PERAMALAN INFLASI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN BOX-JENKINS
on
Teguh Santoso dan Bayu Kharisma. Peramalan Inflasi Kota Bandung dengan Pednekatan Box ....178
PERAMALAN INFLASI KOTA BANDUNG DENGAN PENDEKATAN BOX-JENKINS
Teguh Santoso1 Bayu Kharisma2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran, Jawa Barat, Indonesia1,2 Email : teguh.santoso@unpad.ac.id1
Abstract: Bandung City Inflation Forecasting Using the Box-Jenkins Approach. This study aims to obtain the monthly inflation data forecast for the city of Bandung utilize Box-Jenkins method. The data used is monthly inflation rate (m-t-m) of Bandung City for the period of 2017.1-2019.12 which includes 36 observations. Based on the stages of the Box-Jenkins method, it is known that the data on the inflation of the City of Bandung has been stationary at the level, so the estimation models used are AR (p) and MA (q). Based on diagnostic tests, shows that the best estimation model is ARMA (2.2). The estimation model also includes the holiday dummy variable which have statistically significant influences to inflation. From the estimation results chosen, forecasting is carried out which results in monthly inflation forecasts for the city of Bandung in January - February 2020 of 0.43% and 0.23%, respectively. For December 2019 forecasting results produce a value of 0.52% and compared to an actual value of 0.45%, there is a difference of 0.07%. Homoscedasticity test results are also performed and it is concluded that the estimation model does not contain heteroscedasticity problems
Keywords: Inflation; Box-Jenkins; ARIMA; Bandung City.
Abstrak: Peramalan Inflasi Kota Bandung dengan Pendekatan Box-Jenkins. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan angka ramalan data inflasi bulanan Kota Bandung dengan metode Box Jenkis. Data yang digunakan adalah data inflasi umum (m-t-m) Kota Bandung periode 2017.12019.12 yang mencakup 36 observasi. Berdasarkan tahapan metode Box-Jenkins, diketahui bahwa data inflasi bulana Kota Bandung sudah bersifat stasioner pada tingkat level, sehingga model estimasi yang digunakan adalah AR(p) dan MA(q). Berdasarkan uji diagnostic, diketahui model estimasi terbaik adalah ARMA (2,2). Model estimasi juga memasukkan variabel dummy bulan hari raya yang secara statistik signifikan mempengaruhi inflasi. Dari hasil estimasi yang dipilih, dilakukan peramalan yang menghasilkan angka ramalan inflasi bulanan Kota Bandung pada Bulan Januari – Februari 2020 sebesar masing-masing 0.43% dan 0.23%. Untuk hasil peramalan bulan Desember 2019 menghasilkan nilai sebesar 0.52% dan jika dibandingkan dengan nilai aktual sebesar 0.45%, maka terdapat selisih sebesar 0.07%. Hasil estimasi juga telah dilakukan uji homoskedastisitas dan disimpulkan bahwa model estimasi tidak mengandung masalah heteroskedastisitas.
Kata Kunci: Inflasi; Box-Jenkins; ARMA; Kota Bandung.
PENDAHULUAN
Inflasi menjadi salah satu indikator makroekonomi yang menjadi sasaran kebijakan ekonomi Pemerintah. Stabilitas harga yang tercermin dari laju inflasi menjadi salah satu tolak ukur keberhasilan pengelolaan perekonomian. Kebijakan moneter dan kebijakan struktural dilakukan oleh Bank Sentral dan Pemerintah dalam menjaga laju inflasi. Pada level daerah, Pemerintah membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang memiliki tugas salah satunya adalah mengevaluasi sumber-sumber dan potensi tekanan inflasi serta dampaknya terhadap pencapaian target inflasi. Oleh karenanya, memprediksi laju inflasi dimasa yang akan datang akan dapat menunjang kinerja
TPID dalam mengendalikan potensi tekanan inflasi.
