Botani, ekologi, fitokimia, bioaktivitas, dan pemanfaatan pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) di Indonesia: Suatu Kajian Pustaka
on
JURNAL BIOLOGI UDAYANA
P-ISSN: 1410-5292 E-ISSN: 2599-2856
Volume 27 | Nomor 1 | Juni 2023
DOI: https://doi.org/10.24843/JBIOUNUD.2023.v27.i01.p09
Botani, ekologi, fitokimia, bioaktivitas, dan pemanfaatan pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) di Indonesia: Suatu Kajian Pustaka
Botanical, ecology, phytochemical, bioactivity, and utilization of kelat oil (Syzygium myrtifolium Walp.) in Indonesia: A Review
Dimas Ario Setiawan1, Anisatu Z. Wakhidah1,2*
-
1) Biology Education Program, Faculty Education and Teacher Training, IAIN Metro Lampung.
Jl. Ki Hajar Dewantara No.15A, Iringmulyo, Kota Metro, Lampung 34112
-
2) Association of Indonesian Ethnobiology Society, Kusnoto Building Lt. 4 Jl. Ir. H. Juanda No. 18 Bogor 16122, Indonesia
*Email: [email protected]
Diterima
19 Februari 2023
INTISARI
Disetujui xxx xxx 2023
Pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) merupakan salah satu tanaman hias yang populer di Indonesia. Namun selain memiliki potensi dalam aspek ekonomi, tanaman ini juga berpotensi untuk dimanfaatkan secara holistik untuk mendukung pembuatan obat herbal. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperluas cakupan kajian tentang penggunaan pucuk merah oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode studi dan analisis literatur yang meliputi ekologi, botani, fitokimia, bioaktivitas dan pemanfaatan pucuk merah. Metode penelitian adalah mengkaji artikel ilmiah yang dipublikasikan hasil pencarian online melalui google scholar dan researchgate dengan kata kunci yang berhubungan dengan Syzygium myrtifolium seperti botani dan ekologi, pemanfaatan, pemanfaatan lokal, etnobotani, kandungan fitokimia, dan bioaktivitas Syzygium myrtifolium. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa daun tanaman pucuk merah memiliki beberapa fitokimia seperti flavonoid dan alkaloid yang memiliki bioaktivitas dan berpotensi sebagai bahan pembuatan obat, antiseptik, antibakteri, antidiabetes, antihipertensi, dan upaya rehabilitatif luka bakar. Secara umum pemanfaatan pucuk merah oleh masyarakat di Indonesia adalah sebagai tanaman hias, penunjang kegiatan penghijauan, penanggulangan banjir dan longsor, bahan belajar pembelajaran luar kelas, dan juga sebagai pelengkap upacara keagamaan.
Kata kunci: botani, bioaktivitas, ekologi, fitokimia, pemanfaatan pucuk merah
ABSTRACT
Kelat oil (Syzygium myrtifolium Walp.) is one of the most popular ornamental plant in Indonesia. However, apart from having potential in the economic aspect, this plant also has the potential to be used holistically to support the manufacture of herbal medicines. The purpose of this research is to increase the scope of studies on the use of kelat oil by the community. This research was conducted using the study method and literature analysis which included ecology, botany, phytochemistry, bioactivity and utilization of kelat oil. The research method is to examine published scientific articles online search results through google scholar and researchgate with keyword that connected to Syzygium myrtifolium such as botanical and ecological, utilization, local use, ethnobotany, phytochemical content, and bioactivity of Syzygium myrtifolium. The results of this study explain that the leaves of the kelat oil plant have several phytochemicals such as flavonoids and alkaloids which has bioactivity and potentially as an ingredient for making medicines, antiseptics, antibacterial, antidiabetics, antihypertension, and rehabilitative efforts for burns. In general, the use of red shoots by people in Indonesia is as an ornamental plant, supporting reforestation activities, mitigating floods and landslides, as a support for outdoor learning, and also as a complement to religious ceremonies.
Keywords: botany, bioactivity, ecology, phytochemistry, utilization kelat oil.
PENDAHULUAN
Pertanian merupakan salah satu sektor terbesar yang dikembangkan oleh masyarakat Indonesia dan juga merupakan penopang pembangunan ekonomi nasional (Kementerian Pertanian RI, 2018). Subsektor hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang terdiri dari komoditas buah-buahan, sayuran, tanaman hias dan tanaman obat-obatan yang sangat potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan (Istiqomah et al., 2018). Umumnya, budidaya hortikultura diusahakan lebih intensif dibandingkan dengan budidaya tanaman lainya. Tanaman hortikultura memiliki berbagai fungsi dalam kehidupan manusia, misalnya tanaman hias untuk memberi keindahan (estetika), buah-buahan sebagai makanan maupun tanaman herbal sebagai obat-obatan (Andani et al., 2021).
