Analisis Pengaruh Kekerasan Karet Terhadap sensor Weight In Motiom (WIM) Berbasis Serat Optik

(Desi delimasari, dkk.)

ANALISIS PENGARUH KEKERASAN KARET TERHADAP SENSOR WEIGHT IN MOTION (WIM) BERBASIS SERAT OPTIK

Desi Delimasari1), Winardi Tjahyo Baskoro 1), dan Dwi Hanto 2)

1Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran - Kuta Selatan - Kabupaten Badung - Bali, 80361

2Grup Tera-Hertz Photonics, Bidang Instrumentasi dan Optoelektronika Pusat Penelitian Fisika, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kompleks PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan, 15314 Email : desidelima99^gmail. com

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang analisis pengaruh kekerasan karet terhadap kapasitas sensor Weight In Motion (WIM) berbasis serat optik. Pengamatan dilakukan pada sensor WIM menggunakan teknik mikrobending, serat optik multimode dan sumber laser stabil dengan panjang gelombang 1610 nm. Penelitian ini menggunakan kekerasan karet 40 kN/mm, 50 kN/mm, dan 60 kN/mm. Penelitian kapasitas sensor WIM dari uji tekan Universal Testing Machine (UTM) dalam keadaan statis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa respon sensor WIM lebih cepat untuk kekerasan karet 60 kN/mm dengan beban sebesar 770 N. Sedangkan beban maksimum sebesar 3485 N didapatkan pada kekerasan karet 40 kN/mm, sehingga karet dengan kekerasan 40 kN/mm baik digunakan dalam pengaplikasikan sensor WIM untuk mengontrol dan mendeteksi beban kendaraan dengan muatan berlebih.

Kata kunci: Karet, kapasitas sensor, Weight In Motion, mikrobending, serat optik multimode, statis.

ABSTRACT

Conducted a research on the analysis of the effect of rubber hardness on the capacity cf the sensor Weight In Motion (WIM). Observation conducted on the sensors WIM using microbending techniques, multimode optical fiber and stable laser source with a wavelength of 1610 nm. This research using rubbers with hardness is 40 kN/mm, 50 kN/mm and 60 kN/mm. Research capacity of the sensor WIM with compression test using UTM (Universal Testing Machine) in static state. The result showed that the sensors WIM is faster response for rubber hardness 60 kN/mm with a capacity of 770 N. Whereas the maximum load of 3485 N in rubber hardness 40 kN/mm, so the rubber with a hardness of 40 kN/mm is good use in applying sensors WIM to control and detect the vehicle load with overload.

Keywords : Rubber, sensors capasity Weight In Motion, microbending, multimode optical fiber, static

  • I.    PENDAHULUAN

Semakin meningkatnya jumlah kecelakaan transportasi menyebabkan kekhawatiran bagi pengguna sarana dan prasarana transportasi. Adapun sistem transportasi di Indonesia terdiri dari transportasi darat, transportasi laut, dan transportasi udara. Dari ketiga sistem transportasi, misalnya transportasi darat yaitu pada kendaraan truk sebagai sarana angkutan barang yang selama ini banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dalam proses penyaluran distribusi barang dari produsen ke konsumen. Dalam proses penyaluran distribusi barang terdapat banyak faktor yang mempengaruhi sarana dan parasana transportasi, yaitu kuantitas lalu lintas bertambah dalam hal ini mengganggu kelancaran arus lalu lintas. Volume barang yang diangkut cenderung melebihi beban ijin. Konstruksi jalan dan kualitas bahan yang kurang baik.

Faktor-faktor diatas disebabkan oleh mutu pelaksanaan tidak sesuai dan akibat pemakaian yang tidak tepat sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang ada. Dengan muatan berlebih yang dibawa oleh kendaraan truk saat melintasi jalan yang mengakibatkan kerusakan jalan selain adanya faktor cuaca. Pergerakan pendistribusian barang di Indonesia yang didominasi kendaraan truk yang cenderung berlebih inilah menjadi permasalahan, sehingga pemerintah atau instansi terkait dapat memberikan solusi agar dapat mengurangi kecelakaan yang meningkat dan mengutamakan keselamatan dalam berkendara.

