BULETIN S1UD1 EKONOMI


BULETIN STUDI EKONOMI

Available online at https://ojs.unud.ac.id/index.php/bse/index

Vol. 28 No. 01, Februari 2023, pages: 95-106

ISSN : 1410-4628

e-ISSN: 2580-5312


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PURCHASING POWER PARITY MATA UANG NEGARA EMERGING MARKET ASEAN

Sucia Azwenda1 Alpon Satrianto2

Abstract

Keywords:

Inflation;

Foreign direct investment;

Net export;

Purchasing power parity;

This study aims to determine and analyze related to the effect of inflation, foreign direct investment and net exports on the purchasing power parity of ASEAN Emerging Market currencies. This study uses secondary data sourced from the World Bank, in the periode 2004-2019 in ASEAN Emerging Market countries, namely Indonesia, Malaysia, Phillipines, Thailand and Vietnam. In this study,the independent variables consist of inflation, foreign direct investment and net exports. Meanwhile, purchasing power parity is determined as the dependent variable ASEAN. This study uses panel data regression analysis using the Fixed Effect Modeln (FEM) method. The results show that inflation has a negative and significant effect on purchasing power parity of ASEAN Emerging Market countries.. Meanwhile, foreign direct investment and net exports have a positive and insignificant effect on the purchasing power parity of ASEAN Emerging Market countries.

Kata Kunci:                                             Abstrak

Inflasi;

Investasi asing langsung;

Net ekspor;

Purchasing power parity;

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis terkait pengaruh inflasi, investasi asing langsung dan net ekspor terhadap purchasing power parity mata uang negara Emerging Market ASEAN.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari World

Koresponding:

Bank, pada periode 2004-2019 di negara Emerging Market ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam. Pada penelitian ini

Fakultas Ekonomi Universitas

Negeri Padang, Sumatera

Barat, Indonesia

Email:

[email protected]

variabel bebas terdiri dari inflasi, investasi asing langsung dan net ekspor. Sedangkan purchasing power parity ditetapkan sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan analisis regresi data panel dengan menggunakan metode Fixed Effect Model (FEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN. Sedangkan investasi asing langsung dan net ekspor berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN.

Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, Indonesia Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Nilai tukar mata uang merupakan salah satu indikator yang perlu diperhatikan oleh setiap negara, karena senantiasa megalami perubahan dari waktu ke waktu. Keseimbangan nilai tukar riil menjadi kunci bagi setiap ekspor neto, karena harga relatif barang-barang yang dijual di luar negeri dan domestik (N. Gregory Mankiw, 2000). Keseimbangan nilai tukar dapat tercermin dari perbandingan antara nilai mata uang suatu negara dengan nilai mata uang negara lainnya, dalam kemampuan daya beli dari masing-masing mata uang tersebut. Perbandingan dari mata uang negara tersebut, dinamakan dengan Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity). Purchasing Power Parity merupakan salah satu konsep untuk mengukur perbandingan nilai tukar antar negara, hal ini menjadi cerminan dalam menunjukkan apakah nilai tukar yang berlaku sesuai atau tidak (Samuelson & William D. Nordhaus, 2004). Purchasing power parity mencoba menyamakan daya beli mata uang yang berbeda, yang diukur dalam mata uang domestik per dolar AS, dengan menggunakan sampel sekeranjang barang dan jasa yang merupakan pengeluaran akhir dari konsumsi rumah tangga dan pemerintah, pembentukan modal tetap dan ekspor neto (Oecd Data, 2021).

Teori purchasing power parity dikemukakan oleh Gustav Cassel, yang merupakan seorang ekonom swedia pada tahun 1918, yang digunakan untuk memperkirakan keseimbangan nilai tukar (Salvatore, 2014), dengan cara membandingan kemampuan daya beli berbagai mata uang negara terhadap negara lain. Teori purchasing power parity menyatakan bahwa kurs antar mata uang sama dengan porsi tingkat harga setiap negara, yang dihitung berdasarkan harga beli suatu komoditi yang sama (Krugman & Obstfeld, 2009). Negara yang mengukur pendapatan per kapitanya dengan menggunakan perbandingan nilai tukar resmi yaitu dolar Amerika Serikat, dengan ukuran penyesuaian kemampuan daya beli akan sangat berbeda dari kenyataannya . Teori purchasing Power Parity dapat menjadi salah satu tolak ukur dalam menentukan standar hidup yang layak secara internasional oleh Bank Dunia, yang menjadi perbandingan dalam menggambarkan kinerja ekonomi nasional (Setyo Hn, 2016)

