Djonius Nenobesi,dkk.: Pemanfaatan Limbah Padat Kompos Kotoran Ternak dalam Meningkatkan.

PEMANFAATAN LIMBAH PADAT KOMPOS KOTORAN

TERNAK DALAM MENINGKATKAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN DAN BIOMASA TANAMAN KACANG HIJAU (Vigna radiate L.) VARIETAS VIMA 1

Djonius Nenobesi1)*, W. Mella 2), P. Soetedjo 3)

  • 1    Mahasiswa Prodi. Ilmu Lingkungan Pascasarjana Undana

  • 2    Staf Pengajar Prodi. Ilmu Linkungan Pascasarjana Undana 3 Staf Pengajar Prodi. Ilmu Linkungan Pascasarjana Undana *Email: [email protected]

Abstract

Animal sluge may a positively impact to environment if it utilize properly as organic fertilizer. Main aims of research was to determine effect of solid composted animal sludge to improve environmental capability and biomass of mung bean. The research had been conducted from June to August 2016. The research was designed to Split Plot Design in which main variable were A=composted chicken manure, B=composted cow manure, C=composted of slurry, sub variable were D0=no fertilizer, D1=15t/ha of fertilizer, D2= 30 t/ha of fertilizer, D3= 45 t/ha of fertilizer. All data were analyzed by analysis of variant thereafter by using Duncan Multiple Range test at 5% level. Result of the research showed that a treatment of composted of slurry interacted by dosage of 45 t/ha effect significantly to physical characteristic of Vertisol (bulk density), chemical characteristic of Versitol (bH, P, K, C organic), number of colonies bacteria,yield ofmung bean (1,17 t/ha), and water use efficiency (9,85 kg/ltr).

Keywords: composted animal sludge; environmental capability; vertisol;biomass; mung bean

Abstrak

Limbah padat kotoran ternak dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan apabila dikelola dengan baik menjadi pupuk organik. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui pengaruh pemanfaatan limbah padat kompos kotoran ternak dalam meningkatkan daya dukung lingkungan dan biomassa tanaman kacang hijau varietas vima 1.Penelitian dilakukan dari bulan Juni sampaiAgustus 2016. Desain penelitian menggunaan rancangan petak terpisah dimana petak utamanya adalah jenis kompos dengan 3 level yakni A= Kompos kotoran ayam, B= Kompos kotoran sapi dan C= Kompos Slurry biogas kotoran sapi dan perlakuan dosis merupakan anak petak dengan 4 level yakni D0= Tanpa kompos, D1= 15 ton/ha, D2= 30 ton/ha dan D3= 45 ton/ha. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan padataraf á = 0,05 untuk melihat perbedaan antar perlakuan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara kompos Slurry biogas kotoran sapi dengan dosis 45 ton/ha memberikan hasil terbaik terhadap peningkatan daya dukung lingkungan, berat biji pertanaman (1,17 ton/ha) dan efisiensi penggunaan air (EPA) 9,89 kg/ltr.

Kata kunci: kompos kotoran ternak; daya dukung lingkungan, vertisol, biomassa kacang hijau

  • 1.    Pendahuluan

Limbah ternak sebagai hasil akhir dari usaha peternakan memiliki potensi untuk dikelola menjadi pupuk organik seperti kompos yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, meningkatkan produksi tanaman dan mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; satu ekor ayam pedaging menghasilkan kotoran berkisar antara 0,1 – 0,15 kg/ekor/hari dengan bahan keringnya 25 % atau setara dengan 9,12 – 13,68 kilogram pupuk organik setiap ekor per tahun. Untuk ternak sapi potong yang dipelihara dengan sistem dikandangkan satu ekor menghasilkan kotoran berkisar 8 – 15 kg/ekor/hari dengan kandungan bahan keringnya 20 % atau 2,9 – 5,5 ton per tahun atau setara 0,58 - dengan 1,1 ton pupuk organik sehingga akan mengurangi penggunaan pupuk anorganik dan mempercepat proses perbaikan lahan. Potensi jumlah kotoran ternak dapat dilihat dari populasi ternak. (Charles, Haryono, 1991; Nulik, dkk, 2012; Kasworo, dkk, 2013 dikutip dari Budiyanto, Krisno, 2011).

Pengelolaan limbah padat kotoran sapi, ayam, Slurry biogas kotoran sapi menjadi kompos dan pemanfaatannya sebagai pupuk organik dapat mengurangi dampak pencemaran terhadap lingkungan. Selain itu Pengelolaan limbah padat kotoran sapi dan ayam menjadi kompos juga dapat menambah penghasilan dan meningkatkan kesejahteraannya petani/peternak.

Tanah sebagai media tumbuh tanaman, tanah harus memiliki karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi yang mendukung pertumbuhan dan produksi tanaman. Vertisol adalah salah satu dari beberapa jenis tanah yang ada di Indonesia dengan luas penyebaran mencapai sekitar 2,1 juta hektar dan sekitar 0,198 juta hektar tersebar di Nusa Tenggara Timur. Jenis tanah ini memiliki karakteristik sifat fisik, kimia dan biologi yang kurang baiksehingga pemanfaatannya sebagai lahan pertanian akan memberikan banyak masalah. Oleh karena itu perlu adanya tindakan konservasi untuk memperbaiki sifat fisik, kimia maupun biologi tanah tersebut. ((Hanafiah, 2014; Prasetyo, 2007; Adinugraha, 2011; Hardjowigeno, 2015).

Pemberian berbagaijeniskompos limbah padat kotoran ternak dapatmemperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah Vertisol dan meningkatkan daya

dukungnya sehingga pemanfaatanya sebagai lahan pertanian akan dapat meningkatkan produksi tanaman. (Suwahyono, 2011, Mulyono, 2015). Tanaman kacanghijau(Vigna radiataL.)memegang peranan penting dalammenunjang program diversifikasi pangan karena mengandung nilai gizi yang tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan manusia. Selain itu bakteri Rhizobium yang ada pada bintil akar mampu memfiksasi N yang bermanfaat bagi tanaman.

