Buletin Fisika Vol 13 No. 1 Pebruari 2012 : 15 - 19

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT UNTUK STUDI KARAKTERISTIK REFLEKTAN MANGROVE DI BENOA

Yuliara1

1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali Indonesia 80361.

Abstrak

Telah dilakukan penentuan karakteristik reflektan mangrove  memakai data Citra Landsat

ETM+, dengan daerah studi kawasan teluk Benoa, Bali. Hasil penentuan nilai reflektan pada saluran cahaya tampak : saluran merah lebih kecil dibandingkan dengan saluran biru dan hijau. Nilai reflektan pada panjang gelombang near infrared paling besar, sementara pada middle infrared lebih kecil dari pada vegetasi lain, hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam jaringan daun mangrove lebih banyak dari pada vegetasi lain. Pola-pola grafik yang mewakili karakteristik reflektan mangrove menunjukkan pola-pola yang khas dalam setiap saluran. Pola-pola ini dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan obyek mangrove dengan obyek lainnya (air, tanah, vegetasi non mangrove).

Kata Kunci : Citra Landsat ETM+, Karakteristik reflektan, Mangrove

Abstract

Have been carried out determining the characteristics of reflectance mangrove using data Landsat ETM +, with the study of the bay area Benoa, Bali. The results of the determination of the reflectance in the visible channels: the red channel is smaller than the blue and green channels. Value of reflectance at near infrared wavelengths at large, while in the middle infrared is smaller than on other vegetation, it indicates that the water content in leaf tissues of mangrove vegetation are more than the other. Graphic patterns representing the reflectance characteristics of mangrove showed a distinctive pattern in each channel. These patterns can be used to identify and distinguish objects with other objects mangrove (water, soil, vegetation non-mangrove).

  • I.    PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan organisme yang penting di wilayah pesisir lautan. Mengingat pentingnya keberadaan hutan mangrove, maka dipandang perlu memberikan perhatian khusus terhadap keberadaannya.

Populasi mangrove dapat dipantau dengan menggunakan teknologi citra satelit penginderaan jauh. Data citra yang diperoleh

dari satelit penginderaan jauh, seperti Landsat 7 Enhanced Thematic Mapper (ETM+), dapat memberikan informasi mengenai karakteristik mangrove yang real time, komprehensif dan signifikan.

Informasi karakteristik mangrove pada daerah spektrum panjang gelombang elektromagnetik, direpresentasikan oleh variasi nilai piksel-piksel yang terdapat pada citra.

Adanya variasi nilai piksel, dimungkinkan untuk mengamati dan

mendapatkan berbagai informasi termasuk karakteristik pantulan/ reflektan dari mangrove, sehingga keberadaannya dapat terdeteksi.

Tingkat ketelitian yang dihasilkan dari karakteristik reflektan didasari oleh nilai piksel-piksel obyek mangrove yang terekam pada interval spektrum panjang gelombang     masing-masing     saluran

(Bandwidth).

Data Citra Landsat 7 ETM+ meliputi saluran visible (band 1 : λ=0.45 – 0,52 µm, band 2 : λ=0,52 – 0,60 µm dan band 3 : λ=0,63 – 0,69 µm), near infrared (band 4 : λ=0,76 – 0,90 µm), short-wave infrared (band 5 : λ=1,55 – 1,75 µm ; band 7 : λ=2,08 – 2,35 µm) dan thermal infrared ( band 6 : λ=10,40 – 12,50 µm) serta saluran panchromatic (band 8 : λ = 0,52–0,90 µm).

b.   Permasalahan

Bagaimanakah karakteristik reflektan dari tanaman mangrove berdasarkan analisis nilai piksel dari citra satelit penginderaan jauh Landsat 7 ETM+ untuk setiap saluran.

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

Citra Satelit Penginderaan Jauh

Citra digital satelit penginderaan jauh merupakan fungsi diskrit 2 dimensi yang dapat direpresentasikan sebagai matriks 2 dimensi. Setiap elemen matriks, yang disebut piksel, berisi informasi spasial hasil rekaman obyek yang ada pada permukaan bumi. Pada dasarnya nilai piksel ini mencerminkan nilai reflektansi obyek.