Salah satu subsektor komoditi hortikultura yang banyak diminati yaitu tanaman hias. Subsektor ini merupakan salah satu komoditi pertanian yang cocok dikembangkan dengan sistem agribisnis (Agastya et al., 2022). Tanaman hias sendiri dapat berupa tanaman hias pot, tanaman hias potong, tanaman hias daun, dan tanaman hias lanskap atau taman, yang manfaat dan kegunaan tanaman hias ini setidaknya memiliki tiga aspek kepentingan yaitu ekonomi, seni dan lingkungan (Badan Pusat Statistik, 2021). Selain sebagai tanaman hias, masyarakat Indonesia juga biasanya menggunakan tanaman sebagai obat tradisional untuk mengobati sakit ringan yang biasa dirasakan sehari-hari (Malik et al., 2022). Di Indonesia terdapat banyak ragam maupun jenis tumbuhan sebagai tanaman hias yang populer (Haryati et al., 2015) baik karena mempunyai morfologi yang menarik maupun karena manfaat dari tumbuhan tersebut.
Pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) merupakan salah satu jenis tanaman hias yang paling banyak diminati oleh masyarakat (Andani et al., 2021). Tumbuhan ini memiliki daun yang rimbun dan berwarna merah yang menarik sehingga banyak digunakan sebagai tanaman penghias rumah dan taman. Rindangnya daun pada tumbuhan pucuk merah mendukung terciptanya lingkungan yang teduh serta mendukung kemampuan penyerapan karbon dioksida (CO2) yang lebih besar dibandingkan jenis tumbuhan yang lain. Hal ini dilihat dari laju fotosintesis dan kandungan timbal (PB) daun pucuk merah (Ningsih, 2017). Pemanfaatan tumbuhan pucuk merah sebagai tanaman hias masih lebih mendominasi (Pratama et al., 2022) dibandingkan pemanfaatan tumbuhan pucuk merah sebagai bahan obat oleh masyarakat Indonesia. Kurangnya pemanfaatan tumbuhan pucuk merah sebagai bahan obat-obatan dilatarbelakangi oleh ketidaktahuan masyarakat akan potensi yang dimiliki oleh tumbuhan tersebut untuk dijadikan bahan obat-obatan (Haryati et al., 2015). Masyarakat meyakini bahwa tumbuhan ini hanya cocok dimanfaatkan sebagai tanaman hias saja (Nurasyikin, 2019). Masyarakat cenderung belum memanfaatkan pucuk merah sebagai obat. Padahal apabila ditinjau berdasarkan aktivitas farmakologisnya tumbuhan ini berperan dalam peningkatan kesehatan.
Aktivitas farmakologis dari pucuk merah menarik untuk ditinjau lebih lanjut. Daun pucuk merah merupakan bagian yang paling berpotensi dijadikan sebagai bahan obat herba (Hasti et al., 2022). Ekstrak metanol daun pucuk merah mengandung senyawa fenolat, antioksidan flavonoid, dan betunilic acid yang dapat dimanfaatkan sebagai penghambat angiogenesis dan tumor pada tikus (Hasti et al., 2022) dan tentunya dapat dikembangkan agar pemanfaatan senyawa aktif tersebut dapat diaplikasikan pada manusia dalam kasus kesehatan yang lebih luas. Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi ilmiah mengenai pucuk merah (S. myrtifolium) meliputi botani, ekologi, kandungan fitokimia, bioaktivitas serta pemanfaatannya oleh masyarakat di Indonesia.
Diharapkan dengan pengumpulan data-data penelitian yang sudah ada mengenai pucuk merah, tumbuhan ini tidak hanya dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias (kebutuhan estetika), namun potensi dari tanaman ini dapat lebih tereksplorasi untuk bidang ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan.