Tanah yang dikehendaki tanaman kacang hijau adalah tanah bertekstur liat berlempung atau tanah lempung yang banyak mengandung bahan organik.Kesuburan tanah berperan penting untuk tanaman kacang hijau sebagai penyangga akar, penyedia unsur hara, sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman menjadi lebih optimal. (Rukmana, 2004). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan kompos sisa biogas (Slurry) 20 ton/ha pada tanah Ultisol memberikan hasil tertinggi pada tanaman kedelai yakni 1,083 ton/ha. (Refliaty, dkk, 2011) dan penggunaan pupuk kandang sapi 20 ton/ha pada tanaman kedelai mampumemberikan hasil biji 1,21 ton/ha(Refliaty, dkk, 2011 dikutip dari Wiskandar, 2002) serta pemberian pupuk kandang ayam menghasilkan berat biji per hektar lebih tinggi pada tanaman kacang hijau yaitu 1,84 ton/ha.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui interaksi antara jenis dan dosis kompos limbah padat kotoran ternak yang memberikan hasil terbaik terhadap peningkatan daya dukung lingkungan fisik, kimia dan biologi Vertisol serta biomasa tanaman kacang hijau (Vigna radiata L) varietas Vima 1.

  • 2.    Metodologi

Penelitian ini telahdilaksanakan pada lahan petani di Kelurahan Naibonat, KecamatanTimur, Kabupaten Kupang pada bulan Juni sampai bulan Agustus 2016. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah padat kotoran sapi, kotoran ayam dan limbah padat biogas (Slurry) kotoran sapi, sekam padi, dedak, hijauan segar tanaman legume, gula, EM4, air, benih kacang hijau varietas Vima 1, tali rafia, BBM, plastik kemasan, kertas label, dan lain-lain. Alat yang digunakan adalah hand tracktor, mesin pompa air, selang, pipa paralon 3 dim, cangkul, sekop, linggis, parang, kayu, kawat

duri, meter roll, ember, gembor, gelas ukur, timbangan gantung, timbangan analitik, bor tanah, ring sampel, oven, hand sprayer, paku tendes, tali rafia, alat tulis, kalkulator, penggaris dan lain-lain.

Penelitian ini menggunakan rancangan petak terpisah (Split Plot Design), dimana petak utamanya adalahJenis kompos dengan 3 level yaitu :A = Kompos kotoran ayam,B = Kompos kotoran sapi dan C = Kompos limbah padat biogas kotoran sapi. Anak petak adalah Dosis kompos dengan 4 level yaitu: D0 = Tanpa pemberian kompos (kontrol), D1 = 15 ton/ ha, D2 = 30 ton/ha, D3 = 45 ton/ha.Perlakuan yang dicobakan menjadi 12 perlakuan dan 3 ulangan sehingga diperoleh 36 petak pelakuan.

  • 2.1    Pelaksanaan Penelitian

Data hasil penelitian yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan yang diberikan. Bila terdapat pengaruh dari perlakuan yang diturunkan, maka akan dilanjutkan dengan uji Duncan (5%) untuk melihat perbedaan antar perlakuan yang diberikan.Kegiatan penelitian didahului dengan pembuatan kompos dari limbah padat kotoran ternak sapi, ayam dan Slurry biogas kotoran sapi dan dilanjutkan dengan pengambilan sampel tanah pada lahan penelitian untuk analisis awal sifat fisik, kimia dan biologi. Setelah itu lahan dibersihkan dilanjutkan dengan dan pembuatan bedengan sesuai ukuran yang ditentukan yakni panjang 6m, lebar 2,5 m (P x L), tinggi bedengan 20cm dengan 1 Kompos diberikan ke petak percobaan 1 minggu sebelum tanam dengan cara disebar dan dicampur merata dengan tanah sedalam 15 – 20 cm kemudian disiram setiap hari agar cepat mengalami penguraian.jarak antara bedengan yang satu dengan lainnya 50 cm dan jarak antar blok adalah Benihkacang hijau ditanam dengan 3 benih per lubang tanam dengan jarak tanam 30 cm x 40 cm, sehingga total populasi tanaman per petak percobaan adalah 125 tanaman. Setelah tanaman berumur 1 minggu dilanjutkan dengan penjarangan dengan mengunting salah satu tanaman kemudian menyisahkan dua tanaman.

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, dilakukan setiap 2 hari sekali jika tidak terjadi hujan dengan menggunakan gembor yang disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Penyulaman dilakukan bila ada tanaman yang mati atau pertumbuhannya kurang baik. Penyulaman dilakukan 1 minggu setelah

tanam (MST). Penyiangan dilakukan dengan membersihkan gulma yang ada disekitar tanaman. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan jika ada hama atau penyakit yang menyerang tanaman kacang hijau. Panen dapat dilakukan setelah tanaman kacang hijang matang fisiologis dengan umur panen ± 56 HST.

  • 2.2    Pengamatan

  • a.    Peubah yang diamati untuk menilai daya dukung adalah Sifat fisik (Kemantapan Agregat tanah), sifat kimia (pH, N,P,K,C-Organik) dan sifat biologi (Jumlah koloni bakteri).

  • b.    Pengamatan pada tanaman kacang hijau adalah hasil tanaman (jumlah polong, jumlah biji perpolong, berat biji pertanaman dan biomasa tanaman)

  • c.    Efisiensi penggunaan air (EPA)

  • 3.    Hasil dan pembahasan

    • 3.1    Pengaruh Perlakuan Kompos Terhadap

Kemantapan Agregat

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ayam, kotoransapi danSlurry biogas kotoran sapi berpengaruh tidak nyata (á 0,05) terhadap kemantapan agregat Vertisol. Perlakuan jenis pupuk kompos yang ditempatkan pada petak utama (PU) dan perlakuan dosis kompos yang ditempatkan pada anak petak (AP) berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap kemantapan agregat Vertisol. Pengaruh perlakuan jenis pupuk dan dosis terhadap kemantapan agregat Vertisol dapat dilihat dalam Tabel 1.

