Jurnal Bumi Lestari, Volume 24, Nomor 1, Tahun 2024, Halaman 65-74

Diversitas Capung (Odonata) di Sekitar Kampus Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali

Fransiska Yulianita Theresa a, Ni Made Suartini a*, I Ketut Ginantra a

a Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Bali-Indonesia

*Email: made_suartini@gmail.com

Diterima (received) 17 Juli 2024; disetujui (accepted) 31 Januari 2024; tersedia secara online (available online) 14 Februari 2024

Abstract

Insects are the Arthropod phylum that has the highest diversity. One of the most common insects in Indonesia is the dragonfly (Odonata), which consists of the Anisoptera suborder and the Zygoptera suborder. This study aims to determine the dragonflies species that are found around the Udayana University Campus, Bukit Jimbaran, Bali. Sampling of dragonfly was carried out by sweeping technique using insect nets in the morning (08.00-10.00 WITA) and in the afternoon (15.00-17.00 WITA). Sampling was carried out at three different locations, including location I: Biology-Rectorate, Location 2: Dean of FMIPA-FTP, Location 3: Udayana Forest-Dam. Each location was repeated three times in the morning and evening. Species identification and species number calculations were carried out for analysis using the Shannon-Wiener diversity index (H'), evenness index (E) and Simpons dominance index (D). There are 8 species of dragonflies found and belong to two suborders. A total of seven species found belong to the Anisoptera Suborder and one species belongs to the Zygoptera Suborder. The overall diversity of dragonflies with a value of 1.83 is included in the moderate category, evenness is included in the even category with a value of 0.94 and a dominance value of 15% which indicates that no species dominates.

Keywords: diversity; dragonflies; Udayana University

Abstrak

Serangga adalah kelompok yang diversitasnya paling tinggi pada filum Arthropoda. Salah satu serangga yang banyak terdapat di Indonesia adalah capung (Odonata) yang terdiri atas subordo Anisoptera serta subordo Zygoptera. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui spesies-spesies capung yang terdapat disekitar Kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran Bali. Pengambilan sampel capung dilakukan dengan teknik sweeping menggunakan jaring serangga (Insect net) pada pagi (08.00-10.00 WITA) dan di sore hari (15.00-17.00 WITA). Pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi berbeda, antara lain lokasi I : Biologi-Rektorat, Lokasi 2 : Dekanat FMIPA-FTP, Lokasi 3 : Hutan Udayana-Bendungan. Setiap lokasi dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali di pagi dan sore. Pengidentifikasian spesies dan perhitungan jumlah spesies dilakukan untuk dianalisa dengan indeks diversitas (H’) Shannon-wiener, indeks kemerataan (E) dan indeks dominansi (D) Simpons. Spesies capung yang ditemukan sebanyak delapan spesies yang termasuk kedalam dua subordo. Sebanyak tujuh spesies yang ditemukan termasuk kedalam Subordo Anisoptera dan satu spesies termasuk Subordo Zygoptera. Diversitas capung secara keseluruhan dengan nilai 1,83 termasuk kategori sedang, kemerataan termasuk kategori merata dengan nilai 0,94 dan nilai dominansi 15% yang menunjukkan tidak ada spesies mendominansi.

Kata Kunci: diversitas; capung; Universitas Udayana kata kunci

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia menjadi sslah satu negara dengan keanekaragaman tinggi, disebut sebagai “Mega Biodiversity” setelah Brazil dan Madagaskar (Hartika et al., 2017). Indonesia merupakan salah satu

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2024.v24.i01.p07


© 2019 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

negara yang memiliki kekayaan spesies flora dan fauna yang sangat tinggi. Indonesia kaya keanekaragaman hayati, baik tumbuhan maupun hewan, termasuk vertebrata (ikan, mamalia, burung, amfibi, dan reptil) dan hewan invertebrata, khususnya serangga. Hal ini juga didukung oleh kondisi daerah di Indonesia yang memiliki ekosistem yang baik untuk pertumbuhan serangga (Rahadi et al., 2013).