METODE
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi dan analisis literatur. Metode studi pustaka adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca, mencatat, dan mengolah bahan penelitian (Zed, 2008). Hampir seluruh pustaka yang berkaitan dengan botani dan ekologi, kandungan fitokimia, bioaktivitas pucuk merah (S. myrtifolium) serta pemanfaatannya di Indonesia yang dipublikasikan diatas tahun 2000 dikumpulkan lalu dikaji. Sumber literatur yang dikaji berasal dari artikel ilmiah terpublikasi hasil penelusuran secara online melalui google scholar dan researchgate, serta artikel ilmiah botani yang dipublikasikan pada website yang kredibilitasnya dapat dipertanggungjawabkan seperti https://powo.science.kew.org dan https://www.nparks.gov.sg. Kata kunci yang digunakan yaitu ‘botani dan ekologi Syzygium myrtifolium’, ‘pemanfaatan Syzygium myrtifolium’, ‘penggunaan lokal Syzygium myrtifolium’, ‘etnobotani Syzygium myrtifolium’, ‘fitokimia Syzygium myrtifolium’, dan ‘bioaktivitas Syzygium myrtifolium’. Data yang sudah dikumpulkan, dianalisis, kemudian disajikan dalam tabel sesuai kategori yang akan dibahas. Data tersebut dijelaskan secara deskriptif guna menguraikan dan menjelaskan informasi mengenai botani dan ekologi pucuk merah, kandungan fitokimia dan bioaktivitasnya, serta berbagai pemanfaatan pucuk merah di beberapa wilayah di Indonesia.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Botani dan Ekologi
Pucuk merah (S. myrtifolium: Myrtaceae) merupakan tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) berhabitus pohon menahun dengan tajuk semak yang padat, dapat tumbuh hingga 30 meter. Posisi daunnya berhadapan, helaian daun berbentuk elips sampai lanceolate, panjangnya sampai 6-7,5 cm dan lebar 2-2,5 cm (Haryanti et al., 2021). Daunnya saat masih pucuk berwarna kuning, orange kemerahan lalu berubah menjadi merah kecokelatan lalu hijau ketika dewasa (Salsabila, 2020). Bunganya mirip tepung berwarna kuning sampai putih, dengan perbungaan bercabang panjangnya sampai 4 cm (Haryanti et al., 2021). Buahnya yang berbentuk bulat hingga elipsoid berwarna ungu tua atau kehitaman, dengan lebar sekitar 9 mm (Nurasyikin, et al., 2019). Habitat tumbuhan ini berada di hutan primer dan sekunder dataran rendah, di hutan pantai, dekat rawa air tawar dan di sepanjang tepi sungai. Persebaran asal dari spesies ini yaitu wilayah Bangladesh hingga Malesia Tengah dan Barat. Tumbuhan ini lebih banyak ditemukan di bioma tropis basah (POWO, 2023). Berdasarkan IUCN (2023), status konservasi jenis ini masih belum terevaluasi (NE). Tumbuhan ini sudah sangat terdomestikasi di masyarakat Indonesia karena pemanfaatannya sebagai tanaman hias, tanaman lanskap di taman-taman dan tanaman pembatas.
Gambar 1. Distribusi pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) di Asia Tenggara. Tumbuhan ini tersebar di wilayah Bangladesh, Borneo, Malaya, Myanmar, Philippines, Thailand, Sumatera, dan Jawa (area berwarna lebih gelap). (Sumber POWO 2019)
Masyarakat global menyebut tumbuhan pucuk merah dengan berbagai nama seperti, kelat oil, kelat paya, dan kelat oil. Berdasarkan taksonomi, nama latin dari pucuk merah yaitu Syzygium myrtifolium Walp. Genus 'Syzygium' berasal dari kata 'syzygos' (Yunani ‘bergabung’), berkaitan dengan pasangan duduk daun yang berlawanan. Istilah pada nama spesies 'myrtifolium' berarti myrtle-leaved, menggambarkan bagaimana bentuk helaian daun dan teksturnya menyerupai daun dari suku Myrtaceae atau suku jambu-jambuan (Ningsih, 2017)). Nama tersebut memiliki kurang lebih 8 sinonim yang telah resmi didaftarkan pada sistem nama tumbuhan internasional (IPNI), yaitu Eugenia myrtifolia Roxb.; Eugenia oleina Wight.; Eugenia parva C.B.Rob.; Eugenia sinubanensis Elmer.; Syzygium campanellum Miq.; Syzygium campanulatum Korth.; Syzygium campanulatum var. longistylum Chantar. & J.Parn.; Syzygium sinubanense (Elmer) Diels. (POWO, 2019).
Pucuk merah (S. myrtifolium) merupakan spesies asli wilayah Asia Tenggara, tersebar dari bagian utara India, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaysia, Singapura, Sumatera, Kalimantan, dan Filipina (Gambar 1). Habitat asli pucuk merah berupa hutan pantai, hutan hujan primer, hutan dan hujan sekunder. Selain itu, pucuk merah tumbuh secara alami pada hutan primer dan sekunder di dataran rendah dengan curah hujan tinggi, hutan pantai, dekat rawa-rawa air tawar dan sepanjang aliran sungai (Surya, et al., 2022). Saat ini, pucuk merah digunakan di banyak tempat sebagai tanaman hias; komponen di kebun dan tanaman pinggir jalan (Agus et al., 2015). Hal tersebut kemungkinan karena warna merah yang menarik pada daun mudanya, habitus berupa semak pendek sehingga mudah dipangkas dan diatur, mudah diperbanyak dan disediakan bibitnya, serta tumbuhan in adaptif di berbagai kondisi habitat, dengan bunga yang melimpah.
