Buletin Fisika Vol 14 No. 1 Pebruari 2013 : 25 – 30

PENGARUH INDIAN OCEAN DIPOLE MODE (IODM) TERHADAP INTENSITAS HUJAN DI BENUA MARITIM INDONESIA (BMI) BARAT

I Made Kertayasa1, I Ketut Sukarasa1, IGA Widagda1, I Gede Hendrawan1

1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali Indonesia 80361.

Email : sukarasa@unud.ac.id

Abstrak

Telah dilakukan penelitian terhadap hubungan IODM dengan intensitas hujan BMI Barat dengan menggunakan transformasi Fourier dan transformasi Wavelet. IODM dapat diidentifikasi dengan Dipole Mode Index (DMI). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data suhu permukaan laut (SPL) dari satelit Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) dan data intensitas hujan dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). Hasil transformasi Fourier menunjukan periode maksimal dari DMI (53,5 bulan) dan periode maksimal dari intensitas hujan BMI Barat (12 bulan). Berdasarkan hasil transformasi Fourier dilakukan filtrasi data 12 bulan, setelah itu diperoleh korelasi antara DMI dengan intensitas hujan BMI Barat yaitu sebesar -0,83 yang berarti DMI dan intensitas hujan BMI Barat memiliki korelasi negatif yang sangat kuat. Sedangkan hasil transformasi wavelet berupa power spectrum (PS) dari DMI dan intensitas hujan BMI Barat yang selanjutnya dikorelasikan dan diperoleh korelasi PS positif yang signifikan pada periode 1,5 – 1,7 tahun, 2,4 – 2,8 tahun, dan 3,2 -4,2 tahun sedangkan korelasi PS negatif yang signifikan pada periode 3 tahun dan 4,2 – 4,4 tahun.

Kata kunci : IODM, intensitas hujan, BMI Barat, Transformasi Fourier, Transformasi Wavelet.

Abstract

The relation of IODM with rainfall intensity of west BMI have been investigated with Fourier transform and Wavelet transform. IODM can be identified with Dipole Mode Index (DMI). This experiment used Sea Surface Temperature (SST) data from satellite Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (MODIS) and rainfall intensity data from satellite Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM). The result of Fourier transform show that the maximum period of DMI (53,5 months) and maximum period of rainfall intensity of west BMI (12 months). From that result the data is filtered 12 months and obtained correlation -0.83, that correlation mean DMI and rainfall intensity of west BMI have strong negative correlation. The result of Wavelet transform are power spectrum of DMI and rainfall intensity of west BMI. That power spectrums have been correlated, and got positive significant power spectrum correlation at period 1.5 – 1.7 year, 2.4 – 2.8 year, and 3.2 – 4.2 year and negative significant power spectrum correlation at period 3 year and 4.2 – 4.4 year.

Key words : IODM, Rainfall Intensity, West BMI, Fourier Transform, Wavelet Transform

dibatasi oleh dua samudra (Hindia dan Pasifik) dan dua benua yaitu Benua Asia dan Benua Australia[1].Keberadaan kedua samudra ini merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi musim di Indonesia maupun disekitarnya. Salah satu faktor yang

mempengaruhi musim yang terjadi di Samudra Pasifik dikenal dengan El Nino Suothern Oscillation (ENSO), sedangkan yang terjadi di Samudra Hindia dikenal dengan Indian Ocean Dipole Mode (IODM)[2]. El Niño dan La Niña adalah fenomena anomali panas/dingin Samudera Pasifik Ekuatorial Tengah dan Timur, sedangkan IODM adalah beda anomali suhu permukaan laut Pantai Timur Afrika dan Pantai Barat Sumatera[3]. Dari penelitian IODM yang dilakukan [1] [3][4] terlihat bahwa fenomena IODM merupakan fenomena interanual dan non stasioner

Hasil kajian yang dilakukan[4] menunjukkan adanya hubungan antara fenomena IODM dengan curah hujan yang terjadi di wilayah Sumatera bagian Selatan. Selain itu, Hermawan[5] juga telah mengkaji adanya pengaruh IODM terhadap curah hujan di BMI (Benua Maritim Indonesia) dan dampak IODM terhadap angin zonal dan curah hujan di Sumatera Barat. Letak dari Sumatra yang berada di wilayah BMI Barat menimbulkan ide untuk mencari hubungan antara IODM dengan intensitas hujan di BMI Barat (6 LU – 11 LS dan 95 BT – 110 BT) dengan berbasis wavelet (karena IODM merupakan fenomena yang non stasioner).