Kota Bandung sebagai Ibu Kota Jawa Barat dengan jumlah penduduk yang tinggi serta sebagai kota tujuan wisata dan pendidikan tentu memiliki karakteristik permintaan agregat yang tinggi. Dengan demikian, potensi laju inflasi yang tinggi akan selalu ada di Kota Bandung. Data menunjukkan bahwa sepanjang 2018-2019 terakhir, rata-rata inflasi tahunan (y-o-y) Kota Bandung selalu berada diatas inflasi nasional. Sebagaimana ditampilkan dalam Gambar 1, Inflasi (y-o-y) Kota Bandung rata-rata mencapai 3.69% pada 2018 dan lebih tinggi dibanding Jawa Barat (3,51%) dan Nasional (3,2%). Meski menunjukkan penurunan, namun rata-rata inflasi

Sumber: Badan Pusat Statistik (2019), diolah
Gambar 1.
Laju Inflasi Nasional Jawa Barat dan Kota Bandung
(y-o-y) Kota Bandung pada 2019 sebesar 3,19% juga lebih tinggi dibanding Nasional dan Jabar, masing-masing sebesar 3,15% dan 3,07%.
Relatif tingginya laju inflasi, berpotendi berdampakpadapenurunandayabelimasyarakat. Dengan demikian, mendapatkan nilai prediksi inflasi dimasa yang akan datang dapat menjadi dasar kebijakan bagi Pemerintah Kota Bandung dalam mengantisipasi gejolak harga maupun dampaknya terhadap kesejahteraan masyarakat. Metode proyeksi yang lazim digunakan pada data runtut waktu adalah metode Box-Jenkins.
Metode Box-Jenkins merupakan metode pendekatan analisis runtut waktu, yang menggabungkan iterasi siklus identifikasi, estimasi, verifikasi dan peramalan. Pendekatan ini berkaitan dengan apa yang disebut domain waktu, dimana dimana sebuah observasi (variabel), dipengaruhi oleh variabel periode sebelumnya (Anderson, 1977). Dapat dikatakan metode Box-Jenkins menekankan pada let the data speak for themselves, yang mana bukan merupakan model struktural (hubungan kausal atau simultan antar variabel). Osborn & Harvey (1991) berpendapat bahwa terdapat beberapa alasan tidak menggunakan model struktural, yakni 1) gerakan suatu variabel terkadang
terjadi karena sebab-sebab yang sulit diketahui; 2) data variabel bebas yang secara teori berpengaruh tidak tersedia ataupun pemodelan yang dilakukan tidak menunjukkan hubungan kuat secara statistik dan 3) meskipun data tersedia dan model struktural dinyatakan baik, untuk meramal sering masih harus didasarkan pada perkiraan variabel bebas yang tidak selalu mudah.
Metode Box-Jenkins telah lazim digunakan sebagai metode peramalan data inflasi, sebagaimana dilakukan oleh Desvina & Desmita (2015) yang meramalkan indeks harga konsumen di Kota Baru, Hartati (2017) menggunakan model ARIMA untuk meramalkan pergerakan inflasi di Indonesia. Sementara itu, Teapon (2017) melakukan peramalan inflasi kelompok bahan makanan di Kota Ternate. Sedangkan untuk data luar negeri, Tabani (2019a) melakukan peramalan inflasi Norwegia dengan metode Box-Jenkins. Dengan menggunakan model terbaik ARIMA (2,2,2), inflasi di Norwegia diprediksikan akan meningkat sepanjang 1 dekade kedepan. Tabani (2019b) juga melakukan peramalan indeks harga konsumen di Singapura dengan metode Box-Jenkins.
Dengan pertimbangan tersebut, dengan menggunakan Metode Box-Jenkins, tulisan ini bertujuan untuk melakukan peramalan inflasi di Kota Bandung dengan basis data 2017.01 – 2019.12. Uji Heteroskedastisitas juga dilakukan untuk mengetahui apakah perlu dilakukan estimasi dengan menggunakan metode GARCH, sebagaimana dilakukan oleh Santoso (2011). Hal tersebut didasarkan pada beberap kajian yang menunjukkan bahwa data inflasi rentan menghadapi masalah heteroskedastisitas (Santoso, 2011; Rukini, 2014).
