PENGARUH FREKUENSI SIKLON TROPIS TERHADAP CURAH HUJAN DI TIMOR-LESTE
on
Buletin Fisika Vol. 16 No. 1 Pebruari 2015 : 39-50
PENGARUH FREKUENSI SIKEON TROPIS TERHADAP CURAH HUJAN DI TIMOR-EESTE
Flaviana Pinto Fernandes1’, I Ketut Sukarasa1, I Gede Hendrawan2'
1Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana. Kampus Bukit Jimbaran, Bali-Indonesia 80361.* Email: 1learia.fernandes^,gmail.com 2Program Studi Ilmu kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan,
Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali Indonesia 80361 *Email : 2hendra milFyahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste dengan menggunakan data bulanan selama 30 tahun. Data curah hujan diperoleh dari satelit Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM), Global Precipitation Climatology Centre (GPCC) dan data In Situ curah hujan harian yang diperoleh dari Direccao Nacional de Meteorologia e Geofisica (DNMG). Sedangkan data siklon tropis diperoleh dari Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) dan Bureau of Meteorology Australia (BOM). Pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste dapat dilihat dari pola musiman DJF, MAM, JJA dan SON. Pada pola tersebut terdapat korelasi tertinggi pada pola musiman MAM sebesar r „ 0,99 dan korelasi terendah terdapat pada polamusiman DJF yaitu r „ -0,97. Korelasi pada pola musiman JJA dan SON adalah r „ 0,0, nilai ini diperoleh karena tidak terdapat siklon tropis. Jika dilihat pada kondisi harian antara frekuensi siklon tropis dan curah hujan maka korelasi tertinggi terdapat pada bulan Maret tahun 2004 dan bulan April tahun 2011 dengan masing masing nilai korelasi yang dihasilkan yaitu r „ 0,73 dan r „ 0,79. Korelasi ini merupakan korelasi keseluruhan antara frekuensi siklon tropis dan curah hujan harian 1 minggu sebelum siklon, 1 minggu saat siklon dan 1 minggu sesudah siklon. Jika dilihat korelasi frekuensi siklon tropis dan curah hujan secara 30 tahun maka terdapat korelasi sebesar r „ 0,41 pada tahun 2000 dan 2006, dengan demikian nilai korelasi keseluruhan frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste selama 30 tahun adalah r „ 0,19 yang berarti ketika terjadi siklon tropis tidak memberi pengaruh yang besar terhadap curah hujan di Timor-Leste.
Kata Kunci: Frekuensi Siklon Tropis, Curah Hujan, Anomali, Korelasi
Abstract
This study aims to determine the impact of tropical cyclone frequency to the rainfall in Timor-Leste using monthly data for 30 years. The rainfall data obtained from tropical rainfall Measuring Mission (TRMM) satellite and Global Precipitation Climatology Centre (GPCC). Daily rainfall In Situ data obtained from Direcφao Nacional de Meteorologia e Geofisica (DNMG). Japan Aerospace ExplorationAgency (JAXA) and Bureau of Meteorology Australia (BOM) provided for tropical cyclone data. The impact of tropical cyclone to the rainfall can be observed from the seasonal pattern of DJF, MAM, JJA and SON. The highest and the lowest correlation seasonal pattern of MAM and DJF are about r „ 0.99 and r „ -0.97, respectively. Correlation in the seasonal pattern of JJA and SON are about r „ 0.0, it because no cyclone in this season. If we observed the daily condition between tropical cyclone frequency to rainfall, the highest correlation occurred in March 2004 and April 2011 with the resulting correlation are about r „ 0.73 and r „ 0.79, respectively. This is an overall correlation a week before, after and during cyclone. For along 30 years, we found the correlation in 2000 and 2006 is about r „ 0.41. So that, the value of correlation coefficient obtained from 1983 to 2012 is about r „ 0.19, there is not a significant impact to the rainfall when tropical cyclone doesn’t occur in Timor-Leste.