Untuk mengatasi permasalahan diatas, telah dilakukan prosedur pengukuran terhadap beban muatan kendaraan berjalan dan memberikan solusi alternatif untuk mencegah atau mengurangi dampak dari permasalahan yang ada dengan teknologi sensor WIM (WeightIn Motion) (Andi Setiono et all, 2013). Prinsip kerja sensor WIM yaitu mendeteksi suatu beban kendaraan yang

bergerak atau berjalan dengan kecepatan tertentu dan dapat juga mendeteksi beban saat kendaraan dalam keadaan statis. Sensor WIM memanfaatkan serat optik sebagai media untuk mentransmisikan data berupa cahaya melalui inti (core) serat optik dan hasil dari pengukuran tersebut akan ditampilkan pada perangkat lunak Weight In Motion Based Optical Fiber (Puranto et all, 2007). Dalam penelitian ini menggunakan serat optik dengan prinsip mikrobending yang dimanfaatkan sebagai sensor WIM untuk keperluan memonitoring kondisi jalan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan respon kekerasan karet 40 kN/mm, 5 0 kN/mm, dan 60 kN/mm terhadap kapasitas sensor WIM (Weight In Motion) dalam keadaan statis dan mengetahui beban maksimum yang diijinkan dari pengukuran sensor WIM untuk masing-masing kekerasan karet. Adapun pengukuran dilakukan dengan menggunakan UTM (Universal Testing Machine) dan sensor WIM yang digunakan dalam penelitian menggunakan prinsip mikrobending.

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

Serat optik adalah sebuah kaca murni yang panjang dan tipis serta berdiamater dalam ukuran mikro. Serat optik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu serat optik multimode yang memiliki diameter inti agak besar yaitu 50 ;■'.■" sampai 200 dan diameter kulitnya sebesar 125 sampai 400 . Serat optik multimode dengan diameter inti yang agak besar membuat cahaya laser di dalam serat optik akan terpantul sempurna didinding selubung, sehingga dapat menyebabkan berkurangnya bandwidth. Sensor WIM dengan teknik mikrobending digunakan sebagai sensor beban untuk memonitoring kondisi jalan.

Mikrobending terjadi bila permukaan serat optik mengalami tekanan, tekanan tersebut

menyebabkan deformasi pada inti serat optik. Peristiwa mikrobending terjadi adanya permukaan batas antara inti dan selubung yang tidak merata, sehingga menyebabkan hilangnya intensitas cahaya pada serat optik. Hal ini akibat adanya bending yaitu pembengkokkan serat optik yang menyebabkan cahaya yang merambat pada serat optik berbelok dan arah transmisinya hilang akibat tekukan dan memberikan dampak pada inti dan selubung serat optik yang membengkok akibat tekanan tersebut.

Terjadinya rugi (loss) atau penurunan daya pada serat optik yang dilengkungkan dengan jari-jari R. Bila semakin kecil jari-jari lengkungan R maka nilainya semakin mendekati nilai indeks bias selubung sehingga makin banyak cahaya yang keluar dari inti serat (Dwi Bayuwati et all, 2013). Jika P(O) adalah daya optis sebelum dilengkungkan maka besarnya daya yang keluar dari serat optik yang dilengkungkan sepanjang L. Secara matematis, dituliskan sebagai berikut:

P(L) = P( 0) c -r - (2.1) dengan nilai γ,

γ=C1e-^ (2.2)

Keterangan:

P(L) „ daya keluar (watt)

P(O) „ daya masuk (watt)

'L    „ panjang serat (meter)