Perlakuan dosis kompos yang ditempatkan pada anak petak menunjukkan bahwa dosis 45 ton/ hektar memberikan hasil terbaik terhadap perbaikan kemantapan agregat tanah, dimana kemampuan tanah untuk mempertahankan konsistensinya lebih rendah yakni 897.22 tetesan air dibanding dengan tiga perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena semakin tinggi jumlah bahan organik yang diberikan kedalam tanah, akan menurunkan plastisitas, kohesi dan sifat buruk lainnya dari liat, merangsang granulasi agregat dan memantapkannya sehingga struktur tanah menjadi lebih baik.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hanafiah (2014) dan Hardjowigeno (2015) yang menyatakan bahwa

Tabel 1.Pengaruh Jenis Pupuk Kompos Terhadap Kemantapan Agregat Tanah Vertisol

Dosis

Duncan 5%

Jenis

Duncan 5%

D0 (Kontrol)

1030.89 d

2 30.80 A (Kotoran ayam)

916.16 a

2 38.71

D1 (15 ton/ha)

986.66 c

3 32.35 B (Kotoran sapi)

1090.16 b

3 39.50

D2 (30 ton/ha)

939.44 b

4 33.28 C (Slurry biogas)

884.33 a

D3 (45 ton/ha)

897.22 a

Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5 %

konsistensi tanah dipengaruhi oleh struktur tanah,sifat dan jumlah koloid organik maupun anorganik serta kadar air tanah. Bahan organik yang diberikan kedalam tanah berfungsi sebagai granulator untuk memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kemampuan tanah menahan air. Tanah yang mempunyai struktur yang baik, akan baik pula kemantapan agregatnya. Stabilitas agregat tergantung besar kecilnya kadarbahan organik. (Sutejo,2002;Juarsah, 2014).

Penggunaan limbahSlurry biogas bermanfaat untuk memperbaiki sifat fisik tanah, sehingga tanah menjadi gembur, meningkatkan kemampuan tanah mengikat atau menahan air lebih lama yang bermanfaat saat musim kemarau dan meningkatkan kesuburan tanah.(Refliaty, dkk, 2011; Hidayati dan Armaini, 2015; Utami, dkk, 2014).Pemanfaatan Slurry biogas kotoran sapi dapat memperbaiki sifat fisik (kemantapan agregat) tanah Vertisol.sehingga akan meningkatkan daya dukung terhadap lingkungan, antara lain; meningkatkan kemampuan tanah untuk menyerap air, mengurangi laju aliran permukaan (run

off) dan meminimalisir terjadinya erosi. Lingkungan fisik tanah yang baik, akan menjadi media yang baik untuk pertumbuhan dan produksi tanaman.

  • 3.2    Pengaruh Perlakuan Kompos Terhadap Sifat

Kimia Vertisol

  • a.    Keasaman Tanah (pH)

Hasil analisis statistik terhadap kemasaman tanah (pH) Vertisol menunjukkanbahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap pH Vertisol dari semua perlakuan yang dicobakan. Pengaruh perlakuan kompos kotoran ternak terhadap kemasaman (pH) Vertisol dapat dilihat dalam Tabel 2.

Pengaruh interaksi antara jenis dan dosis komposterhadap perbaikan pH Vertisol menunjukkan bahwa untuk ketiga jenis kompos yang cobakan, pada dosis 45 ton/hektar berpengaruh nyata terhadap pH Vertisol. Jenis kompos Slurry biogas kotoran sapi pada dosis 45 ton/hektar memberikan hasil terbaik terhadap pH Vertisol yakni 7,8. Hal ini diduga karena

Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Kompos Terhadap Kemasaman Tanah (pH) Vertisol

0 (Kontrol)

15 ton/ha

30 ton/ha

45 ton/ha

Duncan 5%

A (Kompos kotoran ayam)

7,97 a

7,96 a

7,97 a

7,96 a

2 0.041

A

B

B

C

3 0.044

B (Kompos kotoran sapi)

7,99 b

8,01 b

7,99 b

7,91 a

4 0.045

A

A

B

B

C (Slurry biogas)

8,01 c

7,98 bc

7,89 b

7,8 a

A

A

A

A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada uji Duncan taraf 5 %.

bahan organik dalam kompos telah mengalami proses dekomposisi dengan baik atau telah matang. Hal ini sejalan dengan pendapat Atmojo (2003), yang menyatakan bahwa pengaruh penambahan bahan organik pada tanah akan berpengaruh terhadap pH tanah dimana dapat meningkatkan atau menurunkan tergantung tingkat kematangan bahan organik yang kita tambahkan dan jenis tanahnya.

  • b.    Nitrogen (N)

Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan kompos terhadap kandungan Nitrogen menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis pupuk kompos kotoran ayam dan kotoran sapi berpengaruh tidak nyata (áÂ0,05) terhadap kadar Nitrogen (N) dalam tanah Vertisol. Dosis kompos yang ditempatkan pada anak petak (AP) berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01). Pengaruh perlakuan dosis kompos terhadap kandungan Nitrogen dalm Vertisol dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Perlakuan Dosis Kompos Terhadap Kadar Nitrogen Dalam Vertisol

Dosis

Duncan 5%

D0 (Kontrol)

0.106(R)

a

2

0.023

D1 (15 ton/ha)

0.110(R)

a

3

0.025

D2 (30 ton/ha)

0.136(R)

b

4

0.026

D3 (45 ton/ha)

0.143(R)

b

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %.

Perlakuan dosis kompos 45 ton/hektar (D3) memberikan hasil tertinggi terhadap peningkatan prosentase kadar N-Total dalan Vertisol dibandingkan dengan dosis lainnya yakni 0.143 persen. Hal ini diduga karena semakin tinggi dosis pemberian kompos, akan semakin meningkat pula bahan organik yang disuplai kedalam tanah sehingga dapat meningkatkanakivitas mikroorganisme pengurai dan penyemat Nitrogen yang pada akhirnya meningkatkan kandungan hara Nitrogen dalam tanah.

Sutanto (2008), menyatakan bahwa tanah-tanah yang sangat miskin unsur hara sangat baik dipupuk dengan pupuk organik, dengan diberikan pupuk organik (pupuk kandang/kompos) maka daya menahan air dan kation-kation tanah meningkat. Lebih lanjut Pujisiswanto dan Pangaribuan (2008), menyatakan bahwa meningkatnya dosis pupuk organik dapat meningkatkan konsentrasi hara dalam tanah, terutama N, P, K serta unsur hara mikro lainnya. Dosis pemberian kompos kotoran ternak sangat tergantung kepada jenis tanah dan tingkat kesuburannya.