Gambar 2. Habitus pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) berupa perdu (A); Daun yang berwarna merah saat muda (B); Bunga dengan karakter khas family Myrtaceae (C); Buah saat matang berwarna merah (D) (Sumber: Flora Fauna Web 2023)
Kandungan Fitokimia dan Bioaktivitas
Pucuk merah (S. myrtifolium) merupakan tumbuhan yang mengandung beberapa senyawa aktif sebagai pendukung bioaktivitas potensial (Tabel 1). Senyawa fitokimia tersebut meliputi alkaloid, flavonoid, tanin, lipid (Sofiyanti et al., 2022), etanol (Hasti et al., 2022), dan minyak atsiri (Sembiring et al., 2017) yang melimpah dalam daun. Minyak atsiri yang terkandung dalam daun muda pucuk merah memiliki rendemen yang lebih besar dibandingkan dengan daun tua. Sebanyak 0,18 % terkandung dalam daun muda dan 0,118% pada daun tua (Sembiring et al., 2017). Beberapa penelitian yang dilakukan pada aktivitas farmakologis pucuk merah menunjukkan bioaktivitas berupa antioksidan, antibakteri, antijamur, antivirus (Rahma, 2021); Ahmad et al., 2022), antidiabetik (Syilfia et al., 2017), antihipertensi (Sandhiutami et al., 2022) dan efek hipoglikemik (Sundhani et al., 2017).
Daun pucuk merah dilaporkan memiliki potensi kuat yang beraktivitas untuk menghambat pertumbuhan bakteri diantaranya memiliki kandungan tanin, saponin, flavonoid, dan minyak atsiri (Purba et al., 2021) yang didukung oleh penelitian Putri et al. (2020) dan Djohan et al. (2022) yang melaporkan bahwa kandungan fitokimia tersebut dapat di manfaatkan sebagai bahan aktif sanitizer dengan variasi konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20% dan didapat kan rata-rata nilai zona hambatnya yaitu 11.8 mm, 12.6 mm, 13.75 mm dan 14.4 mm dengan uji Regresi Linier Sederhana diperoleh nilai p = 0.000 (p<0,05) yang artinya ada pengaruh konsentrasi hand sanitizer perasan daun pucuk merah terhadap daya hambat bakteri seperti Staphylococcus aureus dan Escherichia coli seperti yang dilaporkan oleh Haryati et al. (2015). Lain halnya dengan yang diungkapkan oleh Purba & Putri (2022), peneliti tersebut mengungkapkan bahwa jika ekstrak etanol daun pucuk merah (S. myrtifolium) dikombinasikan dengan daun waru
(Hibuscus tiliaceus) dengan konsentrasi 15% menunjukkan efektivitas antibakteri yang lebih besar dengan rerata daya hambat senilai 15.42 mm terutama untuk bakteri Salmonella thypi.
Tabel 1. Bagian tumbuhan pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) yang kebanyakan berupa daun dengan kandungan fitokimia beserta bioaktivitasnya
Bagian Tumbuhan |
Kandungan Fitokimia |
Bioaktivitas |
Daun |
Alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan glikosida (Purba et al. 2021) |
Antibakteri terhadap Salmonella typhi (Salsabila, 2020) |
Daun |
1-Octadecene; bis (2-ethylhexyl) hexanedioic; and bis (2-ethylhexyl) phthalate (Novianti et al. 2019) | |
Daun |
Alkana (C23) dan golongan asam lemak jenuh yaitu asam lemak alkil ester (Sunarto & Martinus, 2019) |
Antibakteri (Sunarto & Martinus, 2019; Djohan et al., 2022) |
Daun |
Alkaloid, triterpenoid, steroid, fenolat, flavonoid dan saponin (Juwita et al., 2017); flavonoid dan terpenoid (Sundhani et al., 2017) |
Antihiperurisemia (Juwita et al., 2017); Antihipertensi (Sandhiutami et al., 2022); efek hipoglikemik (Sundhani et al., 2017) |
Daun |
Alkaloid, flavonoid, fenolik dan triterpenoid, senyawa alkaloid dan senyawa fenolik (Wati et al., 2017) |
Penghambat angiogenesis, tumor pada tikus, Toksisitas Subkronis hat dan ginjal (Hasti et al., 2022) |
Daun |
Etanol (Maulana et al., 2021), alkaloid, flavonoid dan tannin (Dias & Moraes, 2014, Noviantri et al. 2016). |
Aktivitas anti larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti (Maulana et al., 2021) |
Daun |
Alkaloid, triterpenoid dan steroid; fraksi etil asetat mengandung alkaloid, triterpenoid, fenolik dan flavonoid, triterpenoid, saponin dan fenolik (Hayati et al., 2016) |
Antibakteri pada aktivitas tumbuh Staphylococcus aureus & Escherichia coli (Hayati et al., 2016); Antifungi (Rahma, 2021); Hepatoprotektor (Aeni, 2016) |
Buah |
Antosianin (Santoni et al., 2013) |
Pewarna alami (Nurasyikin et al., 2019) |
Selain itu, Syari et al. (2022) juga menjelaskan bahwa senyawa flavonoid, alkaloid, saponin, tanin, polifenol yang terdapat pada tanaman pucuk merah memiliki aktivitas antidiabetes. Ada efek yang signifikan dengan penambahan ekstrak daun pucuk merah terhadap kadar glukosa darah. Alkaloid yang terkandung dalam daun pucuk merah juga mempunyai kegiatan fisiologi yang menonjol dan berpotensi digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Pay et al., 2022) karena alkaloid mempunyai kemampuan regenerasi sel β pankreas yang rusak (Emilda, 2018). Novianti et al. (2019) melaporkan identifikasi menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa pada ekstrak n-Heksana daun pucuk merah mengandung 3 senyawa dominan yaitu bis (2-etil heksil) heksanadioat; 1-oktadekena; dan bis (2-etil heksil) ftalat yang dapat dikembangkan menjadi senyawa aktif dalam sediaan farmasetik.
