Buletin Fisika Vol. 16 No. 1 Pebruari 2015 : 25-38

PENENTUAN PRODUK RADAR CUACA PALING TEPAT Untukmembuat peringatan dini Cuacaekstrim DENGAN MENGGUNAKAN METODE ANALYTICAL HIERARCYPROCESS (AHP)

Kadek Sumajas, Komang Ngurah Suarbawa 1, Decky Irmawan2

  • I.    PENDAHULUAN

Terjadinya fenomena cuaca yang bersifat tidak normal atau berbeda dari keadaan biasanya cenderung berpotensi menyebabkan bencana dan atau menimbulkan korban jiwa. Salah satu fasilitas yang ditemukan untuk bisa melakukan prakiraan cuaca jangka pendek dalam waktu singkat adalah RADAR Cuaca. RADAR Cuaca menghasilkan berbagai macam produk yang memiliki keunggulan masing-masing untuk digunakan baik dalam analisa kejadian cuaca, prediksi hujan, badai, pergerakan angin, mengetahui intensitas hujan, dan berbagai macam kegunaan lainnya berdasarkan berbagai kriteria yang ditentukan . Dari sekian banyak produk yang dihasilkan, terdapat empat produk RADAR Cuaca yang sering digunakan untuk untuk membuat peringatan dini cuaca ekstrim yaitu produk PPI, CMAX, UWT, dan TRACK. Masalah muncul pada pemilihan beberapa pilihan produk RADAR Cuaca dalam waktu yang relatif singkat yang mungkin saja antara produk satu dan lainnya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Dalam penelitian ini, penulis bermaksud menerapkan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menentukan produk RADAR Cuaca paling tepat untuk membuat peringatan dini cuaca ekstrim. Pembahasan difokuskan pada produk RADAR cuaca yang di gunakan, yaitu PPI, CMAX, UWT, dan TRACK dengan responden merupakan prakirawan di wilayah kerjanya yang dilengkapi fasilitas RADAR cuaca dan ahli dalam menggunakan RADAR cuaca untuk melakukan peringatan dini cuaca ekstrim dan pengolahannya menggunakan metode Analytic Hierarchy Process (AHP).

  • II.    TINJAUAN PUSTAKA

  • 2.1    Fenomena Cuca Ekstrim

Cuaca ekstrim didefinisikan sebagai kejadian cuaca yang tidak normal, tidak lazim yang dapat mengakibatkan kerugian terutama keselamatan jiwa dan harta (Peraturan Kepala BMKG Kep.009 Tahun 2010). Beberapa unsur yang menyebabkan terjadinya cuaca ekstrem tersebut (Pasal 1) dan dapat dideteksi oleh RADAR CUACA cuaca antara lain.

  • 1.    Angin kencang adalah angin dengan kecepatan e” 25 knots (45 km/jam).

  • 2.    Angin puting beliung adalah angin kencang yang berputar yang keluar dari awan Cumulonimbus (awan hitam yang bergumpal seperti bunga kol) dengan kecepatan e” 34.8 knots (64.4 km/jam).

  • 3.    Waterspout adalah angin puting beliung yang terjadi di lautan atau wilayah perairan luas lainnya dengan kecepatan e” 34.8 knots (64.4 km/jam).

  • 4.    Hujan lebat adalah hujan dengan intensitas minimal 50 mm dalam 24 jam atau 20 mm/ jam.

  • 5.    Hujan es adalah hujan yang bebrbentuk butiran es yang mempunyai garis tengah paling rendah 5 mm dan berasal dari awan Cumulonimbus.

  • 6.    Badai tropis kecepatan adalah sistem tekanan rendah dengan angin berputar siklonik yang terbentuk di lautan wilayah tropis dengan kecepatan angin e” 34,8 knots atau 64,4 km/jam disekitar pusat putaran.

Prediksi cuaca ekstrim dilakukan dengan mempertimbangkan gejala fisis atau dinamis

atmosfer yang cenderung akan memburuk atau menjadi ektrim sesuai dengan skala meteorologi (pasal 4). Skala meteorologi yang mampu diamati RADAR Cuaca meliputi skala lokal dan skala regional, yang dikarenakan luas wilayah cakupan RADAR Cuaca secara umum hanya mencapai skala ratusan kilometer.