  • c.    Fosfor (P)

Hasil analisis statistik pengaruh perlakuan kompos terhadap kandungan P-Tersedia dalam tanah Vertisol menunjukkan bahwa, interaksi antara jenis dan dosis kompos berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap kandungan hara P-Tersedia dalam tanah Vertisol. Interaksi antara jenis dan dosis kompos terhadap kandungan P-Tersedia dalam tanah Vertisol dapat lihat dalam Tabel. 4.

Interaksi antara jenis dan dosis kompos menunjukkan bahwa pada semua jenis kompos

Tabel 4. Interaksi Antara Jenis dan Dosis Kompos Kotoran Ternak Terhadap KandunganP-Tersedia Vertisol

0 (Kontrol)

15 ton/ha

30 ton/ha

45 ton/ha

Duncan 5%

A (Kompos kotoran ayam)

11,07 a

35,29 b

66,22 c

77,56 c

2 13,49

A

A

B

B

3 14,17

B (Kompos kotoran sapi)

11,86 a

28,52 b

40,89 b

55,51 c

4 14,58

A

A

A

A

C (Slurry biogas)

11,57 a

27,94 b

74,41 c

91,27 d

A

A

B

C

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %.

kandungan P-Tersedia Vertisol meningkatnya seriring meningkatnya dosis aplikasi dan jenis kompos Slurrybiogas kotoran sapi dengan dosis 45 ton/hektar memberikan hasil terbaik terhadap kandungan P-Tersedia Vertisol. Hal ini diduga karena bahan organik dalam kompos yang diberikan memiliki kandungan hara P yang cukup tersedia sehingga dapat meningkatkan kandungan hara P-Tersedia dalam Vertisol.

Hal ini sesuai dengan pendapat Pujisiswanto dan Pangaribuan (2008), menyatakan bahwa meningkatnya dosis pupuk organik dapat meningkatkan konsentrasi hara dalam tanah terutama N, P, K. Selanjutnya menurut Hanafiah (2014), didalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu Fosfor organik dan Fosfor anorganik. Bentuk Fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang lebih kaya akan bahan organik. Selanjutnya Utami, dkk, 2014 dikutip dari Seleiman, 2012; Hidayati dan Armaini, 2015 menyatakan bahwa limbah biogas (Slurry) kaya akan unsur hara seperti Nitrogen, Fosfor dan material organik yang bernilai lainnya. Pemberian limbah padat biogas juga mampu meningkatkan nilai pH, C-Organik dan N-Total, P Tersedia, K-Tersedia dalam tanah.

  • d.    Kalium (K)

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap kandungan unsur hara Kalium (K) dalam Vertisolmenunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ternak berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap peningkatan unsur hara K dalam Vertisol.Interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ternak terhadap kandungan Kalium Vertisol dapat dilihat dalam Tabel 5.

Interaksi antara jenis dan dosis terhadap kandungan Kalium (K) dalam tanah Vertisol menunjukkan bahwasemakin tinggi perlakuan dosis kompos yang diaplikasikan, meningkat pula kandungan unsur hara Kalium (K). Interaksi antara jeniskompos Slurry biogaskotoran sapi dengan dosis 45 ton/hektar memberikan hasil terbaik terhadap peningkatan unsur hara Kalium (K) Vertisol yakni 1,22 Me/100 gram. Hal ini diduga karena meningkatnya jumlah bahan organik yang diaplikasikan ke tanah mampu meningkatkan aktivitas dekomposer dalam tanah untuk mendekomposisikan bahan organik menjadi unsur hara seperti Kalium (K) yang tersedia dalam tanah. Hasil analisis kandungan hara dalam kompos juga menunjukkan bahwa, kompos Slurry biogas kotoran sapi memiliki kandungan K lebih tinggi yakni 0,81 persen, sedangkan kompos kotoran ayam 0,51 persen dan kompos kotoran sapi lebih rendah yakni 0,21%.

Hal ini sejalan dengan pendapat Sutedjo (2008), Hanafiah (2014), dan Hardjowigeno (2015), yang menyatakan bahwa kandungan K dalam tanah tergantung dari bahan induknya dan derajat pelapukan tanah. kebutuhan hara tanaman demi meningkatkan produksi yang dihasilkan.Menurut Adinugraha (2011) dikutip dari Sudadi, dkk (2007), tanah Vertisol ini bermasalah karena kandungan K tersedia yang rendah karena sebagian besar terfiksasi pada mineral liat. Agar pemberian pupuk K efisien, perlu diberikan bersama dengan pupuk ammonium (NH4), memperbanyak bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang, karena akan bersifat sebagai buffer/penyangga yang berfungsi mengurangi daya mengembang atau mengkerut tanah.

Tabel 5. Interaksi Antara Jenis dan Dosis Kompos Kotoran Ternak Terhadap Kadar Kalium (K) Vertisol

0 (Kontrol)

15 ton/ha

30 ton/ha

45 ton/ha

Duncan 5%

A (Kompos kotoran ayam)

0.72 a

0.92 b

0.95 b

1.03 b

2 0,115

A

B

B

B

3 0,121

B (Kompos kotoran sapi)

0.63 a

0.66 a

0.66 a

0.68 a

4 0,124

A

A

A

A

C (Slurry biogas)

0.68 a

0.69 a

0.98 b

1.22 c

A

A

B

C

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %.

  • e.    C-Organik

Hasil analisis ragam pengaruh perlakuan terhadap C-Organik dalam tanah Vertisol menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ayam, kotoransapi dan Slurry biogas kotoran sapi berpengaruh nyata (áÃ0,05) terhadap terhadap kandungan C-Organik Vertisol). Interaksi antara jenis dan dosis kompos terhadap kandungan C-Organik Vertisoldapat dilihat dalam Tabel 6.

