stretching (terdiri dari symmetric dan asymmetric stretch) dan vibrasi bending (terdiri atas symmetric in-plane bend (scissor), asymmetric in-plane bend (rock), symmetric out-of-plane bend (twist), asymmetric out-of-plane bend (wag)). vibrasi stretching adalah suatu gerakan harmonis sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. vibrasi bending dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan antar atom, atau karena gerakan gugusan atom terhadap atom/gugus lain pada molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan [9]. Atom-atom di dalam molekul bervibrasi dalam berbagai modus pada tingkat enrgi vibrasi tertentu. Rentang energi vibrasi untuk molekul organik bersesuaian dengan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang antara 1200 dan 400 cm-1 [10]. Bagian tersebut dari spektrum inframerah khususnya berguna untuk mendeteksi adanya gugus fungsi dalam senyawa organik. Daerah ini sering dinyatakan sebagai daerah gugus fungsi karena kebanyakan gugus fungsi yang penting oleh para ahli kimia organik mempunyai serapan yang khas dan relatif tetap pada panjang gelombang tersebut.

  • 3.    Metode Penelitian

    • 3.1    Persiapan sampel

Bahan keramik dicetak menggunakan cetakan khusus uji keramik yang berukuran 2x10 cm sebanyak 10 buah yang kemudian disebut sebagai bodi keramik. Bodi keramik yang sudah dicetak kemudian dikeringkan selama 4 hari di dalam suhu kamar agar hasil keringnya tidak merusak permukaan bodi keramik. Setelah bodi keramik kering dilakukan proses pembakaran menggunakan tungku listrik (furnace). Sampel dibakar pada suhu 800, 850, 900, 950, dan 10000C, masing masing sebanyak dua sampel selama 8 jam.

  • 3.2    Karakterisasi sampel

Bodi keramik yang sudah selesai dibakar dikarakterisasi menggunakan dua spectrometer yaitu LIBS dan FTIR. Karakterisasi mengguakan LIBS tidak memerlukan persiapan sampel khusus, karena sampel sudah

berupa padatan. Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan dengan cara menghaluskan sampel menggunakan mortar dan dicampur dengan KBr sebagai Background.

  • 4.    Hasil Dan Pembahasan

Secara fisik bodi keramik yang dihasilkan berupa lempengan persegi panjang berwarna merah muda terang seperti yang terlihat pada Gambar 1a yang berbeda jauh dengan warna bodi keramik sebelum dibakar yaitu coklat gelap seperti pada Gambar 1b. Hal ini karena pengaruh suhu pembakaran membuat sifat fisika seperti warna, tingkat kekerasan, dan daya serap airnya berubah.

Karakterisasi sampel bodi keramik yang telah dilakukan menggunakan LIBS didapatkan hasil seperti pada Gambar 2, yang merupakan spektrum emisi atom Al yang muncul pada panjang gelombang 394,4 nm (Al-I) dan 396,1 nm (Al-II) yang mana merupakan atom Al tunggal belum terionisasi. Nilai dari intensitas spektrum ini merepresentasikan foton yang ditransmisikan yang mana berasal dari emisi foton plasma Aluminum pada keramik yang tertangkap oleh sensor LIBS. Puncak (peaks) pada panjang gelombang tersebut selalu muncul pada bahan yang mengandung atom Aluminium [13].

(a)


(b)


Gambar 1. Hasil pencetakkan bodi keramik a). Sesudah dibakar b). Sebelum dibakar.

Gambar 2 memperlihatkan bahwa ke lima sampel keramik menampilkan spektrum yang identik di mana puncak yang berasal adari atom AL berada pada panjang gelombang yang sama, tidak terjadi pergeseran posisi puncak. Dapat teramati bahwa puncak dari Al-I dan Al-II yang mana masing masing berada pada pangjang gelombang 394,4 dan 396,1 nm memiliki intensitas yang berbeda. Tampak ada perubahan intensitas puncak dengan bertambah tingginya suhu pembakaran. Secara kuantitatif perubahan intensitas puncak dari Al-I dan Al-II seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

Gambar 2. Spektrum atomik Al menggunakan LIBS.


Dari Tabel 1 tampak bahwa keramik yang dibakar pada suhu 900 oC memiliki puncak dengan yang intensitas yang paling tinggi, yaitu masing-masing 85,9 a.u untuk Al-I dan 140,8 a.u untuk Al-II. Intensitas terendah diberikan oleh sampel yang dibakar pada suhu 800 oC masing-masing sebesar 38,6 untuk Al-I dan 55,3 untuk AL-II. Intensitas terendah diberikan oleh sampel yang dibakar pada suhu 800 oC, yaitu sebesar 38,6 dan 55,3 masing-masing untuk Al-I dan Al-II. Grafik perubahan intensitas puncak dari Al-I dan Al-II seperti pada Gambar 3.

Tabel 1. Data kuantitatif intensitas spektrum Al.