Berdasarkan penelitian Hasti et al. (2022), pucuk merah mengandung etanol yang bersifat toksisitas subkronik terhadap cara kerja hati dan ginjal pada tikus. Pada uji toksisitas subkronik pada mencit putih (Mus musculus) aman terhadap
fungsi hati dan ginjal pada dosis 300 mg/kgBB sehingga membuktikan ekstrak pucuk merah berpotensi dipergunakan sebagai bahan aktif sediaan farmasetik yang berhubungan dengan gangguan hati, ginjal hingga gangguan angiogenesis dan tumor. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Pratama et al. (2022) yang memaparkan bahwa ekstrak daun pucuk merah dengan pengolahan secara fermentasi dapat meningkatkan efektivitas senyawa metabolit sekunder seperti flavonoid, kalkon, terpenoid, asam betunilik, alkaloid, saponin, triterpenoid, minyak atsiri, dan antosianin dengan konsentrasi 300 mg/mL yang mendukung penurunan serum glutamic oxaloacetic transminase (SGOT) pada darah tikus. Penelitian oleh Aeni (2016) menunjukkan bahwa ekstrak daun pucuk merah mempunyai aktivitas sebagai hepatoprotektor pada dosis 210 mg/kgBB dan aktivitasnya lebih efektif pada dosis 420 mg/kgBB. Hal tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Juwita et al. (2017), yang menyatakan daun pucuk merah memiliki aktivitas hepatoprotektor, dan antioksidan, serta antihiperurisemia.
Indriani et al. (2020) melaporkan ekstrak etanol pucuk merah dapat dibuat sediaan gel sebagai sediaan rehabilitasi luka bakar pada tikus sprague-dawley. Penggunaan ekstrak sebanyak 6% menunjukkan reaksi penyembuhan sebesar 99,81% selama 17 hari. Oleh karena itu, ekstrak pucuk merah menunjukkan potensi terapi pemulihan luka bakar pada manusia jika kembangkan menjadi sediaan yang lebih efektif. Lain halnya dengan laporan Maulana et al. (2021), ekstrak etanol daun pucuk merah memiliki aktivitas larvasida nyamuk Aedes aegypti. Peneliti tersebut melaporkan bahwa ekstrak etanol daun pucuk merah dengan konsentrasi 1% memiliki aktivitas larvasida terhadap larva nyamuk Aedes aegypti setara temefos 1%. Kontrol negatif (air) dan kontrol positif (temefos 1%) yang didapatkan nilai analisis probit LC50 dan LC90 sebesar 0,382 (0,282-0,444) dan 0,769 (0,655-1,080). Data tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan antara konsentrasi dengan kontrol negatif yang digunakan. Dengan demikian bahwa ekstrak etanol daun pucuk merah memiliki aktivitas larvasida.
Pemanfaatan Pucuk Merah di Indonesia
Pucuk merah (S. myrtifolium) di Indonesian banyak digunakan sebagai tanaman hias yang mudah dibudidayakan (Nurasyikin et al., 2019). Dalam sektor ekonomi, tumbuhan pucuk merah cukup menjanjikan karena banyak diminati oleh masyarakat Indonesia (Andani et al., 2021). Hal ini terjadi karena tumbuhan ini menarik secara estetika dan merupakan tumbuhan asli dari Asia Tenggara sehingga mudah untuk hidup dan dibudidayakan di seluruh wilayah Indonesia (Flora Fauna Web 2022). Tingginya minat pemanfaatan tanaman pucuk merah sebagai tanaman hias berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Srawati et al. (2017) di Kota Palu yang menunjukkan rata-rata aktivitas pembelian tumbuhan pucuk merah sebesar 78,6% dari semua ukuran dan jenis tumbuhan tersebut. Oleh karena itu, tanaman ini memiliki nilai ekonomi berpotensi meningkatkan pendapatan masyarakat (Taddang et al., 2022) melalui jual beli tumbuhan hias pucuk merah (Mahalizikri, 2019).