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

    • 2.1.    Indian Ocean Dipole Mode

Interaksi yang cukup kuat antara atmosfer dan lautan di wilayah Samudera Hindia menghasilkan fenomena DipoleMode yang merupakan gejala ataupun tanda-tanda naiknya suhu permukaan laut secara tidak normal di Samudra Hindia bagian selatan India yang diiringi dengan menurunnya suhu permukaan laut tidak normal di perairan Indonesia, tepatnya di sekitar wilayah Barat Sumatera[4]. Saji[2] menyatakan bahwa fenomena IODM dapat diidentifikasi dengan menggunakan Dipole Mode Index (DMI).

Indeks ini menggambarkan perbedaan anomali suhu permukaan laut antara perairan barat Samudra Hindia (500BT – 700BT , 100LS -100LU) dan perairan timur Samudra Hindia (900BT – 1100BT, 100LS – 00LU). Nilai DMI yang ekstrim positif atau ekstrim negatif merupakan indikasi terjadinya fenomena IODM.

  • 2.2.    Transformasi Wavelet dan

    Transformasi Fourier

Wavelet merupakan suatu fungsi yang digunakan untuk melokalisasi suatu fungsi dalam ruang dan skala. Dalam penelitian ini digunakan Wavelet Morlet sebagai mother wavelet. Berikut ini merupakan Wavelet Morlet[6]:

ΨO (η) =π1/4eiω0η e-η2/2                   (2.1)

Dimana    Ψ0    merupakan    frekuensi

nondimensional. Persamaan di atas merupakan fungsi Wavelet dasar, dimana diperlukan suatu cara untuk mengubah ukuran (skala) dan pergeseranya agar sesuai sepanjang waktu. Hal ini dikenal dengan scaled wavelet, yang didefinisikan       oleh       :Ψ*(n' n ) δt+=

(T) 1 /2ΨO *( "'7)5+     (2.2)

Dimana s merupakan parameter dilatasi yang digunakan untuk mengubah skala, dan n merupakan parameter translasi yang digunakan untuk penggeseran dalam waktu. Factor s-1/2 merupakan sebuah normalisasi untuk menjaga energi total dari dari scaled wavelet konstan.

Transformasi wavelet kontinyu dari rangkaian diskrit xnmerupakan konvolusi dari xndengan fungsi wavelet yang diskalakan dan ditranslasikan dari Ψ 0(□)[6]:

N-I

Wn (S)= ∑*n’Ѱ[(  -)]    (2.3)

Dimana (*) menunjukan konjugate kompleks.

Berikut ini merupakan Dicrete Fourier Transform (DFT) dari xnadalah;

N-I

1           2πikn

̂k=∑xne n N Z—i

/c=0


(2.4)


Dimana k= 0…N-1 merupakan indeks frekuensi. Transformasi Fourier di atas berfungsi untuk mentransformasi sinyal yang berdomain waktu menjadi berdomain frekuensi dan dapat dilihat periode perulangan dari sinyal yang ditransformasi.

Sangat     dimungkinkan

menghitung      transformasi

untuk wavelet


menggunakan persamaan (2.3) akan tetapi akan menjadi lebih sederhana dan mudah jika dilakukan penghitungan transformasi wavelet dalam ruang fourier. Dalam limit kontinyu, transformasi Fourier dari □ (t□ s) diberikan oleh Ѱ̂(s □). Dengan teorema konvolusi, transformasi wavelet merupakan inverse tranformasi Fourier dari produk[6]:

N-I

wn (s)=∑ ̂kѰ̂(k) ^iω^nδt k=0

(2.5)


Dari persamaan di atas dapat diperoleh power spectrum wavelet yaitu | wn (S)|2.

