DISTRIBUSI SPASIAL GENANGAN AIR LAUT BERDASARKAN ANALISIS DATA SATELIT ALTIMETRI ENVISAT DI WILAYAH PESISIR BARAT KABUPATEN BULELENG, BALI
on
I Putu Sriartha, dkk. : Distribusi Spasial Genangan Air Laut Berdasarkan Analisis Data Satelit.....
DISTRIBUSI SPASIAL GENANGAN AIR LAUT
BERDASARKAN ANALISIS DATA SATELIT ALTIMETRI ENVISAT DI WILAYAH PESISIR BARAT KABUPATEN BULELENG, BALI
I Putu Sriartha, I Wayan Krisna Eka Putra
Jurusan Pendidikan Geografi, Undiksha, Jln. Udayana, Singaraja Bali, [email protected]
Abstrak
Penelitian ini dilakukan di wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng yang mencakup dua kecamatan, yaitu: Kecamatan Seririt dan Kecamatan Gerokgak. Tujuan penelitian yaitu: (1) menganalisis trend dinamika muka air laut dalam periode tahun 2002 sampai 2010 dan (2) memprediksi distribusi spasial genangan air laut. Data yang digunakan adalah data satelit altimetri Envisat hasil post-processing, yang selanjutnya dinalisis trend rata-rata muka air laut serta diprediksi tinggi muka air laut untuk tahun 2020 menggunakan analisis regresi linier. Untuk mengetahui distribusi spasial genangan air laut, maka data hasil prediksi peningkatan rata-rata muka air laut dianalisis dengan software Sistem Informasi Geografis (SIG).
Hasil penelitian ini mendefinisikan bahwa hubungan fungsional trend peningkatan rata-rata muka air laut di wilayah penelitian adalah y = 0,051 x + 1,612. Prediksi peningkatan rata-rata muka air laut yang diperoleh per tahun mencapai 5,1 cm dan untuk tahun 2020 tinggi muka air laut diprediksi mencapai 2,224 cm. Luas wilayah pesisir yang berpotensi tergenang air laut mencapai 812,954 m2 (0,227 %). Secara spasial, wilayah genangan terluas terdapat di Desa Pejarakan dan tersempit di Desa Celukan Bawang. Persentase wilayah desa-desa yang tergenang terhadap luas desa menunjukkan persebaran yang relatif homogen.
Kata kunci : Trend muka air laut rata-rata (MSL), distribusi spasial genangan wilayah pesisir.
Abstract
This research was conducted in the western coastal region of Buleleng which includes two districts, namely: Seririt District and Gerokgak District. The research aims were (1) to analyze the trend of the dynamics of sea level in the period of 2002 to 2010, and (2) to predict the spatial distribution of flood of sea water. The data used are Envisat satellite altimetry data from the results of post-processing data, which were then analyzed the trend of mean sea level and forecast of sea level rise for year 2020 using linear regression analysis. To determine the spatial distribution of area flood of sea water, then the data of level rise forecast were analyzed with Geographic Information System (GIS). The results of this research define that the functional relationship of the trend of mean sea level rise in the area of research is y = 0.051 x + 1.612. The prediction of mean sea level rise that is obtained every year 5.1 cm and for 2020, the sea level rise is predicted to reach 2,224 cm. The width of coastal area that is potentially flooded of sea water reaches 812.954 m2 (0.227%). Spatially, the widest food area is Pejarakan village and the narrowest is Celukan Bawang village. The percentages of the villages that are flooded to area villages show a relatively homogeneousdistribution.
Keywords: Trend of mean sea level (MSL), spatial distribution of flood of coastal area
Kabupaten Buleleng merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang berpotensi mengalami ancaman peningkatan muka air laut. Kabupaten Buleleng yang secara geografis terletak pada 08o03’40"- 08o23’00" LS dan 114o25’55'’-115o27’28" BT, memiliki garis pantai terpanjang di Provinsi Bali mencapai 121.180 meter. Menurut data dari BAPEDA Bali (2010) dalam Butaru (2011), garis pantai tererosi paling tinggi dari ancaman peningkatan muka air laut terjadi di wilayah pesisir Kabupaten Buleleng yang mencapai 54.830 meter atau sekitar 45% dari panjang garis pantai Kabupaten Buleleng.