Keywords: Tropical Cyclone Frequency, Rainfall, Anomaly, Correlation
Radiasi matahari merupakan proses penyinaran matahari sampai kepermukaan bumi dengan intensitas yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan di sekitarnya (Nasir, 1990). Pada daerah tropis bumi akan lebih intensif menerima radiasi matahari, sehingga suhu permukaan laut di daerah tropis lebih tinggi daripada di daerah kutub. Ketika suhu permukaan laut tinggi, maka akan terbentuk pusat tekanan rendah yang dapat memicu terjadinya siklon tropis yang dimulai dengan gangguan tropis seperti depresi tropis, badai tropis yang selanjutnya menjadi siklon tropis.
Depresi tropis merupakan pusat tekanan sangat rendah yang terjadi intensif diatas laut sehingga memicu proses konveksi dan pembentukan awan (Davit et al, 2004). Depresi tropis bisa berkembang menjadi badai tropis dan siklon tropis jika pusat tekanan rendahnya terus memusat dan membentuk suatu pusaran yang bergerak. Sedangkan pertumbuhan depresi tropis hingga siklon tropis dipengaruhi oleh luas perairan panas dan temperature permukaan laut (Tjasyono, 1991). Siklon tropis merupakan suatu gangguan cuaca akibat perbedaan tekanan di lautan dimana suhu permukaan laut melebihi 260C. Siklon tropis hanya terbentuk didaerah tropis dengan lintang rendah antara 10U dan 20U LU/LS dari ekuator(Dyahwathi et al, 2007).
Siklon tropis lebih sering terjadi di Samudra Hindia dan perairan barat Australia, sebagaimana dijelaskan oleh Bureau of Meteorology Australia (BOM), pertumbuhan siklon di kawasan tersebut mencapai rata-rata 10 kali kejadian pertahun. Hal ini bisa mengakibatkan peluang curah hujan banyak terutama pada daerah yang dilewatinya dan bisa terjadi pada daerah berjarak 50 km sampai dengan jarak 400 km dari pusat siklon. Berdasarkan data Badan meteorologi Indonesia (bmkg.go.id), siklon tropis yang terbentuk disekitar
perairan sebelah utara maupun sebelah barat Australia seringkali mengakibatkan terbentuknya pusaran angin seperti di laut Timor-leste. Wilayah Timor-Leste terletak di ujung timur kepulauan Indonesia dengan letak koordinat 123o25' - 127o19' Bujur Timur dan 8o17'- 10o22' Lintang Selatan (dnmg.gov.tl). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste, melihat koordinat Timor-Leste yang berada pada lintang tersebut maka pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste dapat ditentukan.
Dalam Meteorologi Siklon berarti angin yang berputar, siklon sendiri berasal dari kata Yunani Kyklos yang berarti lingkaran atau roda (bom.gov.tl). Menurut Tjasyono (2000), mengatakan siklon tropis mula-mula sebagai gangguan tropis biasa, jika:
-
• Jika kecepatan angin meningkat menjadi 20
knot maka disebut sebagai depresi tropis. Pada depresi tropis terjadi sistem tekanan rendah dengan kecepatan angin maksimum 20 knot yang menyebabkan lingkaran awan dan badai petir pada suatu daerah tertutup namun belum terlihat bentuk spiral dan mata.
-
• Kecepatan angin meningkat antara 34 knot
dan terdapat beberapa isobar tertutup di sekitar mata, maka depresi menjadi badai tropis.