Pengaruh perlakuan jenis dan dosis kompos menunjukkan bahwa terjadi Peningkatan kadar C-Organik pada setiap dosis aplikasi. Interaksi antara jenis kompos Slurry biogas kotoran sapi dengan dosis 45 ton/hektar memberikan hasil tertinggi terhadap peningkatan kandungan C-Organik yakni 5,85 persen. Peningkatan kandungan C-Organik dalam tanah Vertisol ini di duga karenameningkatnya bahan organik dan mineral yang diberikan ke dalam tanah serta tingginya kadar C-Organik dalam kompos

tersebut. Hal ini sesuai dengan hasil analisis kandungan C-Organik dalam kompos, dimana kompos limbah padat biogas memiliki kandungan C-Organik yang lebih tinggi yakni 22.28 persen, dibandingkan dengan kompos kotoran ayam (13,52 persen) dan kompos kotoran sapi (17,09 persen).

Hal ini sejalan dengan pendapat Hanafiah(2014) yang menyatakan bahwa bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik yang sedang atau yang telah mengalami proses dekomposisi dan penting dalam menentukan kesuburan tanah, baik secara fisik, kimia maupun biologi. Lebih lanjut Lesmana, 2012 dikutip dari Darliana, 2009 menyatakan bahwa bahan organik sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik dalam ekosistem tanah. Penetapan kandungan bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. C-Organik penting untuk mikroorganisme tidak hanya sebagai unsur hara, tetapi juga sebagai pengkondisi sifat fisik tanah

Tabel 6.Interaksi Antara Jenis dan Dosis Kompos Kototan Ternak Terhadap Kandungan C-OrganikVertisol

0 (Kontrol)

15 ton/ha

30 ton/ha

45 ton/ha

Duncan 5%

A (Kompos kotoran ayam)

2,62 a

3,15 ab

3,86 b

3,78 b

2 1.014

A

A

AB

AB

3 1.065

B (Kompos kotoran sapi)

2,8 a

3,41 a

2,92 a

3,53 a

4 1.096

A

A

A

A

C (Slurry biogas)

3,23 a

3,4 ab

5,12 b

5,83 b

A

A

B

B

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %.

Tabel 7.Interaksi Antara Jenis dan Dosis Kompos Kotoran Ternak Terhadap Jumlah Koloni Bakteri

0 (Kontrol)

15ton/ha

30ton/ha

45ton/ha

Duncan 5%

A (Kompos kotoran ayam)

89,33 a

185,33 b

229,33 c

234,33 c

2 17,26

A

B

B

B

3 18,13

B (Kompos kotoran sapi)

96 a

100 a

108,33 a

114,33 a

4 18,65

A

A

A

A

C (Slurry biogas)

99 a

110,66 a

119,33 a

127,33 a

A

A

A

A

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %.

yang mempengaruhi karakteristik agregat dan air tanah.

Menurut Hardjowigeno (2014) dikutip dari Pusat Penelitian Tanah (1983), kandungan C-Organik tersebut termasuk dalam kategori sangat tinggi (C Ã 5,00 %). Peningkatan kadar C- Organik dalam tanah dapat ditempuh dengan pemberian pupuk organik. Semakin besar pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah, semakin besar peningkatankandungan C-Organik dalam tanah.

  • 3.3    Pengaruh Perlakuan Kompos Terhadap

Jumlah Koloni Bakteri

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ternak berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap jumlah koloni bakteri dalam tanah Vertisol. Interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ternak terhadap jumlah koloni bakteri dalam tanah Vertisol dapat dilihatdalam Tabel 7.

Semakin banyak bahan organik yang diberikan ke tanah, akan menjadi media yang baik untuk tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme pengurai terutama bakteri, sehingga aplikasinya pada tanah mempu meningkatkan jumlah koloni bakteri dalam tanah yang berperan untuk menguraikan bahan organik menjadi unsur hara yang tersedia bagi tanaman. Menurut Sutedjo (2008), Refliaty, dkk (2011) dan Hardjowigeno (2015), pupuk organik mempunyai fungsi meningkatkan populasi jasad renik, mengandung berbagai nutrient yang keseluruhannya dapat meningkatkan kualitas/ kesuburan tanah. Hal ini berkaitan erat dengan fungsi bahan organik bagi organisme tanah, yaitu bahan organik sebagai sumber energi dan sumber hara bagi organisme tanah.

Selanjutnya Lingga dan Marsono (2003), menyatakan bahwa pupuk kandang ayam dapat meningkatkan aktivitas jasad renik tanah dan menambah unsur hara melalui pelapukan. Kompos kotoran ayam yang dimanfaatkan sebagai pupuk organik akan sangat bermanfaat dalam memperbaiki biologi tanah dan meningkatkan kesuburan tanah.

  • 3.4    Pengaruh Perlakuan Kompos Kotoran Ternak

Terhadap Hasil Tanaman

  • a.    Jumlah Polong

Hasil analisis ragam menunjukkan pengaruh interaksi antara jenis dan dosis kompos berpengaruh

tidak nyata (áÂ0,05) terhadap jumlah polong kacang hijau varietas Vima 1. Perlakuan dosis kompos kotoran ternak yang ditempatkan pada anak petak (AP) berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap peningkatan jumlah polong kacang hijau varietas Vima 1. Pengaruh perlakuan dosis terhadap jumlah polong kacang hijau varietas Vima 1 dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh Perlakuan Dosis Kompos Kotoran Ternak Terhadap JumlahPolong

Dosis

Duncan 5%

D0 (Kontrol)

12.44

a

2

5.50

D1 (15 ton/ha)

23.88

b

3

5.77

D2 (30 ton/ha)

27.11

b

4

5.94

D3 (45 ton/ha)

33.11

c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%

Semakin meningkat dosis aplikasi kompos, meningkat pula jumlah polong yang dihasilkan kacang hijau varietas Vima 1. Perlakuan dosis kompos kotoran ternak 45 ton/hektar memberikan hasil tertinggi yakni 33,11 polong pertanaman. Meningkatnya jumlah polong akibat peningkatan dosis aplikasi diduga karena pupuk organik kompos kotoran ternak yang diaplikasikan ke tanah Vertisol mampu meningkatkan kandungan unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhannya.Sutedjo (2008), menyatakan bahwa bahan organik dari pupuk kandang yang dibenamkan dalam tanah setelah diuraikan oleh mikroorganisme tanah akan menghasilkan senyawa-senyawa tertentu yang disintesa menjadi zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin dan sitokinin, di mana zat-zat tersebut sangat berperan dalam pertumbuhan maupun hasil tanaman.