Sebagai upaya mitigasi bencana dari peningkatan muka air laut dapat dilakukan melalui penyediaan peta risiko bencana (Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008). Dasar dari penyediaan peta risiko bencana wilayah pesisir adalah peta genangan wilayah, yang realisasinya tergantung pada penyediaan data tingkat ancaman peningkatan muka air laut dari wilayah yang mempunyai potensi ancaman. Data potensi ancaman peningkatan muka air laut wilayah pesisir dapat diperoleh melalui prediksi dari data timesseries dinamika peningkatan rata-rata muka air laut.
Seiring perkembangan teknologi, sejak tahun 1973 dengan diluncurkan satelit altimetri diharapkan bisa menjadi suatu solusi dalam upaya pemantauan terhadap dinamika peningkatan muka air laut (Abidin, 2001). Ketelitian hasil pengamatan yang diberikan oleh satelit altimetri terus mengalami peningkatan mencapai + 4 cm, (Digby, 1999 dalam Heliani, 2009). Ketelitian tersebut adalah untuk wilayah laut dalam dan terbuka, sedangkan perairan dangkal seperti perairan Indonesia, ketelitiannya hanya bisa sampai level ±30 cm, bahkan tidak terdapat data yang bisa digunakan sama sekali pada wilayah pantai akibat derau yang sangat besar (Heliani dkk, 2011). Pengoptimalan data wilayah perairan dangkal dan pantai dapat dilakukan melalui post-processingdata yang merupakan studi peningkatan ketelitian data pengamatan satelit altimetri dengan memberi berbagai model koreksi geofisik/geometrik data (Andersen dan Scharroo, 2011).
Penelitian ini memanfaatkan data hasil postprocessing satelit altimetri Envisat untuk dianalisis trend muka air laut rata-rata secara temporal yang dianalisis dengan metode analisis regresi linier. Hasil
prediksi peningkatan rata-rata muka air laut ditetapkan sebagai potensi ancaman, yang selanjutnya disajikan melalui media visualisasi peta distribusi spasial genangan wilayah pesisir sebagai upaya mitigasi bencana wilayah pesisir. Simulasi penyajian peta genangan wilayah pesisir dilakukan dengan menggunakan software SIG (Sistem Informasi Geografis).
Tahapan penelitian dilakukan melalui 4 tahap, yaitu: (1) identifikasi masalah dan menetapkan lokasi penelitian, (2) pengumpulan datan, (3) pengolahan data, dan (4) penyajian hasil, seperti tertera pada Gambar 1.
-
1. Identifikasi Masalah dan Menetapkan Lokasi Penelitian
Masalah yang menjadi tema utama dalam penelitian ini adalah bagaimana memprediksi adanyapeningkatan muka air laut, berdasarkan hasil post-processing data pengamatan satelit altimetri Envisat dan memetakan distribusi spasial genangan air laut di daerah penelitian. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng yang terdiri 2 kecamatan dan 21 desa yang berbatasan langsung dengan laut.
-
2. Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkanmencakup datahasil post-processing dari data pengamatan satelit altimetri Envisat, peta RBI skala 1:25.000, data curah hujan dan data tinggi gelombang di wilayah penelitian. Peta RBI dan data curah hujan dapat langsung diperoleh pada setiap instansi penyedia data. Sementara data dasar pengamatan satelit altimetri Envisat dan tinngi gelombang di-download melalui halaman web yaitu: ftp://ra2_data: [email protected]/.
-
3. Pengolahan Data
Tahapan pengolahan data dilakukan melalui 3 tahapan yaitu:(a) penentuan trend muka air laut, (b) menghitung nilai prediksi peningkatan rata-rata muka air laut/mean sea level (MSL), dan (c) pemetaan genangan wilayah pesisir.
-
a. Penentuan trend peningkatan muka air laut tahun 2002-2010 dengan metode analisis regresi linier.Hubungan fungsional dari trend peningkatan muka air laut,
Gambar 1. Tahapan Penelitian
selanjutnya dianalisis nilai tinggi muka air laut yang dipadukan dengan data curah hujan, gelombang laut dari ekstraksi data satelit altimetri sebagai upaya mitigasi terhadap fenomena gelombang pasang.
-
b. Menghitung prediksi peningkatan muka air laut tahun 2020 yang didasarkan pada model fungsional yang diperoleh dari trend peningkatan muka air laut.
-
c. Pemetaan genangan wilayah pesisir menggunakan teknik iterasi yang merupakan bagian dari fasilitas raster neighbourhood operation dalam software ILWIS.