Serangga merupakan anggota dari filum Arthropoda yang diversitasnya paling tinggi. Salah satu serangga yang banyak terdapat di Indonesia adalah capung (Odonata), yang merupakan salah satu ordo di dalam kelompok Arthropoda. Capung tersebar di seluruh dunia dengan jumlah yang sangat melimpah dan terdapat di berbagai macam habitat (Susanti, 1998). Keberadaan capung (Odonata) mudah untuk dikenali, karena capung merupakan serangga yang dapat dengan mudah berasosiasi dengan lingkungan manusia. Sejarah evolusi serangga menunjukkan bahwa Odonata adalah serangga terbang pertama yang muncul. Odonata muncul sejak jaman karbon (360-290 juta tahun yang lalu) dan masih bertahan hingga sekarang. Capung yang ada di Indonesia diperkirakan sekitar 700 spesies, sekitar 15% dari 5000 spesies yang ada di dunia (IDS, 2013).

Odonata memiliki ukuran yang cukup bervariasi, dari ukuran sedang sampai besar dan berwarna menarik. Tubuh odonata terbagi dalam tiga bagian utama yaitu kepala (cephal), dada (toraks), perut (abdomen), dan memiliki enam tungkai. Capung juga memiliki tubuh yang langsing dengan dua pasang sayap, dan memiliki pembuluh darah jala. Selain itu capung juga memiliki antenna pendek yang berbentuk rambut, alat mulut tipe pengunyah, dan mata majemuk yang besar ( Silvy Olivia Hanum, 2013). Metamorfosis capung termasuk metamorfosis tidak sempurna yang terdiri dari stadium telur, nimfa dan imago. Telur capung dapat ditemukan menempel pada tanaman di sekitar perairan sedangkan nimfanya selalu hidup di dalam air (Tang et al., 2010). Nimfa capung yang belum berkembang menjadi capung dewasa hidup di air, terutama pada kolam, danau atau hulu sungai (Ansori, 2008). Kelimpahan dan sebaran capung sangat dipengaruhi oleh kondisi fisika dan kimia perairan, serta substrat arus dan ketersediaan makanan (Suwarno, 2015).

Capung (Odonata) merupakan salah satu serangga yang penting perannya dalam keseimbangan dan keberlangsungan ekosistem. Capung memiliki peran sebagai predator hama, baik dalam bentuk nimfa (larva) maupun dewasa. Keberadaan capung di lingkungan dapat dijadikan indikator kondisi lingkungan. Capung dapat dijadikan sebagai bioindikator mengenai keberadaan air bersih, yang bermanfaat dalam memonitor kualitas air di lingkungan sekitar. Tercemarnya kondisi perairan, dapat mengganggu siklus hidup capung, yang pada akhirnya berdampak pada menurunnya populasi capung. Oleh karena itu, perubahan populasi capung dapat dijadikan indikasi awal untuk menandai adanya polusi atau pencemaran, khusus lingkungan perairan.

Capung (Odonata) banyak ditemukan di habitat alami seperti perairan (kolam, rawa, sungai, mangrove, danau), hutan, sawah padi dan lainnya. Penelitian tentang capung (Odonata) di lingkungan Universitas jarang dilakukan di Indonesia. Kampus Udayana yang sebelumnya merupakan hutan musim yang menjadi salah satu tempat hidup capung sangat menarik dijadikan tempat penelitian tentang capung. Habitat yang unik dan peranan strategis capung di lingkungan menimbulkan keingintahuan terhadap serangga ini. Sebagai salah satu kampus terbesar di Bali, Unud dinilai bermultifungsi dalam memberi informasi keanekaragaman hayati dalam mendukung keberlanjutan pembangunan berwawasan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan keanekaragaman capung di kawasan kampus Unud Bukit Jimbaran.

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1.    Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juni 2023 di sekitar Kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran. Identifikasi sampel dilakukan di Laboratorium Taksonomi Hewan, Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana.