Selanjutnya Hanafiah (2014) dan Hardjowigeno (2015), menyatakan bahwa unsur hara N berfungsi untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman dan Fosfor (P) berperan penting dalam mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa, mempercepat pembentukan bunga

buah dan pemasakan biji. Terpenuhinya kebutuhan hara bagi tanaman melalui pembenahan bahan organik kompos kotoran ternak ke dalam tanah akan merangsang pertumbuhan tanaman, baik pertumbuhan vegetatif maupun generatif. Peningkatan jumlah polong yang dihasilkan pertanaman, akan meningkatkan produksi yang dihasilkan. Peningkatan produksi berdampak positif terhadap ketahanan pangan.

  • b.    Jumlah Biji Perpolong

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis pupuk organik kompos kotoran ternak berpengaruh tidak nyata (áÂ0,05) terhadap jumlah biji kacang hijai perpolong. Perlakuan dosis kompos kotoran ternak yang ditempatkan pada anak petak (AP) berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01) terhadap peningkatan jumlah biji perpolong kacang hijau varietas Vima 1.Pengaruh perlakuan dosis kompos terhadap jumlah biji perpolong dapat dilihat dalam Tabel 9.

Tabel 9.Pengaruh Perlakuan Dosis Kompos Terhadap Jumlah Biji Perpolong

Dosis

Duncan 5%

D0 (Kontrol)

10

a

2

1,29

D1 (15 ton/ha)

12,33

b

3

1,36

D2 (30 ton/ha)

13,66

c

4

1,40

D3 (45 ton/ha)

14,22

c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%

Pengaruh perlakuan dosis kompos terhadap jumlah biji per polong menunjukkan bahwa; semakin meningkat dosis kompos yang diberikan ke dalam tanah, meningkat pula jumlah biji perpolong. Peningkatan jumlah biji perpolong di duga karena kompos yang diberikan dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman terutama unsur hara Fosfor, Ca dan Mg yang dibutuhkan untuk pembentukan bunga buah dan biji.

Hal ini sejalan dengan pendapat Hardjowigeno (2015), yang menyatakan bahwa unsur hara Ca dan Mg penting untuk proses pembentukan polong, karena pada saat pembentukkan polong tanaman akan membutuhkan fotosintat dalam jumlah yang banyak. Mg merupakan komponen klorofil yang berperan dalam proses foto sintesis yang hasilnya digunakan untuk pembentukan polong.

Menurut Lingga dan Marsono (2006), tanaman memerlukan unsur hara P pada semua tingkat pertumbuhan terutama pada awal pertumbuhan. Selanjutnya Hanafiah (2014), menyatakan bahwa unsur hara Fosfor (P) berperan penting dalam pembentukan bunga, buah dan biji. Pupuk kandang seperti kompos kotoran ternak sebagai limbah ternak banyak mengandung unsur hara makro seperti N, P, K dan Air (H2O). Meskipun jumlahnya tidak banyak, dalam limbah ini juga terkandung unsur hara mikro (Ca, Mg, Cu, Mn, dan Bo), sehingga aplikasinya ke tanah akan meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman.

  • c.    Berat Biji Pertanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos berpengaruh nyata (áÃ0,05) terhadap berat biji pertanaman. Pengaruh interaksi antara jenis dan dosis kompos

Tabel 10. Interaksi Antara Jenis dan Dosis Kompos Kotoran Ternak Terhadap Berat Biji Pertanaman

0 (Kontrol)

15 ton/ha

30 ton/ha

45 ton/ha

Duncan 5%

A (Kompos kotoran ayam)

7,86 a

8,54ab

10,54 b

13,79 c

2 1,98

A

A

A

B

3 2,08

B (Kompos kotoran sapi)

7,52 a

9,12 ab

9,90 b

10,07 b

4 2,14

A

A

A

A

C (Slurry biogas)

7,27 a

8,64 ab

9,52 b

14,09 c

A

A

A

B


Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh yang huruf kecil yang sama pada baris yang sama dan huruf besar kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5 %.


kotoran ternak terhadap berat biji kacang hijau varietas Vima 1 pertanaman dapat dilihat dalam Tabel 10.

Interaksi antara jenis dan dosis kompos menunjukkan bahwa, Berat biji pertanaman bertambah seiring dengan meningkatnya dosis perlakuan dan dosis 45 ton/hektar memberikan hasil terbaik yakni 13.79 gram untuk jenis kompos kotoran ayam, 10.07 gram untuk kompos kotoran sapi dan 14.09 gram untuk kompos Slurrybiogas kotoran sapi. Jenis kompos Slurrybiogas kotoran sapi memberikan berat biji tertinggi terhadap berat biji kacang pertanaman, walaupun perbedaannya tidak signifikan dengan kompos kotoran ayam. Hal ini disebabkan karena semakin banyak bahan organik yang diberikan kedalam tanah akan meningkat pula unsur hara yang terkandung didalamnya yang dapat memenuhi kebutuhan hara bagi tanaman untuk pertumbuhan dan produksinya.

Menurut Sutedjo (2002), Lingga dan Marsono (2006), limbah biogas (Slurry) dapat meningkatkan produksi tanaman karena mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman sepertiunsur Fosfor yang berfungsi sebagai bahan mentah untuk pembentukan sejumlah protein tertentu, membantu asimilasi dan pernafasan, serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji, dan buah. Selain Fosfor,salah satu unsur lain yang terdapat pada kompos adalah Kalium (K), yang membantu pembentukan protein dan karbohidrat dan berperan dalam pertumbuhan tanaman, pembentukan polong dan biji (Bambang, Cahyono, 2007).

  • d.    Biomassa Tanaman

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos, perlakuan jenis kompos yang ditempatkan pada petak utama (PU) berpengaruh tidak nyata (áÂ0,05) terhadap biomassa tanaman. Perlakuan dosis kompos yang ditempatkan pada anak petak (AP) berpengaruh sangat nyata (áÃ0,01)terhadap biomassa tanaman. Pengaruh perlakuan dosis kompos kotoran ternak terhadap berat biji kacang hijau varietas Vima 1 pertanaman dapat dilihat dalam Tabel 11.