-
4. Penyajian hasil
Hasil pengolahan data yang disajikan meliputi
-
(a) hubungan fungsional trend muka air laut
-
(b) nilai prediksi peningkatan muka air laut untuk tahun 2020, dan (c) peta distribusi spasial genangan wilayah pesisir.
Trend rata-rata muka air laut/mean sea level (MSL) mencerminkan dinamika muka air laut selama rentang waktu tertentu. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka diperoleh hubungan fungsional MSL di perairan barat Kabupaten Buleleng selama rentang waktu 9 tahun (2002-2010) sebagaimana disajikan pada Gambar 2.
Sesuai dengan Gambar 2, bahwa MSLdi wilayah pesisir barat Kabupeten Buleleng memenuhi hubungan fungsional y = -0,000x + 1,823 yang memiliki trend menurun dengan nilai determinan (R2) sebesar 0. Nilai koefisien korelasi sebesar 0 menunjukkan bahwa antara hari pengamatan dengan tinggi muka air laut tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hasil hitungan ini tentunya bertolak belakang dengan realisasinya, yang mana kenyataan di lapangan nilai tinggi muka air laut di wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng cenderung mengalami peningkatan (BPS, 2011).
Gambar 2. Trend Rata-rata Muka Air Lautdi Perairan Barat Kabupaten BulelengTahun 20022010
Sumber : Hasil Penelitian, (2013)
Memperhatikan ketidaksesuaian antara model fungsional yang diperoleh dengan informasi real di lapangan, maka dilakukan analisis dan ditemukan adanya fluktuasi yang tinggi rentang waktu tahun 2002-2003. Dihubungkan dengan informasi dari hasil penelitian Wuriatmo, dkk. (2012), bahwa pada tahun 2002 telah terjadi fenomena el-nino di Samudera Pasifik daerah katulistiwa. Fenomena ini menyebabkan penurunan muka air laut di Indonesia karena adanya perbedaan suhu di perairan Indonesia dengan suhu di Samudera Pasifik. Disamping itu, menurut data dari Bureau of Meteorology Australian Government (2011) dalam Damayanti (2012) bahwa pada tahun 2010 juga terjadi fenomena el-nino sehingga menyebabkan terjadinya penurunan muka air laut di wilayah perairan Indonesia.
Atas dasar adanya fluktuasi yang tinggi pada data pengamatan tahun 2002-2003 dan 2010 yang juga terlihat jelas dari hasil visualisasi data, maka dilakukan pendekatan dengan hanya mengambil data yang cenderung linier dan terbebas dari fluktuasi yang tinggi, yaitu data tahun 2004-2009. Pertimbangan lain yang mendasari berupa informasi dari data potensi desa mengenai kondisi muka air laut selama 5 tahun terakhir. Pendekatan yang dilakukan ini juga mengacu pada modifikasi metode yang pernah dilakukan oleh Nugraha (2013). Adapun pendekatan yang dilakukan dijabarkan sebagai berikut.
-
a. Menentukan nilai data muka air laut yang dianalisis yaitu data pengamatan tahun 20042008.
-
b. Menentukan MSL per tahun dari data pengamatan tahun 2004-2008.
-
c. Menentukan hubungan fungsional dari data pengamatan tahun 2004-2008
-
d. Validasi hubungan fungsional dengan nilai muka air laut tahun 2009.
Merujuk pada tahapan pendekatan yang telah ditentukan, maka dari data yang dianalisis diperoleh hubungan fungsional MSL sebagaimana disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Trend MSL di Perairan Barat Kabupaten Buleleng Tahun 2004-2008
Sumber : Hasil Penelitian (2013)
Berdasarkan Gambar 3, dapat diinterpretasi bahwa trendMSL dari data pengamatan satelit altimetri Envisat cenderung mengalami peningkatan. Hubungan fungsional yang diperoleh dari trend data tersebut memiliki nilai determinasi (R2) sebesar 0,855 yang dapat diturunkan menjadi nilai r korelasi sebesar 0,92 (yang diperoleh dari R=√ 0,855 =0,92). Nilai r korelasi sebesar 0,92 menunjukkan bahwa korelasi antara MSL dengan periode pengamatan setiap tahun adalah 92% berbanding lurus.