Karakteristik Citra Landsat ETM+

Citra landsat ETM+ memakai sensor hasil pengembangan dari sensor TM pada Landsat 4 dan Landsat 5. Sensor ini dirancang menggunakan delapan saluran, yang terdiri dari enam saluran tampak (visible), satu saluran termal dan saluran 16

pankromatik. Resolusi spasial untuk saluran pankromatik adalah 15 x 15 meter dan untuk saluran termal adalah 60 x 60 meter, sedangkan saluran tampak mempunyai resolusi spasial 30 x 30 meter.

Sensor pada Landsat ETM+ ini memiliki lebar sapuan sama dengan sensor TM yaitu 185 km dan untuk periode ulang perekaman setiap 16 hari sekali.

Interval spektrum panjang gelombang dan kegunaan citra Landsat ETM+ masing-masing saluran ditunjukkan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik saluran spektral citra Landsat ETM+ (C. P Lo,1995), (Anonim, www. Citra)

Saluran

λ (µm)

Kegunaan

1

0,45 – 0,52

Membedakan  vegetasi

dengan tanah.

2

0,52 – 0,60

Mengukur      puncak

pantulan vegetasi.

3

0,63 – 0,69

Absorpsi klorofil untuk deskriminasi vegetasi.

4

0,76 – 0,90

Menentukan kadar biomassa dan untuk dilineasi tubuh air.

5

1,55 – 1,75

Kelembapan tanah dan vegetasi.

6

10,4 – 12,5

Analisis kelembapan tanah dan pemetaan termal.

7

2,08 – 2,35

Membedakan tipe batuan dan untuk pemetaan hidrotermal.

8

0,52 – 0,9

Pemetaan tutupan lahan

Konversi Nilai Piksel ke Nilai Reflektan

Data citra satelit, yang terdiri dari beberapa saluran perlu dikonversi untuk mendapatkan pola nilai refleksi dari tiap jenis klasifikasi dalam citra. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan data kalibrasi yang telah ada atau meta data dalam www.gsfc.nasa.gov, yaitu meta data diperlukan untuk mengkonversi nilai digital ke nilai radiansi, selanjutnya dikonversi ke nilai reflektan. Persamaan yang digunakan

untuk mengkonversi nilai piksel citra adalah

  • 1.    Nilai digital citra ke spektral radiansi

Lλ = gain * QCAL + offset

Atau

Lλ = ((LMAXλ - LMINλ)/(QCALMAX- QCALMIN))* (QCAL - QCALMIN) + LMINλ

yang mana :

2

Lλ = Radiansi spektral disensor [ W/(m

  • *steradian* µm)]

Gain = Perbesaran data [W/(m2 * steradian*µm)]

Offset = Penyimpangan data [W/(m2* steradian*µm)]

  • QCAL = Nilai digital

LMINλ = Radiansi spectral minimum

[W/(m2* steradian *µm)]

LMAXλ = Radiansi spectral maksimum [

W/(m2* steradian *µm)]

  • QCALMIN = Nilai piksel minimum QCALMAX= Nilai piksel maksimum

  • 2.    Nilai radiansi ke nilai reflektan :

π*L *d2

P =------λ------

  • p ESUN *cosθ

yang mana :         λ s

  • ρp = Nilai reflektan

Lλ = Radiansi spektral pada sensor

  • d = Jarak matahari dan bumi di dalam

  • satuan astronomi

ESUNλ = Pemancaran exoatmosferik matahari

Θs = Sudut kemiringan matahari

  • III.    METODOLOGI

Daerah studi dilakukan di kawasan mangrove, Benoa, Bali dengan koordinat geografis antara 1150 10’ 30.88” - 1150 14’ 50.16” BT dan 80 42’ 18.8” - 80 47’ 51.36” LS dan direpresentasikan oleh citra Landsat 7 ETM+ rekaman tanggal 16 mei 2006. Citra

diolah secara multi saluran dengan menggunakan software ENVI 4.0 dan ER

Mapper 7.0. Diagram alir eksperimen dapat

dilihat pada gambar 1.(31)

Gambar 1. Diagram alir eksperimen

  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Citra Landsat ETM+ (resolusi 30 m) yang digunakan adalah le(v3e3l) 1G, yang pada dasarnya telah mengalami koreksi radiometri dan geometri. Eksperimen dilakukan terhadap tutupan mangrove dengan luas 44100 m2 pada saluran 1, 2, 3, 4, 5 dan 7 sebagai sampel yang mewakili keberadaan mangrove pada citra. Konversi ke nilai reflektansi dilakukan setelah diadakan perhitungan nilai radiansi. Nilai reflektansi hasil konversi digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik reflektan rata-rata mangrove (dalam prosentase). Hasil yang diperoleh menunjukkan pola-pola yang sama dari setiap piksel dalam setiap saluran yang diperlihatkan pada Gambar 2.