  • 2.2    RADAR Cuaca

RADAR Cuaca adalah alat bantu untuk mengamati cuaca secara khusus berupa hujan, awan, arah, dan kecepatan angin dalam radius yang cukup luas hingga ratusan kilometer (tergantung panjang gelombang yang digunakan) dengan resolusi ± 300m. Output berupa image dapat diinterpretasikan atau dianalisa hingga menghasilkan suatu informasi yang berguna untuk pelayanan jasa meteorologi. (Zakir A. dkk, 2010).

Untuk membantu prakirawan dalam melakukan analisa, prediksi cuaca serta untuk mampu menghasilkan peringatan dini cuaca ekstrim yang cepat, tepat, akurat, dan mudah dipahami, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika membangun suatu sistem jaringan RADAR Cuaca yang saling terintegrasi dengan menggunakan beberapa merk yaitu RADAR Cuaca EEC dari Amerika Serikat, RADAR Cuaca Gematronic dari Jerman, dan RADAR Cuaca Baron Amerika Serikat.

Setiap RADAR Cuaca dengan nama produksinya masing-masing memiliki beberapa produk yang hampir sama yang bisa digunakan untuk melakukan analisa cuaca, pengamatan cuaca, prediksi, peringatan dini cuaca ekstrim dan lain sebagainya, beberapa produk yang dihasilkan RADAR Cuaca tersebut antara lain PPI (Plan Position Indicator), MAX atau CMAX (Maksimum Produk), SRV atau TRACK - Storm

Tracking, UWT (Uniform Wind Technique), CAPPI (Constant Altitude Plan Position Indicator), ETOP (Echo Top ∕ Height Product), EBASE (Echo Base ∕ Height Product), VIL (Vertically Integrated Liquid), ACM (Accumulated Precipitation), HMAX (Height of the Maximum ), dll.

Dari sekian banyak produk yang dihasilkan dengan berbagai kegunaan masing-masing dalam berbagai kegiatan analisa dan prakiraan cuaca, adapun Produk RADAR Cuaca yang sering digunakan untuk membuat peringatan dini cuaca ekstrim yang akan digunakan untuk pengolahan lebih lanjut pada penelitian ini adalah produk PPI, CMAX, UWT, dan TRACK.

  • 2.3    Metode AHP (Analytical Hierarcy

Process)

Metode AHP merupakan sebuah hierarki fungsional dengan input utama yang berupa persepsi manusia yang memecahkan suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke dalam kelompok-kelompok yang kemudian diatur menjadi suatu bentuk hierarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis. Menurut Saaty (1994), hierarki didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga level terakhir dari alternatif.

AHP digunakan untuk menentukan prioritas dari beberapa kriteria dengan melakukan analisa perbandingan berpasangan (Pairwise Comparison) dari masing-masing kriteria, dimana untuk melakukan proses komputasi AHP perlu untuk memahami lebih dahulu prinsip kerja AHP, sebagai berikut.

  • 1.    Penentuan Komponen Keputusan

  • a)    Tujuan/Sasaran yang ingin dicapai

  • b)    Kriteria (komponen-komponen yang ingin diperbandingkan antara 1 dan lainnya)

  • c)    Alternatif (komponen yang disediakan dan merupakan pilihan yang akan diperbandingkan satu dengan lainnya berdasarkan kriteria yang ada)

  • 2.    P enyusunan hirarki dari komponen keputusan

  • 3.    Penilaian Alternatif dan Kriteria

  • 4.    Pemeriksaan Konsistensi Penilaian

  • 5.    Penentuan Prioritas Kriteria dan Alternatif

Kriteria dapat dinilai dengan cara memberi nilai 1-9, seperti tabel 2.1.

Tabel 2.1 Bobot Nilai Kriteria

Nilai   Keterangan

  • 1     Sama Penting (Equal)

  • 2     Antara Equal dan Moderate

  • 3     Cukup lebih penting (Moderate)

  • 4     Antara Moderate dan Strong

  • 5      Lebih penting (Strong)

  • 6     Antara Strong dan Very Strong

  • 7      Sangat lebih penting (Very Strong)

  • 8     Antara Very Strong dan Extreme

  • 9      Mutlak lebih penting sekali (Extreme)

Dengan struktur hierarki pemilihan produk RADAR Cuaca seperti gambar 2.2.

  • III.METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan melibatkan responden yang dalam penelitian ini adalah para prakirawan memiliki kapasitas dalam menginformasikan secara dini cuaca ekstrim di beberapa Unit Pelaksana Teknis (UPT) BMKG di Indonesia yang memiliki fasilitas RADAR cuaca.