No

Suhu Pembakaran

Intensitas (a.u)

Al-I

Al-II

1

800

38,6

55,3

2

850

53,3

82,8

3

900

85,9

140,8

4

950

43,5

62,3

5

1000

52,5

85,4

Gambar 3. Grafik Intensitas puncak Al terhadap suhu pembakaran.

Pada Gambar 3 terlihat bahwa perubahan intensitas puncak dari Al I dan Al II memiliki pola yang serupa terhadap suhu pembakaran. Dari pembakaran 800oC sampai dengan 900oC intensitas puncak baik dari Al-I maupun Al-II naik, intensitas maksimum diberikan oleh sampel yang dibakar pada suhu 900 oC. Ini kemungkinan terjadi karena adanya fase jenuh setelah dibakar dengan suhu diatas 900 oC. Pola-pola seperti ini dapat dijadikan acuan untuk pembakaran keramik khususnya untuk keramik tipe BL-1 yang bahan penyusunnya mengandung atom Al.

Sebagaimana yang telah dilaporkan oleh Schroeder pada tahun 2002 [14], bahwa ikatan metal dengan O ataupun metal dengan OH memiliki vibrasi khusus pada daerah fingerprint, yaitu pada daerah daerah bilangan gelombang 150-1500 cm-1. Khusus untuk ikatan Al-O memiliki dua daerah serapan khas yaitu pada daerah antara 500-700 cm-1 untuk modus bending dari Al-O dan antara 700-1200 untuk modus Stretching. Pada daerah serapan Al-O ini terjadi kemiripan antara Al-O dan Si-O, oleh karena itu perlu dilakukan sintesis terlebih dahulu atau transformasi spektrum untuk menyelesaikan tumpang tindih spektrum. Namun pada penelitian ini hanya akan dilakukan pengamatan secara kualitatif terhadap spektrum.

Gambar 4 merupakan gabungan dari 5 spektrum FTIR sampel keramik. Keramik yang dibakar pada suhu 950 oC memiliki spektrum dengan intensitas transmitansi yang cukup tinggi, hal ini berarti persentase radiasi IR yang diteruskan cukup banyak dibandingkan empat sampel yang lain. Persentase transmitansi IR ini juga menandakan jumlah dari molekul yang berikatan pada sampel keramik dengan suhu pembakaran 950 oC lebih sedikit dibandingkan empat sampel keramik yang lain. Hal ini mengindikasikan bahwa ikatan AL-O yang sudah terputus pada suhu 950 oC didapatkan pada karakterisasi LIBS menjadi atom tunggal Al dan O.

Sebagaimana dilaporkan oleh Orke dkk. (2013) [15], posisi pita yang berasal dari vibrasi ikatan atom Al dengan atom lain tergantung pada senyawa dimana atom Al terikat. Pada berntonite clay, pita pada 1150, 1060 dan 1030 cm-1 merupakan pita karakteristik dari silicate terkait dengan vibrasi stretching dari M-O di mana M=Al atau Si. Puncak pita pada 920 cm-1 adalah berasal dari deformasi dari group Al-Al-OH, puncak pada 900 dan 850 cm-1 adalah pita vibrasi dari Al-Fe-OH. Puncak pita pada bilangan gelombang 840 dan 820 cm-1 adalah berasal dari deformasi Al-Mg-OH. Sementara itu, pada kaolin pita vibrasi dari Al-Mg-OH berada pada bilangan gelombang 846 dan 805 cm-1. Pita pada 770 dan 750 cm-1 indikasi dari vibrasi inner suface dari Al-O-Si. Granit memperlihatkan vibrasi pada 750 cm-1 adalah menandai adanya vibrasi stretching Al-O, vibrasi pada 695 cm-1 adalah mengindikasikan adanya kuarsa.

Gambar 4. Spektra FTIR dari bawah ke atas berturut-turut, yaitu sampel dibakar pada suhu 800, 1000, 850, 900, dan 950 oC.

Dengan demikian, hasil karakterisasi FTIR Gambar 4 dapat diperoleh diskripsi bahwa pita yang terkait dengan ikatan Al-O, yaitu pita lemah yang berada pada bilangan gelombang 1150 cm-1 dan pita melebar antara 1030-1060 cm-1. Pita antara 1030-1060 cm-1 tampak posisi puncaknya bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih besar dengan semakin bertambah tingginya suhu pembakaran. Dapat teramati dengan jelas adanya pita melebar pada bilangan gelombang 805 cm-1 yang menggindikasikan adanya vibrasi dari deformasi Al-Mg-OH. Tampak adanya pita lemah pada bilangan gelombang 770 dan 750 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi inner suface dari Al-O-Si. Pita pada bilangan gelombang 695 cm-1 adalah dari symmetrical bending Si-O pada kuarsa.