Purchasing power parity juga merupakan faktor yang dapat menggambarkan keadaan perekonomian suatu negara, yang berfungsi sebagai tolak ukur dalam membandingkan standar hidup di setiap negara (Samuelson & William D. Nordhaus, 2004). Konsep Purchasing power parity berdasarkan hukum satu harga. Hukum ini menyatakan bahwa suatu barang yang dijual di semua tempat memiliki harga yang sama, dengan asumsi tidak adanya biaya transportasi, biaya transaksi, atau hambatan perdagangan, sehingga seharusnya barang-barang yang dijual di berbagai negara itu setara dengan negara lain (N. Gregory Mankiw, 2006). Purchasing Power Parity, dapat digunakan sebagai perbandingan rata-rata dari biaya produk dan jasa antar negara. Asumsinya bahwa kegiatan dari perdagangan internasional akan memicu kondisi perubahan dari nilai tukar mata uang. Maksudnya, transaksi yang terjadi dalam mata uang suatu negara, akan mempengaruhi nilai tukar darinmata uang negara tersebut di pasar uang (Setyo Hn, 2016).

Negara Emerging Market merupakan negara yang mengalami pasar barang dan pasar modal yang sedang berkembang, memiliki banyak cakupan sektor ekonomi di berbagai negara dengan bisnis yang berbeda, hal ini berpotensi untuk menarik investor untuk menempatkan uang mereka (Indopremier.com, 2021), akibatnya negara tersebut memiliki volume transaksi mata uang dolar yang paling intensif di pasar internasional. Ketika volume dagang suatu negara semakin besar, berarti dia mendorong penggunaan mata uang dolar sebagai alat transaksi, akibatnya tingkat permintaan mata uang dolar meningkat, tentu hal ini akan berdampak pada kemampuan daya beli mata uang masing-masing negara.

Tabel 1.

Purchasing Power Parity Negara Emerging Market ASEAN Tahun 2013-2019 (Indeks)

Tahun

Indonesia

Malaysia

Filipina

Thailand

Vietnam

2013

0,36

0,47

0,43

0,40

0,35

2014

0,34

0,46

0,43

0,38

0,35

2015

0,33

0,4

0,42

0,37

0,34

2016

0,34

0,38

0,4

0,36

0,33

2017

0,35

0,38

0,38

0,38

0,33

2018

0,33

0,40

0,37

0,39

0,33

2019

0,34

0,39

0,38

0,41

0,32

Rata-Rata

0,34

0,41

0,40

0,38

0,34

Sumber: World Bank, ( 2021)

Tabel 1. terlihat bahwa perkembangan rasio purchasing power parity di negara Emerging Market ASEAN dari tahun 2013-2019 mengalami fluktuasi, hal ini dapat disebabkan karena terjadinya pergerakan dari keseimbangan nilai tukar mata uang dari tahun ke tahun. Negara Vietnam dan Indonesia memiliki rata-rata rasio paritas daya beli yang lebih rendah dibandingkan negara Emerging Market ASEAN lainnya, yaitu sebesar USD0,34. Selanjutnya rata-rata rasio paritas daya beli Thailand sebesar USD0,38. Filipina memiliki rata-rata rasio paritas daya beli sebesar USD0,40 dan Malaysia USD0,41. Semakin kecil angka rasio purchasing power parity, menandakan harga barang serupa yang dijual di masing-masing negara menjadi lebih murah. Harga di Indonesia dan Vietnam lebih murah dibandingkan harga barang yang dijual di negara Thailand, Filipina dan Malaysia. Hal ini diduga akibat adanya subsidi yang diberikan pemerintah Indonesia terhadap BBM dan LPG (Muhammad Ridwan, 2020). Selain itu negara Indonesia masih menggunakan BBM premium (Santia, 2021).

Gelb & Diofasi (2016) mengatakan subsidi energi cenderung memiliki dampak terhadap harga dan ekonomi, sehingga negara-negara yang membelanjakan lebih besar untuk subsidi dapat memiliki tigkat harga purchasing power parity yang relatif lebih rendah. Sedangkan Vietnam dalam beberapa tahun terakhir telah mengalami pertumbuhan yang begitu cepat, sejak tahun 2011 neraca transaksi berjalannya berada di angka surplus, hal ini disebabkan karena meningkatnya ekspor negara vietnam dan stabilnya aliran FDI, sehingga mendukung neraca pembayaran vietnam (Trieu, et al, 2019).

Tabel 2.