Dengan tujuan memilih produk radar yang paling tepat untuk membuat peringatan dini cuaca ekstrim, ditentukanlah enam kriteria yaitu Realtime (kesesuaian produk diakses dengan waktu pengamatannya), Running (kecepatan produk tersebut bisa dihasilkan), Identifikasi (kemudahan produk tersebut digunakan ), Fenomena (jumlah fenomena cuca yang dapat diidentifikasi), Luasan (luas wilayah fenomena cuaca yang mampu dicakup), dan Verifikasi (kesesuaian hasil prakiraan). Dengan alternatif pilihan dari setiap kriteria tersebut adalah PPI, CMAX, UWT, dan TRACK.

Dalam menggunakan AHP sebagai sistem pendukung keputusan, Saaty (1994) menyusun tahapan-tahapan analisis yang disajikan dalam diagram alir pada gambar 3.2. Sistem ini dimulai

Gambar 2.2 Hierarki pemilihan produk RADAR Cuaca


Gambar 3.2 Diagram alir pemilihan produk RADAR Cuaca


dengan menemukan masalah, dekomposisi masalah, membuat struktur hierarki pendukung keputusan, penentuan nilai tipa komponen hierarki, matrik perbandingan berpasangan, menghitung vektor eigen maksimum, menghitung indeks konsistensi, menghitung rasio konsistensi, dan penentuan prioritas.

Nilai uji konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden dengan tahapan sebagai berikut.

  • a)    Menentukan vektor eigen dengan cara mengubah matriks ke bentuk desimal kemudian hitung setiap baris matriks hasil perkalian tersebut dan jumlahkan selanjutnya normalisasi matrik tersebut (membagi jumlah

tiap baris matriks hasil perkalian dengan jumlah totalnya).

  • b)    Mencari nilai vektor eigen maksimum (■ ..-' yaitu dengan mengalikan total matriks sebelum dinormalisasi dengan eigen vektor.

  • c)    Menentukan Consistency Index (CI) dengan menggunakan persamaan

CI = (emaχ-n)∕(n-l), dengan n menyatakan kuantitas variabel

  • d)    Menghitung Consistency Ratio (CR) dengan rumus CR = CI∕RI. Hasil penghitungan akan dianggap   konsisten apabila nilai

  • konsistensinya d” 0.1. Random Indexs (RI) diperoleh dari tabel 3.1.

Tabel 3.1 Random Index (RI)

RC

0

0

0,58

0,90

1,12

1,24

1,32

1,41

1,45

1,49

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data yang diperoleh dari hasil pendapat Responden akan diolah menjadi hasil perbandingan kriteria, perbandingan alternatif kriteria realtime, perbandingan alternatif kriteria kecepatan running, perbandingan alternatif kriteria kemampuan identifikasi, perbandingan alternatif kriteria fenomena, perbandingan alternatif kriteria luasan, dan perbandingan alternatif kriteria verifikasi. Dimana sebagai langkah awal untuk

menentukan data yang layak dipakai maka perlu dilakuakan uji konsistensi terhadap semua data yang diperoleh.

  • 4.1    Uji Konsistensi Hasil Perbandingan

    Kriteria

Dari data hasil perbandingan kriteria kita akan menyusun matriks kriteria kedalam bentuk matriks reciprocal nya masing-masing, sebagai berikut.

— Realtime    Running    Identifikasi   Fenomena    Luasan    Verifikasi —

Realtime Running Identifikasi Fenomena Luasan

1 2 263/495 1 49/90 2 541/790 2 376/609 2 261/533 32/81 1 1 388/405 2 41/579 2 69/91 2 76/229 90/139 405/793 1 2 187/743 2 635/686 2 125/402 349/937 466/965 298/671 1 2 336/799 2 47/260 115/301 91/251 269/787 302/731 1 2 274/931

Verifikasi

194/483     229/534      402/929      260/567      316/725     1

Dari matriks diatas dapat dilihat nilai perbandingan antar kriteria berdasarkan tingkat kepentingannya. Nilai matriks resiprocal menunjukkan nilai kebalikan tingkat kepentingan kriteria kedua terhadap kriteria pertama dari

tingkat kepentingan kriteria pertama terhadap kriteria kedua. Kemudian nilai pecahan dalam matriks akan diubah kedalam bentuk desimal untuk mempermudah perhitungan, Hasilnya dapat ditunjukkan pada matriks berikut.