Pada gambar 2 diperlihatkan bahwa, karakteristik reflektan mangrove pada saluran 1, 2 dan 3 memiliki interval nilai

Gambar 2. Reflektan tiap saluran

reflektan yang sangat kecil jikadibandingkan dengan saluran 4, 5 dan 7. Saluran 2 menunjukkan nilai reflektan yang lebih tinggi, yang berarti pada panjang gelombang hijau lebih sedikit digunakan dalam proses fotosintesis dan panjang gelombang merah yang banyak diserap untuk aktifitas fotosintesis. Reflektan saluran 3 dapat digunakan sebagai indikator untuk menentukan besarnya aktifitas fotosintesis.

Nilai reflektan pada saluran 4, 5 dan 7 menunjukkan interval nilai relatif lebih besar, hal ini disebabkan karena reflektan pada panjang gelombang inframerah dekat (saluran 4) dapat menunjukkan adanya perbedaan struktur daun pada lapisan spongy. Untuk saluran 5 dan 7, selain dapat menunjukkan perbedaan pada struktur daun, juga dapat menunjukkan banyaknya kandungan air dalam daun. Adanya interval nilai reflektan pada panjang gelombang inframerah tersebut memberikan manfaat yang besar bagi penggunaan saluran 4, 5 dan 7, seperti untuk menentukan hasil produksi pertanian atau penentuan kerapatan vegetasi. Interval nilai reflektan yang besar pada saluran 4 menunjukkan banyaknya struktur daun yang berbeda. Profil nilai 18

reflektan   maksimum   dan   minimum

diperlihatkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Reflektan maksimum dan

minimum tiap saluran.

Hal yang terpenting adalah adanya perbedaan pola-pola karakteristik reflektan antara vegetasi (mangrove) dengan obyek lainnya ( air, tanah atau vegetasi non mangrove)

Perbedaan pola-pola seperti ini dipergunakan untuk mengidentifikasi keberadaan mangrove, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.

Gambar 4. Kurva nilai reflektan mangrove, vegetasi lain, dan air.

  • V.    KESIMPULAN DAN SARAN

    • 5.1.    Kesimpulan

Dari hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa, nilai reflektan saluran merah lebih kecil dibandingkan dengan saluran biru dan hijau. Nilai reflektan pada panjang gelombang near infrared sangat besar dan pada middle infrared lebih kecil dari pada vegetasi lain, hal ini menunjukkan bahwa kandungan air dalam jaringan daun mangrove lebih banyak dari pada vegetasi lain.

Pola-pola karakteristik reflektan dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi dan membedakan obyek mangrove dengan obyek lainnya (air, tanah, vegetasi non mangrove).

  • 5.2.    Saran

Disarankan untuk melakukan hal sama dengan menggunakan citra Spot sebagai pembanding.

  • VI.    DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Anonim., Data Products Landsat 7 Science   Data   Users   Handbook.,

www.gsfc.nasa.gov

  • 2.    Barrett, Eric C. dan Leonard F. Curtis, Introduction To Environmental Remote Sensing, Third Edition, Chapman & Hall, 1992

  • 3.    Lillesand, T. M. dan R. W. Keifer, Remote    Sensing    and    Image

Interpretation, Third Edition, John Wiley and Sons, New York, 1994

  • 4.    Rusila, Yus Noor, M. Khazali, I N. N. Suryadiputra,   Panduan   Pengenalan

Mangrove Di Indonesia, Ditjen. PKA dan Wetlands International Indonesia Programme, 1999

  • 5.    Lillesand, T. M. dan R. W. Keifer, Remote    Sensing    and    Image

Interpretation, Third Edition, John Wiley and Sons, New York, 1994

  • 6.    Onrizal, Hutan Mangrove, Bagaimana Memanfaatkannya   Secara   Lestari?,

www. Mangrove.com

  • 7.    Rees, W. G., Physical Principles Of Remote   Sensing,   Second   Edtion,

Cambridge University Press, 2001

19