Gambar 1. Peta Penelitian

  • 2.2.    Prosedur penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dimana sampel capung diambil dengan menelusuri tiap lokasi penelitian. Sampel yang diambil merupakan sampel Capung dewasa dengan menggunakan teknik sweeping memakai jaring serangga (insect net). Pengambilan data dan sampel dilakukan pada pagi hari pukul 08.00-11.00 Wita dan sore hari 15.00-17.00 Wita sebanyak tiga kali pada setiap lokasi. Pengambilan sampel dilakukan bergantian antar lokasi I, lokasi II dan lokasi III. Penentuan pengambilan sampel pada waktu tersebut didasarkan pada waktu aktifnya capung (Nisita et al., 2020). Sampel capung yang ditangkap diidentifikasi langsung di masing-masing lokasi. Kemudian sampel capung yang belum dapat dipastikan spesiesnya dimasukkan dalam wadah berisi chloroform sebagai pembius. Faktor lingkungan diukur saat pengambilan sampel capung di masing- masing lokasi suhu, kelembaban, koordinat dan ketinggian tempat.

Identifikasi dilakukan secara langsung di lokasi penelitian dengan mengamati karakter morfologinya, diantaranya: bentuk tubuh, pola warna pada thorax maupun abdomen, venasi sayap, dan pola warna sayap. Karakter yang teramati dibandingkan dengan beberapa literatur yaitu Capung Sumba (Irawan dan Rahadi, 2016), Naga Terbang Wendit (Rahadi et al., 2013) dan literatur lainnya. Selanjutnya, capung yang belum dapat diidentifikasi akan diidentifikasi di Laboratorium Taksonomi Hewan, Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana.

  • 2.3.    Metode pengolahan data

Data tabel pengamatan yang sebelumnya telah diperoleh dan dicatat dalam format excel, dianalisis indeks diversitas, indeks dominansi, indeks kemerataan yang dihitung dengan rumus perhitungan masing-

masing indeks menggunakan Microsoft excel. Selanjutnya, data hasil pertihungan tersebut akan dideskripsikan.

  • a.    Indeks diversitas

Indeks diversitas dihitung dengan rumus Shannon-Wiener (Krebs, 2014), sebagai berikut:

H' = -∑ Pi ln (Pi)                                           (1)

p. ni

(2)


dimana H’ adalah indeks diversitas Shannon-Wiener; ni adalah jumlah individu spesies ke-i; N adalah jumlah individu seluruh spesies; dan ln adalah logaritma natural.

Tabel 1. Kriteria indeks diversitas

Nilai Indeks Kemerataan

Kategori Indeks Kemerataan

H’ < 1

Diversitas rendah

1 ≤ H’ ≤ 3

Diversitas sedang

H’ > 3

Diversitas tinggi

  • b.    Indeks dominansi

Nilai indeks dominansi dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

D = ∑(ni∕N)2 x 100%

(3)


dimana D adalah indeks dominansi spesies capung; ni adalah jumlah individu spesies capung ke-i; dan N adalah jumlah total individu. Kriteria indeks dominansi ketika D > 50% maka terdapat spesies capung yang mendominasi di suatu habitat (Odum, 1993).

  • c.    Indeks kemerataan

Indeks kemerataan atau keseragaman spesies capung dihitung dengan rumus seperti di bawah ini (Pielou, 1977).

H'

(4)


^ = Im

dimana E adalah indeks kemerataan spesies; H’ adalah indeks diversitas spesies; dan S adalah jumlah spesies.

Tabel 2. Kriteria indeks kemerataan spesies capung, tipe vegetasi, dan pengambilan data di lapangan

Nilai Indeks Kemerataan

Kategori Indeks Kemerataan

0.00-0.25

Tidak merata

0.26-0.50

Kurang merata

0.51-0.75

Cukup merata

0.76-0.95

Hampir merata

0.96-1.00

Merata

  • 3.    Hasil

    • 3.1.    Spesies capung yang ditemukan pada lokasi penelitian

Spesies capung yang ditemukan sebanyak 8 spesies dan termasuk kedalam dua subordo. Sebanyak 7 spesies yang ditemukan termasuk ke dalam Subordo Anisoptera dan satu spesies termasuk Subordo Zygoptera. Spesies capung yang ditemukan tersaji pada Gambar 2. Jumlah individu tiap spesies yang ditemukan bervariasi pada tiap waktu pengambilan sampel. Jumlah individu tiap spesies capung yang ditemukan di masing-masing lokasi berdasarkan waktu pengamatan tersaji pada Tabel 3.