„ koefisien rugi untuk serat optik

Rc   „ jari -jari lengkungan serat optik

C;dan C2 „ konstanta yang terkait dengan parameter-parameter serat optik

Dalam keadaan tertentu energi serat optik akan membesar bila nilai jari--ari lengkungan akan mengecil dan koefisien membesar. Untuk

menentukan besarnya nilai rugi (loss) lengkungan dinyatakan dalam satuan desibel (dB) (Dwi Bayuwati et all, 2013) secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Rugi lengkungan „

  • —- - log — = —1 0 log e~rL        (2.3)

= 4,34 γL (dB)

Dari persamaan 2.3 adanya koefissien rugi (membesar mengakibatkan rugi lengkungan membesar dan daya optis yang keluar dari serat optik juga membesar. Ketika intensitas cahaya yang masuk dan keluar akan mengalami perubahan akibat proses lengkungan dengan teknik mikrobending seperti pada Gambar 1.

Gambar 2.1 Peristiwa mikrobending

Adapun pengujian sensor WIM menggunakan UTM (Universal Testing Machine) merupakan suatu alat untuk menguji dan mengetahui sifat-sifat dari bahan yang akan di ujikan. Pada UTM dapat dilakukan empat jenis uji coba, yaitu uji tarik (tensile test), uji tekan (compression test), uji torsi (torsion test) dan uji getar (shear test). Pada UTM yang digunakan dalam penelitian ini adalah UTM Kristal Elmec kapasitas maksimal sebesar 100 kN dan juga dilengkapi dengan aplikasi perangkat lunak untuk menampilkan dan menganalisis hasil uji.


dalam keadaan statis atau diam dengan uji tekan menggunakan UTM. Sensor WIM menggunakan prisnip kerja mikrobending serat optik, dengan cara memberikan tekanan pada inti serat optik yang menyebabkan intensitas cahaya pada serat berkurang dan mengakibatkan kerugian daya optik (Dwi Bayuwati et all, 2013). Pada Gambar 3.1 menunjukkan sensor WIM (Dwi Hanto et all, 2013).

Gambar 2.2 UTM Kristal Elmec ( Lab. UTM. P2F- LIPI, 2013)

Hasil pengukuran dari UTM Gmbar 2.2 akan dipengaruhi oleh adanya faktor kalibrasi “Cal” didapatkan saat proses pengukuran terjadi, hal ini dilakukan untuk menguji ketepatan nilai yang ditampilkan alat terhadap nilai sebenarnya. Secara matematis untuk menghitung beban dengan faktor kalibrasi “Cal” adalah

IV(X) = (w - Cai)x 1000 (2.4)

Gambar 3.1 Sensor WIM (Dwi Hanto et al, 2013)

Keterangan:

W „ beban sesudah (N) w „ beban sebelumnya (kN) Cal „ faktor kalibrasi UTM

  • III.    METODOLOGI PENELITIAN

Sensor adalah elemen sistem yang secara efektif berhubungan dengan proses dari suatu variabel yang diukur dan menghasilkan suatu keluaran dalam bentuk tertentu. Bentuk keluaran dari suatu sensor tergantung pada variabel masukannya, sehingga sensor digunakan sistem pengukuran untuk menghasilkan nilai variabel, misalnya variabel keluaran berupa tegangan dan arus listrik (Bolton W, 2006).

Sensor WIM berbasis serat optik terdiri dari modulator bending, lapisan karet dan serat optik. Adapun pengujian kapasitas dari sensor WIM

Pada sensor WIM (Gambar 3.1) berbasis serat optik menggunakan serat optik multimode dengan panjang 5 meter, laser sebagai sumber cahaya dengan panjang gelombang 1610 nm dan daya 2,5 mW. Adapun DT9816-S digunakan sebagai data akuisisi dengan banyaknya sampling rate sebesar 10000 data dan resolusi ADC 16 bit. Aadapun modulator bending terbuat dari plat besi bergerigi dibagian bawah dengan diameter kawat 1,6 mm, jarak antar kawat sekitar 0,5 cm dan jumlah bending sebanyak 40 kawat. Dengan demikian sensor WIM pada Gambar 3.1 dapat membentuk skema sesuai dengan Gambar 3.2.

