“SELEKTIFITAS SPECIES” ALAT TANGKAP GARUK DI CIREBON, JAWA BARAT
on
wSelektifitas species” alat tangkap garuk di cirebon, jawa barat
(Species Selectivity of Garuk in Cirebon, West Java)
Eko Sri Wiyono
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Jl. LingkarAkademik Kampus IPB Darmaga Bogor, 16680 eko_ipb@yahoo.com
Abstract
In order to understand the fishing gear characteristics cf “garuk", a traditional fishing gear in North Java Sea, study about species selectivity of garuk has been conducted in Cirebon, West Java. Using Shannon-Diversity Index and Dominance Index analysis the catch diversity and dominancy were analyzed. The result analysis showed that the number of species diversity of garuk varied between 0.8— 1.2. On the other hand, result analysis of dominance index showed that the number varied between 0.3 — 0.5. This result indicated that garuk has low selectivity to target species.
Keywords: diversity, dominancy, garuk, species, selectivity
1. Pendahuluan
Hampir 90% lebih perikanan Indonesia didominasi oleh perikanan skala kecil (Wiyono, 2006). Meskipun secara nasional maupun internasional istilah perikanan skala kecil belum baku benar, tetapi secara umum sepakat bahwa perikanan skala kecil adalah perikanan dengan tingkat teknologi rendah (lawan dari perikanan modern) dan dikelola dengan modal yang kecil (lawan dari perikanan industry) (Panayatou, 1982). Kontribusi yang besar dari perikanan skala kecil baik secara soaial dan ekonomi menyebabkan pengkajian tentang perikanan skala kecil sangat menarik untuk dilakukan..
Pada perikanan skala kecil selain dicirikan oleh teknologi dan modal usaha yang relatif kecil juga dicirikan oleh beragamnya jenis alat tangkap yang digunakan serta hasil tangkapan yang ditangkap. Untuk menutupi biaya operasi penangkapannya, seringkali nelayan mengoperasikan alat tangkap yang mampu menangkap berbagai jenis spesies dengan harapan mendapatkan hasil tangkapan yang banyak. Dilain kesempatan, untuk menutupi biaya operasi penangkapan ikan, nelayanjuga membawa berbagai jenis alat tangkap ikan.
Pantai utara Jawa, yang merupakan sentra
terbesar perikanan Indonesia, memberikan kontribusi terbesar jumlah perikanan skala kecil. Salah satu sentra kegiatan perikanan skala kecil di Laut Jawa adalah Kabupaten Cirebon. Secara umum kegiatan perikanan di wilayah Kabupaten Cirebon didominasi oleh perikanan skala kecil. Aktivitas penangkapan ikan dilakukan dengan teknologi penangkapan sederhana dan dioperasikan oleh nelayan dengan organisasi penangkapan bersifat kolektif. Kondisi sarana penangkapan ikan yang terbatas menyebabkan ruang pemanfaatan sumberdaya ikan cenderung dilakukan di perairan pantai. Namun, meningkatnya kecenderungan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan yang tidak seimbang dengan ketersediaan sumberdaya ikan di perairan pantai menyebabkan kondisi periakanan pantai lebih tangkap (overfishing).
Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Mundu Pesisir merupakan pusat aktivitas perikanan di Desa Mundu Pesisir, Kabupaten Cirebon. Nelayan melakukan operasi penangkapan dengan menggunakan garuk yang dilakukan hampir setiap hari di muara sungai Kalimundu dan sekitarnya. Garuk adalah alat tangkap pengumpul kerang yang dioperasikan nelayan secara turun temurun untuk mengumpulkan berbagai
Jurnal Bumi Lestari9 Volume 9 No. I9 Februari 20099 him. 61 - 65
jenis makrozoobentos, khususnya kerang anadara. Walaupun kerang merupakan sasaran utama hasil tangkapan, nelayan menggunakan garuk untuk menangkap rajungan. Nilai ekonomis yang tinggi dan spesifikasi garuk yang dapat menangkap hasil tangkapan multispesies, menyebabkan nelayan aktif menggunakan garuk untuk mendapatkan rajungan. Penelitian ini akan membahas kegiatan perikanan garuk di PPI Mundu Pesisir, khususnya hasil tangkapan dan tingkat selektifitasnya terhadap species hasil tangkapannya. Informasi ini diharapkan akan memberikan informasi tentang karakteristik perikanan skala kecil sehingga dapat dijadikan basis informasi dalam pengelolaan sumberdaya ikan.