— Realtime

Running

Identifikasi

Fenomena

Luasan

Verifikasi

Realtime

1.000000

2.531314

1.544444

2.684811

2.617406

2.489683

Running

0.395052

1.000000

1.958025

2.070813

2.758251

2.331876

Identifikasi

0.647482

0.510719

1.000000

2.251683

2.925657

2.310944

Fenomena

0.372466

0.482902

0.444112

1.000000

2.420525

2.180768

Luasan

0.382058

0.362549

0.341804

0.413133

1.000000

2.294308

Verifikasi

0.401658

0.428839

0.432724

0.458554

0.435861

1.000000

Pada matriks desimal diatas jumlah tiap baris dibagi dengan total jumlah ke enam baris, akan diperoleh bobot relatif yang dinormalkan atau ternormalisasi yang disebut sebagai vektor eigen. Hasilnya dapat ditunjukkan pada matriks berikut.

  • 4.2    Uji Konsistensi Hasil Perbandingan

    Alternatif

Dengan menggunakan cara yang sama dengan uji konsistensi hasil perbandingan kriteria diperoleh nilai eigen maksimum (          , nilai

Vektor

1.000000  2.531314   1.544444   2.684811  2.617406   2.489683

0.395052   1.000000   1.958025   2.070813  2.758251   2.331876

0.647482  0.510719   1.000000   2.251683  2.925657   2.310944

0.372466  0.482902  0.444112   1.000000  2.420525   2.180768

0.382058  0.362549  0.341804   0.413133  1.000000   2.294308

0.401658  0.428839  0.432724   0.458554  0.435861    1.000000

Eigen 12.867658 0.268745 10.514017 0.219589 9.646485   0.201470

6.900773   0.144125

4.793851   0.100121

3.157636 + 0.065948 +

3.198715 5.316323 5.721109 8.878995 12.157700 12.607578

47.880420 1.000000

Selanjutnya nilai eigen maksimun diperoleh   kolom dengan vektor eigen. Nilai eigen maksimum

dengan menjumlahkan hasil perkalian jumlah   ( ■ :..;.. ..■ yang diperoleh adalah

= (3.198715 «0.268746) +(5.316323* 0.219589)+ (5.721109 * 0.201470)

+ (S.878995» 0.144125)+ (12.157700* 0.100121)+ (12.607578* 0.065948)

- 6.508Q62

Karena matriks yang terbentuk adalah matriks berorde enam yang terdiri dari enam kriteria maka nilai indeks konsistensi (CI) yang diperoleh adalah

gimiB n

n - 1

6.508062- 6

CI =-------------- 0.101612

6—1

indeks konsistensi (CI), dan nilai rasio konsistensi (CR) untuk perbandingan alternatif pada semua kriteria. Nilai tersebut dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Nilai  _,,_._, CI, dan CR untuk

perbandingan alternatif pada semua kriteria

Untuk n„6, indeks konsistensi acak (RI) „ 1.24 (tabel Saaty), maka nilai rasio konsistensi (CR) adalah


CR =


0.101612

1.24


0.08194J


Karena CR < 0,1 berarti data dari responden tersebut konsisten dan bisa dilanjutkan dengan pengolahan data berikutnya untuk mendapatkan nilai bobot kepentingan perbandingan kriteria.


Kriteria     e . .

maksimum

CI

CR

Kriteria     6.508062

0.101612

0.081945

Realtime    4.216956

0.072319

0.080354

Running    4.263287

0.087762

0.097517

Identifikasi  4.260440

0.086813

0.096459

Fenomena 4.248446

0.082815

0.092017

Luasan      4.262885

0.082815

0.097365

Verifikasi    4.263878

0.087959

0.097732


Karena untuk semua kriteria nilai CR < 0,1 berarti data dari responden tersebut konsisten dan bisa dilanjutkan dengan pengolahan data berikutnya untuk mendapatkan nilai bobot kepentingan tiap kriteria.

  • 4.3    Penentuan   Prioritas       Matriks

    Perbandingan Kriteria

Dengan menggunakan matriks yang telah dikonversi kedalam bentuk desimal, selanjutnya

Iterasi I

akan dilakukan penentuan prioritas. Pembobotan pada tiap tingkatan hierarki dilakukan melalui jalan iterasi atau perkalian matriks (baris kalikan dengan kolom). Proses iterasi minimal sebanyak tiga kali karena akan dicari selisih nilai vektor eigen dengan nilai vector eigen dua iterasi berikutnya, dengan banyak maksimum yang relatif hingga diperoleh nilai vektor eigen yang stabil atau selisihnya nol.