Dihubungkan dengan hasil penelitian (Church, dkk. ; Nicholls, 2003; Kahar, 2008; Cazenave, dkk., 2010; Marcy, dkk., 2012) bahwa peningkatan muka air laut bersifat linier terhadap waktu, yang artinya seiring bertambahnya waktu maka muka air laut akan
mengalami peningkatan. Mengenai faktor utama yang mempengaruhi peningkatan muka air laut diperjelas oleh Sutisna dan Manurung (2009) dalam Kasim (2011) yangmeliputi (a) faktor global berupa ekspansi termal dari lapisan permukaan laut dan mencairnya es di kutub serta perubahan iklim global, (b) faktor regional yaitu pergeseran lempeng tektonik, dan (c) faktor lokal yaitu proses subsidensi akibat perubahan perubahan masa tanah dari kegiatan manusia. Disamping itu, Chrurch, dkk. (2001) juga menambahkan faktor lain mengenai peningkatan muka air laut dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian iklim dan konsentrasi gas rumah kaca di masa depan.
Lebih lanjut dari hubungan fungsional yang diperoleh dilakukan validasi untuk lebih meyakinkan bahwa hubungan fungsional yang digunakan mendekati kondisi data sebenarnya. Hasil pengujian yang dilakukan menggunakan data tahun 2009 sebagai data validasi. Hasil proses validasi yang dilakukan mendefinisikan selisih antara nilai prediksi dengan nilai sebenarnya sebesar 1,6 cm. Pada penelitian serupa yang dilakukan oleh Nugraha, (2013) diperoleh selisih nilai ramalan dengan data sesungguhnya sebesar 18,5 cm. Memperhatikan selisih nilai yang diperoleh pada penelitian ini, maka ditetapkan hubungan fungsional data tahun 20042008 sebagai hubungan fungsional yang mencerminkan bagaimana kecenderungan dinamika muka air laut di wilayah perairan barat Kabupeten Buleleng.
Memperhatikan ketersediaan data yang digunakan dalam penelitian ini, maka nilai peningkatan MSL yang diprediksi adalah selama 10 tahun yang ditujukan untuk tahun 2020. Perlu dijelaskan bahwa variabel bebas dalam hal ini adalah waktu pengamatan menggunakan acuan tahun, sedangkan variabel terikat yang digunakan adalah MSL per tahun. Apabila dihubungkan dengan durasi waktu prediksi yang ditetapkan, maka diperoleh nilai prediksi peningkatan rata-rata muka air laut seperti tertera pada Tabel 1.
Mengacu pada Tabel 1, bahwa sampai pada tahun 2020 diperoleh tinggi rata-rata muka air laut mencapai 2,479 cm. Peningkatan MSL ini mereferensi dari nilai MSL pada tahun 2010 yang mencapai tinggi 1,969 m. Hasil prediksi MSLyang diperoleh, mendefinisikan terjadi peningkatan MSL mencapai
Tabel 1. Hasil Prediksi Peningkatan MSL
Tahun |
Hasil prediksi tinggi rata-rata muka air laut (m) |
2011 |
2,020 |
2012 |
2,071 |
2013 |
2,122 |
2014 |
2,173 |
2015 |
2,224 |
2016 |
2,275 |
2017 |
2,326 |
2018 |
2,377 |
2019 |
2,428 |
2020 |
2,479 |
Sumber : Hasil Penelitian, (2013)
5,1 cm/tahun. Secara umum hasil ini menunjukkan nilai yang lebih besar dari nilai prediksi yang disampaikan oleh IPCC yang memprediksi terjadinya peningkatan MSL secara global mencapai 4,9 mm/ tahun. Hal ini dapat dipahami karena nilai prediksi yang disampaikan IPCC berlaku untuk laut global.
Berbagai hasil penelitian sebelumnya mengenai pemantauan dinamika muka air laut di lokasi yang relatif berdekatan (di perairan utara Pulau jawa) dengan lokasi penelitian ini, secara singkat dapat dikemukakan sebagai perbandingan. Sihombing, dkk., (2012) menemukan bahwa peningkatan MSL di perairan Kabupaten Tuban Jawa Timur sebesar 0,72 cm/tahun. Damayanti (2012) menemukan bahwa peningkatan MSL di perairan Kabupaten Pati sebesar 10,46 cm. Wirasatriya, dkk., (2011) menemukan bahwa besarnya kenaikan MSL di kawasan pesisir Semarang adalah 5,43 cm/tahun. Sementara dari hasil penelitian Nugraha, (2013) diperoleh peningkatan MSL di wilayah perairan Semarang mencapai 11,6 cm/tahun.