Perkembangan Inflasi Negara Emerging Market ASEAN Tahun 2013-2019 (%)

Tahun

Indonesia

Malaysia

Filipina

Thailand

Vietnam

2013

4,97

0,17

2,06

1,78

4,76

2014

5,44

2,47

3,05

1,44

3,66

2015

3,98

1,22

-0,72

0,72

-0,19

2016

2,44

1,66

1,28

2,64

1,11

2017

4,29

3,78

2,32

1,90

4,09

2018

3,82

0,62

3,74

1,43

3,40

2019

1,60

0,07

0,70

0,95

1,79

Rata-rata

3,79

1,43

1,78

1,55

2,66

Sumber: World Bank, (2021)

Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat paritas daya beli mata uang suatu negara adalah inflasi. Inflasi yang lebih tinggi menyebabkan nilai mata uang suatu negara menjadi lemah, akibatnya harga barang dan jasa di suatu negara menjadi mahal, sehingga kemampuan daya beli mata uang untuk dibelanjakan menjadi turun (Krugman & Obstfeld, 2009). Penelitian oleh Adusei & Gyapong (2017) mengatakan bahwa, inflasi merupakan prediktor dari nilai mata uang, perbedaan inflasi menyebabkan perbedaan nilai tukar mata uang.

Pada Tabel 2. negara yang memiliki rata-rata tingkat inflasi terendah pertahun yaitu Malaysia, disusul oleh negara Thailand, dan negara Filipina, karena berada dibawah angka 2 persen. Negara Vietnam memiliki rata-rata tingkat inflasi yang lebih tinggi dibandingkan dari negara Malaysia, Thailand dan Filipina, karena inflasinya diatas 2 persen pertahun. Sedangkan negara Indonesia menduduki tingkat rata-rata inflasi tertinggi dibandingkan negara lain, yaitu sebesar 3,79 persen pertahun, hal ini diduga dipicu akibat melunjaknya harga BBM, sehingga harga barang dan jasa menjadi mahal dan menyebabkan inflasi meningkat (Hendra Kusuma, 2015), yang pada akhirnya berdampak terhadap pergerakan nilai tukar (Ekananda, 2014).

Investasi asing langsung (FDI) merupakan masuknya aliran modal asing ke dalam negeri, yang dapat menyebabakan kenaikan aset luar negeri di suatu negara (Salvatore, 2014). Aliran modal asing yang masuk ke dalam negeri tidak menyebabkan peningkatan utang luar negeri, namun menjadi salah satu faktor yang mampu mempengaruhi nilai tukar, dikarenakan investor asing akan menukar mata uangnya ke mata uang negara yang menerima investasi tersebut, sehingga terjadi apresiasi terhadap nilai tukar. Selain itu, negara penerima FDI lebih unggul daripada berhutang, karena pembayaran deviden dapat dibatalkan jika proyek bisnis mengalami kegagalan (Sterne et al., 1997). Jika FDI dalam jangka panjang berhasil meningkatkan produktivitas dan daya saing dari produk lokal, maka diharapkan terjadi peningkatan ekspor, sehingga dalam jangka panjang akan mendorong terjadinya apresiasi nilai tukar (Tjahjono & Sulistiowati, 2003).

Tabel 3.

Perkembangan Investasi Asing Langsung (FDI) Negara Emerging Market ASEAN Tahun 2013-2019 (Miliar US$)

Tahun

Indonesia

Malaysia

Filipina

Thailand

Vietnam

2013

23.281,74

11.296,28

3.737,37

15.935,96

8.900,00

2014

25.120,73

10.619,43

5.739,57

4.975,46

9.200,00

2015

19.779,13

9.857,16

5.639,16

8.927,58

11.800,00

2016

4.541,71

13.470,09

8.279,55

3.486,18

12.600,00

017

20.510,31

9.368,47

10.256,44

8.285,17

14.100,00

2018

18.909,83

8.304,48

9.948.,60

13.186,33

15.500,00

2019

24.993,55

9.101,05

8.671,37

4.816,64

16.120,00

Rata-Rata

19.591,00

10.288,14

7.467,44

8.516,19

12.602,86

Sumber: World Bank, ( 2021)

Pada Tabel 3. terlihat, negara yang menerima investasi asing langsung paling tinggi adalah negara Indonesia, dengan rata-rata sebesar 19.591.00 miliar US$ pertahun. Tingginya investasi asing langsung di negara Indonesia, diduga karena pemerintah negara Indonesia meningkatkan pelayanan dan tata kelola yang ada dan terus-menerus melakukan perbaikan dalam setiap indikator prioritas, yang terus meningkat, terlihat dari peringkat indeks Ease of Business (EODB), yaitu indeks dalam kemudahan berbisnis di sebuah negara. Disisi lain Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi yang besar, yang menjadi bahan pertimbangan oleh investor (Liputan6, 2013).

Negara Filipina menjadi negara yang paling sedikit menerima aliran investasi asing langsung, yaitu hanya sebesar 7.467,44 miliar US$ per tahunnya dibandingkan dengan negara Vietnam, Malaysia dan Thailand, hal ini disebabkan karena investor belum yakin terhadap kondisi korupsi dan reformasi ekonomi dalam meningkatkan bisnis negara yang telah diupayakan oleh presiden Filipina, sehingga masih sedikit investor yang mau menanamkan asetnya di negara tersebut (Liputan6, 2013).