1.000000

2.531314

1.544444

2.684811

2.617406

2.489683

0.395052

1.000000

1.958025

2.070813

2.758251

2.331876

0.647482

0.510719

1.000000

2.251683

2.925657

2.310944

0.372466

0.482902

0.444112

1.000000

2.420525

2.180768

0.382058

0.362549

0.341804

0.413133

1.000000

2.294308

0.401658

0.428839

0.432724

0.458554

0.435861

1.000000

X

1.000000

2.531314

1.544444

2.684811

2.617406

2.489683

0.395052

1.000000

1.958025

2.070813

2.758251

2.331876

0.647482

0.510719

1.000000

2.251683

2.925657

2.310944

0.372466

0.482902

0.444112

1.000000

2.420525

2.180768

0.382058

0.362549

0.341804

0.413133

1.000000

2.294308

0.401658

0.428839

0.432724

0.458554

0.435861

1.000000

Vektor

Eigen

6.000000 9.164517    11.209607 16.312092 24.319137

26.311284

0.299467

4.819623   6.000000    7.397698    11.819935 18.307853

21.016431

0.222592

4.381377   5.799477    6.000000    9.567715    15.412234

19.047599

0.193218

3.023960 3.948205    4.180026    6.000000    9.397742

12.994673

0.126905

2.204057 3.050163    3.159832    4.424487    6.000000

8.076073

0.086373

1.590230 2.474858    2.678092    4.037954    5.481813

6.000000

0.071445 +

1.000000

Selanjutnya kita masuk pada iterasi II, langkah-langkah yang dilakukan dalam proses iterasi pada prinsipnya sama dengan iterasi yang

telah dilakukan pada tahap pertama. Matriks yang akan dikalikan adalah matriks yang dihasilkan pada iterasi I.

Hasil iterasi II

Vektor

Eigen

274.051881

378.681563

417.804994

625.162902

929.907732

1130.230375

0.300039

199.763084

277.594437

306.339756

457.102673

677.207203

821.367772

0.218837

173.719696

241.672154

267.720875

399.936016

592.004380

714.534806

0.190894

115.008317

160.158169

177.761552

266.040022

394.254060

473.993830

0.126796

81.216014

112.582360

125.311713

187.942539

279.994477

336.689960

0.089771

67.037204

92.466605

102.471560

153.525512

228.987130

277.608296

0.073663

1.000000

Kemudian dilanjutkan pada iterasi III dengan melakukan proses iterasi yang pada prinsipnya sama dengan iterasi yang telah dilakukan pada

tahap sebelumnya dengan matriks yang akan dikalikan adalah matriks yang dihasilkan pada iterasi II.

Hasil iterasi III

Vektor Eigen

446521.804

619194.8416

685835.3091

1026125.459

1524281.482

1842490.087

0.299944

845

95

80

400

837

049

326048.697

452138.4588

500797.8859

749274.4848

1113016.175

1345367.068

0.219018

458

60

45

59

694

287

284370.393

394344.8502

436787.0383

653504.4324

970750.9717

1173390.804

0.191022

629

68

64

87

72

656

188784.398

261793.6990

289971.5681

433845.4558

644457.8114

778978.8006

0.126815

228

68

06

25

69

15

133442.057

185047.1453

204966.1610

306665.2132

455541.7517

550626.7686

0.089639

989

55

53

47

21

83

109508.631

151856.2644

168201.1099

251658.2825

373832.9934

451870.2500

0.073561

465

61

01

83

66

13

1.000000

Pada hasil iterasi III selanjutnya dilakukan perhitungan selisih antara hasil iterasi I dan iterasi III untuk melihat konsistensi nilai-nilai vektor eigen hasil normalisasi .


Tabel 4.2 Selisih nilai vektor eigen iterasi I dengan III untuk perbandingan kriteria

Vektor

Eigen I

Vektor

Eigen III

Selisih

0.299467

0.299944

0.000477

0.222592

0.219018

0.003574

0.193218

0.191022

0.002196

0.126905

0.126815

0.000090

0.086373

0.089639

0.003266

0.071445

0.073561

0.002116


Hasil pada tabel 4.2 menunjukkan bahwa demikian, maka proses iterasi diteruskan ke iterasi masih terdapat selisih hingga desimal ke 6 pada IV.