2 Metodologi
2.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli dan November 2007 dengan lokasi penelitian di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Mundu Pesisir, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon Jawa Barat.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : kamera, timbangan, dan kuesioner. Metode penelitian yang digunakan yaitu deskriptif (Hasan, 2002). Objekyangditelitimeliputi unit penangkapan, hasil tangkapan, dan usaha perikanan garuk di PPI Mundu Pesisir Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon. Ruang lingkup penelitian meliputi deskripsi perikanan garuk, operasi penangkapan, dan hasil tangkapan.
Keterangan: a. Tali penarik b. Tali penggantung c. Tali karet d. Rangka Garuk e. Tali pembuka mulut f. Bantalan gigi
g. Gigi garuk
h. Jaring
I. Kantong
j. Tali pengikat kantong
Gambar 1. Deskripsi alat tangkap garuk
Populasi penelitian mencakup 98 unit kapal dan nelayan garuk di Desa Mundu Pesisir yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI Mundu Pesisir. Teknik pengambilan sampel (responden) yang digunakan purposive sampling dengan menggunakan minimum 10 % sampel dari populasi untuk penelitian deskriptif yaitu 10 kapal yang melakukan masing-masing satu trip penangkapan selama bulan November.Dengan demikian diperoleh data hasil tangkapan berdasarkan 10 trip penangkapan kapal garuk tersebut. Sementara itu, nelayan garuk yang menjadi sampel berjumlah 30 orang (Hasan, 2002).
Pengumpulan data dilakukan dengan beberapa cara yaitu: observasi (pengamatan), wawancara, kuesioner atau angket, dan pengukuran komposisi bobot hasil tangkapan. Pengumpulan data dilakukan berdasarkan jenis data, yaitu data primer yang diperoleh dari wawancara, kuesioner, observasi, dan pengukuran bobot hasil tangkapan. Wawancara dilakukan kepada nelayan yang mengoperasikan garuk dan bermukim di Desa Mundu Pesisir. Observasi dilakukan untuk objek-objek penelitian selama waktu penelitian berlangsung, sedangkan data hasil pengamatan dicatat dalam pedoman observasi.
Analisis hasil tangkapan dilakukan secara deskriptif melalui pengolahan data komposisi hasil tangkapan 10 kapal garuk yang melakukan masing-masing 10 trip penangkapan pada bulan November yang didaratkan di PPI Mundu Pesisir. Objek analisis meliputi : bobot, komposisi spesies, dan nilai ekonomis hasil tangkapan.
Analisis selektivitas garuk dilakukan untuk memprediksi pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan garuk terutama dalam menghadapi ketidakpastian pendapatan setelah kenaikan harga BBM. Analisis selektivitas garuk dijelaskan melalui indeks keanekaragaman jenis Shannon dan indeks dominansi Simpson. Wiyono et al. (2006) menjelaskan bahwa indeks Shannon (H’) merupakan indeks yang digunakan untuk menjelaskan
selektivitas alat tangkap terhadap hasil tangkapan yang didaratkan di pelabuhan terkait musim penangkapannya. Nilai indeks keanekaragaman yang tinggi mengindikasikan bahwa alat tangkap memiliki tingkat selektivitas yang rendah, sebaliknya, nilai indeks yang rendah mengindikasikan bahwa alat tangkap memiliki tingkat selektivitas yang tinggi sehingga hasil tangkapan yang didaratkan didominasi oleh satu atau beberapa spesies. Sedangkan nilai indeks dominansi yang tinggi mengindikasikan hasil tangkapan yang didaratkan cenderung didominasi spesies tertentu.
Indeks Shannon dan indeks Simpson (Maguran, 1988) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
S
H’ = - ∑ P i ln P i
i=1
ni
^N
-
3. HasildanPembahasan
-
3.1 Hasil
-
-
1) HasilTangkapan
Berdasarkan hasil survei selama bulan November diperoleh hasil bahwa kerang bulu (Anadara antiquata) memberikan kontribusi terbesar (58%) dari total hasil tangkapan yang didapatkan. Hasil tangkapan berikutnya yang cukup dominan adalah kerang putih (Anadara sp.) dengan kontribusi 24 %, rajungan (Portunus sp.) 7 %, kerang darah (Anadara granosa) 6 %, dan kerang mencos (Anadara indica) 3 % dari bobot total hasil tangkapan (Gambar 2). Hasil tangkapan lainnya adalah udang putih (Penaeus merguensis), sotong (Sepia sp.), keong macan (Babylonia spirata), dan kerang hijau (Perna viridis) yang berkontribusi 2 % dari total hasil tangkapan.