-
• Kecepatan angin meningkat melebihi 64 knot,
maka badai meningkat menjadi siklon, seperti pada Gambar 2.1
Gambar 2.1 menunjukkan bahwa kondisi air laut yang cukup hangat dengan cepat memicu proses pembentukan siklon tropis, dengan kecepatan angin meningkat menjadi 64 knot maka
Gambar 2.1. Siklon [Sumber: atmos.uiuc.edu]
akan muncul mata siklon. Di dalam mata siklon tidak terdapat hujan, mata siklon dikelilingi oleh dinding mata yaitu lingkaran berupa awan cumulonimbus yang menghasilkan hujan lebat. Daerah pertumbuhan siklon tropis hampir mencakup wilayah lautan diseluruh dunia. Penamaan siklon tropis berbeda menurut daerah masing-masing seperti pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Kawasan terjadinya siklon tropis [Sumber: NOAA/Natural Hazard]
Penamaan siklon tropis berbeda pada setiap wilayah di dunia, samudera Pasifik bagian timur dan Samudera Atlantik bagian utara disebut Hurricane, aktifitas Hurricane terjadi mulai bulan Juni sampai November, puncaknya pada bulan Agustus sampai Oktober. Menurut Ahrens (2009) di Samudera Hindia dan Australia disebut Cyclone atau Tropical cyclone, aktifitas Cyclone terjadi pada bulan November sampai April, tapi
kadang-kadang memang terjadi siklon dibulan-bulan lainnya di lintang rendah, sedangkan di Pasifik Barat Laut disebut Typhoon, aktifitas Typhoon di mulai pada bulan Juni sampai November dan diketahui sering terjadi setiap bulan dalam setahun.
Awal musim hujan atau kemarau di setiap daerah untuk setiap tahunnya berbeda-beda tergantung pada faktor kondisi dan tatanan cuaca lainnya dalam skala besar. Siklus curah hujan di Timor-Leste dimulai dari bulan November sampai Mei dan musim kemarau dari bulan Juni hingga November (dnmg.gov.tl).
-
2.2 Coeficient Correlasi
Koefesien korelasi ialah pengukuran statistik kovarian atau asosiasi antara dua variabel. Besarnya koefesien korelasi berkisar antara +1 s/d -1. Koefesien korelasi menunjukkan kekuatan (strength) hubungan linear dan arah hubungan dua variabel acak yang di tunjukan pada persamaan (2.1).
(2.1)
Dimana:
r „ Korelasi antara dua variabel x „ Frekuensi siklon tropis y „ Curah hujan
.? „ Rata-rata frekuensi siklon tropis
^ „ Rata-rata curah hujan
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
-
1. Data Siklon Tropis
Data siklon bulanan dan harian diperoleh dari Bureau of Meteorology (BOM) Australia
yang diakses melalui Southern Hemisphere Tropical siklon data portal atau Ihttp:// www.bom.gov.au/cyclone/history/tracks/). dan diperoleh dari Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA) yang hasil pengamatan JAXA melalui South Indian Ocean atau (http://sharaku.eorc.jaxa.jp/ TYP DB/index e.shtml).
-
2. Data Curah Hujan
Data curah hujan yang digunakan untuk menganalisis dampak siklon tropis adalah :
-
a. Data in situ
Data ini dipakai untuk mengetahui curah hujan harian yang terjadi di Timor-Leste berdasarkan data yang sudah ditentukan.
-
b. Data Satelit
-
- Data satelit TRMM Tropical Rainfall Measuring Mission (TRMM) digunakan untuk
mengetahui curah hujan bulanan di
Timor-Leste. dimana data TRMM merupakan dataprecipitasi (hujan) yang direkam langsung oleh satelit yang mampu mengobservasi struktur hujan. jumlah dan distribusinya didaerah tropis dan sub tropis serta berperan penting untuk mengetahui mekanisme perubahan iklim global. Tipe data yang digunakan adalah tipe 3B42. Tipe 3B42 ini memperkirakan skala pengukuran curah hujan bulanan dan keluaran yang dihasilkan berupa output dengan lebar grid 0.25x0.25 derajad.