Keunggulan dari investasi asing langsung yaitu dapat mendorong industri manufaktur. Contohnya negara Tiongkok, yang menjadi negara yang ekspansif terhadap pasar luar negeri karena mendapat tambahan energi dalam bentuk investasi asing. Akibatnya, industri-industri manufaktur negara Tiongkok telah berkembang pesat, sehingga mampu mendominasi dalam tingkat ekspor. Akibatnya, Tiongkok berhasil menjadi negara eksportir terbesar didunia, dan dapat mencapai surplus yang besar dalam neraca perdagangannya (Negeri, 2015). Penelitian sebelumnya oleh Arezki & Ismail, (2010) mengatakan terdapat hubungan yang kuat antara pangsa komoditas ekspor yang tinggi dan nilai tukar riil yang lebih tinggi. Tingginya nilai tukar riil tentu akan meningkatkan paritas daya beli.

Tabel 4.

Perkembangan Net Ekspor Negara Emerging Market ASEAN Tahun 2013-2019 ( Miliar US$)

Tahun

Indonesia

Malaysia

Filipina

Thailand

Vietnam

2013

- 6.237,11

27.540,34

- 10.647,21

7.440,90

5.604,00

2014

- 3.027,13

31.341,55

- 12.753,93

23.908,78

8.596,00

2015

5.351,90

22.711,69

- 17.854,39

41.680,33

2.609,00

2016

8.234,32

19.990,34

- 28.505,67

56.051,04

6.784,00

2017

11.434,77

21.988,28

- 31.521,65

56.877,04

6.816,00

2018

- 6.713,37

24.054,47

- 39.364,38

44.922,18

12.860,13

2019

- 4.133,32

27.500,98

-36.272,18

51.047,44

19.143.,25

Sumber: World Bank, (2021)

Berdasarkan Tabel 4. Net ekspor Filipina dari tahun ke tahun mengalami defisit, sedangkan negara Vietnam, Malaysia dan Thailand selalu surplus, hal ini disebabakan karena negara tersebut merupakan negara yang memiliki tingkat ekspor dibidang manufaktur yang paling tinggi diabandingkan negara lainnya. Selain itu, negara Thailand merupakan negara objek wisatawan, sehingga sektor pariwisata menjadi sumber yang mendorong meningkatnya nilai tukar mata uang. Sedangkan smartphone merupakan hasil ekspor utama negara Vietnam, hal ini menandakan bahwa ekspor di bidang manufaktur lebih memberikan untung yang besar dan berpengaruh besar terhadap perekonomian (kemenperi.go.id, 2018). Dengan demikian, jika suatu negara memiliki net ekspor yang positif, artinya negara tersebut mengalami surplus, dimana tingkat ekspor lebih besar daripada impor, sebaliknya net ekspor yang negatif, menandakan negara tersebut mengalami defisit, yang berarti bahwa tingkat impor lebih besar daripada ekspor.

Penelitian ini mengguakan data sekunder yaitu purchasing power parity, inflasi, investasi asing langsung, dan net ekspor di negara Emerging Market ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam, yang bersumber dari world bank. Memilih negara Emerging Market ASEAN karena mendukung objek dari penelitian ini yang didapat dari berbagai sumber, seperti penelusuran buku-buku di perpustakaan, jurnal, maupun website. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini yaiu regresi data panel.

Penelitian sebelumnya oleh Arezki & Ismail, (2010) dan (Ricci et al., 2008) meneliti hubungan antara antara pangsa komoditas ekspor manufaktur yang tinggi terhadap nilai tukar riil yang lebih tinggi. Sedangkan dalam penelitian ini, mencoba melihat kemampuan nilai tukar dari purchasing power parity.

METODE PENELITIAN

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, penelitian ini berjenis penelitian deskriptif dan asosiatif. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesa dan melakukan interprestasi terhadap pengaruh dari setiap variabel. Penelitian ini dilakukan di negara Emerging Market ASEAN yakni, Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam dengan menggunakan data sekunder berupa data panel pada tahun 2004-2019, yang berasal dari lembaga resmi yaitu World Bank. Penelitian ini menggunakan alat ananlisis regresi data panel. Menurut Basuki & Nano, (2017)persamaan ditulis sebagai berikut:

PPPit = β0 + β1Iit + β2FDIit + β3NXit + uit

Keterangan:

PPP = Purchasing Power Parity

I = Inflasi

FDI = Investasi Asing Langsung

NX = Net Ekspor β = Konstanta i   = Negara

t   = Tahun

u = Error Term

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemilihan Model Regresi Panel

  • a.    Uji Chow

Uji Chow digunakan untuk memilih apakah CEM atau FEM yang terbaik. Jika nilai prob < 0,05 maka, model yang terbaik digunakan adalah FEM, namun jika nilai prob > 0,05 maka model yang terbaik adalam CEM.