METODE PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data inflasi umum yang dihitung dari data Indeks Harga Konsumen dan bersumber dari Badan Pusat Statistik Kota Bandung periode 2017.1-2019.12 dengan observasi data bulanan. Unit observasi adalah variabel inflasi bulanan (m-t-m) Kota Bandung
Alur Model Box-Jenkins dan Estimasi Model. Secara umum, terdapat 4 tahapan utama dalam pemodelan Box-Jenkins (Gujarati & Porter, 2009), yakni: Identifikasi. Tahapan ini bertujuan untuk menguji stasioneritas data dan penentuan nilai ordo yang sesuai, AR(p) dan MA
(q). Uji formal Augmented Dicky Fuller (ADF) Test akan digunakan untuk melihat stasioneritas data. Kemudian setelah mengetahui data yang digunakan stasioner atau tidak, langkah berikutnya adalah menentukan ordo yang sesuai. Untuk mengetahui nilai ordo yang sesuai dapat dilihat dari nilai fungsi Autocorrelation function (ACF) atau Partial Autocorrelation function (PACF). Selain itu, dalam tahapan ini Tabel korelogram dan nilai statistik ACF dan PACF juga dapat digunakan untuk mengetahui stasineritas data. Dengan dilakukannya tahap identifikasi, akan diketahui model estimasi yang sesuai ARIMA (p,d,q)
Estimasi Parameter. Estimasi model bertujuan untuk mencari model terbaik. Syarat ordo AR(p) dan MA(q) yang akan dipilih yakni dilihat nilai ACF dan PACF pada tabel Correlogram langsung jatuh mendekati garis nol. Syarat ordo maksimal AR(p) dan MA(q) adalah: 1). Ordo AR(p) maksimal dilihat pada time lag ke berapa nilai partial autocorrelation melewati garis putus-putus pada tabel correlogram. 2). ordo maksimal MA(q), dilihat pada time lag keberapa nilai autocorrelation melewati garis putus-putus pada tabel correlogram spefisikasi model estimasi adalah sebagai berikut:
AR (p): menjelaskan bahwa nilai suatu series atau variabel dipengaruhi oleh nilai series nya sendiri dimasa lalu (lag)
Yt=α0+α1Yt-1+α1Yt-2+α1Yt-3+….+α1Yt-p+εt…..(1)
MA (q): menjelaskan bahwa nilai suatu series atau variabel dipengaruhi oleh pergerakan dari nilai residual pada masa lalu
Yt=α0+α1et-1+α1et-2+α1et-3+….+α1et-p+εt….…..(2) I (d): menjelaskan pada derajat integrasi berapa suatu series stasioner. Jika suatu series telah stasioner pada derajat level dilambangkan I(0). Akan tetapi, jika suatu series belum stasioner pada derajat level maka dilakukan proses smoothing dengan metode differences (1 atau 2 ). Persamaan suatu series dikatakan stasioner pada 1 difference sebagai berikut:
δ(Y)=Yt-Yt-1...................................................(3)
Jika data dinyatakan stasioner, maka model estimasi adalah kombinasi dari persamaan (1) dan (2) yang membentuk model ARMA (p,0,q), dengan spesifikasi model sebagai berikut:
Yt=α0+α1Yt-1+ +α1Yt-p+β1et-1+β1et-p+εt.........(4)
Jika data dinyatakan tidak stasioner, maka model estimasi adalah kombinasi dari persamaan (1),
(2) dan (3) yang membentuk model ARIMA (p,d,q), misal ARIMA (2,1,2) dengan spesifikasi model sebagai berikut:
δ(Y)=α0+α1(Yt-1-Yt-2)+(Yt-2-Yt-3)+β1et-1+β1et-2+εt....(5)
Uji Diagnostik. Pencarian model terbaik didasarkan pada prinsip goodness of fit. Syarat pemilihan model ARIMA terbaik yakni: 1). Semua variabel independent dan konstanta harus signifikan (p-value < critical-value). Signifikani berlandasarkan uji statistik meliputi uji t, uji F dan uji koefisien determinasi (R2). 2). Nilai SIC dan AIC paling kecil. 3). Error random tidak signifikan. Error random tidak signifikan bila probabilitas BJ > probabilitas critical value atau nilai Q-statistik BJ < nilai X2 tabel. Forecasting.Model yang digunakan dalam forecasting adalah model yang terbaik setelah dilakukan uji diagnostik. Kriteria pemilihan model terbaik dalam forecasting adalah: 1). Nilai Root Mean Square Error (RMSE), Mean Absolute Error (MAE) dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE) semakin kecil menunjukkan model terbaik.2). Nilai Theil inequality coefficient, bias proportion dan variance proportion yang sangat kecil.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi Model. Langkah pertama dalam identifikasi model adalah menguji stasioneritas data. Hasil uji stasioneritas data menggunakan ADF test untuk inflasi tahunan (y-o-y) dan inflasi bulanan (m-t-m) disajikan dalam Tabel 1 dan Tabel 2.