Memperhatikan range nilai hasil prediksi dari peneliti sebelumnya, maka data hasil prediksi peningkatan MSL sebesar 5,1 cm/tahun dipandang bisa digunakan sebagai data dasar untuk upaya mitigasi bencana mengenai isu peningkatan MSLlokal, khususnya di wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng.
Hasil dari kombinasi topografi wilayah dengan data prediksi peningkatan MSL menggunakan teknik
iterasi berbasis raster pada software ILWIS, menghasilkan peta wilayah yang berpotensi tergenang. Berdasarkan hasil prediksi peningkatan MSL pada tahun 2020, maka distribusi spasial genangan wilayah yang diperoleh direpresentasikan pada Gambar 4.
Mengacu pada Gambar 4, terlihat beberapa daratan yang tergenang akibat dari meningkatnya muka air laut. Secara visual gambar tersebut kurang memperlihatkan secara jelas wilayah yang berpotensi tergenang karena faktor penggunaan skala peta, sehingga sebaran spasial persentase wilayah tergenang diperjelas melalui diagram batang. Lebih jelasnya mengenai informasi dari wilayah yang diestimasi tergenang disajikan pada Tabel 2.
Sesuai dengan intisari dari Tabel 2, wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng yang terdiri dari Kecamatan Seririt dan Gerokgak berpotensi mengalami penggenangan dari adanya peningkatan MSLpada tahun 2020. Kenyataan ini diperlihatkan dari data hasil analisis yang menjelaskan bahwa luas
wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng yang berpotensi tergenang pada tahun 2020 mencapai 0,227 %. Hasil analisis menunjukkan semua wilayah yang berbatasan langsung dengan pesisir diperkirakan akan mengalami dampak genangan wilayah dari adanya peningkatan MSL, walaupun cakupan luasnya berbeda-beda tergantung dari topografi wilayahnya.
Keseluruhan wilayah yang berpotensi tergenang tersebut juga dikuatkan bukti dari data potensi desa. Informasi yang diperoleh dari data potensi desa (BPS, 2011), bahwasanya 5 tahun terakhir desa-desa seperti yang tersajikan pada Tabel 2 memang benar adanya telah mengalami peningkatan MSL. Informasi dari peta genangan wilayah kedepannya dapat dimanfaatkan sebagai dasar dalam proses pengolaan wilayah pesisir yang berbasis mitigasi bencana.
Setelah dilakukannya cross chek lapangan dan dikuatkan dengan informasi dari warga setempat, fenomena kenaikan muka air laut dalam jangka waktu
Gambar 4. Distribusi Spasial Genangan Wilayah Pesisir Barat Kabupaten Buleleng
Tabel 2. Wilayah Pesisir Barat Kabupaten Buleleng yang Berpotensi Tergenang Akibat Meningkatnya Muka Air Laut
Kecamatan |
Desa |
Luas desa(m ) |
Tahun 2020 | |
Luas genangan (m2) |
% | |||
Seririt |
Kalisada |
2.652.458 |
32.170 |
1,213 |
Banjar Asem |
3.783.350 |
15.656 |
0,414 | |
Umaanyar |
2.069.766 |
2.456 |
0,119 | |
Kalapaksa |
12.350.134 |
12.338 |
0,100 | |
Pangastulan |
733.191 |
4.653 |
0,635 | |
Seririt |
1.876.772 |
5.772 |
0,308 | |
Sulanyah |
1.266.833 |
11.771 |
0,929 | |
Tangguwisia |
2.118.812 |
14.505 |
0,685 | |
Kalianget |
1.835.346 |
8.702 |
0,474 | |
Gerokgak |
Sumber Klampok |
102.662.273 |
167.327 |
0,163 |
Pajarakan |
29.83 5.647 |
231.559 |
0,776 | |
Sumberkima |
17.843.095 |
97.585 |
0,547 | |
Pemuteran |
32.808.258 |
73.806 |
0,225 | |
Banyupoh |
37.437.547 |
10.282 |
0,027 | |
Penyabangan |
18.148.292 |
11.027 |
0,061 | |
Musi |
15.567.784 |
6.503 |
0,042 | |
Sanggalangit |
10.545.779 |
22.096 |
0,210 | |
Gerokgak |
17.875.853 |
17.052 |
0,095 | |
Patas |
30.439.633 |
30.679 |
0,101 | |
Pengulon |
13.529.042 |
36.976 |
0,273 | |
Celukan Bawang |
3.428.530 |
39 |
0,001 | |
Wilayah : |
’esisir Barat |
358.808.395 |
812.954 |
0,227% |
Sumber : Analisis Data Penelitian, (2013)
yang pendek belum dirasakan oleh masyarakat. Hal ini karena upaya penanganan abrasi pantai yang dibuat oleh pemerintah diyakini akan bisa membendung kenaikan muka air laut. Representasi dari upaya penanganan abrasi pantai yang berhasil didokumentasikan disajikan melalui Gambar 5.