Penelitian ini menggunakan 3 jenis kekerasan karet yang berbeda, yaitu kekerasan karet 40 KN/ mm, 50 KN/mm dan 60 KN/mm pada Gambar 3.3.

Gambar 3.2 Skema sensor WIM dengan teknik mikrobending




Gambar 3.3 Karet Sintetis ( Lab. UTM. P2F-LIPI, 2013)

Pada Gambar 3.3 merupakan karet yang digunakan dalam penelitian ini dan Gambar 3.4 menunjukkan alur penelitian dengan pengujian sensor WIM diletakkan bagian uji tekan UTM. Penelitian ini dilakukan pengamatan sebanyak 3 (tiga) kali pengukuran pada temperatur saat kondisi normal berkisar 27° C.

Gambar 3.4. Pengujian sensor WIM dengan UTM ( Lab. UTM. P2F- LIPI, 2013)

Adapun diagram alur kerja penelitian mengenai pengaruh kekerasan karet terhadap sesnor WIM dapat ditunjukkan pada Gambar 3.5 dibawah ini:


Gambar 3.5 Diagram alur penelitian


  • IV.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilakukan dengan mengnalisis pengaruh dan respon dari kekerasan karet 40 KN/ mm, 50 KN/mm dan 60 KN/mm. Adapun hasil uji tekan menggunakan UTM ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan Tabel 4.1.

Gambar 4.1 Hasil pengukuran kekerasan karet

Pada Gambar 4.1 tampak adanya pergeseran kurva kearah beban yang lebih kecil pada kekerasan karet. Tampak adanya tegangan keluaran (Vma ) dengan awal yang sama sebesar 4,0 Volt pada sensor dengan karet yang lebih keras maka beban yang didapatkan akan lebih sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa sensor dengan karet yang lebih keras memiliki batas minimum yang lebih kecil. Dilihat dari kemiringan kurvanya pada Gambar 4.1 terlihat bahwa kurva dari sensor dengan karet yang lebih elastis mengalami kemiringan (penurunan) yang lebih tajam. Hal ini kemungkinan berhubungan dengan semakin mudahnya serat optik melengkung pada karet

yang lebih elastis dengan bertambahnya beban. Dengan beban yang lebih besar serat optik akan melengkung yang lebih cepat dengan jari-jari lengkungan yang lebih kecil, sehingga rugi lengkungan yang lebih besar. Sedangkan Tabel 4.1 terlihat besarnya beban yang diberikan oleh UTM pada sensor WIM ada saat pengukuran berlangsung. Akibatnya adanya daya keluaran (Vout ) yang lebih cepat turun, perbedaan penurunan Vma tersebut dapat diperlihatkan lebih jelas pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2 Grafik daerah kerja kekerasan karet

Berdasarkan Gambar 4.2 menunjukkan beban maksimum dari sensor yang masih bekerja secara linear dan dalam mencari beban maksimum tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan linear. Sehingga hasilnya adalah untuk kekerasan karet 40 kN/mm dengan Vma 4,0 Volt sampai 2 Volt dengan beban yang didapatkan sebesar 1913,333 N sampai 2280,000 N. Untuk kekerasan

Tabel 4.1 Data hasil pengukuran kekerasan karet

Kekerasan karet

Hasil

(KN/mm)

Vout (Volt)       Beban (N)        Vout (Volt)       Beban (N)

40

50

60

4,0               1913,333               0,5               3485,000

1623,333                               2986,667

770,000                                2523,333

karet 50 kN/mm dengan V 4,0 Volt sampai 1,5 Volt dengan beban yang didapatkan sebesar 1623,333 N sampai 2196,667 N dan untuk kekerasan karet 60 kN/mm dengan Vmt 4,0 Volt sampai 1,0 Volt dengan beban yang didapatkan sebesar 770,000 N sampai 1936,667 N.

