KONEKSI POLITIK, KOMPENSASI EKSEKUTIF, FINANCIAL DISTRESS, KUALITAS AUDIT, DAN MANAJEMEN LABA : STUDI INDONESIA VS THAILAND
on
BULETIN S1UD1 EKONOMI
BULETIN STUDI EKONOMI
Available online at https://ojs.unud.ac.id/index.php/bse/index
Vol. 28 No. 01, Februari 2023, pages: 24-39
ISSN : 1410-4628
e-ISSN: 2580-5312

KONEKSI POLITIK, KOMPENSASI EKSEKUTIF, FINANCIAL DISTRESS, KUALITAS AUDIT, DAN MANAJEMEN LABA : STUDI INDONESIA VS THAILAND
A.A. Ayu Nur Cintya Apsari1 Ni Ketut Rasmini2
Abstract
Keywords:
Earnings Management;
Political Connections;
Executive Compensation;
Financial Distress;
Audit Quality
This study aims to obtain empirical evidence regarding the effect of political connections, executive compensation, and financial distress on earnings management with audit quality as a moderating variable in Indonesia and Thailand. This study took place in manufacturing companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) and The Stock Exchange of Thailand for the 2016-2020 period with a total sample of 60 samples in Indonesia and 65 samples in Thailand, which were taken using a purposive sampling method. This study uses panel data regression with the STATA application. The results show that political connections in Indonesia and Thailand, as well as executive compensation in Thailand have no effect on earnings management. Executive compensation in Indonesia, as well as financial distress in Indonesia and Thailand have a positive effect on earnings management. Audit quality can weaken the influence of political connections on management in Indonesia. Audit quality is not able to moderate political connections on earnings management in Thailand, executive compensation on earnings management in Indonesia and Thailand, and financial distress on earnings management in Indonesia and Thailand.
Kata Kunci:
Abstrak
Manajemen Laba;
Koneksi Politik;
Kompensasi Eksekutif;
Financial Distress;
Kualitas Audit.
Koresponding:
Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Udayana, Bali,
Indonesia
Email:
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh koneksi politik, kompensasi eksekutif, dan financial distress pada manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variable moderasi di Indonesia dan Thailand. Penelitian ini bertempat di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan The Stock Exchange of Thailand periode 2016-2020 dengan jumlah sampel sebanyak 60 sampel di Indonesia dan 65 sampel di Thailand, yang diambil dengan teknik purposive sampling method. Penelitian ini menggunakan regresi data panel dengan aplikasi STATA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa koneksi politik di Indonesia dan Thailand, serta kompensasi eksekutif di Thailand tidak berpengaruh pada manajemen laba. Kompensasi eksekutif di Indonesia, serta financial distress di Indonesia dan Thailand berpengaruh positif pada manajemen laba. Kualitas audit dapat memperlemah pengaruh koneksi politik pada manajemen di Indonesia. Kualitas audit tidak mampu memoderasi koneksi politik pada manajemen laba di Thailand, kompensasi eksekutif pada manajemen laba di Indonesia dan Thailand, serta financial distress pada manajemen laba di Indonesia dan Thailand.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Bali, Indonesia2
PENDAHULUAN
Perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat menyebabkan persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Perusahaan yang ingin bertahan dalam jangka panjang harus mampu bersaing dengan perusahaan lain. Persaingan antar perusahaan mendorong pihak manajemen untuk menampilkan kinerja terbaik dari perusahaan yang dipimpinnya. Fenomena manajemen laba sendiri menjadi masalah serius baik bagi para praktisi maupun akademisi. Hal ini dikarenakan praktik manajemen laba semakin meningkat seiring dengan perkembangan dunia bisnis saat ini. Seiring dengan berkembangnya zaman, teknik dan metode manajemen laba juga terus berkembang, sehingga perlu dilakukan kajian secara terus menerus untuk mencegah atau memimimalisir terjadinya kasus-kasus manajemen laba. Manajemen laba yang terjadi di dunia umumnya lebih sering terjadi di negara berkembang yang memiliki tingkat perlindungan investor yang cukup rendah dan penegakan hukum yang lemah seperti Indonesia dan Thailand (Leuz et al., 2003).
Penelitian yang dilakukan oleh Leuz et al., 2003, tentang praktik manajemen laba yang terjadi di 31 negara menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara terbesar yang menerapkan manajemen laba dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya. Indonesia berada pada peringkat pertama, Thailand berada pada peringkat kedua, Malaysia berada pada peringkat ketiga, dan Philippines berada pada peringkat keempat (Leuz et al., 2003). Perekonomian di ASEAN-5 juga terlihat mengalami kontraksi diakibatkan adanya pandemi Covid-19.
Tabel 1.
Pertumbuhan Perekonomian ASEAN-5 Tahun 2016-2020
Negara |
2016 |
2017 |
2018 |
2019 |
2020 |
Indonesia |
5,03 |
5,07 |
5,17 |
5,02 |
-2,07 |
Thailand |
3,40 |
4,18 |
4,19 |
2,27 |
-6,09 |
Malaysia |
4,45 |
5,81 |
4,77 |
4,30 |
-5,59 |
Philippines |
6,88 |
6,97 |
6,34 |
6,04 |
-9,51 |
Vietnam |
6,21 |
6,94 |
7,08 |
7,02 |
2,91 |
Sumber: International Monetary Fund, World Economic Outlook Database, (2022) |
Tabel 1. menunjukkan pertumbuhan perekonomian ASEAN-5 pada tahun 2016-2020. Pertumbuhan perekonomian Indonesia, Thailand, dan Vietnam pada tahun 2016-2018 mengalami kenaikan yang masih cukup signifikan, namun pada saat memasuki tahun 2019 pertumbuhan perekonomian Indonesia dan Thailand mengalami penurunan yang cukup drastis. Kondisi ini terjadi karena adanya pandemi Covid-19 yang mempengaruhi kondisi perekonomian di seluruh dunia. Kondisi ini menyebabkan perusahaan melakukan segala cara yaitu salah satunya dengan melakukan manajemen laba agar perusahaannya dapat tetap bersaing dan bertahan.
Praktik manajemen laba masih sering terjadi di berbagai perusahaan di Indonesia dan Thailand hingga saat ini. Kasus manajemen laba yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh PT Tiga Pilar Sejahtera Food, PT Garuda Indonesia, PT Asuransi Jiwasraya, PT Hanson International Tbk, dan PT Envy Technologies Indonesia Tbk (cnbindonesia.com). Kasus manajemen laba yang terjadi di Thailand diantaranya yaitu kasus penggelembungan laba yang dilakukan oleh Singha Paratech Public Company Limited, Circuit Electronic Industries Public Company Limited, Picnic Corporation Public Company Limited, dan Roynet Public Company Limited (Sawangarreerak & Thanathamathee, 2021). Hal ini yang membuat peneliti ingin mengevaluasi manajemen laba di Indonesia dan Thailand dengan variabel-variabel yang digunakan.