Orthetrum crisis

Orthetrum pruinosum

Tholymis tillarga

Sub Ordo Zygoptera

Ischnura senegalensis

Gambar 2. Spesies Capung yang Ditemukan

Tabel 3. Jumlah individu tiap spesies capung yang ditemukan di masing-masing lokasi berdasarkan waktu pengamatan

Lokasi

No.

Subordo

Famili

Nama Spesies

Waktu

I

II

III

1.

Anisoptera

Libellulidae

Crocothemis servillia

Neurothemis fluctuans

Zyxomma obtusum

Diplocodes trivialis

P S P

S P

S P

S

3 2

6 5

1

1 1

1

12

9

1

4

1

1

-

-

2

2

-

-

3

3

3

1

Orthetrum crisis

P       5      1      -

S       3     -      -

Orthetrum pruinosum

P        -      -      -

S       2     -      -

Tholymis tillarga

P       2     -      -

S       2     -      -

2.    Zygoptera     Coenagrionidae   Ischnura senegalensis

P       10    -     -

S       8     -      -

dimana P adalah pengamatan pada pagi hari (08.00 – 11.00 WITA); dan S adalah pengamatan pada sore hari (15.00 – 17.00 WITA).

  • 3.2.    Indeks diversitas, indeks dominansi, dan indeks kemerataan

Nilai indeks diversitas capung di tiap lokasi menunjukkan nilai yang berbeda yang mana indeks diversitas tertinggi yaitu di lokasi I dengan nilai indeks sebesar 1,76 sedangkan nilai dominansi tertinggi yaitu di lokasi II dengan nilai 56%. Indeks diversitas, dominansi dan kemerataan di masing-masing lokasi tersaji pada Tabel 4 sedangkan indeks diversitas, dominansi dan kemerataan secara keseluruhan di lokasi penelitian tersaji pada Tabel 5.

Tabel 4. Indeks diversitas, dominansi dan kemerataan di masing-masing lokasi

Indeks

Lokasi

I

II

III

Diversitas (H’)

1,76

0,84

1,01

Dominansi (D)

9%

56%

39%

Kemerataan (E)

0,91

0,43

0,52

Tabel 5. Indeks diversitas, dominansi dan kemerataan secara keseluruhan

Indeks

Nilai

Diversitas (H’)

1,83

Dominansi (D)

15%

Kemerataan (E)

0,94

Hasil pengukuran beberapa faktor lingkungan pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata fakor lingkungan yang terukur pada ketiga lokasi

Faktor lingkungan Lokai I       Lokasi II      Lokasi III

Pagi  Sore   Pagi   Sore   Pagi   Sore

Suhu (°C)

28,6   29,3   28,2   28,2   28,0   28,5

Kelembaban (%)

71,3    73     77    78,6   76,6   77,3

  • 4.    Pembahasan

Pengambilan sampel dilakukan di tiga titik lokasi dan dilakukan pengamatan pada pagi hari dan sore hari dengan tiga kali pengulangan di setiap lokasi. Terdapat dua subordo, dua family dan delapan spesies capung yang ditemukan pada tiga lokasi pengamatan di sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran Bali seperti yang tertera pada Tabel 2. Spesies capung yang ditemukan yaitu Crocothemis servillia, Neurothemis fluctuans, Zyxomma obtusum, Diplocodes trivialis, Orthetrum crisis, Orthetrum pruinosum, Tholymis tillarga, Ischnura senegalensis. Capung jarum (subordo zygoptera) keberadaanya di Kawasan Kampus Unud Bukit Jimbaran jumlah individunya lebih sedikit dibanding capung besar (subordo Anisoptera). Capung jarum yang ditemukan Ischnura senegalensis termasuk famili Coenagrionidae. Menurut Orr (2003), Coenagrionidae merupakan famili terbesar anggotanya dan penyebarannya luas di dunia sehingga mendukung ditemukannya anggota dari famili tersebut pada penelitian ini. Famili Coenagrionidae adalah salah satu famili yang sebagian besar spesiesnya dijumpai di habitat air yang relatif tenang (Kalkman dan Orr 2013), sehingga famili ini dapat hidup di tipe habitat yang beragam, baik di perairan mengalir maupun perairan tidak mengalir.