  • V.    KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang dilakukakan didapatkan kesimpulan, yaitu dari ketiga kekerasan karet 40 KN/mm, 50 kN/mm dan 60 kN/mm memiliki respon yang berbeda. Untuk kekerasan karet 60 kN/mm memiliki respon yang lebih cepat pada tegangan keluaran () 4,0 Volt dengan beban sebesar 770,000 N, karena karet dengan kekerasan 60 kN/mm yang lebih kaku maka beban akan cepat terekam oleh sensor WIM. Sedangakan untuk kekerasan karet 40 kN/mm dan 50 kN/mm memiliki besar beban yang lebih besar saat tegangan keluaran () 4,0 Volt. Besarnya beban maksimum yang didapatkan pada sensor WIM saat pengukuran kekerasan karet, didapatkan karet dengan kekerasan 40 kN/mm mempunyai beban yang lebih besar mencapai 3485,000 N. Hal ini membuktikan bahwa pada karet dengan kekerasan 40 kN/mm baik dan layak digunakan dalam pengaplikasian sesnor WIM untuk mengontrol dan mendeteksi beban kendaraan dengan muatan berlebih.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Ir. Winardi Tjahyo Baskoro, MT, Dwi Hanto, M.Si, dan Drs. Bambang Widiyatmoko, M. Eng yang selalu senantiasa membimbing dan memberikan waktunya selama penelitian ini berlangsung. Serta penulis mengucapkan terimakasih kepada Kementrian Riset dan Tekanologi atas biaya riset dari program INSINAS 2013 pada penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Bayuwati, D., Budi Waluyo, T., Widiyatmoko, B. 2013.   Pemanfaatan   Sifat   Rugi

Lengkungan Serat Optik Ragam Tunggal dan Ragam Jamak sebagai Sensor. Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVII HFI Jateng & DIY, Solo 23 Maret 2013. ISSN : 0853-0823.

Bolton, W. 2006. Sistem Instrumentasi dan Sistem Kontrol (Terjemahan). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Hanto, Dwi., Al Kindi, C., Setiono, A., Widiyatmoko, B. 2013. Analisa Pengaruh Mikrobending Untuk Aplikasi Pada Sensor Beban Berbasis Serat Optik. Prosiding Seminar Nasional Fisika, Semarang 8 Juni 2013. ISBN:978-602-8047-80-7.

Hanto, D., Delimasari, D., Setiono, A., Widiyatmoko, B. 2013. Pengukuran Karakteristik Dinamik Sensor Beban Kendaraan Berbasis Serat Optik. Serpong - Tangerang Selatan: Pusat Penelitian Fisika-LIPI. Seminar Nasional Fisika Tanggal 4 September 2013, ISSN: 2088-4176.

Laboratorium UTM (Universal Testing Machine). 2013. Serpong - Tangerang Selatan: Pusat Penelitian Fisika (P2F) -Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Puranto, P., Resetiana D.D., Sugiarti, E., Tomi B. W., dan Edi T.A. 2007. Studi Awal Pembuatan PSistem Sensor Pengukuran Regangan Suatu Bahan Menggunakan Fiber Optik Plastik Berbasis Data Akuisisi. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. Jakarta: Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Setiono, A., Hanto, D., Widiyatmoko, B., dan Waluyo, T.B. 2013. Kajian Penerapan Konsep Inpuls untuk Menghitung Berat Kendaraan Berjalan Menggunakan Sensor Serat Optik. Semarang: Seminar Nasional 2nd Lontar Physics Forum 2013, ISBN: 978-602-8047-80-7.

Setiono, A., Hanto, D., dan Widiyatmoko, B. 2013. Investigasi Sensor Serat Optik untuk Aplikasi Sistem Pengukuran Berat Beban Berjalan (Weight In Motion System). Jurnal Ilmu pengetahuan dan teknologi. Jakarta: Akreditas LIPI Nomor. 377∕E∕2013, Tanggal 16 April 2013, volume 31 (1): 81-86, ISSN:0125-9121.

32