Dalam tahapan identifikasi, langkah selanjutnya adalah menentukan ordo AR(p) dan MA(q) dengan menggunakan tabel korelogram, yang disajikan pada Tabel 2. Berdasarkan Tabel 2 untuk data inflasi bulanan (m-t-m) sebagaimana disajikan dalam Tabel 2, diketahui bahwa nilai AC (AR) yang mendekati garis putus-putus
Tabel 1.
Uji Stasioneritas Data Inflasi Bulanan (m-t-m)
Null Hypothesis: MTM has a unit root
Exogenous: Constant
Lag Length: 0 (Automatic - based on SIC, maxlag=9)
t-Statistic |
Prob * | ||
Augmented Dickev-Fullertest statistic |
-5.113601 |
0 0002 | |
Test critical values: |
1 % level 5% level 10% level |
-3.632900 -2.948404 -2 612874 |
"MacKinnon (1996) one-sided p-values
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Berdasarkan hasil uji stasioneritas dengan metode ADF pada data inflasi bulanan (m-t-m) sebagaimana disajikan pada Tabel 1, diketahui bahwa nilai statistic ADF > nilai kritisnya pada tingkat kepercayaan 1%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa data inflasi bulanan tidak memiliki masalah stasioneritas artinya data tersebut sudah stasioner pada tingkat level. Dengan demikian, untuk data inflasi bulanan, estimasi yang dilakukan adalah model AR(p), MA(q) ataupun kombinasi ARMA (p,q).
adalah pada lag 2 dan 3. Sementara nilai PAC (MA) yang mendekati garis putus-putus adalah pada lag 2 dan 8. Dengan demikian, proses iterasi estimasi model ARMA akan mengacu pada model AR (2), AR (3), MA (2) dan MA (8).
Estimasi Parameter dan Uji Diagnostik.
Sebagaimana disimpulkan dalam tahapan identifikasi, model estimasi untuk data inflasi bulanan adalah ARMA (2,2),ARMA (3,8) atau kombinasi diantara ordo-ordo tersebut. Sementara untuk data inflasi tahunan, model
Tabel 2.