dimana:
H’ : IndekskeragamanjenisShannon
pi : Proporsi spesies yang tertangkap
ni : Jumlah individu spesies yang tertangkap N : Jumlah total spesies yang tertangkap
S : Jumlahjenis
Kriteria nilai indeks keanekaragaman Shannon (Wiyono et al. 2006)
H’≈0 : keanekaragaman rendah; selektivitas
alat tangkap tinggi
H’>0,1 : keanekaragaman tinggi; selektivitas
alat tangkap rendah
Indeks dominansi Simpson (Odum, 1996) dihitung dengan rumus :
S
C ∑
i =1
⎛⎜ ni⎞⎟2 ⎝N⎠
dimana:
C : Indeks Dominansi
ni : Jumlah individu spesies yang tertangkap
N : Jumlah total spesies yang tertangkap
Kriteria nilai Indeks Dominansi Simpson:
C <0,5 : dominansi spesies hasil tangkapan
rendah
C >0,5 : dominansi spesies hasil tangkapan
tinggi

Kerang bulu 58%
Gambar 2 Komposisi Hasil Tangkapan Garuk
Hasil tangkapan utama (HTU) garuk pada bulan November terdiri atas kerang darah (Anadara granosa) dan kerang bulu (Anadara antiquata). Kerang darah dan kerang bulu dapat ditemukan relatif sepanjang tahun dengan musim penangkapan berlangsung antara bulan Juli hingga Desember. Sedana et al. (2004) mengutarakan bahwa musim penangkapan kerang untuk daerah utara Jawa Barat berlangsung mulai bulan Agustus hingga Desember sedangkan musim paceklik terjadi pada periode Februari sampai Juli dengan puncak musim paceklik terjadi pada bulan Mei. Total bobot hasil tangkapan rata-rata yang diperoleh nelayan selama bulan November adalah 247,41 kg dengan kisaran bobot hasil tangkapan antara 0,28 kg hingga 140,55 kg. Hasil tangkapan yang mempunyai kontribusi tersbesar tersebut terdiri atas kerang bulu (140.55 kg), kerang putih (60,14 kg), dan rajungan (18,30 kg). Hal itu
disebabkan periode bulan November merupakan musim penangkapan rajungan, kerang putih, dan kerang bulu yang akan berlangsung hingga bulan Maret.
Sedangkan hasil tangkapan sampingan (HTS) yang didaratkan di PPI Mundu Pesisir terdiri atas beragam jenis organisme laut, yaitu : rajungan (Portunus sp.), kerang hijau (Perna viridis), udang putih (Penaeus merguensis), sotong (Sepia sp.), kerang mencos (Anadara indica), keong macan (Babylonia spirata), dan kerang putih (Anadara sp.). Rajungan, udang putih, dan sotong merupakan HTS yang penting bagi nelayan garuk di PPI Mundu Pesisir karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Hasil tangkapan sampingan yang didaratkan nelayan garuk pada bulan November berjumlah 92,84 kg. Kerang putih dan rajungan merupakan spesies HTS terbanyak dengan bobot masing-masing 60,14 kg dan 18,30 kg. Jenis HTS lainnya adalah udang putih, sotong, keong macan, dan kerang hijau dengan bobot masing-masing adalah 3,53 kg; 1,72 kg; 0,5 kg; dan 0,21 kg.
Gambar 4. Hasil tangkapan garuk pada bulan November
Komposisi hasil tangkapan garuk yang didaratkan pada bulan November di PPI Mundu Pesisir digunakan untuk menjelaskan tingkat selektivitas alat tangkap. Tingkat selektivitas garuk pada bulan November diperoleh berdasarkan hasil analisis indeks keanekaragaman dan dominansi terhadap hasil tangkapan yang didaratkan oleh 10 trip kapal garuk di PPI Mundu Pesisir.
Gambar 4 Indek Keanekaragaman Hasil Tangkapan PerTrip.
Hasil analisis Indeks Shannon (H’) memperlihatkan bahwa nilai Indeks Shannon (H’) berkisar antara 1,0 hingga 1,5 atau rata-rata 1,2 (Gambar 4). Indeks keanekaragaman terendah terjadi pada trip penangkapan ke-8, sedangkan keanekaragaman tertinggi terjadi pada trip penangkapan ke-10. Berdasarkan hal itu, dapat diketahui bahwa alat tangkap garuk yang digunakan nelayan di PPI Mundu Pesisir selama bulan November memiliki tingkat selektivitas yang rendah (H’ > 0,1) terhadap hasil tangkapan.
Gambar 5 Indeks Dominansi Per Trip.