Variabel yang dapat mempengaruhi manajemen laba salah satunya adalah koneksi politik. Perusahaan di Indonesia dalam menyusun strategi bersaing, cenderung mencari dan memanfaatkan peluang dalam lingkungan bisnis, salah satunya melalui koneksi politik (Leuz & Gee, 2006). Fenomena yang menunjukkan bahwa hubungan politik memainkan peran penting bagi perekonomian perusahaan Indonesia salah satunya yaitu nilai pasar dari perusahaan yang memiliki koneksi politik mengalami penurunan ketika menyebarnya isu tentang memburuknya kesehatan Presiden Soeharto dan perusahaan-perusahaan yang terhubung secara politik mendapat izin bebas untuk mengimpor bahan baku (Fisman, 2001). Perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan politik juga lebih mudah untuk mendapatkan proyek-proyek pemerintah pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Penelitian terkait koneksi politik di Indonesia selalu menarik untuk dilakukan karena Indonesia merupakan negara dengan pasar berkembang yang memiliki sejarah koneksi politik yang kuat dalam bisnisnya (Harymawan & Nowland, 2016). Selain itu, sistem politik di Indonesia yang menganut sistem multipartai memungkinkan semakin banyak perusahaan Indonesia yang terhubung secara politik (Nugrahanti & Puspitasari, 2018).
Koneksi politik tidak hanya ada pada negara Indonesia tetapi juga ada di negara Thailand. Koneksi politik di Thailand berkembang sejalan dengan sistem politik dan kapitalisme yang ada di Thailand. Perekonomian Thailand pada awal tahun 1850 hingga 1900 didominasi oleh keluarga kerajaan dan bangsawan. Koneksi politik pada tahun ini terlihat dari sejumlah bisnis besar di Thailand berada di bawah perlindungan kerajaan dan dimiliki oleh Raja. Perekonomian Thailand pada tahun 1930 didominasi oleh pemerintah militer. Ketika negara dikendalikan oleh pemerintah militer, koneksi politik dalam suatu perusahaan dapat terlihat dari adanya pihak militer yang menempati jabatan dewan direksi di dalam perusahaan dan adanya kepemilikan saham oleh pihak militer. Perusahaan yang memiliki koneksi politik akan mendapatkan perlakuan istimewa dari pemerintah dan menerima perlindungan dari persaingan pasar. Koneksi politik di Thailand dari tahun 1850 hingga sekarang telah dikembangkan secara luas sebagai alat utama untuk memfasilitasi kegiatan operasional suatu perusahan, meningkatkan kekuatan pasar, mendapatkan perlakuan istimewa, dan sebagai pendorong untuk mengembangkan kapitalisme negaranya (Sitthipongpanich, 2004). Jadi, perusahaan yang memiliki koneksi politik akan melakukan praktik manajemen laba untuk mengambil keuntungan yang maksimal dari koneksinya tersebut (Antonius & Tampubolon, 2019).
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai pengaruh koneksi politik pada manajemen laba. Penelitian terkait koneksi politik pada manajemen laba dilakukan Braam et al., 2015; Ding et al., 2018; Apriyani et al., 2019; Sani et al., 2020; dan Liao et al., 2020 yang menemukan bahwa koneksi politik berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Namun, penelitian yang dilakukan Putra et al., 2018; Antonius, 2019; Hendi & Ningsih, 2019; dan Junaidi & Siregar, 2020 menyatakan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Variabel lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba adalah kompensasi eksekutif. Kompensasi eksekutif menarik perhatian akademisi, praksioner, maupun pembuat kebijakan karena karakternya yang unik sebagai salah satu mekanisme tata kelola sekaligus biaya bagi perusahaan. Kompensasi yang diterima oleh pihak eksekutif akan dipengaruhi oleh kemampuan laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Pemberian kompensasi ini yang memotivasi pihak eksekutif untuk melakukan manajemen laba.
Peraturan tentang kompensasi eksekutif perusahaan di Indonesia dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Pasal 96 ayat 1 dan pasal 113 menyatakan bahwa gaji atau honorarium dan tunjangan Direksi dan Dewan Komisaris ditetapkan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS). Perusahaan di Indonesia memotivasi manajemen perusahaannya untuk menampilkan kinerja terbaiknya dan meningkatkan laba perusahaan dengan memberikan kompensasi. Kompensasi eksekutif di Indonesia merupakan salah satu bahan perbincangan yang masih banyak menjadi perdebatan (Rafzan Fiqih Mahendra, 2022). Hal ini dikarenakan tingginya kompensasi yang diterima eksekutif tetapi tidak sesuai dengan kinerja yang dihasilkannya
Pemberian kompensasi di Thailand diatur dalam Undang-Undang BE 2541 Tentang Perlindungan Tenaga Kerja tentang bonus atau gaji tambahan tidak diwajibkan dan dianggap sebagai manfaat tambahan yang dapat diberikan pemilk perusahaan kepada karyawannya. Berdasarkan survei yang dilakukan di Thailand terdapat 76% perusahaan yang memberikan bonus, sisanya sebesar 24% tidak memberikan bonus (salaryexplorer.com). Bonus akan diberikan kepada karyawan jika kinerjanya dianggap baik dan telah mencapai sasaran yang ditentukan.
Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang tidak konsisten mengenai pengaruh kompensasi eksekutif pada manajemen laba. Penelitian yang dilakukan Desy & Wirama, 2018 menyatakan bahwa kompensasi opsi saham berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Panjaitan & Muslih, 2019 yang menemukan bahwa kompensasi bonus memiliki pengaruh yang positif terhadap manajamen laba. Namun, penelitian yang dilakukan Sunday et al., 2017 yang menemukan kompensasi eksekutif berpengaruh negatif pada manajemen laba. Sedangkan penelitian yang dilakukan N. Putri & Fadhlia, 2017 menemukan bahwa kompensasi eksekutif tidak berpengaruh pada manajemen laba.
Variabel lain yang dapat mempengaruhi manajemen laba adalah financial distress. Perusahaan yang mengalami financial distress menunjukkan bahwa kinerja manajer dalam mengendalikan perusahaan dianggap buruk. Oleh karena itu untuk menyembunyikan kinerjanya yang buruk, manajer akan melakukan manajemen laba untuk meningkatkan pendapatan dan menyembunyikan kesulitan keuangan (Ghazali et al., 2015). Masalah financial distress dalam dua dekade terakhir ini semakin mendapat perhatian seiring dengan meningkatnya jumlah kebangrutan perusahaan besar di dunia, seperti NPC International Inc dan Heartz (idxchannel.com). Terjadinya pandemi Covid-19 dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan krisis pada perekonomian dan keuangan global. Hal ini dikarenakan banyak negara yang membatasi mobilitas secara ketat, bahkan banyak negara yang menerapkan lockdown yang menyebabkan perekonomian merosot sangat tajam. Banyak perusahaan yang mengalami delisting hingga kebangkrutan sejak hadirnya virus ini karena penurunan pendapatan yang diakibatkan banyak pembatasan sosial.
Penyebaran Covid-19 yang telah meluas ke berbagai belahan dunia membawa dampak pada perekonomian Indonesia dan Thailand. Kondisi pertumbuhan perekonomian di Indonesia akibat terjadinya Covid-19 mengalami penurunan yang tajam hingga -2,07 persen. Virus ini juga menyebabkan banyak perusahaan mengalami delisting. Data yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa selama tahun 2016-2020 terdapat 24 perusahaan yang mengalami delisting (idx.co.id). Kondisi pertumbuhan perekonomian di Thailand akibat terjadinya Covid-19 mengalami penurunan yang sangat tajam hingga -6,9 persen. Pertumbuhan perekonomian ini adalah yang terburuk semenjak krisis keuangan Asia tahun 1997, dimana pertumbuhan ekonomi Thailand -7,6 persen. Penyebaran Covid-19 juga menyebabkan banyak perusahaan di Thailand mengalami financial distress hingga mengakibatkan perusahaan tersebut delisting. Data yang diperoleh dari Stock Exchange of Thailand menunjukkan bahwa selama tahun 2016-2020 terdapat 54 perusahaan yang mengalami delisting (pse.com.ph).