semua elemen penyusun matriks, dengan

Hasil iterasi IV

Vektor Eigen

11951889539

16573922007

18357780713

27466325673

40800260957

49317158166

0.299944

50.910000

95.000000

52.230000

04.440000

20.300000

29.13 0000

87272290865

12102221473

13404789031

20055817576

29792211763

36011221135

0.219018

1.662000

08.400000

49.550000

95.520000

65.120000

43.640000

76116937790

10555286562

11691356818

17492234978

25984099958

31408180668

0.191023

5.515000

31.030000

32.440000

30.420000

97.350000

80.970000

50531910611

70073601559

77615654918

11612606602

17250118759

20851014558

0.126815

8.099000

1.444000

7.899000

74.010000

53.550000

63.040000

35718589766

49531676068

54862792719

82083959693

12193283570

14738584515

0.089639

2.988000

1.560000

5.899000

8.345000

56.720000

11.350000

29311983893

40647508777

45022418492

67361105801

10006255397

12095022641

0 073561

5.547000

1.640000

8.146000

4.740000

15.130000

27.930000

1.000000

Pada hasil iterasi IV selanjutnya dilakukan perhitungan selisih antara hasil iterasi II dan iterasi IV untuk melihat konsistensi nilai-nilai vektor eigen hasil normalisasi.

Hasil pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa masih terdapat selisih hingga desimal ke 6 pada semua elemen penyusun matriks, dengan demikian, maka proses iterasi diteruskan ke iterasi V.

Hasil iterasi V

Tabel 4.3 Selisih nilai vektor eigen iterasi II dengan IV untuk perbandingan kriteria

Vektor

Eigen II

Vektor

Eigen IV

Selisih

0.300039

0.299944

0.000095

0.218837

0.219018

0.000181

0.190894

0.191023

0.000128

0.126796

0.126815

0.000018

0.089771

0.089639

0.000132

0.073663

0.073561

0.000101

Vektor

19678628241

292319102686

3533395886

Eigen 0.299944

85630962735

11874615249

131526854483

1064700000

24050000000

88980000000

046000000000

09110000000

983000000000

OOOOOO OOO

000.000000

0000.000000

00.000000

0000.000000

00.000000

000

2580073656

0.219018

62527437707

86708036628

960404617428

14369267402

213450414431

R667700000

71000000000

78190000000

785000000000

98840000000

834000000000

OOOOOO OOO

000.000000

54535030983

000.000000

75624807882

0.000000

837643400848

0000.000000

12532553255

00.000000

186166671642

000

2250282467 5724800000 OOOOOO 000

0.191023

12540000000

59660000000

285000000000

89910000000

866000000000

000.000000

000.000000

0.000000

0000.000000

00.000000

000

1493899725

0.126815

36204285023

50205199302

556088075610

83200123292

123590857484

9615800000

97690000000

30190000000

490000000000

33600000000

045000000000

OOOOOO 000

000.000000

000.000000

0.000000

000.000000

00.000000

000

1055966236

0.089639

25591076785

35487653175

393072053026

58810186207

873604635977

374I600000

98330000000

58190000000

129000000000

72000000000

506000000000

OOOOOO 000

000.000000

000.000000

0.000000

000.000000

0.000000

000

8665645960

0.073561

21000975555

29122468862

322569333290

48261794268

716911982974

3841400000

222I0000000

30260000000

580000000000

18240000000

510000000000

00000 0000

000.000000

000.000000

0.000000

000.000000

0.000000

00

1.000000

Pada hasil iterasi IV selanjutnya dilakukan perhitungan selisih antara hasil iterasi II dan iterasi IV untuk melihat konsistensi nilai-nilai vektor eigen hasil normalisasi .

Tabel 4.4 Selisih nilai vektor eigen iterasi III denganV untuk perbandingan kriteria

Vektor

Eigen III

Vektor

Eigen V

Selisih

0.299944

0.299944

0.000000

0.219018

0.219018

0.000000

0.191022

0.191022

0.000000

0.126815

0.126815

0.000000

0.089639

0.089639

0.000000

0.073561

0.073561

0.000000

Hasil pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa tidak terdapat selisih hingga desimal ke 6 pada semua elemen penyusun matriks, dengan demikian maka proses iterasi dihentikan pada iterasi V. Nilai pembobotan yang digunakan adalah nilai eigen hasil normalisasi iterasi V, sehingga tiap-tiap elemen penyusun kriteria dapat di susun seperti pada tabel 4.5.