Data dalam tabel 11 menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis kompos kotoran ternak yang diaplikasikan pada tanah Vertisol, semakin meningkat pula biomassa tanaman. Perlakuan dosis kompos

Tabel 11. Pengaruh Dosis Kompos Terhadap Biomassa Tanaman Kacang Hijau

Dosis

Duncan 5%

D0 (Kontrol)

29.45

a

2

8.55

D1 (15 ton/ha)

56.27

b

3

8.99

D2 (30 ton/ha)

64.98

c

4

9.25

D3 (45 ton/ha)

76.13

d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji Duncan taraf 5%

pada semua taraf percobaan berbeda nyata terhadap biomassa tanaman. Dosis perlakuan 45 ton/hektar memberikan hasil tertinggi terhadap biomassa tanaman yakni 76.13 gram pertanaman. Meningkatnya biomassa tanaman kacang hijau varietas Vima 1 diduga karena bahan organik dalam kompos yang diberikan mampu memperbaiki kondisi lingkungan fisik, kimia dan biologi Vertisol. Tanah yang subur akan mampu menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk merangsang pertumbuhan vegetatif maupun generatif tanaman yang pada gilirannya meningkatkan biomassa tanaman.

Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Syafrina (2009), yang menyatakan bahwa bahan organik berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman kacang hijau. Lebih lanjut Destina (2005), menyatakan bahwa unsur hara makro dan mikro yang terkandung dalam pupuk organik menghasilkan pengaruh yang kompleks terhadap pembentukan dan produksi karbohidrat yang berpengaruh terhadap biomassa tanaman.

Bahan organik tanah berperan secara fisika, kimia maupun biologis, sehingga menentukan status kesuburan tanah. Pemberian pupuk organik (pupuk kandang) akan meningkatkan N total tanah yang diperlukan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, memperbesar ukuran daun dan meningkatkan kandungan klorofil, meningkatan kegiatan respirasi dan berpengaruh terhadap kegiatan fotosintesis dimana akan menghasilkan karbohidrat sehingga meningkatkan produksi dan kandungan bahan kering tanaman. (Sutedjo, 2008, Husma, 2010, Hanafiah, 2014).

Tabel 12. Interaksi Antara Jenis dan Dosis Kompos Kotoran Ternak Terhadap Efisiensi Penggunaan Air

Kontrol             15 ton/Ha           30 ton/Ha           45 ton/Ha

Hasil  Air  EPA Hasil   Air  EPA Hasil   Air   EPA Hasil   Air EPA

(Kg)  (Ltr)            (Kg)   (Ltr) (Kg)   (Ltr) (Kg)   (Ltr)

Kompos Ayam Kompos Sapi Slurry Biogas Duncan 5 %

982,5 189,8 5,19a   1067,5 189,8 5,62a   1317,5 189,8   6,72b  1723,7 189,8 9,08c

AAAB

940,0  189,8  4,95a   1140,0  189,8 6,0 a   1237,5  189,8   6,5 b  1258,7  189,8   6,8 b

AAAA

908,7  189,8  4,78a   1080,0  189,8 5,69a   1190,0  189,8   6,26b  1871,2  189,8   9,85c

AAAB

  • 2      1,3

  • 3     1,37

  • 4     1,41


  • 3.5    Efiseiensi Penggunaan Air

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ternak berpengaruh nyata (áÃ0,05) terhadap efisiensi penggunaan air.Interaksi antara jenis dan dosis kompos kotoran ternak terhadap efisiensi penggunaan air (EPA) dapat dilihat dalam Tabel 12.

Interaksi antara jenis dan dosis kompos terhadap EPA menunjukkan bahwa pada semua jenis kompos, semakin meningkat dosis perlakuan meningkat pula efisiensi penggunaan air. Perlakuan dosis kompos 45 ton/ hektar (D3) memberikan hasil terbaik terhadap efisiensi penggunaan air (EPA) oleh tanaman kacang hijau varietas Vima 1, yakni kompos kotoran ayam sebesar 9.08 kg/liter air, Kompos kotoran sapi 6.80 kg/liter air dan kompos limbah padat biogas 9.85 kg/liter air. Tingginya efisiensi penggunaan air (EPA) pada perlakuan dosis kompos 45 ton/hektar menunjukkan bahwa pemberian bahan organik kedalam tanah mampu memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat air sehingga kelembaban tanah tetap terjaga dan air tersedia bagi tanaman.

Menurut Refliaty, dkk, (2011) dikutip dari Stevenson (1982), peran bahan organik yang penting terhadap sifatfisik tanah meliputi :berat volume, porositas, daya mengikat air,dan ketahanan penetrasi. Bahan organik yang telah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk menghisap dan memegang air karena bahan organik bersifat hidrofilik. Semakin banyak bahan organik yang diberikan kedalam tanah Vertisol

akan semakin meningkat efisiensi penggunaan air sehingga akan sangat bermanfaat untuk budidaya tanaman di lahan kering.

  • 4   Kesimpulan dan saran

Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah:

  • 1.    Interaksi antara jenis kompos Slurry biogas kotoran sapi dengan dosis 45 ton/hektar memberikan hasil terbaik terhadap peningkatan daya dukung lingkungan melalui perbaikan sifat kimia dan biologi Vertisol yakni pH, P, K, C-Organik, jumlah koloni bakteri, berat biji pertanaman dan efisiensi penggunaan air (EPA). Namun tidak terjadi interaksi untuk sifat fisik Vertisol (kemantapan agregat), sifat kimia (N Tersedia), jumlah polong, jumlah biji perpolong dan biomassa tanaman tanaman kacang hijau (Vigna radiata L) varietas Vima 1.

  • 2.    Perlakuan jenis kompos Slurry biogas kotoran sapi memberikan hasil terbaik terhadap perbaikan sifat fisik, kimia Vertisol dan biomassa tanaman kacang hijau (Vigna radiata L) varietas Vima 1 serta jenis kompos kotoran ayam terhadap perbaikan sifat biologi (jumlah koloni bakteri).