  • 5.    Kesimpulan

Hasil karakterisasi keramik tipe BL-1 dengan LIBS dan FTIR telah memperlihatkan adanya pita-pita karakteristik yang menunjukkan adanya atom aluminium (Al). Suhu pembakaran pada pembuatan keramik tipe BL-1 berpengaruh terhadap karakteristik spectra LIBS, yaitu menunjukkan adanya perubahan intensitas pada pita yang berada pada panjang gelombang 394,4 dan 396,1 nm (ditandai sebagai Al-I dan Al-II). Intensitas puncak pita maksimum pada ke dua pita diberikan oleh sampel keramik yang dibakar pada suhu 900 oC. Semakin tingginya suhu pembakaran berpengaruh terhadap spekra FTIR keramik tipe BL-1, yaitu memperlihatkan adanya pergeseran puncak pita pada bilangan gelombang antara 1030-1060 cm-1. Kecuali pada suhu pembajaran 1000 oC puncak pita pada bilangan gelombang tersebut bergeser ke arah bilangan gelombang yang lebih besar dengan bertambah tingginya suhu pembakaran.

Pustaka

  • [1]    Prasudi, M. Fajar, Pembakaran Keramik, Widyaiswara PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta, 2002.

  • [2]    Huda, Miftakhul, Hastuti, E., Pengaruh Temperatur Pembakaran Dan Penambahan Abu Terhadap Kualitas Batu Bata, Jurnal Neutrino, vol. 4, no. 2, 2012.

  • [3]    Khotob, F. H., dan Nurfalah, A. L., Analisa Daya Serap Silika Gel Berbahan Dasar Abu Sekam Padi, Jurnal IPTEKS Terapan, vol. 10, i3, 2016, pp. 176-182.

  • [4]    Idris, Nasrullah, Usmawanda, T.N., Herman, Lahna, K., dan Ramli, M., Karakteristik Fisik Plasma Dalam Laser Induced Brreackdown Spectroscopy (LIBS) Menggunakan Laser Neodymium:Yitrium-Alumunium-Garnet (ND-YAG) Pada Sampel Daging Kerang Sungai, Risalah Fisika, vol. 2, no. 1, 2018.

  • [5]    Malfait, Wim J., and Xue, Xianyu, The Nature of Hidroxyl Groups In Aluminosilicate Glasses: Quantifying Si-OH and Al-OH Abundances Along The SiO2-NaAlSiO4 Join by 1H, 27Al-1H and 29Si-1H NMR Spectroscopy, Geochimica et Cosmochimica Acta, vol. 74, 2010, pp. 719-737.

  • [6]    Sembiring, Simon, Manurung, Posman, dan K.K, Pulung, Pengaruh Suhu Tinggi Terhadap Karakteristik Keramik Cordierite Berbasis Silika Sekam Padi, Jurnal Fisika Dan Aplikasinya, vol. 5, no. 1, 2009.

  • [7]    Sharma, Y. R., Elementary Organic Spectroscopy, Postgraduate Departement og Chemistry, D.A.V. College, Jalandar, India: S. Chand & Company LTD, 2010.

  • [8]    Ekayani, Putu Sri Tussniari, Putra Adyana, I Gusti Agung, Cingah, Made, Karakterisasi Porositas Pada Body Keramik Stoneware Berbasis Lempung Kalimantan, Buletin Fisika, vol 19 no. 1, 2018.

  • [9]    Yusuf, Maulana, Suhendar, Dede, dan Hadisantoso, E. P., Studi Karakteristik Silika Gel Hasil Sintesis Dari Abu Ampas Tebu Dengan Variasi Konsentrasi Asam Klorida, Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati, vol. 8, no. 1, 2010.

  • [10]    Sulastri, Siti, dan Kristianingrum, Susila, Berbagai Macam Senyawa Silika: Sintesis, Krakterisasi, dan Pemanfaatan, Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2010.

  • [11]    Wiryasa, Ngk. Made Anom, Pengaruh Suhu Pembakaran Terhadap Karakteristik Genteng, Konferensi Nasional Teknik Sipil 4, 2010.

  • [12]    Zuhdi, Dmitri P., Compositional Effect on Si-OH Bond Length in Hydrous Silicates With Implications for Trends in The SiOH Acidity, Journal of Solid State Chemistry, vol. 212, 2011, pp. 30-36.

  • [13]    Sansonetti, J.E., Martin, W.C., Handbook of Basic Atomic Spectroscopic Data, American Institute of Physics, vol. 34, no. 4, 2005.

  • [14]    Schroeder, P.A., Infrared Spectroscopy in Clay Science: In CMS Workshop Lectures, vol. 11, Teaching Clay Science, A. Rule and S. Guggenheim, eds., The Clay Mineral Society, Aurora, CO, 2002, pp. 181-206.

  • [15]    Aroke, U. O., Abdulkarim, A., & Ogubunka, R. O., Fourier Transform Infrared Characterization of Kaolin, Granit, Bentonite and Barite, ATBU Journal of Environmental and Technology, vol. 6, no. 1, 2013, pp. 42-53.

66