-
- Data curah hujan dari Global Precipitation Climatology Centre (GPCC). sebagai Agency yang menyediakan data yang lengkap mengenai analisis curah hujan secara global
Pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di TL
Gambar 3.1 Flowchart alur pengolahan data ST dan CH
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
sehingga terlihat pada tahun tahun yang lain tidak terdapat siklon tropis. Curah hujan di Timor-Leste
bervariasi menurut bulan dan tahun, hal ini dapat
Hujan di Timor-Leste
Data frekuensi siklon tropis dan data curah hujan setiap bulan sepanjang tahun 1983 sampai
dilihat dalam bentuk grafik curah hujan selama 30 tahun dari tahun 1983 sampai tahun 2012 pada Gambar 4.2.
dengan 2012 dapat di tunjukkan pada Gambar 4.1 Gambar 4.2 merupakan grafik curah hujan
dan Gambar 4.2.
FrekuensiST
Gamibar 4.1. Grafik data frekuensi siklon tropis di Timor-Leste, tahun 1983-2012
Gambar 4.1 merupakan grafik frekuensi siklon tropis bulanan yang terjadi di Timor-Leste selama 30 tahun dimana berdasarkan data bulan Januari tahun 1983 sampai Desember tahun 2012 terdapat 55 kejadian siklon tropis. Frekuensi siklon tropis tertinggi terdapat pada tahun 1992 yang menyatakan bahwa kejadian siklon tropis lebih banyak daripada tahun yang lain, kejadian siklon tropis tidak menentu sepanjang tahun 1983-2012
bulanan di Timor-Leste tahun 1983 sampai tahun 2012 dimana curah hujan tinggi pada tahun 1991 yaitu 561,65 milimeter (F ebruari) sedangkan curah hujan terendah ada pada tahun 1996 yaitu 1,32 milimeter (September). Tingginya nilai curah hujan pada tahun tersebut menandakan terjadinya musim hujan tertinggi yang mengakibatkan banjir besar di Timor-Leste (dnmg.gov.tl).
WOOB
wo.ou
400 Otl
IOOCIIt
200 01)
100 00
Gambar 4.2. Grafik curah hujan bulanan di Timor-Leste, tahun 1983-2012
Untuk mencari nilai kuantitas suatu elemen meteorologi dalam suatu wilayah dan mendapatkan sinyal dari curah hujan yang diakibatkan oleh siklon tropis, maka data hasil anomali curah hujan difilter terlebih dahulu. Filtering adalah salah satu upaya untuk menghilangkan efek musiman dari data yang telah diperoleh. Anomali curah hujan filter dapat dilihat pada gambar 4.3.
garis putus-putus menunjukkan anomali curah hujan yang sudah difilter. Hasil filter memperlihatkan perbedaan nilai rata-rata bulanan curah hujan, perbedaan ini yang dimaksudkan dengan efek musiman. Setelah mendapatkan data hasil filter kemudian divisualisasikan untuk mendapatkan grafik rata-rata bulanan curah hujan sehingga pengaruh frekuensi siklon terhadap curah hujan bisa ditentukan.
Gambar 4.3 Grafik rata-rata anomali curah hujan filter, tahun 1983-2012
Anomali curah hujan di Timor-Leste pada Gambar 4.3 menunjukkan grafik perbedaan dimana terjadi anomali negatif hampir diseluruh tahun. Hal ini dikarenakan intensitas curah hujan lebih rendah dibandingkan dengan nilai rata-rata curah hujan dalam 30 tahun, penurunan curah hujan ini terlihat hampir diseluruh tahun. Sedangkan pada tahun 1987 dan 1991 terjadi anomali positif yang memungkinkan terjadi hujan yang melebihi rata-rata pada tahun tersebut (dnmg.gov.tl). Garis tebal pada Gambar 4.3 menunjukkan anomali curah hujan sedangkan
Pengelompokkan rata-rata musiman frekuensi siklon tropis dan rata-rata anomali curah hujan musiman diperoleh dengan mencari perataan frekuensi siklon tropis dan curah hujan Desember, Januari, Februari (DJF), Maret, April, Mei (MAM), Juni, Juli, Agustus (JJA), dan September, Oktober, November (SON). Analisis musiman frekuensi siklon tropis dan anomali curah hujan dapat dilihat pada Gambar 4.4, Gambar 4.5a dan Gambar 4.5b.