Memperhatikan Gambar 5, upaya penanganan abrasi pantai yang dibuat berkisar antara 1-3 meter dari muka air laut, ditujukan sebagai tindakan mitigasi bencana dari adanya fenomena ancaman bencana di wilayah pesisir. Kenyataan yang terjadi di lapangan, upayatersebut ternyata belum sepenuhnya bisa menjadi solusi dari adanya ancaman bencana di wilayah pesisir. Hal ini terbukti ketika terjadi gelombang pasang, air laut masih berpotensi menggenangi wilayah daratan dan sering terjadi di
dermaga Pelabuhan Celukan Bawang. Menurut informasi dari detikNews (2011), bahwa gelombang pasang pernah terjadi di daerah Pengastulan setinggi 6 m dan berpotensi menghancurkan permukiman penduduk di wilayah pesisir.
Sebagai upaya mitigasi bencana atau kesiapsiagaan terhadap ancaman gelombang pasang, dapat dianalisa dari data times series nilai tinggi muka air laut dan tinggi gelombang. Dari hasil analisa terhadap data tinggi muka air laut ditemukan bahwa pada bulan musim penghujan yaitu Bulan Desember-Februari telah terjadi fenomena lonjakan muka air laut yang cenderung tinggi mencapai ketinggian 2 m. Hasil ekstraksi data gelombang air laut yang diperoleh dari pengamatan satelit altimetri juga dapat menjelaskan kejadian gelombang yang terjadi di
Gambar 5. Penanganan AbrasiPantai Pesisir Barat Kabupaten Buleleng Sumber : Dokumentasi Lapangan, (2013)
lokasi penelitian. Lebih jelasnya mengenai data gelombang laut di wilayah penelitian dari data satelit altimetri disajikan pada Tabel 3.
Sesuai dengan Tabel 3, diambil sampel tinggi gelombang pada bulan-bulan tertentu berdasarkan kategori musim hujan dan kemarau. Dari data Tabel
Tabel 3. Tinggi Gelombang air Laut Dari Data Satelit Altimetri Envisat
Tahun |
Tinggi ge |
ombang (musim hujan) |
Tinggi ge |
ombang (musim kemarau) | ||
Desember |
Januari |
Februari |
Juli |
Agustus |
September | |
2003 |
0 |
1,6 m |
0,9 m |
1,3 m |
0,7 m |
1 m |
2004 |
0 |
6 m |
0 |
0,6 m |
0 |
1,6 m |
2005 |
1,1 m |
0 |
3,9 m |
1,5 m |
1,7 m |
4 m |
2006 |
2,23 m |
1,8 m |
5 m |
1,5 m |
1,3 m |
0 |
2007 |
0,8 m |
6,6 m |
4,3 m |
0 |
0 |
0 |
2008 |
0,7 m |
0,7 m |
0 |
1 m |
1,8 m |
1,5 m |
2009 |
1,6 m |
2,9 m |
1,3 m |
0,8 m |
0 |
1,7 m |
Sumber : Hasil ekstraksi data satelit altimetri Envisat Keterangan: O tidak terdapat data tinggi gelombang
Tabel 4. Data Curah Hujan Kecamatan Gerokgak Tahun 2000-2009
No |
Bulan |
Tahun |
Jumlah | |||||||||
2000 |
2001 |
2002 |
2003 |
2004 |
2005 |
2006 |
2007 |
2008 |
2009 | |||
1 |
Januari |
514 |
317 |
425 |
406 |
126 |
97 |
289 |
53 |
115 |
202 |
2544 |
2 |
Februari |
302 |
151 |
429 |
470 |
349 |
126 |
307 |
168 |
202 |
295 |
2799 |
3 |
Maret |
300 |
115 |
453 |
226 |
165 |
290 |
133 |
234 |
121 |
78 |
2115 |
4 |
April |
167 |
113 |
94 |
36 |
46 |
202 |
61 |
225 |
51 |
57 |
1052 |
5 |
Mei |
115 |
11 |
12 |
13 |
18 |
34 |
238 |
63 |
14 |
59 |
577 |
6 |
Juni |
8 |
138 |
23 |
1 |
6 |
12 |
0 |
11 |
13 |
5 |
217 |
7 |
Juli |
3 |
1 |
0 |
1 |
0 |
3 |
0 |
0 |
0 |
4 |
12 |
8 |
Agustus |