Tabel 5.

Hasil Pengujian Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests

Equation: Untitled

Test cross-section fixed effects

Effects Test

Statistic

d.f.

Prob.

Cross-section F

16.525718

(4,72)

0.0000

Cross-section Chi-square

52.106619

4

0.0000

Sumber : Hasil Olahan Eviews, 2022

Berdasarkan dari hasil pemilihan model panel Uji Chow menunjukkan nilai prob chisquare yaitu sebesar 0,0000 < 0,05 sehingga H0 ditolak dan Ha diterima, yang artinya Fixed Effect Model adalah model yang paling baik digunakan dalam uji ini.

  • b.    Uji Hausman

Uji hausman adalah uji yang digunakan untuk memilih apakah FEM atau REM yang sebaiknya digunakan. Jika nilai probabilitasnya > 0,05 maka model yang terbaik adalah REM, jika nilai probabilitasnya < 0,05 maka yang terbaik digunakan adalah model FEM.

Table 6.

Hasil Pengujian Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test

Equation: Untitled

Test Summary

Chi-Sq. Statistic

Chi-Sq. d.f.

Prob.

Cross-section random

8.662615

3

0.0341

Sumber : Hasil Olahan Eviews, 2022

Dari hasil uji Hausman diperoleh bahwa Fixed Effect Model (FEM) adalah model terbaik yang digunakan. Hasil menunjukkan bahwa nilai prob dari chi-square sebesar 0,0341 yang lebih kecil dari α (0,05) sehingga H0 ditolak dan Ha diterima, yang artinya Fixed Effect Model adalah model terbaik dan paling konsisten digunakan dalam uji ini.

  • c.    Uji Regresi Panel

Uji regresi data panel merupakan uji yang digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam bentuk gabungan data runtun waktu dan tempat.

Table 7.

Hasil Uji Fixed Effect Model (FEM)

Dependent Variable: Y

Method: Panel Least Squares

Periods included: 16

Cross-sections included: 5

Total panel (balanced) observations: 80

Variable

Coefficient

Std. Error        t-Statistic

Prob.

C

0.363465

0.012995        27.96888

0.0000

I

-0.005863

0.001176        -4.985394

0.0000

FDI

1.60E-12

9.99E-13         1.600513

0.1136

NX

4.74E-13

2.77E-13         1.710102

0.0913

R-squared

0.315259

Mean dependent var

0.352182

Adjusted R-squared

0.288230

S.D. dependent var

0.061981

S.E. of regression

0.052292

Akaike info criterion

-3.015258

Sum squared resid

0.207815

Schwarz criterion

-2.896156

Log likelihood

124.6103

Hannan-Quinn criter.

-2.967506

F-statistic

11.66363

Durbin-Watson stat

0.826731

Prob(F-statistic)

0.000002

Sumber : Hasil Olahan Eviews,2022

Setelah dilakukan uji chow dan uji hausman, model terbaik yang digunakan adalah Fixed Effect Model (FEM). Dari hasil penelitian dapat ditentukan besarnya pengaruh dari variabel Inflasi, Investasi Asing Langsung dan Net Ekspor terhadap Purchasing Power Parity negara Emerging Market ASEAN. Berikut ini tabel hasil Fixed Effect Model (FEM).

Berdasarkan uji Fixed Effect Model, didapatkan hasil persamaan regresi panel sebagai berikut:

Yit= 0,363465 - 0,005863 (X1 it) + 1,60E-12 (X2 it) + 4,74E-13 (X3 it) uit

Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa:

Inflasi berpengaruh negatif terhadap Purchasing Power Parity negara Emerging Market ASEAN dengan koefisien -0,005863, dengan nilai probabilitas sebesar 0,000 < 0,05. Hal ini dapat diartikan bahwa jika Inflasi meningkat sebesar 1%, maka Purchasing Power Parity akan mengalami penurunan sebesar -0,005863 satu satuan dengan asumsi cateris paribus. Investasi Asing Langsung berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Purchasing Power Parity pada negara Emerging Market ASEAN dengan koefisien regresinya sebesar 1,60E-12 dengan probabilitas 0,1136 > 0,05. Hal ini dapat diartikan jika Investasi Asing Langsung meningkat sebesar satu satuan, maka Purchasing Power Parity tidak akan mengalami peningkatan sebesar 1,60E-12 satu satuan, dengan asumsi cateris paribus.

Net Ekspor berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Purchasing Power Parity negara Emerging Market ASEAN dengan koefisien regresinya sebesar 4,74E-13 dengan nilai probabilitas sebesar 0,0913 > 0,05. Hal ini dapat diartikan jika Net Ekspor meningkat sebesar satu satuan, maka Purchasing Power Parity tidak akan mengalami peningkatan sebesar 4,74E-13 satu satuan, dengan asumsi cateris paribus.