Gambar 4.4. Rata-rata Musiman frekuensi siklon tropis, tahun 1983-2012
Gambar 4.5a. Rata-rata anomali curah hujan musiman, Tahun 1983-1997
Gambar 4.5b. Rata-rata anomali curah hujan musiman, tahun 1998-2012
Pengelompokkan rata-rata frekuensi siklon tropis secara musiman berdasarkan Grafik 4.4 dapat dilihat bahwa pada pola musiman Desember, Januari, Februari (DJF) rata-rata frekuensi siklon tropis tertinggi adalah 1,00 yang terdapat pada tahun 1983 dan 1993. Pada pola musiman Maret, April, Mei (MAM) rata-rata frekuensi siklon tropis tertinggi adalah 1,67 yaitu pada tahun 1992. Pada
pola musiman Juni, Juli Agustus (JJA) rata-rata frekuensi siklon tropis yang dihasilkan adalah 0,00, sedangkan pada pola musiman September, Oktober dan November (SON) rata-rata frekuensi siklon tropis tertinggi yang dihasilkan adalah sebesar 1,00.
Gambar pada grafik 4.5a dan 4.5b merupakan gabungan dari data 30 tahun data curah hujan
musiman.Pada pola musiman Desember, Januari, Februari (DJF) mempunyai rata-rata curah hujan tinggi pada tahun 1996 sebesar 84,52 mm dan tahun 1987 sebesar 70,80 mm sedangkan rata-rata curah hujan terendah ada pada tahun 1989 yaitu sebesar -63,74 mm. Pada pola musiman Maret, April, Mei (MAM) rata-rata curah hujan tinggi pada tahun 1989 yaitu sebesar 48,65 mm dan curah hujan terendah tahun 1991 sebesar -51,30 mm. Pada pola musiman Juni, Juli Agustus (JJA) rata-rata curah hujan tinggi pada tahun 1987 sebesar 26,17 mm dan rata-rata curah hujan terendah tahun 2000 yaitu sebesar -40,77, jumlah curah hujan ini sangat sedikit karena Timor-Leste berada pada musim kemarau sedangkan pada pola musiman September, Oktober dan November (SON) rata-rata curah hujan tinggi pada tahun
1988 sebesar 41,42 mm dan terendah pada tahun 1996 yaitu sebesar -48,87 mm.
Korelasi musiman frekuensi siklon tropis terhadap anomali curah hujan pada pola MAM tahun 2002 hampir mendekati sempurna, hal ini berdasarkan grafik korelasi pola musiman antara frekuensi siklon tropis dan anomali curah hujan seperti pada Gambar 4.6a, Gambar 4.6b dan Gambar 4.6c, dimana nilai korelasi yang diperoleh pada pola tersebut lebih tinggi dari pola musiman yang lain.
Gambar 4.6a. Grafik korelasi musiman frekuensi ST terhadap anomali CH tahun 1983-1992
Gambar 4.6b. Grafik korelasi musiman frekuensi ST terhadap anomali CH tahun 1993-2002
Gambar 4.6c. Grafik korelasi musiman frekuensi ST terhadap anomali CH tahun 1998-2012
Gambar 4.6a, Gambar 4.6b dan 4.6c merupakan grafik korelasi yang diperoleh pada pola DJF, MAM, JJA, dan SON tahun 1983-2013. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada pola musiman MAM yaitu r „ 0,99, hal ini diperkuat dengan data BOM (bom.gov.au) yang menyatakan Australia mengalami puncak musim panas sehingga dapat terbentuk siklon tropis diperairan barat maupun utara wilayah tersebut yang memberi pengaruh terhadap curah hujan di Timor-Leste. Sedangkan korelasi terendah sepanjang tahun 1983 sampai dengan tahun 2012 terdapat pada pola musiman DJF pada tahun 1983, dimana korelasi yang dihasilkan adalah r „ -0,97 yang menyatakan bahwa hubungan terbalik antara keduanya dimana ketika siklon tropis menurun curah hujan meningkat, hal ini bisa dikarenakan curah hujan dipengaruhi oleh fenomena lain. Nilai korelasi pada pola musiman JJA tidak diketahui karena tidak terdapat siklon tropis pada pola tersebut
sedangkan nilai korelasi pada pola musiman SON sepanjang 30 tahun hanya terdapat pada tahun 2000 yaitu r „ 0,001, karena kecil korelasi yang dihasilkan maka tidak terlihat pada grafik.