Penelitian financial distress terhadap praktik manajemen laba dilakukan oleh Muljono & Suk, 2018; Chairunesia et al., 2018; B. N. L. Putri & Rachmawati, 2018; Jacoby et al., 2019; dan
Kurniawati & Panggabean, 2020 menemukan financial distress berpengaruh positif dan signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan penelitian yang dilakukan Yolanda et al., 2019; Christina & Alexander, 2020; dan Muthi & Khairunnisa, 2020 yang menyatakan bahwa financial distress tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masih adanya ketidakkonsistenan yang diduga karena adanya variabel moderasi yang memperlemah atau memperkuat pengaruh koneksi politik, kompensasi eksekutif, dan financial distress pada manajemen laba. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana penelitian ini dilakukan untuk menguji kembali pengaruh koneksi politik, kompensasi eksekutif, dan financial distress pada manajemen laba dengan menambahkan variabel moderasi yaitu kualitas audit.
Pengauditan merupakan sarana bagi stakeholders untuk memverifikasi kewajaran laporan keuangan yang dibuat manajemen. Kualitas audit di Indonesia memainkan peran penting dalam mengontrol praktik manajemen laba di suatu perusahaan. Fenomena yang berkaitan dengan manajamen laba dan peran auditor di Indonesia, seperti pada kasus yang melibatkan audit firm Ernst & Young yang termasuk dalam KAP big four dengan kliennya yaitu PT. Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (Octavia et al., 2022). Auditor pada kasus ini mampu mengungkapkan indikasi-indikasi manipulasi laba yang dilakukan oleh manajemen perusahaan yaitu pengelembungan dana serta transaksi-transaksi yang tidak diungkapkan terhadap pemangku kepentingan. Keterlibatan KAP Ernst & Young telah membuktikan bahwa KAP tersebut memiliki kualitas yang baik dalam melakukan audit (Octavia et al., 2022).
Sejak tahun 2017, International Standard on Auditing (ISA) 701- Communicating key audit matters (KAM) mencatat dalam laporan auditor dependen bahwa KAM telah digunakan oleh auditor eksternal di Thailand untuk mengomunikasikan tentang risiko signifikan dan masalah penting yang ditemukan selama audit di tahun fiskal tahun kepada pengguna laporan keuangan. KAM akan menjelaskan detail audit dan mengumpulkan bukti untuk membantu pengguna memahami dengan mudah dan membuat keputusan dengan percaya diri. Pengungkapan KAM dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas laporan audit sebelumnya dengan meningkatkan nilai komunikatif (Bédard et al., 2019) dan informatif (Gutierrez et al., 2018). Jadi, dengan adanya audit yang berkualitas tinggi dipercaya memiliki kemampuan untuk mencegah praktik manajemen laba yang mungkin dilakukan manajemen.
Penelitian ini dilakukan di perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan The Stock Exchange of Thailand (SET) periode 2016-2020. Pemilihan perusahaan terbatas pada sektor manufaktur dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan perusahaan yang memiliki skala paling besar, sehingga diharapkan dapat mewakili perusahaan publik yang ada di Indonesia dan Thailand. Alasan lainnya adalah perusahaan manufaktur merupakan perusahaan dengan proses yang panjang dan kompleks dibanding sektor lain, sehingga terdapat kemungkinan yang lebih besar perusahaan manufaktur akan melakukan manipulasi laba dibandingkan perusahaan dalam sektor lain.
Penelitian ini merupakan pengembangan penelitian yang dilakukan oleh Junaidi & Siregar, 2020 yang meneliti tentang the effect of political connection and earnings management on management compensation dan Jacoby et al., 2019 yang meneliti tentang financial distress, political affiliation and earnings management. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimana penelitian ini menambahkan moderasi berupa kualitas audit, serta penelitian ini melakukan penelitian di Indonesia dan Thailand.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Variabel yang diuji pada penelitian ini adalah pengaruh koneksi politik, kompensasi eksekutif, dan financial distress terhadap manajemen laba dengan kualitas audit sebagai variabel moderasi. Penelitian dilakukan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan The Stock Exchange of Thailand (SET) periode 2016-2020, yang diakses melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu www.idx.co.id dan situs resmi The Stock Exchange of Thailand (SET) yaitu www.set.or.th. Alasan Negara Indonesia dan Thailand dipilih menjadi fokus dalam penelitian dikarenakan belum banyak penelitian melakukan yang studi kasus di Indonesia dan Thailand
Objek penelitian dalam penelitian ini adalah manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan The Stock Exchange of Thailand (SET) periode 2016-2020.
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2016-2020 yang berjumlah 143 perusahaan dan perusahaan manufaktur yang terdaftar di The Stock Exchange of Thailand (SET) periode 2016-2020 yang berjumlah 194 perusahaan. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel berdasarkan teknik purposive sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dalam bentuk pengamatan, pencatatan, dan pengkajian data sekunder.
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi data panel dengan menggunakan software STATA. Penelitian ini menggunakan model analisis regresi data panel dikarenakan data yang digunakan merupakan gabungan dari data time series dan cross section. Model persamaan analisis regresi data panel dalam penelitian ini secara sistematis dapat dinyatakan sebagai berikut:
MLit = α+β1KPit+β2KEit+β3FDit+β4KP.KAit+β5KE.KAit+β6FD.KAit + ε ………………………….. (1)
Keterangan :
ML = Manajemen Laba
α = Konstanta
β1-β6 = Koefisien Regresi
KP = Koneksi Politik
KE = Kompensasi Eksekutif
FD = Financial Distress
KA = Kualitas Audit
ε = Error
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil pengujian uji chow perusahaan di Indonesia pada Tabel 2menunjukan bahwa nilai Prob. Crossection Chi-square sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model yang tepat untuk regresi data panel di Indonesia adalah dengan menggunakan fixed effects model. Begitu pula dengan hasil pengujian uji chow perusahaan di Thailand pada Tabel 2menunjukan bahwa nilai Prob. Cros-section Chi-square sebesar 0,0079 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model yang tepat untuk regresi data panel di Thailand adalah dengan menggunakan fixed effects model. Berdasarkan hasil uji chow Indonesia dan Thailand yang menerima menerima H1, maka pengujian data berlanjut ke uji hausman.
Tabel 2.
Hasil Uji Pemilihan Model Estimasi Data Panel Perusahaan di Indonesia dan Thailand
Pengujian |
Negara | |||
Indonesia |
Thailand | |||
Probabilty |
Keterangan |
Probabilty |
Keterangan | |
Uji Chow |
0,000 |
Fixed Effect Model |
0,0079 |
Fixed Effect Model |
Uji Hausman Uji Lаngrаnge |
0,000 |
Fixed Effect Model |
0,0973 |
Random Effect Model |
Multiplier |
0,0444 |
Random Effect Model |
Sumber: Data olah, 2022
Hasil uji hausman perusahaan di Indonesia pada Tabel 2menunjukan bahwa nilai Prob. Crosssection random sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model yang tepat untuk regresi data panel di Indonesia adalah dengan menggunakan fixed effects model. Sedangkan hasil uji hausman perusahaan di Thailand pada Tabel 2menunjukan bahwa nilai Prob. Cros-section Chi-square sebesar 0,0973 lebih besar dari 0,05, sehingga H0 diterima. Maka model yang tepat untuk regresi data panel di Thailand adalah dengan menggunakan random effects model. Berdasarkan hasil uji hausman di Thailand yang menerima menerima H0, maka pengujian data berlanjut ke uji Lаngrаnge multiplier.