Uji Asumsi Klasik

a.    Uji Multikolinearitas

Uji multikoliniearitas bertujuan menguji apakah model regresi terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak. Berikut ini hasil uji multikolinearitas untuk model persamaan panel :

Tabel 8.

Hasil Uji Multikolinearitas

X1

X2

X3

X1

1.000000

-0.088768

-0.128836

X2

-0.088768

1.000000

0.052858

X3

-0.128836

0.052858

1.000000

Sumber : Hasil Olahan Eviews,2022

Tabel 8. memperlihatkan bahwa tidak terdapat adanya multikolinearitas. Hal ini ditunjukkan bahwa tidak adanya koefisen korelasi antar variabel bebas yang lebih besar dari 0,8 (Basuki & Nano, 2017)

  • b.    Uji Heteroskedastisitas

Untuk mengidentifikasi masalah heteroskedastisitas pada model yang dibangun dapat dilakukan dengan uji residual diagnostics heteroskedastisitas pada Eviews. Pengujian heterokedastisitas dalam penelitian ini dilakukan dengan Uji Park. Apabila nilai probabilitas variabel bebas yang digunakan signifikan pada α < 0,05, maka kondisi tersebut menunjukkan terjadinya heteroskedastisitas begitupun sebaliknya (Basuki & Nano, 2017).

Berdasarkan uji heteroskedastisitas yang menggunakan residual diagnostics, bahwa tidak terdapat variabel bebas yang nilai probabilitasnya berada di bawah signifikansi α = 0,05, maka tidak terdapat heteroskedastisitas.

Tabel 9.

Hasil Uji Heteroskedastisitas

Variable

Coefficient

Std. Error        t-Statistic

Prob.

C

-8.262418

0.430767         -19.18071

0.0000

X1

0.006751

0.038980         0.173196

0.8630

X2

-5.31E-11

3.31E-11          -1.605090

0.1126

X3

-1.02E-11

9.18E-12          -1.111541

0.2698

R-squared

0.052166

Mean dependent var

-8.801856

Adjusted R-squared

0.014751

S.D. dependent var

1.746280

S.E. of regression

1.733353

Akaike info criterion

3.986699

Sum squared resid

228.3429

Schwarz criterion

4.105800

Log likelihood

-155.4680

Hannan-Quinn criter.

4.034450

F-statistic

1.394261

Durbin-Watson stat

1.871783

Prob(F-statistic)

0.251048

Sumber :

Hasil Olahan Eviews,2022

Pengaruh Inflasi Terhadap Purchasing Power Parity

Berdasarkan hasil olahan regresi data panel, penelitian membuktikan bahwa inflasi memiliki hubungan negatif dan berpengaruh signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN. Hal ini menunjukkan penurunana inflasi diikuti dengan peningkatan purchasing power parity. Artinya, ketika inflasi menurun sebesar satu persen, maka purchasing power parity meningkat sebesar satu satuan. Jadi ketika terjadi kenaikan atau penururnan inflasi, hal ini akan menyebabkan kenaikan maupun penurunan purchasing power parity di negara Emerging Market ASEAN. Semakin tinggi tingkat inflasi, semakin rendah purchasing power parity (Seshaiah & Tripathy, 2018). Penelitian ini didukung oleh penelitian (Zayed et al, 2019) yang menemukan bahwa ketika inflasi naik maka purchasing power pariy, karena terdapat hubungan negatif yang signifikan antara tingkat dengan purchasing power parity.

Pengaruh Investasi Asing Langsung Terhadap Purchasing Power Parity

Investasi Asing Langsung adalah penanaman modal secara de facto atau de jure dari perusahaan ke dalam negeri, dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaanya dinegara lain, tidak hanya terjadi pemindahaan sumber daya tapi juga terjadi pengendalian terhadap perusahaan diluar negeri (Madura, 2008).

Tingginya minat investor berinvestasi di suatu negara, mendorong terciptanya integrasi keuangan yang mampu mendorong pertumbuhan dan meningkatkan konsumsi. Semakin besar investasi asing langsung suatu negara, maka permintaan investor terhadap mata uang negara tersebut semakin meningkat, akibatnya mendorong nilai tukar mata uang negara tersebut terapresiasi, sehingga membuat produk asing jadi lebih murah. Apresiasi ini akan memperkecil tekanan di pasar barang dan pasar tenaga kerja dalam negeri yang berujung terhadap laju inflasi yang lebih rendah, akibatnya memberi tekanan pada harga dan peningkatan nilai tukar riil (Sterne et al, 1997). Sedangkan jika terjadi pembalikan arus modal dan defisit transaksi berjalan dapat berpengaruh signifikan terhadap krisis mata uang (Ho, 2014).