Pada proses analisis terlihat bagaimana kondisi harian frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste, dengan melihat frekuensi siklon tropis tertinggi sepanjang tahun 1983-2012 yaitu pada bulan April tahun 1991, April 1992, Desember 1993, Maret 2004 dan April 2011. Hal ini dilakukan untuk mengetahui lebih jelas pengaruh curah hujan di Timor-Leste 1 minggu sebelum siklon, 1 minggu saat siklon dan 1 minggu setelah siklon tropis dengan menghitung nilai korelasinya. Hasil korelasi dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Korelasi harian
Tahun Korelasi 1 minggu sebelum siklon (r) |
Korelasi Saat siklon (r) |
Korelasi 1 minggu sesudah siklon (r) |
Korelasi Keseluruhan (r) |
Tingkat Hubungan | |
April 1991 |
0,0 |
0,83 |
0,0 |
0,673 |
Korelasi sedang |
April 1992 |
0,0 |
0,46 |
0,0 |
0,68 |
Korelasi sedang |
Des1993 |
0,0 |
0,62 |
0,0 |
0,52 |
Korelasi sedang |
Maret 2004 |
0,0 |
0,63 |
0,0 |
0,73 |
Korelasi tinggi |
April 2011 |
0,0 |
0,71 |
0,0 |
0,79 |
Korelasi Tinggi |
Siklon tropis sering terjadi di perairan utara dan barat Australia yang cukup mempengaruhi curah hujan di Timor-Leste, seperti terlihat pada Tabel 4.1 yang menunjukkan korelasi kondisi curah hujan pada 1 minggu sebelum siklon, 1 minggu saat siklon dan 1 minggu sesudah siklon dimana korelasi tinggi terjadi pada bulan Maret tahun 2004 dan bulan April tahun 2011. Korelasi sedang terjadi pada bulan April tahun 1991, April tahun 1992, dan Desember tahun 1993. Hubungan frekuensi siklon tropis dan curah hujan harian secara keseluruhan positif.
Pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan dapat diketahui dengan menghitung korelasinya. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh korelasi frekuensi siklon tropis terhadap curah dari tahun 1983-2012 bervariasi, Gambar 4.7
Kejadian siklon tropis dapat mempengaruhi curah hujan, dimana daerah yang terkena dampak siklon tropis akan mengalami peningkatan curah hujan yang besar namun tidak sama halnya dengan
Gambar 4.7 Grafik korelasi frekuensi ST terhadap CH tahun 1983-2012
hubungan antara frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste. Pada Gambar 4.7 terlihat grafik korelasi tertinggi terdapat pada tahun 2000 dan 2006 dengan nilai masing-masing korelasi yang dihasilkan sama yaitu r „ 0,41, yang menyatakan korelasi sedang dimana ketika terjadi siklon tropis tidak memberi pengaruh yang besar terhadap curah hujan di Timor-Leste sedangkan korelasi terendah adalah r „ 0.00, nilai ini diperoleh karena tidak ada aktifitas siklon yang mempengaruhi. Nilai korelasi secara keseluruhan yang dihasilkan pada penelitian ini adalah r „ 0,19, sehingga pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste sepanjang tahun 1983 sampai dengan tahun 2012 tidak memberi dampak yang besar terhadap curah hujan di Timor-Leste.