  • 3.    Perlakuan dosis kompos limbah Slurry biogas kotoran sapi 45 ton/hektar memberikan hasil terbaik terhadap peningkatan daya dukung lingkungan melalui perbaikan sifat fisik, kimia Vertisol dan biomassa tanaman kacang hijau (Vigna radiata L) varietas Vima 1, sedangkan

jenis kompos kotoran ayam memberikan hasil terbaik terhadap perbaikan sifat biologi Vertisol.

Saran yang dapat disampaikan pada penelitian ini adalah:

  • 1.    Untuk mendapatkan hasil terbaik terhadap perbaikan daya dukung lingkungan fisik, kimia dan biologi Vertisol serta biomassa tanaman kacang hijau varietas Vima 1, maka ketiga jenis kompos dapat dikombinasikan/dicampur dan diaplikasikan secara bersama.

  • 2.    Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada jenis tanah yang berbeda dengan tingkat kesururan rendah untuk mendapatkan lebih banyak informasi tentang dampak positif dari pemanfaatan limbah padat kotoran ternak terhadap perbaikan daya dukung lingkungan.

Daftar pustaka

Adinugraha, H.A. 2004. Tanah Vertisol: Sebaran, Problematika dan Pengelolaannya. Jurnal Ilmu Tanah Kehutanan. IPB. Bogor

Atmojo.S.W. 2003. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah. Fakultas Pertanian Universitas Negeri Sebelas Maret. Surakarta.

Bambang, Cahyono.2007.KacangHijau.Anekailmu. Semarang

Charles, R.T., Hariyono, B. 1991. Pencemaran Lingkungan oleh Limbah Peternakan dan Pengelolaannya. BUU. FKG-UGM (2) : 71 – 75. Diakses tanggal 11 April 2016.

Hanafiah. K.A. 2003. Rancangan Percobaan. Teori dan Aplikasinya. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Hanafiah. K.A. 2014. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. RajaGrafindo Persada. Jakarta

Hanafiah.K.A, Napoleon.A, Ghofar. N. 2014. Biologi Tanah. Ekologi dan Mikrobiologi Tanah. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Hardjowigeno.S.H. 2015. Ilmu Tanah. Akademikan Pressindo. Jakarta

Hidayati.E, Armaini. 2015. Aplikasi Limbah Cair Biogas Sebagai Pupuk Organik Pada Tanaman Jagung Manis (Zea mays, var sacharata Sturt). JOM Faperta No.2, Vol. 1 Feb.2015. Universitas Riau. Pekanbaru. Diakses tanggal 10 Maret 2016

Husma, M. 2010. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Kalium Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon (Curcumis melo L). Tesis Program Studi Agronomi Universitas Haluoleo

Juarsah.I. 2014. Pemanfaatan Pupuk Organik Untuk Pertanian Organik dan Lingkunan Berkelanjutan. Balai Penelitian Tanah. Bogor

Kasworo.A, Izzati.M, Kismartini. 2013. Daur Ulang Kotoran Ternak Sebagai Upaya Mendukung Peternakan Sapi Potong Yang Berkelanjutan di Desa Jogonayan Kecmatan Ngablak Kabupaten Magelang. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Universitas Diponegoro. Semarang. Diakses tanggal 06 Maret 2016

Lesmana.D. 2012. Makalah Kualitas Tanah. Faperta Universitas Lampung Mangkurat. Lampung.

Lingga, P. dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta.

Mulyono. 2015. Membuat MOL dan Kompos dari Sampah Rumah Tangga. AgroMedia Pustaka. Jakarta.

Novizan. 2003. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. AgroMedia Pustaka. Depok

Nulik.J, Mulik.M.L, Maranatha.G, Kario. N, Hanggongu. K. 2010. Pengolahan dan Pemanfaatan Limbah Ternak Sapi Sebagai Sumber Energi Terbarukan dan Pupuk Organik Menunjang Ketahanan Pangan di Kabupaten Timor Tengah Utara. BPTP NTT

Prasetyo. B.H. 2007. Perbedaan Sifat-Sifat Fisik Tanah Vertisol Dari Berbagai Bahan Induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 9 No.1 Hal: 20 – 31. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Pertanian. Bogor. Diakses tanggal 06 Maret 2016

Pujisiswanto. H, Pangaribuan. D. 2008. Pengaruh Dosis Kompos Pupuk Kandang Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Buah Tomat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan

Teknologi- II. Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. Diakses tanggal 15 Maret 2016

Refliaty, Tampubolon.E, Hendriansyah. 2011. Pengaruh Pemberian Kompos Sisa Biogas Kotoran Sapi Terhadap Perbaikan Beberapa Sifat Fisik Ultisol dan Hasil Kedelai (Glycine max L merill). Jurnal Hidrolitan Vol 2:3: 103 – 114. ISSN 2086-4825. Universitas Jambi. Jambi. Diakses tanggal 11 April 2016.

Rukmana.R.H. 2004. Kacang Hijau Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta

Sastrosupadi. A. 1995. Rancangan Percobaan Praktis Untuk Bidang Pertanian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Soetedjo, IN.P. 2005. Study The Use of Straw Paddy as Mulch to Improve Water Use Efficiency and Soil Nutrients Content. Journal of Dry land Farming System, 16. 31-38

Sutanto.R. 2008. Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta

Sutaryo.D. 2009. Perhitungan Biomassa, Sebuah Pengantar Untuk Studi Karbon dan Perdagangan Karbon. Wetlands International Indonesian Programme. Bogor

Sutedjo.M.M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta

Sutedjo.M.M. 2008. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta

Suwahyono, U. 2011. Petunjuk Praktis Penggunaan Pupuk Organik Secara Efektif dan Efisien. Penebar Swadaya. Depok

Utami. S.W, Sunarminto.B.H, Hanudin. E. 2014. Pengaruh Limbah Biogas Sapi Terhadap Ketersediaan Hara Makro-Mikro Inceptisol. Jurnal Tanah dan Air Vol. 11, No. 1: 12 – 21 ISSN 1411-5719. Faperta Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. Diakses tanggal 17 April 2016

81