Spesies dari famili Libelullidae mendominasi dari kedua famili yang teridentifikasi, kurang sesuainya mikrohabitat dan vegetasi tanaman yang terbatas mempengaruhi jumlah spesies dari famili Coenagrionidae juga faktor lingkungan lainnya yang kurang mendukung pertumbuhannya. Walaupun demikian spesies-spesies capung famili Coenagrionidae umum ditemukan. Perbedaan jumlah spesies jumlah dan spesies capung yang tertangkap di sekitar kampus Universitas Udayana Bukit Jimbaran Bali disebabkan oleh kesesuaian habitat, vegetasi heterogen, keadaan cuaca saat pengambilan sampel dan faktor-faktor biotik, fisik dan kimia (Che Salmah et al., 2006; Siregar et al., 2008).

Kelimpahan spesies dan diversitas capung yang diperoleh pada tiap lokasi berbeda diduga dipengaruhi faktor habitat alami seperti adanya kolam, perairan tenang, taman dengan banyak tumbuhan seperti pada lokasi 1. Menurut McPeek (2008) beberapa faktor menentukan keanekaragaman dan penyebaran capung di suatu habitat adalah tipe habitat, ketersediaan pakan, serta interaksi yang berhubungan dengan siklus hidup capung. Faktor-faktor tersebut saling mempengaruhi dan terkait satu sama lainnya. Faktor habitat seperti lokasi I, lokasi II dan lokasi III mendukung dan sangat sesuai dengan kehidupan capung, sehingga sangat mempengaruhi perbedaan diversitas dan keragaman capung di kampus Universitas Udayana.

Capung melakukan kegiatan pada siang hari ketika matahari bersinar. Oleh karena itu, ketika cuaca cerah, capung akan terbang sangat aktif dan sulit untuk didekati. Data pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa pada siang hari individu yang terhitung cenderung lebih sedikit dibandingkan pada pagi hari. Hal tersebut karena pergerakan capung yang sangat aktif dan sulit didekati. Namun, sebagian capung menyukai tempat yang teduh seperti semak-semak ataupun di bawah pohon (Susanti, 1998).

Capung (odonata) yang teridentifikasi di kampus Universitas Udayana Bukit menunjukkan bahwa terdapat keanekeragaman dan keragaman spesies bervariasi seperti yang ditunjukan pada Tabel 3. Nilai indeks diversitas (H’) pada keseluruhan lokasi tergolong sedang dengan nilai 1,83 dengan kriteria 1≤H’≤3. Nilai indeks diversitas pada masing-masing lokasi pengamatan tidak jauh berbeda, nilai H tertinggi dimiliki oleh lokasi I sebesar 1,76, diikuti lokasi III 1,01 dan yang paling rendah adalah lokasi II. Diversitas pada lokasi II paling rendah dengan nilai 0,84 dan termasuk dalam kriteria kurang dari 1, sedangkan pada kedua lokasi lainnya termasuk dalam kriteria diversitas sedang. Berdasarkan jumlah kehadiran jenis capung, bahwa capung termasuk spesies yang jarang ditemukan di sekitar kampus Universitas Udayana. Hal ini didukung oleh penelitian Shelton dan Edward (1983) menyatakan bahwa kemampuan capung bertahan hidup sangat menjadi indikasi bahwa lingkungan kampus Universitas Udayana masih terjaga, karena capung dapat bertindak sebagai biondikator suatu lingkungan yang tercemar, dimana capung sangat menyukai lingkungan air yang bersih dan kategori serangga yang anti polutan (Siregar et al., 2004). Capung sangat berperan di lingkungan, kita diharapkan untuk menjaga dan melestarikan capung agar fungsinya menjaga keseimbangan ekosistem di alam tetap terlaksana dengan baik.