Korelogram Data Inflasi Bulanan
Date: 02/01/20 Time: 14 19
Sample: 2017M01 2019M12
Included observations: 36
Autocorrelation |
Partial Correlation |
AC PAC Q-Stat Prob | ||
I |
0 I |
I |
3 1 |
1 0,117 0 117 0.5379 0 463 |
Il |
I |
∣l |
I |
2 -0.290 -0.300 3.9203 0.141 |
ι∣ |
I |
∣□ |
I |
3 -0.297 -0.243 7.5884 0.055 |
I L |
I |
I I= |
I |
4 -0.134 -0 191 8.3522 0.079 |
I |
I |
i c |
I |
5 -0.000 -0.107 8.3522 0.138 |
I |
] I |
I C |
I |
6 0.067 -0.126 8.5566 0.200 |
I |
□ I |
I |
□ I |
7 0.242 0 127 11.320 0.125 |
I C |
I |
∣l |
I |
8 -0.141 -0.298 12.289 0.139 |
I □ |
I |
I C |
I |
9 -0.190 -0.132 14.118 0.118 |
I E |
I |
I C |
10 -0.058 -0 137 14.295 0.160 | |
I |
J I |
I D |
I |
11 0.061 -0.147 14.495 0.207 |
I |
□ I |
I |
I |
12 0.166 -0.015 16.067 0.188 |
I |
J I |
I O |
I |
13 0.088 -0.044 16.522 0.222 |
I E |
I |
I □ |
I |
14 -0.055 -0.181 16.712 0.272 |
I |
I ⊂ |
I |
15 -0.233 -0.213 20.260 0.162 | |
I |
0 I |
I |
P 1 |
16 0.111 0.128 21.098 0.175 |
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
esimsinya adalah ARMA (1,1), ARMA (12,12) atau kombinasi diantara ordo-ordo tersebut. atau Dalam model estimasi, akan ditambahkan variabel dummy yang merupakan dummy hari
besar yakni periode Ramadhan dan Idul Fitri serta Natal dan Tahun Baru. Tujuan dari penambahan variabel dummy adalah untuk mengetahui pengaruh seasonal hari besar terhadap inflasi.
Tabel 3.
Estimasi Model Inflasi Bulanan ARMA (2,2)
Dependent Variable: MTM
Method: Least Squares
Date: 02/01/20 Time: 16:28
Sample (adjusted): 201 7M05 201SMI2
Included observations: 32 after adjustments
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
LStatistic |
Prob. |
C |
0.077144 |
0.159871 |
0.482540 |
0.6332 |
MTM(-2) |
0.375931 |
0.590272 |
0.636877 |
0.5294 |
RESIDMTM(-2) |
-0.522575 |
0.642965 |
-0 812758 |
0.4232 |
HR |
0.283195 |
0.128083 |
2.211034 |
0.0354 |
R-squared |
0.267941 |
Mean dependent var |
0.278438 | |
Adjusted R-squared |
0.189507 |
S.D. Pependentvar |
0.336309 | |
S E. of regression |
0.3□2771 |
Akaike info criterion |
0.564785 | |
Sum squared resid |
2.566760 |
Schwarz criterion |
0.748002 | |
Log likelihood |
-5.036567 |
Hannan-Quinn enter |
0.625517 | |
F-statistic |
3.416102 |
Durbin-Watson stat |
2.160355 | |
Prob(F-Statistic) |
0.030892 |
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Tabel 4.
Estimasi Model Inflasi Bulanan ARMA (3,8)
Dependent Variable: MTM
Method: LeastSquares
□ ate: 02/01/20 Time: 16:47
Sample (adjusted): 2□17M11 2019M12
Included observations: 26 after adjustments
Variable |
Coefficient |
Std. Error t-StatiStic |
Prob. |
C |
0.321983 |
0.125944 2.556562 |
0.0180 |
MTM(-3) |
-0.277668 |
0.233688 -1.188201 |
0.2474 |
RESIDMTM(-8) |
-0.107233 |
0.214000 -0.501091 |
0.6213 |
HR |
0.120762 |
0.158828 0.760335 |
0.4551 |
R-squared |
0.203311 |
Mean dependent var |
0.291538 |
Adjusted R-squared |
0 094671 |
S D dependent var |
0 315388 |
S E. of regression |
0.300088 |
Akaike info criterion |
0.571154 |
Sum squared resid |
1.981158 |
Schwarz criterion |
0.764707 |
Log likelihood |
-3.425003 |
Hannan-Quinn enter. |
0.626890 |
F-statistic Prob(F-Statistic) |
1.871428 0.163932 |
Durbin-Watson stat |
1.910909 |
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Tabel 5.