Saat ini, masyarakat sudah memanfaatkan berbagai tumbuhan sebagai upaya mengurangi emisi karbon penyebab krisis iklim dan pemanasan global (Afriani et al., 2022) tidak terkecuali pucuk merah. Sebagai contoh, upaya penanaman yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ngunut, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah di taman Gongseng (Surya et al., 2022) serta masyarakat Desa Aji Baho, Sumatera Utara sebagai upaya penghijauan (Ramadhani et al., 2022). Hal ini memungkinkan karena usia tumbuhan ini yang
dapat mencapai puluhan tahun (Andani et al., 2021), serta daunnya yang rimbun dan warna daun yang unik membuatnya selain cocok dijadikan sebagai penghias rumah dan taman tetapi juga cocok menjadi tumbuhan yang bermanfaat sebagai peneduh serta mengurangi gas buang akibat kendaraan bermotor (Surya et al., 2022). Tumbuhan pucuk merah memiliki kemampuan menyerap karbon dioksida (CO2) lebih besar dibandingkan jenis tumbuhan yang lain jika ditinjau berdasarkan laju fotosintesis dan kandungan timbal (PB) daun pucuk merah (Ningsih, 2016). Selain cukup efektif sebagai penyerap karbon, pucuk merah juga mampu mereduksi kebisingan. Penelitian oleh Putri & Natalia (2022) membuktikan bahwa tanaman pucuk merah dengan daun yang rapat cukup efisien untuk menurunkan tingkat kebisingan.
Dalam skala kecil, pucuk merah (S. myrtifolium) dimanfaatkan sebagai inisiasi mitigasi bencana banjir sudah dilakukan oleh masyarakat Kabupaten Pacitan, Jawa Timur. Wilayah Kabupaten Pacitan berpotensi mengalami bencana banjir berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) yang ditinjau oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Kabupaten Pacitan (BNBP 2020; Suci et al., 2022). Upaya penanaman pucuk merah dinilai dapat mencegah bencana banjir oleh masyarakat sekitar karena tumbuhan ini mampu menyerap air dengan baik (Rahmadhani et al., 2022). Masyarakat Desa Sepotong, Kabupaten Bengkalis, Riau juga memanfaatkan pucuk merah sebagai mitigasi bencana longsor (Mahalizikri, 2019). Hal ini dilakukan oleh masyarakat desa tersebut karena pucuk merah mampu mengurangi risiko longsor melalui akar tumbuhan pucuk merah yang kokoh untuk menahan substrat tanah yang mudah longsor.
Pemanfaatan pucuk merah sebagai penunjang aspek pendidikan juga dilakukan oleh masyarakat Desa Purwahamba, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Pucuk merah digunakan sebagai media ajar reboisasi untuk siswa sekolah dasar (SD) dengan metode outdoor learning (Mujayanti et al., 2021). Dengan menggunakan media ajar reboisasi berupa tumbuhan pucuk merah, siswa sekolah dasar Desa Purwahamba memberikan respon positif dengan menunjukkan minat dalam melakukan reboisasi yang dilakukan di desa tersebut. Selain sebagai media outdoor learning reboisasi, penanaman pucuk merah juga dilakukan sebagai upaya mitigasi bencana longsor di desa tersebut (Mujayanti et al., 2021).
Pada masyarakat Hindu di Bali, bunga pucuk merah digunakan untuk kelengkapan ritual upacara keagamaan. Seperti yang dilaporkan oleh Sujarwo & Lestari (2018) bunga pucuk merah ditemukan dalam pelaksanaan upacara Butha Yadnya, Dewa Yadnya, Manusa Yadnya, Pitra Yadnya, dan Rsi Yadnya. Selain itu, berdasarkan sumber yang sama masyarakat Hindu Bali juga menggunakan daun pucuk merah untuk memperlancar proses persalinan. Cara menggunakannya dengan daun diseduh dengan air panas lalu ditunggu hingga air berubah warna kemudian diminum. Berdasarkan penelitian Sandhiutami et al. (2022), pucuk merah juga sangat berpotensi sebagai obat hipertensi. Tumbuhan ini banyak mengandung senyawa flavonoid dan tanin dapat menurunkan resistensi vaskular sistemik dan menghambat aktivitas ACE yang berperan peranan penting dalam proses terjadinya hipertensi.