Lokasi I memiliki indeks diversitas tertinggi dan memiliki nilai dominansi terendah atau mendekati 0. Hal tersebut dikarenakan beberapa faktor yang mendukung keberlangsungan hidup capung pada

masing-masing lokasi pengambilan sampel. Masing-masing spesies memiliki ketertarikan yang berbeda-beda pada spesies tumbuhan untuk dijadikan tempat untuk meletakkan telur (Rismayani, 2018). Tingginya nilai indeks diversitas di lokasi I dibandingkan dengan lokasi II dan III, dapat terjadi karena lokasi ini memiliki habitat yang paling sesuai bagi kehidupan capung. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi, antara lain aktifitas manusia, dan kondisi abiotik lingkungan tersebut. Kondisi abiotik tersebut antara lain suhu udara dan kelembapan (Virgiawan et al., 2015).

Indeks kemerataan (E) capung di seluruh lokasi adalah 0,94. Indeks kemerataan spesies capung selama penelitian yang tertinggi adalah di lokasi I dengan nilai 0,91 yang masuk ke dalam kriteria hampir merata, diikuti lokasi III 0,52 dan lokasi II 0,43 yang masuk kriteria cukup merata. Indeks kemerataan merupakan derajat kemerataan kelimpahan individu antar spesies. Apabila setiap spesies memiliki jumlah individu yang sama, maka komunitas tersebut mempunyai nilai kemerataan maksimum (Purwodidodo, 2015). Indeks kemerataan mendekati nol berarti keseragaman antar spesies di dalam komunitas tergolong rendah, dan sebaliknya keseragaman yang mendekati angka satu dapat dikatakan keseragaman antar spesies tergolong sama (Pirzan et al., 2008).

Nilai indeks dominansi pada keseluruhan lokasi bernilai 15%. Pada masing-masing lokasi memiliki nilai indeks dominansi yang berbeda, lokasi III (39%) lebih rendah dari lokasi II (56%), sedangkan dominansi terendah dimiliki lokasi I (9%). Sejalan dengan pernyataan Basmi (2000) apabila nilai dominansi mendekati nol berarti di dalam struktur komunitas tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainnya, sebaliknya apabila nilai dominansi mendekati satu berarti di dalam komunitas tersebut terdapat spesies yang mendominansi spesies lainnya. Indeks dominansi dan indeks kemerataaan memiliki korelasi yang bersifat temperat. Indeks kemerataan tinggi maka nilai dominansi rendah, begitu pula sebaliknya, apabila nilai indeks kemerataan rendah maka nilai dominansinya menjadi tinggi (Purwodidodo, 2015).

Faktor lingkungan yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu dan kelembapan. Suhu dan kelembaban udara serta intensitas cahaya memengaruhi kehidupan beberapa spesies capung mulai dari aktivitas terbang, mencari mangsa, dan kopulasi. Suhu lingkungan menentukan suhu tubuh capung karena serangga termasuk dalam golongan hewan yang memperoleh panas dari lingkungan untuk menaikkan suhu tubuhnya (Dharmawan, 2005). Serangga mempunyai rentangan temperatur tertentu buat perkembangannya, dilain kisaran temperatur tersebut serangga bisa menghadapi kematian. Rentangan temperatur yang efisien yaitu 15ºC (suhu minimal), 25ºC suhu optimal dan 45ºC (suhu maksimal) (Krebs, 2014). Capung memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuhnya dimana jika suhu lingkungan rendah namun masih dapat ditoleransi oleh capung metabolisme tubuh akan terbatas, aktivitas capung menjadi berkurang, jika suhu lingkungan rendah di bawah ambang toleransi, capung akan mati karena metabolisme tubuh terhambat

Suhu yang diukur pada ketiga lokasi berkisar 26-30ºC yang mana masih berada pada ambang batas suhu yang diperlukan untuk kehidupan capung. Kelembaban udara pada penelitian ini adalah 70-80%. Kelembaban udara adalah aspek penting yang berpengaruh dalam, aktivitas, penyebaran, pertumbuhan serangga, kekuatan terbang, keahlian bertelur, serta perkembangan serangga. Rentangan kelembaban udara optimal untuk serangga pada biasanya berkisar 73-100%. Kelembaban optimal udara serangga berlainan sesuai spesies dan stadiumnya (tingkatan kehidupan) tiap masing-masing pertumbuhan (Sudarwati et al., 2014). Aspek-aspek lingkungan seperti temperatur, pH, kelembapan udara, dan tersedianya air serta sumber makanan yang cocok dalam satu habitat/ekosistem begitu dibutuhkan oleh capung agar bisa mendukung kehidupannya.