Estimasi Model Inflasi Bulanan ARMA (2,2) Tanpa Intercept
Dependent Variable: MTM
Method: Least Squares
Date: 02/01/20 Time: 16:57
Sample (adjusted): 2D17M05 2019M12
Included observations: 32 after adjustments
Variable |
Coefficient |
Std. Error |
t-Stati sti c |
Prob. |
MTM(-2) |
0.630322 |
0.261964 |
2.406142 |
0.0227 |
RESIDMTM(-2) |
-0.772814 |
0.375033 |
-2 060653 |
0.0484 |
HR |
0.292383 |
0.124979 |
2 339291 |
0.0264 |
R-squared |
0.261854 |
Mean dependent var |
0.278438 | |
Adjusted R-squared |
0.210947 |
S.D.dependentvar |
0.336309 | |
S E. of regression |
0.298739 |
Akaike info criterion |
0.510567 | |
Sum squared resid |
2 588105 |
Schwarz criterion |
0.647980 | |
Log likelihood |
-5 169071 |
Hannan-Quinn criter |
0.556115 | |
Durbin-Watson stat |
2.209755 |
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Iterasi Estimasi dan Uji Diagnostik.
Berikut dilakukan estimasi untuk data inflasi bulanan dengan acuan model ARMA (2,2) atau ARMA (3,8)
Pada Tabel 5, hasil estimasi model
ARMA (2,2) tanpa intercept menunjukkan hasil estimasi yang relatif lebih baik dibandingkan dengan hasil estimasi model ARMA (2,2) dan
(3,8) yang ditampilkan dalam Tabel 3 dan 4 Untuk memastikan pemilihan model terbaik, dilakukan uji diagnostik yang dirangkum dalam Tabel 6.
memiliki koefisien yang signifikan.
Diketahui bahwa variabel dummy hari besar pada model ARMA baik dengan maupun tanpa intercept memiliki nilai koefisien yang
Tabel 6.
Uji Diagnostik Model ARMA
Model |
Uji Signifikansi |
Goodness of Fit | |||||
ARMA |
Parameter |
Prob |
Keterangan |
R2 |
AIC |
SIC |
QStat BJ |
ARMA |
C |
0.6332 |
in-signifιkan |
26,7% |
0.5647 |
0.748 |
34.997 |
(2,2) |
AR(2) |
0.5294 |
in-signifιkan | ||||
MA(2) |
0.4232 |
in-signifιkan | |||||
Dummy |
0.0354** |
signifikan | |||||
ARMA |
C |
0.018** |
signifikan |
20.30% |
0.57115 |
0.764 |
41.952 |
(3,8) |
AR(2) |
0.2474 |
in-signifikan | ||||
MA(2) |
0.6213 |
in-signifikan | |||||
Dummy |
0.4551 |
in-signifikan | |||||
ARMA |
AR(2) |
0.0227** |
signifikan |
26.18% |
0.5105 |
0.647 |
35.509 |
(2,2) |
MA(2) |
0.0484** |
signifikan | ||||
Dummy |
0.0264** |
signifikan | |||||
Catatan: |
** : Signifikan pada tingkat kepercayaan 5%
Nilai χ2(dfi30) = 43,77____________________
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Berdasarkan uji diagnostik dari ketiga model estimasi, yang dilihat dari uji signifikansi, koefisien determinasi, SIC, AIC dan Q-Stat BJ, diketahui bahwa model terbaik adalah ARMA (2,2) baik dengan maupun tanpa intercept. Namun yang membedakan antara ARMA (2,2) dengan dan tanpa intercept adalah nilai koefisien variabel bebas yang tidak signifikan dalam model ARMA dengan intercept, sementara pada model ARMA dengan intercept variabel bebas
signifikan pada tingkat kepercayaan 5%. Hal tersebut dapat dimaknai bahwa pada hari besar angka inflasi di Kota Bandung akan meningkat sebesar 0.035% atau 0.026%. Kondisi tersebut sesuai dengan peramalan dengan Metode ARIMA yang dilakukan oleh Berlian et al., (2014); Wulandari et al., (2016) yang menemukan bahwa inflasi cenderung melonjak pada hari besar keagamaan termasuk Idul Fitri
Peramalan. Setelah melakukan estimasi
parameter dan uji diagnostic pemilihan model terbaik, langkah selanjutnya adalah melakukan peramalan untuk model yang dipilih. Proses identifikasi perlu dilakukan untuk memilih 1 model terbaik diantara 2 model yang ada. Hasil identifikasi disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7.