-
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian mengenai pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste, diperoleh kesimpulan bahwa secara umum frekuensi siklon tropis dapat memberi pengaruh terhadap curah hujan, namun tidak setiap curah hujan diakibatkan oleh frekuensi siklon tropis. Berdasarkan hasil korelasi yang diperoleh untuk korelasi pola musiman tertinggi terdapat pada pola MAM adalah r „ 0,99 dan korelasi pola musim terendah terdapat pada pola DJF yaitu r „ -0,97. Sedangkan untuk harian di peroleh korelasi sebesar r „ 0,73 dan r „ 0,79 masing masing terdapat pada bulan Maret 2004 dan bulan April 2011. Untuk korelasi tahunan terdapat pada tahun 2000 dan 2006 dengan korelasi sedang yaitu r „ 0,41. Dengan melihat hasil korelasi tersebut maka korelasi secara keseluruhan sepanjang tahun 1983 sampai dengan tahun 2012 adalah r „ 0,19 dimana dengan korelasi ini menunjukkan frekuensi siklon
tropis tidak berpengaruh besar terhadap curah hujan di Timor-Leste selama 30 tahun.
Penelitian tentang pengaruh frekuensi siklon tropis terhadap curah hujan di Timor-Leste masih memerlukan penyempurnaan dan sebagai informasi awal tentang dampak dari frekuensi siklon tropis, menginggat Timor-Leste merupakan daerah yang berada di Belahan Bumi Selatan. Oleh karena itu disarankan hal yang selanjutnya dapat dikembangkan, yaitu menambahkan karakterisktik siklon tropis seperti tekanan udara, suhu, kecepatan angin dan kekuatan siklon tropis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penelitian ini membahas tentang Pengaruh Frekuensi Siklon Tropis Terhadap Curah Hujan di Timor-Leste. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Asian Development Bank (ADB), Kementrian Transportasi dan Telekomunikasi Timor-Leste, staf Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG Sanglah dan Ngurah Rai Airport) Bali yang telah memberikan dukungan yang luar biasa, juga kepada Global Precipitation Climatology Centre (GPCC), Japan Aerospace Exploration Agency (JAXA), Bureau of Meteorology Australia (BOM) dan Direojao Nacional de Meteorologia e Geofisica (DNMG) Dili yang menyediakan data-data yang penulis perlukan serta Laboratorium Komputasi di Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana atas kesediaannya memberikan tempat dalam mengolah data penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa Jurnal ini masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bermanfaat demi kesempurnaan selanjutnya.
I. DAFTAR PUSTAKA
A.A, Nasir, dan Y. Koesmaryono. 1990. Pengantar Ilmu Iklim Untuk Pertanian. Pustaka Jaya, Bogor.
Ahrens, CD. 2009. Meteorology Today: An Introduction to Weather, Climate, and the Environment ninth edition. USA: Brooks Cole.
Australia Bureau of Meteorology and CSIRO. 2011. Climate Change in the Pacific: Scientific Assessments and New Research. Volume 1: Regional Overview. Volume 2: Country Reports.
Davit et al, 2004. Berita Inderaja VOL. III, No. 5, Juli 2004.
Dyahwathi, et al. 2007. Tropical Cyclone Characteristics and Its Impact on Rainfall Anomaly in Indonesia. J. Agromet Indonesia 21 (2): 61-72, 2007.
National Directorate of Meteorology and Geophysics. http://www.dnmg.gov.tl/ di akses bulan June 2013.
Tjasyono, 1991. Pertumbuhan badai tropis dan hubungannya dengan perairan panas disekitar Indonesia. Bandung: Penerbit ITB.
Tjasyono, B. 2000. Pengantar Geosains. Bandung: Penerbit ITB.
http://meteo.bmkg. go.id/siklon/learn/07/id
http://www.bom.gov.au/cyclone/history/tracks/
http://sharaku.eorc.jaxa.jp/TYP DB/ index e.shtml
50
Discussion and feedback