Selanjutnya hasil analisis indeks dominansi diperoleh hasil bahwa indek dominansi hasil tangkapan garuk berkisar antara 0,3 hinggga 0,5 atau rata-rata 0,4 (Gambar 5). Indeks dominansi tertinggi berada pada trip ke-8 (C=0,5) dan trip ke-1 (C=0,5) sedangkan trip ke-6 dan trip ke-10 mendaratkan hasil tangkapan dengan indeks dominansi terendah dengan C berada pada kisaran 0,2-0,3. Nilai rata-rata indeks dominansi hasil tangkapan nelayan garuk pada bulan November sebesar 0,4 (C<0,5) menunjukkan bahwa hasil tangkapan nelayan garuk yang didaratkan pada bulan November cenderung tidak didominasi oleh spesies tertentu.
Analisis selektivitas garuk, utamanya dilakukan untuk memprediksi pola pemanfaatan sumberdaya ikan oleh nelayan garuk terutama dalam menghadapi ketidakpastian pendapatan setelah kenaikan harga BBM. Analisis selektivitas garuk yang telah dilakukan oleh McClanahan dan Mangi (2004) serta Wiyono et al. (2006) menjelaskan bahwa indeks keanekaragaman jenis Shannon dapat digunakan untuk melakukan seleksi unit penangkapan ikan bersadarkan jenis species yang ditangkap. Alat tangkap yang direkomendasikan adalah jenis alat tangkap yang mempunyai selektivitas tinggi terhadap hasil tangkapan dan mempunyai ukuran yang tinggi.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman (H’) hasil tangkapan garuk rata-rata sebesar 1,2 dan indeks dominansi Simpson (C) 0,4. Hal itu menunjukkan bahwa alat tangkap garuk memiliki tingkat selektivitas yang rendah dalam operasi penangkapan sehingga hasil tangkapan tidak didominasi spesies tertentu. Hasil penelitian inijuga menunjukkan bahwa jenis spesies yang tertangkap oleh alat tangkap garuk sangat beragam baik dalam jenis maupun ukuran. Hasil ini mengindikasikan bahwa nelayan garuk mempunyai preferensi yang rendah terhadap suatu target hasil tangkapan. Dengan biaya operasi penangkapan yang semakin meningkat sementara hasil tangkapan semakin menurun, mendorong nelayan untuk melakukan proses penangkapan guna mendapatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya untuk mengimbangi biaya operasi penangkapan yang semakin tinggi.
Untuk tujuan manajemen perikanan, makajarak gigi kisi garuk harus diatur sedemikian rupa sehingga species yang tertangkap sesuai dengan tujuan manajemen perikanan. Hal inijuga diungkapkan oleh Murdiyanto (2006), dikatakan bahwa peluang bagi kerang untuk dapat lolos atau tertangkap akan sangat tergantung pada parameterjarak antara dua gigi kisi yang berdekatan,jarak antara pangkal gigi-gigi kisi garuk, dan permukaan dasar perairan, sedangkan parameter pada kerang adalah ukuran terpanjang bagian kerang dalam posisinya saat menerobos atau terhalang gigi-gigi kisi garuk.
Pengkajian tentang alat tangkap, selama ini hanya difokuskan pada aspek fisik saja. Pengkajian ini mencoba untuk menggunakan parameter biologi sebagai instrument untuk mengkaji dampak suatu alat tangkap terhadap hasil tangkapan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alat tangkap garuk mempunyai tingkat selektifitas yang rendah terhadap hasil tangkapan.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang dampak pengoperasian alat tangkap, disarankan agar pengklasifikasian alat tangkap tidak didasarkan pada aspek fisik saja, tetapi juga harus mempertimbangkan aspek biologi.
Daftar Pustaka
Hasan, M.I. 2002. Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya. Ghalia Indonesia, Jakarta.
Maguran, A.E. 1988. EcologicalDiversityandItsMeasurement. Croom Helm, London.
Mc Clanahan, T.R. and S.C Magi. 2004. “Gear-Based Management OfATropicalArtisanal Fishery Based On Species Selectivity And Capture Size ”. Fisheries Management and Ecology, Vol. 11, Blackwell Publishing Ltd.,London. Page 51-60.
Mulyadi. 2007. Ekonomi Kelautan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Murdiyanto, B. 2006. “Selektivitas Garuk Terhadap Kerang”, dalam: Sondita et al. (editor) Prosiding Seminar Nasional Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Odum, E.P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Panayatou, T. Management Conceptsfor Small-Scale Fisheries: Economic and Social Aspect. Food and Agriculture Organization of the UnitedNations, Rome, 53pp.
Wiyono E.S, Yamada. S, Tanaka E and Kitakado T. 2006. Dynamics of Fishing Gear Allocationby Fishers in Small-Scale Coastal Fisheries of Pelabuhanratu Bay, Indonesia. Fisheries Management and Ecology Vol. 13. BlackwellPublishingLtd., London. Page 185-195.
65
Discussion and feedback