Masyarakat Kuala Tungkal, Jambi mulai memanfaatkan buah pucuk merah sebagai pewarna alami dan bioherbisida. Selain itu, mereka juga mengonsumsi buah pucuk merah dalam bentuk minuman (sirup buah pucuk merah) (Nurasyikin et al., 2019; Soleha, 2019). Lebih lanjut, masyarakat Lebak, Banten juga memanfaatkan pucuk merah sebagai bahan dasar pembuatan teh. Namun bukan bagian buah yang digunakan melainkan daun. Pemanfaatan oleh
masyarakat Lebak bahkan sudah sampai ke taraf peningkatan kesejahteraan dengan mendirikan unit bisnis teh pucuk merah di bawah naungan CV Putri Hijau (Mabarroh, 2022). Hal ini menunjukkan, pemanfaatan pucuk merah di Indonesia tidak hanya sebatas sebagai tanaman hias, namun juga sebagai penyerap karbon, pereduksi bising, mitigasi banjir dan longsor, bahan ajar, pelengkap upacara keagamaan, bahan baku sirup, dan memiliki potensi tinggi sebagai bahan baku obat-obatan.
SIMPULAN
Pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp). tidak hanya berpotensi sebagai tanaman hias yang berperan dalam bidang ekonomi, tetapi juga berperan dalam bidang kesehatan, keselamatan bencana, lingkungan, dan pendidikan. Hal tersebut dibuktikan dengan data pemanfaatan tanaman pucuk merah di Indonesia yang beragam dari pemanfaatan sebagai tanaman hias, namun juga sebagai penyerap karbon, pereduksi bising, mitigasi banjir dan longsor, bahan ajar, pelengkap upacara keagamaan, bahan baku sirup, dan memiliki potensi tinggi sebagai bahan baku obat-obatan. Pucuk merah mengandung zat fitokimia bermanfaat antara lain alkaloid, triterpenoid, steroid, fenolat, flavonoid dan saponin dengan berbagai bioaktivitas antioksidan, antibakteri, antijamur, antivirus, antidiabetik, antihipertensi, dan efek hipoglikemik. Dari hasil studi literatur tersebut dapat disimpulkan bahwa tumbuhan ini berpotensi untuk diolah menjadi obat-obatan modern. Tumbuhan ini berpotensi antara lain sebagai antiseptik, antibakteri, antidiabetic, antihipertensi, hingga upaya rehabilitasi dari luka bakar. Dengan adanya studi literatur ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat dalam hal pemanfaatan pucuk merah (S. myrtifolium) agar dapat dipergunakan lebih baik lagi.
KEPUSTAKAAN
Aeni N. 2016. Efek Hepatoprotektor Ekstrak Etanol Daun Pucuk Merah (Syzygium Campaulatum Korth) pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus Norvegicus) yang diinduksi Paracetamol. (Doctoral dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto). Dapat diakses pada https://repository.ump.ac.id/
Agastya P, Wijayanti PU, Artini NWP. 2022. Potensi Pengembangan Usaha Tanaman Hias di Desa Petiga, Kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan. Jurnal Agribisnis dan Agrowisata 11(1): 1-12.
Agus NDP, Nurlalelih EE, Sitawati. 2015. Evaluasi Pemilihan Jenis dan Penataan Tanaman Median Jalan Kota Malang. Jurnal Produksi Tanaman 3(4): 269-277.
Ahmad MA, Lim YH, Chan YS, Hsu CY, Wu TY, & Sit NW. 2022. Chemical composition, antioxidant, antimicrobial and antiviral activities of the leaf extracts of Syzygium myrtifolium. Acta Pharmaceutica 72(2): 600-50.
Andani NKS, Pinkan W, Sulmi. 2021. Analisis Usaha Tanaman Hias Pucuk Merah Rara Garden Di Kota Palu. Agrotekbis 9(4): 827 – 833.
Badan Pusat Statistik. 2021. Pertanian dan Pertambangan : Holtikultura. BPS: Jakarta.
Djohan H, Sugito, Slamet, 2022. Aktivitas Perasan Daun Pucuk Merah (Syzigium oleana)
Sebagai Bahan Alami Hand Sanitizer. Jurnal Laboratorium Khatulistiwa 6(1): 19-23.
Emilda, 2018. Efek Senyawa Bioaktif Kayu Manis (Cinnamomum burmanii Nees Ex.Bl.)
Terhadap Diabetes Melitus: Kajian Pustaka. Jurnal Fitofarmaka Indonesia 5(1): 246-252.
Haryanti D, Budyaningrum L, Denisa E, Hanik NR. 2021. Identifikasi Hama dan Penyakit pada Tanaman Pucuk Merah (Syzygium oleana) Di Desa Nglurah Tawangmangu. Florea : Jurnal Biologi dan Pembelajarannya 8(1): 39-47.
Haryati NA, Saleh C, Erwin. 2016. Uji toksisitas dan aktivitas antibakteri ekstrak daun merah tanaman pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Jurnal Kimia Mulawarman 13(1): 35-40.