Banyaknya investor berinvestasi ke suatu negara, menanadakan pasar negara tersebut cukup luas, sehingga akan mendorong peningkatan pendapatan per kapita dan daya beli, karena pasar yang kecil menyebabkan rendahnya pendapatan per kapita dan daya beli (M.L. Jhingan, 2012). Oleh sebab itu, aliran investasi asing langsung sangat berpengaruh terhadap kemampuan daya beli.

Berdasarkan hasil olahan data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan memperlihatkan bahwa investasi asing langsung memiliki hubungan positif dan tidak signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN. Hal ini berarti menunjukan peningkatan investasi asing langsung tidak diikuti dengan peningkatan purchasing power parity, yaitu apabila jumlah investasi asing langsung meningkat sebesar satu satuan, maka purchasing power parity tidak akan meningkat sebesar satu satuan.

Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Gelb & Diofasi, (2016) yang menemukan bahwa investasi asing langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchasing power parity. Selain itu, (Niu et al, 2007) menemukan bahwa investasi asing langsung berpengaruh negatif terhadap purchasing power parity di negara yang berpenghasilan rendah.

Pengaruh Net Ekspor Terhadap Purchasing Power Parity

Berdasarkan hasil olahan data dan pengujian hipotesis yang telah dilakukan, memperlihatkan bahwa net ekspor memiliki hubungan positif, namun tidak signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN, karena probabilitas > 0,05. Hal ini berarti menunjukan

kenaikan dari net ekspor tidak menyebabkan peningkatan terhadap purchasing power parity, yaitu apabila jumlah net ekspor meningkat sebesar satu satuan, maka purchasing power parity tidak akan meningkat sebesar satu satuan.

Rodrik & Kennedy, (2008) dalam penelitiannya mengatakan terdapat hubungan kuat antara pangsa komoditas ekspor yang tinggi dengan nilai tukar riil yang tinggi. Penelitian ini tidak konsisten dengan Niu et al (2007) yang menemukan bahwa net ekspor berpengaruh terhadap purchasing power parity, namun negara yang berpenghasilan rendah, perdagangan cenderung memiliki pengaruh yang kecil terhadap purchasing power parity. Hal ini dikarenakan pemerintah negara berpenghasilan rendah dan menengah sering menawarkan subsidi, yang membuat harga barang menyimpang dari tingkat harga yang dijual di pasar.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan dari hasil penelitian di atas, kesimpulan yang dapat diambil yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN. Tingkat inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN. Hal ini berarti, naik turunnya inflasi berdampak terhadap purchasing power parity di negara Emerging Market ASEAN. Sedangkan investasi asing langsung dan net ekspor berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap purchasing power parity negara Emerging Market ASEAN.

Bagi setiap negara diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pertimbangan dan masukkan dalam menjaga keseimbangan purchasing power parity, khususnya di negara Emerging Market ASEAN. Selain variabel inflasi, investasi asing langsung dan net ekspor, mungkin masih banyak lagi faktor-faktor lain yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi purchasing power parity, terutama di negara Emerging Market ASEAN. Oleh sebab itu, bagi peneliti di masa depan, dapat mengembangakan penelitian ini seperti dengan menambah variabel lain yang berkemungkinan dapat mempengaruhi purchasing power parity.

REFERENSI

Adusei, M., & Gyapong, E. Y. (2017). The Impact Of Macroeconomi Variabels On Exchange Rate Volatility In Ghana: The Partial Least Squares Structural Equation Structural Equation Modelling Apporach. Research in International Business and Finance, 42 (C), 1428–1444.

Arezki, R., & Ismail, K. (2010). Boom-Bust Cycle , Asymmetrical Fiscal Response and the Dutch Disease. 15– 16.

Basuki, A. T., & Nano, P. (2017). Analisis Regresi Dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis. In PT Rajagrafindo Persada, Depok.

Ekananda, M. (2014). Ekonomi Internasioal. Jakarta: Erlangga.

Gelb, A., & Diofasi, A. (2016). What Determines Purchasing-Power Parity Exchange Rates? 24(September 2015), 93–141.

Hendra Kusuma. (2015). Inflasi Indonesia Tinggi Dibanding Negara ASEAN. Okezone.com.

https://economy-okezone

com.cdn.ampproject.org/v/s/economy.okezone.com/amp/2015/04/29/20/1141995/inflasi-indonesia-tinggi-dibanding-negara

asean?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=164379895015 05&amp_ct=1643799132557&referrer=https

Ho, C. S. F. (2014). Parity and Non-Parity Determinants of Exchange Rates in Latin American Economies. 4(2), 183–202.