Hasil uji lаngrаnge multiplier perusahaan di Thailand pada Tabel 2menunjukan bahwa nilai probаbility Breusch-Godfrey sebesar 0,0444 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model yang tepat untuk regresi data panel di Thailand adalah random effect model. Berdasarkan hasil uji chow, uji hausman, dan uji lаngrаnge multiplier menunjukan bahwa model yang terbaik digunakan dalam meneliti perusahaan di Indonesia adalah fixed effect model, sedangkan model yang terbaik digunakan dalam meneliti perusahaan di Thailand adalah random effect model.
Tabel 3.
Hasil Uji Heteroskedastisitas Perusahaan di Indonesia dan Thailand
Negara |
Chi Square |
Probabilty |
Keterangan |
Indonesia |
14573 |
0,000 |
Ada Heterokedastisitas |
Thailand |
5,63 |
0,0177 |
Ada Heterokedastisitas |
Sumber: Data olah, 2022 |
Hasil uji heteroskedastisitas perusahaan di Indonesia pada Tabel 3 yang melakukan pengujian Modified Wald test for groupwise heteroskedasticity menunjukkan bahwa nilai probability sebesar 0,000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai alpha (0,05) sehingga H1 diterima. Maka model fixed effect dikatakan mengandung heterokedastisitas. Sedangkan hasil uji heteroskedastisitas perusahaan di Thailand pada Tabel 3 yang melakukan pengujian Breusch-Pagan atau Cook-Weisberg test for heteroskedasticity menunjukkan bahwa nilai probability sebesar 0,028 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model random effect dikatakan mengandung heterokedastisitas.
Hasil uji autokorelasi perusahaan di Indonesia pada Tabel 4 yang melakukan pengujian pesaran's test of cross-sectional independence menunjukkan bahwa nilai probability sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model fixed effect dikatakan mengandung autokorelasi. Sedangkan hasil uji autokorelasi perusahaan di Thailand pada Tabel 4 yang melakukan pengujian Breusch-Godfrey LM test for autocorrelation menunjukkan bahwa nilai probability sebesar 0,0009 lebih kecil dari 0,05, sehingga H1 diterima. Maka model random effect dikatakan mengandung autokorelasi. Berdasarkan hasil pengujian heterokedastisitas dan autotokorelasi diatas hasil model
fixed effect dan random effect yang terbentuk mengandung heterokedastisitas dan autotokorelasi. Oleh karena itu, perbaikan model panel fixed effect dan random effect dilakukan dengan menambahkan option robust untuk memperbaiki standard error hasil taksiran parameter model.
Tabel 4.
Hasil Uji Autokorelasi Perusahaan di Indonesia dan Thailand
Negara |
Chi Square |
Probabilty |
Keterangan |
Indonesia |
10,954 |
0,000 |
Ada Autokorelasi |
Thailand |
10,988 |
0,0009 |
Ada Autokorelasi |
Sumber: Data olah, 2022
Berlandaskan hasil uji validasi data panel dengan uji chow, uji hausman dan Uji lаngrаnge multiplier, maka model Fixed Effect Model (FEM) dalam penelitian ini merupakan model yang terbaik untuk menjawab tujuan penelitian pada perusahaan di Indonesia, sehingga model persamaan regresi yang dapat disajikan sebagai berikut:
Y = -0,6146 + 0,0382 X1 + 0,0287 X2 + 0,0318 X3 - 0,1544 X1M - 0,0317 X2M+ 0,0214 X3M+ ε………….(2)
Tabel 5.
Hasil Analisis Regresi Data Panel Perusahaan di Indonesia dan Thailand
Variabel |
Fixed Effect Model (FEM) |
Random Effect Model (REM) |
Indonesia |
Thailand | |
Koefisien Prob. Simpulan |
Koefisien Prob. Simpulan | |
Regresi |
Regresi |
X1 |
0,0382 |
0,549 |
H1 ditolak |
0,0097 |
0,613 |
H1 ditolak |
X2 |
0,0287 |
0,041 |
H2 diterima |
0,0091 |
0,402 |
H2 ditolak |
X3 |
0,0318 |
0,030 |
H3 diterima |
0,0897 |
0,016 |
H3 diterima |
M |
0,7992 |
0,249 |
0,1604 |
0,443 | ||
X1M |
-0,1544 |
0,022 |
H4 diterima |
-0,0252 |
0,285 |
H4 ditolak |
X2M |
-0,0317 |
0,279 |
H5 ditolak |
-0,0083 |
0,523 |
H5 ditolak |
X3M |
0,0214 |
0,429 |
H6 ditolak |
-0,0359 |
0,332 |
H6 ditolak |
cons |
-0,6146 |
0,063 |
0,0097 |
0,537 | ||
R Square |
0,097 |
0,175 | ||||
Uji F |
0,009 |
0,000 |
Sumber: Data olah, 2022
Keterangan :
Y = Manajemen Laba
-
X1 = Koneksi Politik
-
X2 = Kompensasi Eksekutif
-
X3 = Financial Distress
M = Kualitas Audit
-
X1M = Interaksi Koneksi Politik dan Kualitas Audit
-
X2M = Interaksi Kompensasi Eksekutif dan Kualitas Audit
-
X3M = Interaksi Financial Distress dan Kualitas Audit
Nilai konstanta sebesar -0,6146 menunjukkan jika variabel koneksi politik (X1), kompensasi eksekutif (X2), financial distress (X3), interaksi koneksi politik dengan kualitas audit (XIM), interaksi kompensasi eksekutif dengan kualitas audit (X2M), dan interaksi financial distress dengan kualitas audit (X3M) dianggap konstan, maka manajemen laba akan menurun sebesar 0,6146 satuan. Nilai
koefisien variabel koneksi politik (X1) bernilai positif sebesar 0,0382 menunjukkan setiap terjadi peningkatan koneksi politik sebesar 1 satuan, maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0382 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien variabel kompensasi eksekutif (X2) bernilai positif sebesar 0,0287 menunjukkan setiap terjadi peningkatan kompensasi eksekutif sebesar 1 satuan, maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0287 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien variabel financial distress (X3) bernilai positif sebesar 0,0318 menunjukkan setiap terjadi peningkatan financial distress sebesar 1 satuan, maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0318 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien interaksi antara koneksi politik dan kualitas audit (X1M) bernilai negatif sebesar 0,1544 menunjukkan setiap terjadi peningkatan interaksi koneksi politik dan kualitas audit sebesar 1 satuan maka manajemen laba (Y) akan menurun sebesar 0,1544 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien interaksi antara kompensasi eksekutif dan kualitas audit (X2M) bernilai negatif sebesar 0,0317 menunjukkan setiap terjadi peningkatan interaksi kompensasi eksekutif dan kualitas audit sebesar 1 satuan maka manajemen laba (Y) akan menurun sebesar 0,0317 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien interaksi antara financial distress dan kualitas audit (X3M) bernilai negatif sebesar 0,0214 menunjukkan setiap terjadi peningkatan interaksi financial distress dan kualitas audit sebesar 1 satuan maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0214 dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Berlandaskan hasil uji validasi data panel dengan uji chow, uji hausman dan Uji lаngrаnge multiplier, maka model Random Effect Model (CEM) dalam penelitian ini merupakan model yang terbaik untuk menjawab tujuan penelitian di Thailand, sehingga model persamaan regresi yang dapat dibuat sebagai berikut:
Y = -0,1046+ 0,0097 X1 + 0,0091 X2 + 0,0897 X3 - 0,0252 X1M - 0,0083 X2M - 0,0359 X3M+ ε……….…..(3)