Pada perhitungan perbandingan kriteria setelah iterasi ke-5 seperti pada tabel 4.5 diperoleh nilai kriteria realtime yang paling penting dengan bobot kepentingan 29.99%, kemudian kriteria

Tabel 4.5 Nilai bobot tiap-tiap elemen penyusun kriteria

Kriteria

Bobot

Realtime

0.299944

running

0.219018

Identifikasi

0.191022

Fenomena

0.126815

Luasan

0.089639

Verifikasi

0.073561

running dengan bobot kepentingan 21.90%, diikuti oleh kriteria identifikasi dengan bobot kepentingan 19.10%, kriteria fenomena dengan bobot kepentingan 12.68% , luasan dengan bobot kepentingan 8.96% dan kriteria verifikasi dengan bobot 7.36%. Nilai bobot perbandingan kriteria jika ditampilkan dalam struktur hierarki dapat dilihat pada gambar 4.1.

Dari struktur hierarki diatas dapat dilihat nilai bobot untuk setiap kriteria dengan nilai bobot tertinggi adalah kriteria Realtime. Langkah selanjutnya yaitu melakukan sintesis atau penentuan prioritas untuk menentukan bobot dari setiap alternatif PPI, CMAX, UWT dan TRACK sebagai penyusun kriteria realtime, running, identifikasi, fenomena, luasan, dan verifikasi.

Peinililiaii Produk Radar Cuaca yang Paling Tepat IiiitiikMeinbiiat Peringatan Dini Cuaca Ekstrim

ReitZtitiie

Running

Identiflkasi

Fenomena

Luasan

Verifikasi

(0.299944)

(02190181

(0.191022)

(0.126815)

(0.089639)

(0.0'3561)

Gambar 4.1 Nilai bobot perbandingan kriteria dalam struktur hierarki

  • 4.4    Penentuan     Prioritas     Matriks

    Perbandingan Alternatif

Setelah melakukan penetapan prioritas pada perbandingan kriteria, selanjutnya penetapan prioritas atau pilihan dilakukan pada alternatif. Dengan melakukan prosedur dan jumlah iterasi yang sama seperti proses sistesis atau penentuan prioritas matriks perbandingan kriteria , maka nilai bobot tiap-tiap alternatif penyusun semua kriteria untuk tiap-tiap elemen alternatif penyusun kriteria realtime, running, identifikasi, fenomena, luasan, dan verifikasi dapat disusun seperti tabel 4.6.

Dari tabel 4.6 dapat dilihat bobot setiap alternatif untuk setiap kriteria, dimana nilai bobot

PPI dan CMAX dominan memiliki nilai tertinggi, diikuti oleh UWT dan TRACK. Setelah didapatkan nilai bobot perbandingan kriteria dan bobot dari setiap alternatif PPI, CMAX, UWT dan TRACK sebagai penyusun kriteria realtime, running, identifikasi, fenomena, luasan, dan verifikasi, akan dilanjutkan perhitungan matrik gabungan untuk menentukan alternatif terbaik.

  • 4.5 . Penentuan Alternatif Terbaik

Setelah matriks individu tersusun untuk masing-masing kriteria dan alternatif, maka akan terbentuk profil hierarki beserta pembobotannya seperti gambar 4.3.

Tabel 4.6 Nilai bobot tiap-tiap alternatif penyusun semua kriteria

AlternatifZKriteria

Realtime   Running   Identifikasi Fenomena   Luasan     Verifikasi

PPI

0.502322    0.429882    0.474861     0.392853     0.444380    0.395799

CMAX

0.279508    0.309711    0.282572     0.370737     0.336548    0.355616

UWT

0.105493    0.140844    0.128509     0.137017     0.124478    0.145322

TRACK

0.112678    0.119563    0.114057     0.099394     0.094594    0.103263

Peinililiim ProihikRiidtu' Cii⅛h « yangPaliiig Tepnt UiitukItIeLnbiim PeiTJigiitnik Dini Cuncii KktfiTin


Prwhk

Γι,ιιltιιm' (0.299944)

Kecepaton /Hitiliftg (0.219018)

KeinatnpDOii identifikasi (0.191025)

Jumlah fenmυeιuι (0.126815)

Luasan

vilay ah (0.0896 59)

Nilai ⅞erifikasi (0.0"3561)

PFl 0.502322 CMAN 0.279508 VWT 0.105-193 TRACK 0.112678

PPI 0.429882 CMAN 0.309711

VWT 0.140844 TRWK 0.119563

I1Pl 0.474861 CMAN 0.2 82 572 IJWT 0.128509

TRACK 0.114057

PPI 0.392853 CMAX 0.3 70 73 7 UWT 0.137017 TRACK 0.099394

PPI 0.444380

CMAN 0.336548 UWT 0.124478 TRACK 0.094594

PPI 0.395799 CMAX 0.355616 UWT 0.145322 TRACK 0.103263

Gambar 4.3 Nilai bobot perbandingan kriteria dan alternatif dalam struktur hierark