4 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
2 |
0 |
6 |
9 |
September |
0 |
3 |
14 |
1 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
18 |
10 |
Oktober |
59 |
12 |
54 |
19 |
8 |
74 |
0 |
0 |
8 |
0 |
234 |
11 |
November |
273 |
122 |
103 |
127 |
128 |
30 |
0 |
19 |
223 |
1 |
1026 |
12 |
Desember |
83 |
181 |
170 |
192 |
338 |
663 |
57 |
218 |
167 |
134 |
2203 |
Jumlah |
1828 |
1164 |
1777 |
1492 |
1184 |
1531 |
1085 |
991 |
916 |
835 |
12803 |
Sumber: Stasiun Meteorologi Kecamatan Gerokgak, (Cipta, 2010)
-
3, ditemukan bahwa gelombang pasang dominan terjadi pada bulan musim penghujan. Informasi yang diperoleh dari penduduk setempat, bahwa fenomena gelombang pasang biasanya terjadi bersamaan ketika musim penghujan, yaitu bulan Desember-Februari. Informasi mengenai keadaan curah hujan di wilayah penelitian disajikan melalui Tabel 4.
Berdasarkan data curah hujan pada Tabel 4, ditemukan pada bulan-bulan Desember-Maret memiliki rata-rata curah hujan yang tinggi. Informasi dari BMKG bahwa daerah Bali memiliki dua musim, yaitu musim kemarau (April-Oktober) dan musim
hujan (Oktober-April). Secara khusus di bagian utara Pulau Bali tepatnya wilayah Kabupaten Buleleng memiliki tipe siklus hujan yang pendek dengan intensitas hujan yang tinggi. Dari hasil analisis tabel di atas, hujan dengan intensitas yang tinggi biasanya mencapai puncaknya ketika bulan Desember-Februari yang perlu diwaspadai karena akan memicu terjadinya gelombang pasang. Hasil dokumentasi dampak gelombang pasang yang pernah melanda pesisir barat Kabupaten Buleleng direpresentasikan pada Gambar 6.
Fenomena gelombang pasang biasanya terjadi
Gambar 6. Dokumentasi Dampak Gelombang Pasang yang Melanda Pesisir Barat Kabupaten Buleleng
pada Bulan Desember-Februari. Dipadukan dengan hasil data yang diperoleh, bawasanya gelombang pasang mengakibatkan tergenangnya sebagian daratan serta rusaknya bangunan penduduk yang bermukim di wilayah pesisir. Informasi dari kejadian gelombang pasang ini serta kemungkinan dari meningkatnya muka air laut, perlu menjadi momentum yang diwaspadai sebagai upaya mitigasi bencana wilayah pesisir.
Berdasarkan paparan hasil penelitian dan pembahasan dapat dikemukakan kesimpulan penelitian, sebagai berikut.
-
1. Trend peningkatan muka air laut di perairan
barat Kabupaten Buleleng cenderung mengalami peningkatan, dengan hubungan fungsional y = 0,051x + 1,612.
-
2. Nilai rata-rata peningkatan muka air laut di wilayah perairan barat Kabupaten Buleleng mencapai 5,1 cm/tahun, sehingga tinggi muka air laut akan diprediksi mencapai 2,479 cm pada tahun 2020.
-
3. Secara spasial, luas genangan desa-desa di wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng cukup bervariasi. Genangan wilayah desa terluas terjadi di Desa Pejarakan (231.559 m2) dan tersempit di Desa Celukan Bawang (39m2). Dilihat dari persentase wilyah tergenang terhadap luas wilayah desa, menunjukkan bahwa sebaran spasial persentase wilayah tergenang desa-desa yang diteliti tersebar relative merata.