  • III.    METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini digunakan data dari SPL dari satelit MODIS dan data intensitas hujan dari satelit TRMM. Data SPL digunakan

untuk mencari nilai DMI sedangkan data intensitas hujan digunakan untuk memperlihatkan intensitas hujan di BMI Barat. Data DMI dan intensitas hujan BMI Barat selanjutnya ditransformasi Fourier dan diperoleh periode perulangan kedua variabel. Setelah itu dilakukan transformasi Wavelet terhadap kedua variabel, sehingga diperoleh PS nya. Dari kedua PS tersebut dicarilah korelasinya.

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Transformasi Fourrier

Dari data variabilitas intensitas hujan BMI dan DMI dilakukan transformasi Fourier untuk melihat periode perulangannya. Gambar 4.1 dan Gambar 4.2. merupakan hasil tranformasi Fourier dari setiap variabel. Dari transformasi Fourier tersebut terlihat bahwa intensitas hujan BMI Barat memiliki periode maksimum 12 bulan, hal ini menunjukan periode perulangan hujan BMI Barat adalah 12 bulanan. Sedangkan periode maksimum dari DMI adalah 53,5 bulan (di atas satu tahun), sehingga untuk memperoleh korelasi yang lebih baik dengan DMI dan menghilangkan pengaruh musimannya dilakukanlah filtrasi data 12 bulan. Berikut ini hasil filtrasi data dari intensitas hujan BMI Barat dan DMI

20

18

16

14

12

1 10

8

6

4

2

0

0


300


Period = 11.8889


250

200

1 150

100

50

0                        20                       40                        60                        80                       100                       120

Period (b

u(labn/sik)lus)DMI


(a20 ) Intensi4t0as HuPejrioad (nbu6l0an/BsiklusM) I Ba80rat         100


120


Gambar 4.1. Transformasi Fourier (a) Intensitas Hujan BMI dan (b) DMI

0.2

.  0T

≡    Jan-

< -0.2

-0.4

ttft*3^Ff^^^

3 Jan-04 Jan-05 Jan-06 Jan-07 Jan-08 Jan-09 Jan-10 Jan-11

Tahun

Anomali Hujan BMI Barat           Hasil Filtrasi

(a) Intensitas Hujan BMI Barat

(b) DMI


Gambar 4.2. Hasil Filtrasi Data (a) Intensitas Hujan BMIdan (b) DMI

Setelah kedua data difiltrasi, dicarilah korelasi antara kedua variabel tersebut, diperolehlah koefisien korelasi sebesar -0,83 dari kedua variabel. Hal tersebut menunjukan intensitas hujan BMI Barat dan IODM memiliki korelasi negatif (berlawanan) yang sangat tinggi, dimana saat terjadi fenomena IODM (+), maka intensitas hujan di BMI Barat akan lebih rendah dari rata-rata dan saat terjadi fenomena IODM (-), maka intensitas hujan di BMI Barta akan lebih tinggi dari rata-ratanya.

  • 3.2. Transformasi Wavelet

Data yang telah difiltrasi selanjutnya ditransformasi wavelet agar dapat dilihat power spectrum (PS), skala, dan waktu terjadinya fenomena IODM dan intensitas hujan BMI Barat. Gambar garis melengkung menunjukan Cone Of Influence (COI), sedangkan PS yang dibatasi oleh garis yang agak tebal merupakan PS yang berada di atas 95% confidence level. Gambar 4.3 – 4.5 merupakan hasil transformasi wavelet kedua variabel


DMI

period (year)


Gambar 4.3. Hasil Tarnsformasi Wavelet DMI Beserta Global Power Spectrum nya 28

0.025

0.02

0.015

0.00.0051


Hujan BMI Barat


1


2


4


8


16


32


period (year)

Gambar 4.4. Hasil Tarnsformasi Wavelet Intensitas Hujan BMI Barat Beserta Global Power Spectrum-nya

-1

Skala Waktu

Gambar 4.5. Korelasi PS intensitas Hujan BMI Barat dengan PS DMI


Dari PS DMI pada pertengahan 2009 hingga 2011, varian 1 sampai 2 tahunan yang secara signifikan berada di atas 95% confidence, sedangkan hampir keseluruhan (2003 hingga 2011) berada pada varian 3 sampai 5 tahunan yang berada di atas 95% confidence level. Hal ini sama dengan yang terlihat dari grafik PS DMI dimana periode 1 sampai 2 tahunan berada di atas 95% confidence namun power nya tidak setinggi periode empat tahunan.