Indopremier.com. (2021). Perekonomian Emerging Market Menuju Pemulihan Berpotensi Menyingkirkan

Sejumlah Negara Eropa. www.indopremier.com.

https://www.indopremier.com/ipotnews/newsDetail.php?jdl=Perkonomian_Emerging_Market_Menuju_Pemulih an_&hellip;_Berpotensi_Menyingkirkan_Sejumlah_Negara_Eropa&news_id=130113&group_news=IPO TNEWS&news_date=&taging_subtype=PG002&name=&search=y_general&q=,&hala

Krugman, P. R., & Obstfeld, M. (2009). Ekonomi Internasional (5 ed.). Jakarta: PT. Indeks Kelompok GRAMEDIA.

Liputan6. (2013). Indonesia Masuk 3 Negara Teratas untuk Tujuan Investasi Asia 2013. Liputan6.com.

https://m.liputan6.com/bisnis/read/482548/indonesia-masuk-3-negara-teratas-untuk-tujuan-investasi-asia-2013

M.L. Jhingan. (2012). Ekonomi Pembangunan Dan Perencanaan (Rajawali (ed.); 16 ed.). PT RajaGrafindo Persada.

Madura, J. (2008). International Finance Management. Jakarta: Salemba Empat.

Muhammad Ridwan. (2020). 2021, Pemerintah Gelontorkan Rp54,4 triliun untuk Subsidi BBM & LPG. Bisnis.com.

https://m-bisnis-com.cdn.ampproject.org/v/s/m.bisnis.com/amp/read/20200819/44/1280827/2021-pemerintah-gelontorkan-rp544-triliun-untuk-subsidi-bbm-

lpg?amp_js_v=a6&amp_gsa=1&usqp=mq331AQKKAFQArABIIACAw%3D%3D#aoh=1643093077270 8&referrer=https%3A%2F%2Fwww.goo

N. Gregory Mankiw. (2000). Pengantar Ekonomi (Y. Sumiarti & Wisnu Chandra Kristiaji (6 ed.). Jakarta:. Erlangga.

N. Gregory Mankiw. (2006). Principles of Economics (R. Widyaningrum (ed.).Jakarta: Salemba Empat.

Negeri, K. L. R. (2015). Masyarakat ASEAN Maju Bersama Masyarakat ASEAN (10 ed.).

Niu, H., Chu, X., & Ma, Y. (2007). Study on the Fluctuation of Purchasing Power Parity.

Oecd      Data.      (2021).      Purchasing      Power      Parities      (PPP).      Data.0ecd.org.

https://data.oecd.org/conversion/purchasing-power-parities-ppp.htm

Salvatore, D. (2014). Ekonomi Internasional (M. Masykur & Y. Setyaningsih (ed.).Jakarta: Salemba Empat.

Samuelson, P. A., & William D. Nordhaus. (2004). Ilmu Makroekonomi (S. Margaretha Sumaryati (ed.).Jakarta: PT Media Global Edukasi.

Santia, T. (2021). 7 Negara Dunia Masih Gunakan BBM Premium, Salah Satunya Indonesia. lipotan 6.com.

https://m.liputan6.com/bisnis/read/4835234/7-negara-dunia-masih-gunakan-bbm-premium-salah-satunya-indonesia

Setyo Hn. (2016). Konsep Purchasing Power Parity serta Pemanfaatannya pada Perdagangan dan Pasar Uang.

Ajarekonomi.com.

https://www.ajarekonomi.com/2016/10/konsep-purchasing-power-parity-serta.html?m=1

Sterne, Glen, H., & Gabriel. (1997). Handbooks in Central Banking No.14 Capital Flows: Causes,

Consequences and Policy Responses. London:Centre for Central Bangking Studies.

Tjahjono, E. D., & Sulistiowati, N. H. (2003). Kebijakan Pengendalian Aliran Modal Masuk Di Indonesia. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, 1(3), 187–212.

https://doi.org/10.21098/bemp.v1i3.172

Trieu, N. T., Officer, C. E., Officier, C. I., & Eastspring Vietnam. (2019). Vietnam: One of Asia’s Best Proxies To Emerging Market Growth. Eastspring.com.com.

https://www.eastspring.com/hk/insights/vietnam-one-of-asia-s-best-proxies-to-emerging-market-growth

World     Bank.      (2021).      World     Development     Indocators.     World     Bank.org.

https://databank.worldbank.org/source/world-development-indicators

Zayed, N. M., Chowdhury, F. N., Kamruzzaman, M., & Islam, M. S. (2019). Factors influencing Purchasing Power Parity (PPP) in Bangladesh economy: 1986-2017. Academy of Strategic Management Journal, 18(2).

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Purchasing Power Parity Mata Uang Negara Emerging Market Asean

Sucia Azwenda dan Alpon Satrianto