Nilai konstanta sebesar -0,1046 menunjukkan jika variabel koneksi politik (X1), kompensasi eksekutif (X2), financial distress (X3), interaksi koneksi politik dengan kualitas audit (XIM), interaksi kompensasi eksekutif dengan kualitas audit (X2M), dan interaksi financial distress dengan kualitas audit (X3M) dianggap konstan, maka manajemen laba akan menurun sebesar 0,1046 satuan. Nilai koefisien variabel koneksi politik (X1) bernilai positif sebesar 0,0097 menunjukkan setiap terjadi peningkatan koneksi politik sebesar 1 satuan, maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0097 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien variabel kompensasi eksekutif (X2) bernilai positif sebesar 0,0091 menunjukkan setiap terjadi peningkatan kompensasi eksekutif sebesar 1 satuan, maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0091 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien variabel financial distress (X3) bernilai positif sebesar 0,0897 menunjukkan setiap terjadi peningkatan financial distress sebesar 1 satuan, maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0897 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien interaksi antara koneksi politik dan kualitas audit (X1M) bernilai negatif sebesar 0,0252 menunjukkan setiap terjadi peningkatan interaksi koneksi politik dan kualitas audit sebesar 1 satuan maka manajemen laba (Y) akan menurun sebesar 0,0252 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien interaksi antara kompensasi eksekutif dan kualitas audit (X2M) bernilai negatif sebesar 0,0083 menunjukkan setiap terjadi peningkatan interaksi kompensasi eksekutif dan kualitas audit sebesar 1 satuan maka manajemen laba (Y) akan menurun sebesar 0,0083 dengan asumsi variabel lainnya konstan. Nilai koefisien interaksi antara financial distress dan kualitas audit (X3M) bernilai negatif sebesar 0,0359 menunjukkan setiap terjadi peningkatan interaksi financial distress dan kualitas audit sebesar 1 satuan maka manajemen laba (Y) akan meningkat sebesar 0,0359 dengan asumsi variabel lainnya konstan.
Berdasarkan Tabel 5, diketahui bahwa nilai R Square perusahaan di Indonesia adalah 0,097 yang mana berarti sebesar 9,7 % manajemen laba pada perusahaan di Indonesia dipengaruhi oleh variabel koneksi politik, kompensasi eksekutif, financial distress, dan kualitas audit sedangkan 90,3%
dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Sedangkan, nilai R Square perusahaan di Indonesia adalah 0,175 yang mana berarti sebesar 17,5% manajemen laba pada perusahaan di Thailand dipengaruhi oleh variabel koneksi politik, kompensasi eksekutif, financial distress, dan kualitas audit sedangkan 82,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil regresi data panel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi konesi politik pada manajemen laba di Indonesia sebesar 0,549 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0382, yang berarti hipotesis pertama (H1a) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh pada manajemen laba di Indonesia. Sama halnya dengan nilai signifikansi koneksi politik pada manajemen laba di Thailand sebesar 0,613 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0097, yang berarti hipotesis pertama (H1b) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh pada manajemen laba di Thailand. Hal tersebut menunjukkan ada atau tidak adanya koneksi politik yang dimiliki suatu perusahaan tidak berpengaruh terhadap praktik manajemen laba di Indonesia dan Thailand.
Adanya ketidaksesuaian hasil pengujian dengan penelitian terdahulu diduga karena jumlah koneksi politik dalam perusahaan sampel di Indonesia dan Thailand yang sedikit. Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang memiliki koneksi politik di Indonesia sebesar 29 persen dari total keseluruhan sampel. Diantara 60 perusahaan yang menjadi sampel penelitian di Indonesia, 17 perusahaan memiliki koneksi politik, sisanya sebesar 43 tidak memiliki koneksi politik. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang memiliki koneksi politik di Thailand sebesar 35,4 persen dari total keseluruhan sampel. Diantara 65 perusahaan yang menjadi sampel penelitian di Thailand, 23 perusahaan memiliki koneksi politik, sisanya sebesar 47 tidak memiliki koneksi politik. Sedikitnya jumlah sampel yang memiliki koneksi politik, mengakibatkan sampel tersebut belum dapat mewakili keberadaan koneksi politik perusahaan yang ada di Indonesia dan Thailand. Hal ini diduga menjadi penyebab koneksi politik tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Perusahaan yang terkoneksi politik juga cenderung lebih diawasi oleh publik dan lebih beresiko bila terdeteksi (Sari et al., 2022). Kondisi ini menyebabkan perusahaan yang memiliki lebih berisiko untuk lebih berhati-hati dalam melakukan laba. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Puspitasari & Nugrahanti, 2016; Putra et al., 2018; Antonius, 2019; Hendi & Ningsih, 2019; dan Junaidi & Siregar, 2020 menyatakan bahwa koneksi politik tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan hasil regresi data panel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi kompensasi eksekutif pada manajemen laba di Indonesia sebesar 0,041 < 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0287, yang berarti hipotesis kedua (H2a) diterima. Hal ini membuktikan bahwa kompensasi eksekutif berpengaruh positif pada manajemen laba di Indonesia. Berbeda halnya dengan nilai signifikansi kompensasi eksekutif pada manajemen laba di Thailand sebesar 0,402 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0091, yang berarti hipotesis kedua (H2b) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa kompensasi eksekutif tidak berpengaruh pada manajemen laba di Thailand.
Hasil penelitian di Indonesia sesuai dengan teori keagenan yang menyatakan bahwa kompensasi eksekutif merupakan salah satu agency cost yang dikeluarkan untuk melakukan monitoring dalam mengatasi konflik keagenan yang bisa ditentukan berdasarkan kinerja manajer, berdasarkan hasil dari keputusan pendanaan, dan investasi yang dihasilkan manajemen. Agen akan dibayar menurut kontrak kompensasi mereka dan utilitas dari principal akan dipengaruhi oleh kompensasi yang dibayar kepada agen baik langsung atau tidak langsung yaitu dipengaruhi oleh strategi yang dipilih oleh manajer yang mempengaruhi distribusi dari outcome. Kompensasi yang
diterima oleh pihak manajemen akan dipengaruhi oleh laba yang dihasilkan oleh perusahaan. Teori agensi juga mendeskripsikan bahwa agen memiliki tanggung jawab untuk memberikan hasil kinerja yang maksimal untuk memperoleh imbalan atas kinerja tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya skema bonus, maka manajemen mengharapkan bonus yang besar sehingga menjadi dasar melakukan manipulasi laba (Panjaitan & Muslih, 2019).