Identifikasi Model Peramalan Terbaik
Kriteria |
ARMA (2,2) |
ARMA (2,2) Tanpa Intercept |
RMSE |
0.2876 |
0.3154 |
MAE |
0.2448 |
0.2703 |
MAPE |
149.3101 |
172.1470 |
Theil |
0.365130 |
0.386130 |
Coefficient |
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Berdasarkan hasil peramalan ada kedua model yang disajikan pada Tabel 7, diketahui bahwa model estimasi terbaik yang digunakan
untuk peramalan adalah model ARMA (2,2) yang menghasilkan nilai proyeksi untuk bulan Januari – Februari 2020 masing-masing sebesar 0.43% dan 0.23%. Untuk hasil peramalan bulan Desember 2019 menghasilkan nilai sebesar 0.52% dan jika dibandingkan dengan nilai aktual sebesar 0.45%, maka terdapat selisih sebesar 0.07%. Perbandingan hasil peramalan dengan data aktual disajikan dalam Gambar 2.
Model ARMA (2,2) yang digunakan sebagai peramalan juga dilakukan uji heteroskedastisitas untuk memastikan residual data yang digunakan konstan antar waktu (homoskedastis). ARCH-LM test gigunakan untuk mengetahui ada tidaknya masalah heteroskedastisitas, yang disajikan dalam Tabel 8.

I---- MTMF ----Actuals ......±2 S E. ∣
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Forecast MTMF
Actual: MTM
Forecast sample: 2017M01 2020M02
Adjusted sample: 2017M05 2020M02
Included observations: 34
Root Mean Squared Error 0.287632
MeanAbsoIuteError 0.244804
Mean Abs. Percent Error 149.3101
Theil Inequality Coef. 0.365130
BiasProportion 0.001009
VarianceProportion 0 113406
CovarianceProportion 0.879585
Theil ∪2 Coefficient 1.165445
SymmetricMAPE 100.8968
Gambar 2.
Hasil Peramalan Model ARMA (2,2)
Tabel 8. ARCH-LM Test
HeteroskedasticityTest: ARCH
F-statistic |
0.186785 |
Prob F(1 ,29) |
0.6688 |
ObswR-squared |
0.198389 |
Prob Chi-Square(I) |
0.6560 |
Sumber: Hasil estimasi penulis (2020)
Berdasarkan uji ARCH-LM, diketahui bahwa prob F dan chi-square tidak signifikan secara statistic. Hal tersebut menunjukkan bahwa model estimasi terbebas dari masalah heteroskedastisitas, sehingga estimasi tidak perlu dilakukan menggunakan metode ARCH.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan tahapan metode Box-Jenkins, model estimasi yang terbaik digunakan sebagai dasar peramalan inflasi bulanan (m-t-m) Kota Bandung adalah model ARMA (2,2) baik dengan maupun tanpa intercept. Pada dasarnya model ARMA (2,2) tanpa intercept berdasarkan uji diagnostic merupakan model yang terbaik dibanding dengan intercept. Namun setelah dilakukan peramalan untuk dua model tersebut, identifikasi model terbaik untuk peramalan adalah ARMA (2,2) dengan intercept, baik dengan kriteria RMSE, MAE, MAPE maupun theil coefficient. Temuan yang menarik adalah bahwa variabel dummy seasonal hari besar
yakni periode bulan dimana terdapat momen Ramadhan-Idul Fitri dan Natal-Tahun baru secara signifikan berpengaruh positif terhadap inflasi pada kedua model. Artinya, inflasi bulanan pada periode tersebut secara rata-rata akan lebih tinggi dibanding periode lainnya. Oleh karenanya, pengendalian inflasi perlu memperhatikan momen hari besar tersebut. Berdasarkan hasil peramalan model ARMA (2,2), inflasi bulanan Kota Bandung pada Bulan Januari – Februari 2020 sebesar masing-masing 0.43% dan 0.23%. Untuk hasil peramalan bulan Desember 2019 menghasilkan nilai sebesar 0.52% dan jika dibandingkan dengan nilai aktual sebesar 0.45%, maka terdapat selisih sebesar 0.07%.