  • 5.    Simpulan

Spesies capung yang ditemukan di kawasan kampus Unud Bukit Jimbaran adalah delapan spesies yaitu Crocothemis servillia, Neurothemis fluctuans, Zyxomma obtusum, Diplocodes trivialis, Orthetrum crisis, Orthetrum pruinosum, Tholymis tillarga, Ischnura senegalensis. Diversitas capung secara keseluruhan dengan nilai 1,83 termasuk kategori sedang, kemerataan termasuk kategori merata dengan nilai 0,94 dan nilai dominansi 15% yang menunjukkan tidak ada spesies mendominansi.

Ucapan terimakasih (bila ada)

Terima kasih disampaikan kepada Drs. Ida Bagus Made Suaskara. M.Si, Drs. Martin Joni, M.Si dan I K. Putra Juliantara, S.Pd., M.Si. yang telah membantu dalam memberikan ide, masukan serta bimbingan untuk perbaikan tulisan ini.

Daftar Pustaka

Ansori, I. (2008). Diversitas Nimfa odonata (Dragonflies) dibeberapa Persawahan Sekitar Bandung Jawa Barat. EXACTA, 6(2): 41-50.

Aswari, & Pudji. (2012). Capung Peluncur (Orthtrum sabina dan Pantala flavesecens) (Odonata: Anisoptera, Libelulidae). Warta Konservasi Lahan Basah, 20(4): 14-15.

Baskoro, K., Irawan, F., & Kamaludin, N. (2018). Odonata Semarang Raya: Atlas Biodiversitas Capung di Kawasan Semarang. Semarang, Indonesia: Universitas Diponegoro.

Basmi. (2000). Plankton Sebagai Indikator Kualitas Perairan. Bogor, Indonesia: Institut Pertanian Bogor.

Blois, C. (1985). The larval diet of three Anisopteran (Odonata) Species. Freshwat Biol, 15: 505-514.

Salmah, M. R. C., Tribuana, S. W., & Hassan, A. A. (2006). The population of Odonata (dragonflies) in small tropical rivers with reference to asynchronous growth patterns. Aquatic Insects, 28(3): 195209.

Crumrine, P. W., Switzer, P. V., & Crowley, P. H. (2008). Structure and dynamics of odonate communities: accessing habitat, responding to risk, and enabling reproduction. Dragonflies and Damselflies. Model Organisms for Ecological and Evolutionary Research. England, UK: Oxford University Press.

Dharmawan, A., Ibrohim, Tuarita, H., Suwono, H., & Susanto, P. (2005). Ekologi Hewan. Malang, Indonesia: Universitas Negeri Malang.

Folsom, T. C., & Collins, C. (1984). The diet and foraging behaviour of the larval dragonfly Anax junius (Aeshenidae) with assessment of the role of refuges and prey activity. Oikos, 42: 105-113.

Hanum, S. O. (2013). Spesies-spesies Capung (Odonata) di Kawasan Taman Satwa Kandi Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. J. Bio, 2(1): 71-76.

Hartika, W., Diba, F., & Wahdina. (2017). Diversitas spesies capung (odonata) pada ruang terbuka hijau kota pontianak. Jurnal Hutan Lestari, 5(2): 156–163.

Jumar. (2000). Entomologi Pertanian. Jakarta, Indonesia: PT. Rineka Cipta.

J Kalkman, V., & G Orr, A. (2013). Field Guide To The Damselflies Of New Guinea Buku Panduan Lapangan Capung Jarum Untuk Wilayah New Guinea. Brachytron, 16(2): 3-118.

Kandibane, M., Raguraman, S., & Ganapathy, N. (2005). Relative abundance and diversity of Odonata in an irrigated rice field of Madurai, Tamil Nadu. Zoo’s Print Journal, 20(11): 2051-2052.