Panjaitan & Muslih, 2019 menemukan bahwa manajer yang memiliki moral hazard cenderung akan melakukan manipulasi laba agar kompensasi yang diterimanya lebih besar tanpa memperdulikan risiko ataupun kerugian. Sehingga manajer cenderung akan melakukan manajemen laba untuk meningkatkan laba perusahaan agar jumlah kompensasi yang diterima mengalami peningkatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari Desy & Wirama, 2018 yang menyatakan bahwa kompensasi opsi saham berpengaruh positif terhadap manajemen laba. Penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Almadi & Lazic, 2016 dan Panjaitan & Muslih, 2019; Ridwan & Suryani, 2021; dan Lestiani & Widarjo, 2021 yang menemukan bahwa kompensasi memiliki pengaruh yang positif terhadap manajamen laba.
Hasil penelitian di Thailand sesuai dengan penelitian dari Sosiawan, 2012 yang menyatakan bahwa kompensasi tidak selalu menjadi motivasi untuk melakukan manajemen laba. Besarnya kompensasi tidak selalu menjadi fokus utama dari eksekutif untuk melakukan praktik manajemen laba karena sebelum melakukan manajemen laba tersebut eksekutif harus mempertimbangkan risiko yang mungkin dihadapi jika melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini juga didukung oleh N. Putri & Fadhlia, 2017 yang menyatakan bahwa tidak berpengaruhnya kompensasi eksekutif terhadap manajemen laba dapat didasari oleh pengendalian internal perusahaan yang sudah baik. Perusahaan mungkin sudah menerapkan tata kelola perusahaan yang mampu mengurangi tindakan manajemen laba di dalam perusahaan seperti dibentuknya komite kompensasi di dalam perusahaan. Berdasarkan Peraturan OJK No. 34/POJK.04 /2014 tanggal 8 December 2014, Emiten atau Perusahaan Terbuka diwajibkan memiliki Komite Kompensasi dan Nominasi untuk meningkatkan tatakelola perusahaan yang lebih baik. Komite kompensasi bertanggung jawab memberikan rekomendasi kepada dewan komisaris mengenai struktur kompensasi, kebijakan atas kompensasi dan besaran atas kompensasi yang akan diterima oleh dewan direksi dan anggota komisaris lainnya serta melakukan penilaian kinerja dengan kesesuaian kompensasi yang akan diterima masing-masing anggota direksi dan anggota komisaris lainnya (N. Putri & Fadhlia, 2017).
Hasil penelitian yang senada juga disampaikan dalam penelitian dari Zulaecha & Yuli, 2018, dimana kompensasi eksekutif tidak berpengaruh pada manajemen laba. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan bahwa bukan kompensasi yang tinggi yang diharapkan oleh pihak manajemen dalam melakukan manajemen laba. Namun didasari oleh motif lain, yaitu dapat berupa jabatan, kekuasaan, kepercayaan, dan lain-lain. Ataupun, karena pemberian kompensasi yang dilakukan tidak bergantung dengan kondisi perusahaan, baik perusahaan dalam kondisi laba atau rugi kompensasi tetap diberikan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Putra et al., 2018; Noviarty & Donela, 2019; dan Adani & Suryani, 2021 menemukan bahwa kompensasi eksekutif tidak berpengaruh pada manajemen laba.
Berdasarkan hasil regresi data panel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi financial distress pada manajemen laba di Indonesia sebesar 0,030 < 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0318, yang berarti hipotesis ketiga (H3a) diterima. Hal ini membuktikan bahwa financial distress berpengaruh positif pada manajemen laba di Indonesia. Sama halnya dengan nilai signifikansi financial distress pada manajemen laba di Thailand sebesar 0,016 < 0,05, serta nilai koefisien regresi
sebesar 0,0897, yang berarti hipotesis ketiga (H3b) diterima. Hal ini membuktikan bahwa financial distress berpengaruh positif pada manajemen laba di Thailand.
Financial distress berpengaruh positif pada manajemen laba di Indonesia dan Thailand, memiliki arti jika tingkat financial distress dalam suatu perusahaan meningkat maka tingkat manajemen laba dalam suatu perusahaan pun akan meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa jika perusahaan mengalami financial distress dan tidak mampu membayar hutang-hutangnya kepada kreditur pada saat jatuh tempo maka perusahaan tersebut akan melakukan praktik manajemen laba. Hal ini disebabkan karena para investor menginginkan perusahaan yang memiliki laba yang tinggi sehingga dapat mendorong perusahaan melakukan manajemen laba. Dalam hal ini perusahaan melakukan praktik manajemen laba untuk menarik investor dalam berinvestasi agar bisa mengatasi kesulitan keuangan suatu perusahaan (Damayanti & Krisnando, 2021).
Perusahaan yang mengalami financial distress juga menunjukkan bahwa kinerja manajer dalam mengendalikan perusahaan dianggap buruk. Oleh karena itu untuk menyembunyikan kinerjanya yang buruk, manajer akan mengambil kesempatan dengan memilih metode akuntansi yang meningkatkan pendapatan dan menyembunyikan kesulitan keuangan (Ghazali et al., 2015).
Perusahaan publik yang tertekan secara finansial akan termotivasi untuk terlibat dalam praktik manajemen laba untuk menghindari default dan manajer yang oportunis akan berusaha meningkatkan kesejahteraannya dengan melakukan manajemen laba (Jacoby et al., 2019). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Muljono & Suk, 2018; Chairunesia et al., 2018; B. N. L. Putri & Rachmawati, 2018; Jacoby et al., 2019; dan Kurniawati & Panggabean, 2020 yang menemukan financial distress berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Berdasarkan hasil regresi data panel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi interaksi koneksi politik dan kualitas audit di Indonesia sebesar 0,022 < 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar -0,1544, yang berarti hipotesis keempat (H4a) diterima. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit memperlemah pengaruh koneksi politik pada manajemen laba di Indonesia. Berbeda halnya dengan nilai signifikansi interaksi koneksi politik dan kualitas audit di Thailand sebesar 0,285>0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar -0,252 yang berarti hipotesis keempat (H4b) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit tidak memoderasi pengaruh koneksi politik pada manajemen laba di Thailand.
Penelitian di Indonesia telah sesuai dengan teori agensi yang menyatakan bahwa kualitas audit merupakan salah satu cara untuk meminimalkan masalah keagenan yang ada di dalam suatu perusahaan. Teori agensi menjelaskan bahwa perusahaan dengan koneksi politik memiliki kaitan erat dengan munculnya konflik kepentingan dikarenakan setiap individu memiliki kepentingannya sendiri. Sehingga agen akan mencari auditor berkualitas tinggi untuk mengatasi informasi yang tidak asimetri. Keputusan dalam milih auditor akan dipantau oleh pihak prinsipal dikarenakan hal ini merupakan komponen yang penting dalam tata kelola perusahaan untuk membantu meningkatkan kredibilitas informasi akuntansi yang diberikan oleh pihak agen. Perusahaan dengan koneksi politik cenderung menunjuk KAP big four sebagai komitmen perusahaan untuk menunjukkan kepada publik bahwa orang-orang yang terlibat dalam perusahaan juga meningkatkan transparansi akuntansi dan meyakinkan investor bahwa perusahaan menahan diri untuk mengeksploitasi koneksi politik yang dimilikinya (Armadiyanti & Iswati, 2019). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Muthmainnah, 2020 yang menyatakan bahwa semakin besar ukuran KAP maka semakin kecil kemungkinan terjadinya praktik manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Armadiyanti & Iswati, 2019; Rahmadani & Haryanto, 2018; Hanisa & Rahmi, 2021 di
mana memakai jasa auditor yang berasal dari Kantor Akuntan Publik berafilasi dengan bigfour dapat mengurangi adanya tindakan manajemen laba.
Kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak mampu memoderasi pengaruh koneksi politik pada manajemen laba di Thailand. Hal ini perusahaan dengan koneksi politik akan memilih auditor berkualitas tinggi (big four) untuk mengurangi kecurigaan informasi yang asimetri, tetapi disisi lain perusahaan dengan koneksi politik juga cenderung untuk memilih auditor non big four dikarenakan rendahnya kualitas pelaporan keuangan yang disebabkan kurangnya transparansi informasi laporan keuangan yang disajikan. Selain itu, dengan adanya keberadaan auditor Big-4 bukan untuk mengurangi manajemen laba, tetapi lebih kepada peningkatan kredibilitas laporan keuangan dengan mengurangi gangguan yang ada didalamnya sehingga bisa menghasilkan laporan keuangan yang lebih handal (Kurniawansyah, 2016). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Christiani & Nugrahanti, 2014; Kurniawansyah, 2016; Lestari & Murtanto, 2018; dan Felicya & Sutrisno, 2020 kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan hasil regresi data panel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi interaksi kompensasi eksekutif dan kualitas audit di Indonesia sebesar 0,429 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar 0,0214, yang berarti hipotesis kelima (H5a) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit tidak memoderasi pengaruh kompensasi eksekutif pada manajemen laba di Indonesia. Sama halnya dengan nilai signifikansi interaksi koneksi politik dan kualitas audit di Thailand sebesar 0,523 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar -0,0083, yang berarti hipotesis kelima (H5b) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit tidak memoderasi pengaruh koneksi politik pada manajemen laba di Thailand.
Kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak mampu memoderasi pengaruh kompensasi eksekutif pada manajemen laba di Indonesia dan Thailand. Hal ini dikarenakan Auditor yang bekerja di KAP big-four ternyata belum mampu menurunkan manajemen laba. Hal ini disebabkan praktek manajemen laba terjadi karena perusahaan memiliki keinginan agar performa keuangan selalu baik di mata calon investor, namun mengabaikan keberadaan auditor KAP big-four. Selain itu, dengan adanya keberadaan auditor KAP big-four bukan untuk menurunkan manajemen laba, melainkan lebih kepada peningkatan kredibilitas laporan keuangan dengan mengurangi gangguan yang ada didalamnya sehingga menghasilkan laporan keuangan yang lebih handal (Kurniawansyah, 2016). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Christiani & Nugrahanti, 2014; Kurniawansyah, 2016; Lestari & Murtanto, 2018; dan Felicya & Sutrisno, 2020 kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
Berdasarkan hasil regresi data panel pada Tabel 5 menunjukkan bahwa nilai signifikansi interaksi financial distress dan kualitas audit di Indonesia sebesar 0,063 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar -0,6146, yang berarti hipotesis keenam (H6a) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit tidak memoderasi pengaruh financial distress pada manajemen laba di Indonesia. Sama halnya dengan nilai signifikansi interaksi financial distress dan kualitas audit di Thailand sebesar 0,332 > 0,05, serta nilai koefisien regresi sebesar -0,359, yang berarti hipotesis keenam (H6b) ditolak. Hal ini membuktikan bahwa kualitas audit tidak memoderasi pengaruh financial distress pada manajemen laba di Thailand.
Kualitas audit yang diproksikan dengan ukuran KAP tidak mampu memoderasi pengaruh financial distress pada manajemen laba di Indonesia dan Thailand. Hal ini dikarenakan perusahaan yang mengalami financial distress akan tetap melakukan manajemen laba walaupun laporan keuangan perusahaan telah diaudit oleh auditor Big-4. Praktik manajemen laba perusahaan yang mengalami financial distress terjadi karena perusahaan memiliki keinginan agar kinerja keuangan perusahaan
tampak bagus dimata calon investor, sehingga perusahaan melakukan manajemen laba dan mengabaikan keberadaan KAP Big four tersebut (Lestari & Murtanto, 2018). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Christiani & Nugrahanti, 2014; Kurniawansyah, 2016; Lestari & Murtanto, 2018; dan Felicya & Sutrisno, 2020 kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan dapat ditarik simpulan sebagai berikut: Koneksi politik tidak berpengaruh pada manajemen laba di Indonesia dan Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rendahnya koneksi politik yang dimiliki oleh suatu perusahaan tidak akan mempengaruhi praktik manajemen laba di Indonesia dan di Thailand. Kompensasi eksekutif berpengaruh positif pada manajemen laba di Indonesia, sedangkan variabel kompensasi eksekutif tidak berpengaruh pada manajemen laba di Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kompensasi eksekutif yang diberikan oleh perusahaan di Indonesia akan meningkatkan praktik manajemen laba. Sedangkan tinggi rendahnya kompensasi eksekutif yang diberikan oleh perusahaan di Thailand tidak akan mempengaruhi praktik manajemen laba. Financial distress berpengaruh positif pada manajemen laba di Indonesia dan di Thailand. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya financial distress akan mengakibatkan tingginya praktik manajemen laba di Indonesia dan di Thailand. Kualitas audit memperlemah pengaruh koneksi politik pada manajemen laba di Indonesia, sedangkan kualitas audit tidak mampu memoderasi pengaruh koneksi politik pada manajemen laba di Thailand. Kualitas audit tidak mampu memoderasi pengaruh kompensasi eksekutif pada manajemen laba di Indonesia dan di Thailand. Kualitas audit tidak mampu memoderasi pengaruh financial distress pada manajemen laba di Indonesia dan di Thailand.
Berdasarkan hasil analisis dan simpulan, dapat diajukan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut. Penelitian ini terbatas hanya pada sektor manufaktur, sehingga tidak dapat menggeneralisasi seluruh sektor perusahaan yang terdaftar di BEI dan SET. Penelitian selanjutnya disarankan untuk bisa meneliti hal yang sama namun pada sektor lain atau seluruh sektor yang terdapat di BEI dan SET. Pengukuran manajemen laba riil dalam penelitian ini hanya menggunakan perhitungan arus kas operasional. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambahkan perhitungan lainnya seperti biaya produksi dan biaya diskresioner. Pengukuran financial distress dalam penelitian ini menggunakan model Grover. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan model pengukuran lainnya, seperti Altman Z-Score, Foster, Ohlson, Springate dan Zmijewski.
REFERENSI
Adani, I. T., & Suryani, E. (2021). Pengaruh Kompensasi Eksekutif, Resiko Litigasi Dan Profitabilitas Terhadap Manajemen Laba (Studi pada Sub Sektor Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2016-2019 ). E-Proceeding of Management, 8(5), 5161–5169.
Almadi, M., & Lazic, P. (2016). CEO incentive compensation and earnings management: The implications of institutions and governance systems. Management Decision, 54(10), 2447–2461.
Antonius, R., & Tampubolon, L. D. (2019). Analisis Penghindaran Pajak, Beban Pajak Tangguhan, dan Koneksi Politik terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi Keuangan Dan Manajemen (Jakman), 1(1), 39–52.
Apriyani, Ika, S. R., & Sarnowo, H. (2019). Pengaruh Koneksi Politik dan Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba. ISEI Economic Review, II(1), 8–15.
Armadiyanti, P., & Iswati, S. (2019). Corporate Political Connection and Audit Quality. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Indonesia, 16(2), 122–140.