Meski dapat menghasilkan peramalan dengan cukup baik yang didukung dengan berbagai kriteria yang ada (RMSE, MAE, MAPE dan Theil Coefficient) dan telah mengakomodir fenomena seasonal, namun penelitian selanjutnya diharapkan dapat
menggabungkan pendekatan time series dan pendekatan kausal dengan menggunakan metode ARIMAX. ARIMAX memiliki keunggulan karena dapat mengakomodir variabel eksogen (prediktor) yang mampu menjelaskan pergerakan inflasi. Prediktor tersebut dapat menyesuaikan karakteristik perekonomian. Kota Bandung sebagai destinasi wisata, sehingga bisa menggunakan prediktor jumlah kunjungan wisatawan, yang kemudian dapat diubah menggunakan model fungsi transfer karena data bersifat metrik. Selain itu juga dapat menggunakan data variasi kalender, seperti periode dimana terdapat kenaikan TDL maupun BBM yang dapat menggunakan model fungsi intervensi. Dengan menggabungkan pendekatan time series dan gabungan, maka diharapkan dapat menghasilkan peramalan yang lebih baik.
REFERENSI
Anderson. O.D (1977). The Box Jenkins Approach to Time Series Analysis. Research Operation, 2(11). 2-29.
Berlian, L. Amanda, Wilandari, Yasin, H (2014). Peramalan Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Menggunakan Model Variasi Kalender (Studi Kasus Inflasi Kota Semarang). Jurnal Gaussian, 3(4). 547-556.
Badan Pusat Statistik Kota Bandung (2020) Data Inflasi 2017.1-2019.12. https://
bandungkota.bps.go.id/subject/3/inflasi. html#subjekViewTab3
Desvina, P. Ari & Desmita, Evi (2015). Penerapan Metode Box-Jenkins Dalam Meramalkan Indeks Harga Konsumen Kota Pekanbaru. Jurnal Sains dan Matematika, 1(1). 39-47
Hartati (2017). Penggunaan Metode ARIMA Dalam Meramal Pergerakan Inflasi. Jurnal Matematika, Saint dan Teknolog, 18(1). 1-10
Gujarati, D & Porter, C. Dawn (2009). Basic Econometrics, 5thed. Mc Graw Hill, NY.
Osborn, D. R., & Harvey, A. C. (1991). Forecasting, Structural Time Series Models and the Kalman Filter. Economica, 58(232), 537. https://doi.org/10.2307/2554700
Santoso,Teguh (2011). Aplikasi Model GARCH pada data Inflasi Bahan Makanan Indonesia Periode 2005.1-2006.10. Jurnal Organisasi dan Manajemen, 7(1). 38-52
Rukini (2014). Model ARIMAX dan Deteksi GARCH untuk peramalan inflasi Kota Denpasar Tahun 2014. Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan, 7(2).
Teapon, H.R Rizal (2017). Pembentukan Model ARIMA Untuk Peramalan Inflasi Kelompok Bahan Makanan di Kota Ternate. QE Journal, 4(1)
Tabani, Nyoni (2019). Predicting CPI in Singapore: An application of the Box-Jenkins methodology. MPRA Paper No. 92413
Wulandari. N, Setiawan, Ahmad, S.I (2016). Peramalan Inflasi Kota Surabaya dengan Pendekatan ARIMA, Variasi Kalender, dan Intervensi.Jurnal Sains dan Seni ITS, 5(1)
Discussion and feedback