Krebs, C. J. (2014). Ecological Methodology. (3rd ed). New York, USA: Harper & Row Publishing.

Lawton, J. H. (1983). Plant architecture and the diversity of phytophagous insects. Annual review of entomology, 28(1): 23-39.

McPeek, M. A. (2008). Ecological Factors Limiting The Distributions and Abundances of Odonata. In Aguilar, A. C. (Ed). Dragonflies and Damselflies: Model Organisms for Ecological and Evolutionary Research. New York, USA: Oxford University Press Inc.

Mitra, A. (2006). Current status of the Odonata of Bhutan: A checklist with four new records. Bhutan Journal of renewable natural Resources, 2(1), 136-143.

Neldawati. (2011). Spesies-spesies Capung (Odonata) dikawasan Resort Gunung Tujuh Taman Nasional Kerinci Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi. Skripsi. Padang, Indonesia: Universitas Andalas.

Odum, E. P. (1993). Principles of Ecology (3rd edition). Dalam Samingan, T., & Srigandono, B. (Terj.), Dasar-dasar ekologi. Yogyakarta, Indonesia: Gadjah Mada University Press.

Orr, A. G. (2003). A guide to the dragonflies of Borneo their identification and biology. Kinabalu, Malaysia: Natural History Publications (Borneo).

Patty, N. (2006. Diversitas spesies capung (Odonata) di Situ Gintung Ciputat, Tangerang. Skripsi. Jakarta, Indonesia: UIN Syarif Hidayatullah.

Pielou, E. C. (1977). Mathematical ecology. Toronto, Canada: John Wiley & Sons.

Pirzan, A. M., & Pong-Masak, P. R. (2008). Hubungan Keragaman Fitoplankton Dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Biodiversitas, 9(3): 217-221.

Purwodidodo. (2015). Studi Keanekaragaman Hayati Kupu-Kupu (Sub Ordo Rhopalocera) dan Peranan Ekologisnya di Area Hutan Lindung Kaki Gunung Prau Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Skripsi. Semarang, Indonesia: Program Studi Ilmu Pendidikan Biologi, Fakultas Ilmu Tatbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo.

Rahadi, W. S., Feriwibisono, B., Nugrahani, M. P., Dalia, B. P. I., & Makitan, T. (2013). Naga Terbang Wendit: Keanekaragaman Capung Perairan Wendit. Malang, Jawa Timur. Indonesia Dragonfly Society.

Rismayani, Y. (2018). Keanekaragaman Capung (Odonata) di Kubu Perahu Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. Skripsi. Lampung, Indonesia: Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Rizal, S., & Hadi, M. (2015). Inventarisasi spesies capung (Odonata) pada areal persawahan di Desa Pundenarum Kecamatan Karangawen Kabupaten Demak. BIOMA, 17(1):16-20.

Shelton, M. D., & Edward, C. R. (1983). Effect Of Weeds On The Diversity And Abundance of Insects in Soybeans. Environmental Entomology, 1: 296-299.

Siregar, A. Z., Rawi, C. S. M., & Ahmad, A. H. (2004). Komunitas Odonata (Serangga: Capung) di Perairan Sungai Tropis, Malaysia. Wetlands Science, 2(1), 1-8.

Siregar, A. Z., Rawi, C. S. M., & Nasution, Z. (2008). List of Odonata in Upland Rice Field at Manik Rambung, Siantar, North of Sumatera. Jurnal Kultivar, 1(2), 89-93.

Susanti, S. (1998). Mengenal capung. Bogor, Indonesia: Puslitbang Biologi, LIPI.

Tang, H. B., Wang, L. K., & Hämäläinen, M. (2010). A photographic guide to the dragonflies of Singapore. Singapore: National University of Singapore.

Virgiawan, C. (2015). Studi Keanekaragaman Capung (Odonata) Sebagai Bioindikator Kualitas Air Sungai Brantas Batu-Malang dan Sumber Belajar Biologi. JPBI (Jurnal Pendidikan Biologi Indonesia), 1(2): 188-196.

74