Disarankan kepadapemerintah khususnya BPBD(Badan Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Buleleng untuk melakukan mitigasi bencana di wilayah pesisir barat Kabupaten Buleleng melalui upaya pencegahan abrasi pantai.
Daftar Pustaka
Abidin, H. Z. 2001. Geodesi Satelit. PT Pradnya Paramita, Jakarta.
Andersen dan Scharroo. 2011. Range and Geophysical Corrections in Coastal Region
And Implications for Mean Sea Surface Determination.Springer,Heidelberg Dordrecht London New York.
BNPB, 2008, Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana No. 4 Tahun 2008, Jakarta.
BPS Kabupaten Buleleng. 2011. Potensi Desa Kabupaten Buleleng Tahun 2011, Singaraja.
Butaru. 2011. Kewajiban Kita Dibalik Keindahan Wilayah Pesisir Bali. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional.
Cazanave, A. dan William L. 2009. Contemporary Sea Level Rise. Laboratoire d’etudes en geophysique et oceanographic spatiales LEGOS-CNES.
Church, J.A., Robert N., John E.H., dan Vivien G. 2001. Ice and Sea Level Change. Tersedia pada www.unep.org/geo/geo_ice/PDF/GEO_C6_C_ LowRes.pdf. diakses pada Jumat, 23 November 2012.
Damayanti, H.O. 2012. Ketinggian Muka Air Laut Rata-rata (MSL) di Perairan Kabupaten Pati. Tersedia pada http://litbang.patikab.go.id. diakses pada Senin, 15 Juli 2013.
DetikNews. 2011. Gelombang Pasang Hancurkan 13 Rumah di Buleleng-Bali. Tersedia pada http://news.detik.com/read/2011/02/07/183658/ 1562017 /10/, diakses pada 15 Mei, 2013.
Heliani, L. S. 2009. Dinamika Perairan Indonesia dari Data Satelit Altimetri. ProsidingSeminar Nasional, ISBN 978-977-98731-1-8. Jurusan Teknik Geodesi, Universitas Gadjah Mada.
Heliani, L.S., Wiwit S., Danardono, dan Bambang K.C. 2011. Re-tracking data satelit altimeter menuju peningkatan kualitas dan kuantitas data wilayah pantai dan perairan dangkal wilayah Perairan Indonesia. Laporan Penelitian Fundamental. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
IPCC. Sea Level Rise. Tersedia pada http:// www.ipcc.ch/ipccreports/far/wg_I/ ipcc_far_wg_I_chapter_09.pdf. Diakses Jumat, 23 November 2012.
Kahar, J. dan Umaryono P. 2008. Geodesi.Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Kazim, F. 2011. Penilaian Kerentanan Pantai Menggunakan Metode Integrasi CVI-MCA dan SIG, Studi Kasus: Garis Pantai Pesisir Utara Indramayu.Tesis.Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Marcy, D., Allison, A., William A., Stephen G., Audra L.A., Edward M., dan Chris Z. 2012. Incorporating Sea Level Change Scenarios at the Local Level. NOAA Coastal Services Center, NOAA Center for Operational Oceanographic Products and Services, NOAA National Geodetic Survey dan NOAA Office of Coast Survey.
Nicholls, R.J. 2003. Case Study on Sea Level Rise Impact. Organisation for Economic Cooperation and Development.
Nugraha, A. L. 2013. Penyusunan dan Penyajian Peta Online Risiko Banjir Rob Kota Semarang.Tesis.Program Studi Teknik Geomatika, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sihombing, W.H., Suntoyo, dan Kriyo S. 2012. Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Jurnal Teknik ITS, Vol. 1, ISSN: 2301-9271.
Wirasatriya, A. 2005. Kajian Kenaikan Muka Laut Sebagai Landasan Penanggulangan Rob di Pesisir Kota Semarang.Tesis. Program Studi Magister Manajemen Sumber Daya Air. Pascasarjana UNDIP, Semarang.
Wuriatmo, H., Sorja K., dan Mohtar Y. 2012. Analisa Sea Level Rise dari Data Satelit Altimetri Topex/ Poseidon, Jason-1, dan Jason 2 di Perairan Laut Pulau Jawa Periode 2000-2012. Indonesian Journal of Applied Physics, Vol. 2 no. 7 hal. 73.
175
Discussion and feedback