Bédard, J., Gonthier-Besacier, N., & Schatt, A. (2019). Consequences of expanded audit reports: Evidence from the justifications of assessments in france. Auditing, 38(3), 23–45.
Braam, G., Nandy, M., Weitzel, U., & Lodh, S. (2015). Accrual-based and Real Earnings Management and Political Connections Geert. International Journal of Accounting, 50(2), 111–141.
Chairunesia, W., Sutra, P. R., & Wahyudi, S. M. (2018). Pengaruh Good Corporate Governance dan Financial Distress terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Indonesia dalam ASEAN Corporate Governance Scorecard. Profita: Komunikasi Ilmiah Akuntansi Dan Perpajakan, 11(2), 232–250.
Christiani, I., & Nugrahanti, Y. W. (2014). Pengaruh Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 16(1), 52–62.
Christina, S., & Alexander, N. (2020). The Effect of Financial Distress and Corporate Governance on Earnings Management. 145(Icebm 2019), 123–126.
Damayanti, S., & Krisnando. (2021). Pengaruh Financial Distress, Komite Audit, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal STEI Ekonomi, 30(01), 101–113.
Desy, A. I. G. A., & Wirama, D. (2018). the Effect of Stock Option Compensation on Earnings. Rjoas, 7(July), 43–53.
Ding, R., Li, J., & Wu, Z. (2018). Government Affiliation, Real Earnings Management, and Firm Performance: The Case of Privately Held Firms. Journal of Business Research, 83(October 2016), 138–150.
Felicya, C., & Sutrisno, P. (2020). Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Struktur Kepemilikan Dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis Dan Akuntansi, 22(1), 129–138.
Fisman, R. (2001). Estimating the Value of Political Connections. The American Economic Review, 91(4), 1095– 1102.
Gutierrez, E., Minutti-Meza, M., Tatum, K. W., & Vulcheva, M. (2018). Consequences of adopting an expanded auditor’s report in the United Kingdom. Review of Accounting Studies, 23(4), 1543–1587.
Hanisa, F., & Rahmi, E. (2021). Pengaruh Financial Leverage, Kualitas Audit Dan Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Ecogen, 4(2), 317.
Harymawan, I., & Nowland, J. (2016). Political connections and earnings quality: How do connected firms respond to changes in political stability and government effectiveness? International Journal of Accounting and Information Management, 24(4), 339–356.
Jacoby, G., Li, J., & Liu, M. (2019). Financial distress, political affiliation and earnings management: the case of politically affiliated private firms. European Journal of Finance, 25(6), 508–523.
Junaidi, R. R., & Siregar, S. V. (2020). The effect of political connection and earnings management on management compensation. International Journal of Business and Globalisation, 26(1–2), 92–118.
Kurniawansyah, D. (2016). Pengaruh Audit Tenure, Ukuran Auditor, Spesialisasi Audit Dan Audit Capacity Stress Terhadap Manajemen Laba. Online) Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis Airlangga, 1(1), 1–25.
Lestari, E., & Murtanto, M. (2018). Pengaruh Efektivitas Dewan Komisaris Dan Komite Audit, Struktur Kepemilikan, Dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. Media Riset Akuntansi, Auditing & Informasi, 17(2), 97–116.
Lestiani, G. D., & Widarjo, W. (2021). Kompensasi bonus dan manajemen laba riil: Peran moderasi komite audit. Jurnal Kajian Akuntansi, 5(2), 212–224.
Leuz, C., Nanda, D., & Wysocki, P. D. (2003). Earnings management and investor protection: An international comparison. Journal of Financial Economics, 69(3), 505–527.
Muljono, D. R., & Suk, K. S. (2018). Impacts of financial distress on real and accrual earnings management. Jurnal Akuntansi, 22(2), 222.
Muthi, J., & Khairunnisa, ah. (2020). Pengaruh Financial Distress, Perencanaan Pajak, Ukuran Perusahaan, Komite Audit Dan Kualitas Audit Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, & Akuntansi), 4(3), 1114–1131.
Noviarty, H., & Donela, V. (2019). Pengaruh Kompensasi Eksekutif Terhadap Manajemen Laba Dengan Profitabilitas Sebagai Variabel Moderating ( Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia ). Jurnal Audit Dan Akuntansi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Tanjungpura, 8(1), 43–72.
Nugrahanti, Y. W., & Puspitasari, A. (2018). Do audit quality, political connection, and institutional ownership increase real earnings management? Evidence from Indonesia. Afro-Asian Journal of Finance and Accounting, 8(4), 413–430.
Octavia, A. M., Ermaya, H. N. L., & Darmastuti, D. (2022). PENGARUH AUDIT QUALITY DAN INDEPENDENSI AUDITOR TERHADAP MANAJEMEN LABA RIIL MELALUI FINANCIAL DISTRESS Alma. Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Indonesia, 25(01), 92–109.
Puspitasari, A., & Nugrahanti, Y. W. (2016). Pengaruh Hubungan Politik , Ukuran Kap , dan Audit Tenure Terhadap Manajemen Laba Riil. Journal Akuntansi Dan Keuangan, 18(1), 27–43.
Putri, B. N. L., & Rachmawati, S. (2018). Analisis Financial Distress dan Free Cash Flow dengan Proporsi Dewan Komisaris Independen sebagai Variabel Moderasi Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Keuangan Dan Perbankan, 14(2), 54–61.
Rahmadani, S., & Haryanto. (2018). Manajemen laba: Peran keaktifan komite audit dan auditor eksternal big four. Jurnal Akuntansi Aktual, 5(1), 46–62.
http://journal2.um.ac.id/index.php/jaa/article/view/2688/1646
Ridwan, M. R., & Suryani, E. (2021). PENGARUH KEBIJAKAN DIVIDEN, KOMPENSASI EKSEKUTIF DAN ASIMETRI INFORMASI TERHADAP MANAJEMEN LABA. Jurnal Ilmiah MEA (Manajemen, Ekonomi, Dan Akuntansi), 5(3), 494–512.
Sani, A. A., Abdul Latif, R., & Al-Dhamari, R. A. (2020). CEO discretion, political connection and real earnings management in Nigeria. Management Research Review, 43(8), 909–929. https://doi.org/10.1108/MRR-12-2018-0460
Sari, N. N. I. P., Rustiarini, N. W., & Dewi, N. P. S. (2022). Corporate Governance, Political Connections, and Earnings Management. AFEBI Accounting Review, 6(2), 78. https://doi.org/10.47312/aar.v6i2.469
Setiawan, P. E., & Putra, I. M. P. D. (2019). Keputusan
Sosiawan, S. Y. (2012). Pengaruh Leverage, Ukuran Perusahaan dan Earning Power Terhadap Manajemen Laba. Akuntansi & Bisnis, 2(1), 79–89.
Sunday, O., Donwa, P. A., & Nelson, E. (2017). Earnings Management and Quality of Corporate Governance in Nigeria : A Review of Executive Compensation and Audit Committee Characteristics. 3(3), 49-63.
Zulaecha, H. E., & Yuli. (2018). Investigasi Dampak Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial, Kompensasi Eksekutif Dan Leverage Terhadap Earnings Management. Dinamika Umt, II(2), 23–32.
Koneksi Politik, Kompensasi Eksekutif, Financial Distress, Kualitas Audit, dan Manajemen Lab: Studi
Indonesia Vs Thailand
A.A. Ayu Nur Cintya Apsari dan Ni Ketut Rasmini
Discussion and feedback