Langkah selanjutnya yaitu menetukan alternatif terbaik dengan menggabungkan antara hasil pembobotan pada kriteria dan pembobotan alternatif berdasarkan kriteria. Untuk itu akan dibuat matriks gabungan dengan menyusun

matriks hasil pembobotan alternatif berdasarkan kriteria yang telah dilakukan sebelumnya, kemudian lakukan perkalian silang dengan masing-masing bobot kriteria yang diperoleh pada analisis perbandingan kriteria, sebagai berikut.

PPI

0.502322

0.429882

0.474861

0.392853

CMAX

0.279508

0.309711

0.2 825 72

0.370737

UWT

0.105492

0.140844

0.128509

0.137017

TRACK

0.112678

0.1 19563

0.114057

0.099394


0.299944

0.444380

0.395799

0.219018

0.336548

0.355616

0.191023

0.124478

0.145322

X

0.126815

0 094594

0.103263

0.089639

0.073561


- -

PPI

0.454299

CMAX

0.308989

UWT

0.12626!

TRACK

0.110451

Dari hasil diatas diperoleh PPI memiliki tingkat kepentingan paling tinggi dengan bobot 45.43%, diikuti produk CMAX dengan bobot kepentingan 30.9%, kemudian produk UWT dengan bobot kepentingan 11.05% dan yang terakhir produk TRACK dengan bobot kepentingan 11.01%.

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

  • 5.1    Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dan pembahasan yang telah dilakukan, didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  • 1.    Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dapat membantu pengambilan keputusan dalam penentuan produk RADAR Cuaca paling tepat untuk membuat peringatan dini cuaca ekstrim secara obyektif, meskipun berasal dari pendapat yang berbeda-beda.

  • 2.    Sesuai hasil penentuan prioritas pemilihan alternatif produk dalam penentuan produk RADAR Cuaca paling tepat untuk membuat peringatan dini cuaca ekstrim, diperoleh produk PPI memiliki tingkat kepentingan paling tinggi, diikuti produk CMAX, kemudian produk UWT dan yang terakhir produk TRACK.

  • 5.2    Saran

Kepada pembaca jika ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang AHP disarankan menggunakan menggunakan kriteria dan alternatif lebih banyak untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan menggunakan program aplikasi tambahan seperti Expert Choice, Super Decisions dan lain sebagainya agar lebih mudah dalam melakukan perhitungan dan mengurangi kesalahan dalam penggunaan angka yang banyak. Disarankan untuk melakukan penelitian yang sama tetapi dengan menggunakan metode dari sistem

pendukung keputusan yang lain supaya bisa dibandingkan hasilnya dengan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Kepala BMKG No: KEP.009 Tahun 2010 tentang   Prosedur Standar

Operasional Pelaksanaan Peringatan Dini, pelaporan dan Diseminasi Informasi Cuaca Ekstrim. Oktober 2010.

Saaty, Thomas L. 1994. Fundamentals of decision making and priority theory with analytic hierarchy process. RWS Publications. Pittsburgh PA 15260, USA.

Sinaga, Johannes. 2009. Penerapan Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam Pemilihan Perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)  sebagai  Tempat Kerja

Mahasiswa Universitas Sumatera Utara (USL). Skripsi.

Utari, Lis. 2011. Rancang Bangun database Nilai Siswa tingkat Sekolah Menengah

Memilih Kendaraan dengan Metode Analytic Hierarchy Process dan Super Decision. Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasi Volume 2 - Mei 2011.

Herujono, 2000. Modul Pendahuluan Radar Cuaca. Badan Pendidikan dan Latihan Perhubungan Akademi Meteorologi dan Geofidika (AMG). Jakarta

Zakir, A., Sulistya, W., dan Khotimah M. K., 2010. Prespektif Operasional Cuaca Tropis. Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. Jakarta

Rinehart, R. E., 1997. RADAR for Meteorologists. Rinehart Publishing. Collumbia   Enterprise   Electronics

Corporation. (2007). EDGE 5 Manual. Enterprise Electronics Corporation. Alabama, USA

BMKG [Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika]. 2013. Modul Diklat Teknis Analisa Cuaca. Jakarta : BMKG Pusat.

38