Pada PS hujan BMI barat, pada tahun 2003 hingga 2004 terjadi varian periode 1 sampai 2 tahun yang berada di atas 95% confidence dan pada 2009 hingga 2011 terjadi

varian periode 2 sampai 3 tahunan yang berada di atas 95% confidence level.

Dari transformasi wavelet di atas dicarilah korelasi antara kedua PS. Hasil Korelasi PS DMI dan intensitas hujan BMI Barat dapat dilihat pada gambar 3.5. Garis putus-putus menunjukan garis 95% confidence level, dimana korelasi yang melewati garis tersebut merupakan korelasi yang signifikan. Dari gambar 3.5 diketahui bahwa korelasi PS positif yang signifikan antara DMI dan intensitas hujan BMI Barat adalah pada periode 1,5 – 1,7 tahun, 2,4 – 2,8 tahun, dan 3,2 -4,2 tahun sedangkan korelasi

PS negatif yang signifikan antara DMI dan intensitas hujan BMI Barat adalah pada periode 3 tahun dan 4,2 – 4,4 tahun.

V.KESIMPULAN

  • 5.1.    Kesimpulan

Dari hasil penelitian terhadap IODM dan intensitas huajan BMI Barat diperoleh bahwa IODM dan intensitas hujan BMI Barat memiliki korelasi yang negatif dan sangat kuat yaitu -0,83, hal ini menunjukan saat terjadi fenomena IODM (+) maka di daerah BMI Barat akan terjadi anomali intensitas hujan negatif (di bawah rata-rata) dan saat terjadi fenomena IODM (-) maka di daerah BMI Barat akan terjadi intensitas hujan yang berlebih (di atas rata-rata). Sedangkan dari korelasi PS DMI dan intensitas hujan BMI Barat diperolehlah korelasi PS positif yang signifikan antara DMI dan intensitas hujan BMI Barat adalah pada periode 1,5 – 1,7 tahun, 2,4 – 2,8 tahun, dan 3,2 -4,2 tahun sedangkan korelasi PS negatif yang signifikan antara DMI dan intensitas hujan BMI Barat adalah pada periode 3 tahun dan 4,2 – 4,4 tahun.

  • 5.2.    Saran

Penelitian hubungan DMI dengan intensitas hujan BMI Barat ini masih terdapat beberapa        kekurangan.        Untuk

menyempurnakannya, disarankan agar menggunakan data dengan jangka waktu yang lebih panjang agar diperoleh hasil yang lebih maksimal. Selain itu, dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk membuat suatu prediksi, baik untuk memprediksi DMI maupun intensitas hujan.

DAFTAR PUSTAKA

  • [1]    Woro, Sri, 2008, Analisis Dinamika Atmosfer di Bagian Utara Ekuator Sumatera pada Saat Peristiwa El-Nino

dan Dipole Mode Positif Terjadi Bersamaan, Jurnal Dirgantara Vol. 5No.2.

  • [2]    Saji, N.H., B.N. Goswami, P.N. Vinaya-chandran dan T. Yamagata, 1999, A Dipole Mode in The Tropical Indian Ocean. Nature, 401: 360 - 363

  • [3]    S.A. Rao, S.K. Behera, Y. Masumoto, T. Yamagata, 2002, Interannual Subsurface Variability in the Tropical Indian Ocean with Special Emphasis on the Indian Ocean Dipole, Deep-Sea Res. II, 49, 1549-1572

  • [4]    Saji, N.H. dan T. Yamagata, 2003, Possible Impacts of Indian Ocean Dipole Mode Events on Global Climate, Clim. Res. 25: 151 – 169.

  • [5]    Hermawan E, 2007, Analisis Hubungan Antara Propagasi dan Struktur Vertikal MJO Dengan Perilaku Curah Hujan yang Terjadi di atas Kototahang dan Kawasan Sekitarnya Berbasis Analisis Data, EAR, BLR, Radiosonde dan NCEP/NCAR Reanalysis, LAPAN

  • [6]    Torren C, dan Gilbert P. Compo, 1998, A Practical Guide to Wavelet Analysis, Bulletin of American Meteorological Soc.

30