Hasti S, Rusnedy R, Musdalifah M, Asnila A, Renita L, Santi F, Anggraini S, and Sinata N, 2022. Uji Toksisitas Subkronis Ekstrak Etanol Daun Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium Walp.) Terhadap Fungsi Hati Dan Ginjal. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 20(1): 3037.
Indriani L, Almasyhuri, Pratama AR. 2020. Aktivitas Gel Ekstrak Etanol Daun Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium) terhadap Penyembuhan Luka Bakar Tikus Sprague-dawley. Fitofarmaka : Jurnal Ilmiah Farmasi 10(2): 178-187.
Istiqomah N, Mulyani NS, Mafruhah I, Ismoyowati D. 2020. Analisis Pengembangan Klaster Hortikultura di Kabupaten Ngawi. Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah 16(1): 104-118.
Juwita R, Saleh C, Sitorus S. 2017. Uji aktivitas antihiperurisemia dari daun hijau tanaman pucuk merah (Syzygium myrtifolium walp.) terhadap mencit jantan (Mus musculus). Jurnal Atomik 2(1): 162-168.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2018. Sektor Pertanian Masih Menjadi Kekuatan Ekonomi di Indonesia. KEMENPERIN: Jakarta.
Mabarroh, SIA. 2022. Pendirian Unit Bisnis Teh Herbal Pucuk Merah di CV Putri Hijau Lebak Banten. (Undergraduted Thesis, IPB University). Dapat diakses pada
https://ereport.ipb.ac.id/id/eprint/12001/
Mahalizikri IF. 2019. Membangun Masyarakat Desa Melalui Pemberdayaan Ekonomi Dengan Budidaya Tanaman Pucuk Merah Pada Unit Usaha Bumdes Desa Sepotong. Iqtishaduna: Jurnal Ilmiah Ekonomi Kita 8(1): 89-100.
Malik A, Larasati W, Aini MQ, Anjani RW, Ramadhani N, Ismawati J, Hayyilana CR. 2022. Inventarisasi Tanaman Obat di Kebun Raya Purwodadi. Bio-Sains: Jurnal Ilmiah Biologi 1(2): 25-32.
Maulana H, Wydiamala E, Biworo A, 2021. Uji Aktivitas Larvasida Ekstrak Etanol Daun Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium Walp.) terhadap Nyamuk Aedes aegypti. Homeostasis 4(3): 567-574.
Mujayanti M, Larasati D, Idris MF, Sanyoto MT, Aditya TG. 2021. Outdoor Learning Melalui Reboisasi Bagi Siswa Sekolah Dasar Desa Purwahamba. JAMU: Jurnal Abdi Masyarakat UMUS 2(1): 78-83.
Ningsih W, Firmansyah, Anggraini S. 2016. Formulasi dan Uji Aktivitas Antibakteri Gel Pembersih Tangan Perasan Etanol Daun Kembang Bulan. Jurnal Ilmiah Farmasi 12(2): 79-85.
Ningsih WR. 2017. Laju Fotosintesis dan Kandungan Timbal (Pb) Daun Pucuk Merah. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Biologi dan Biologi, 97-102.
Novianti T, Saleh C, Erwin E. 2019. Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Ekstrak N-Heksana Daun Berwarna Merah dari Syzygium Myrtifolium Walp. Jurnal Kimia Mulawarman 17(1): 11-15.
Nurasyikin, Maimunah S, Soleha U, Heryani. 2019. Teknologi Tepat Guna Sirup Buah Pucuk Merah Mudah dan Aman. Aktualita Jurnal Penelitian Sosial Dan Keagamaan 9(1): 32-48.
Pay C, Watuguly Th, Wael S. 2022. Potensi Ekstrak Daun Bandotan (Ageratum conyzoides L) Sebagai Obat Diabetes Melitus. Bicpedix 9(1): 89-99.
POWO. 2023. Plants of the World Online. Facilitated by the Royal Botanic Gardens, Kew. Published on the Internet; http://www.plantsoftheworldonline.org/ Retrieved 30th August 2023.
Pratama DAO, Dahal PAST, Prasetyo D, Permata FS, 2022. Potensi Teh Herbal Pucuk Merah sebagai Hepatoprotektor dan Antioksidan pada Tikus Model Intoksikasi Organophosphate terhadap Kadar SGPT dan SGOT. Universitas Brawijaya.
Purba N, Putri N, 2022. Test of Antibacterial Activity From The Combination of Ethanol Extract Of Waru (Hibuscustiliaceus l.) Leaves And Leaf Red Pucuk (Syzygium oleana) Against Salmonella thypi on 2021. Jurnal Farmasimed (JFM) 4(2): 44-50.
Putri AP, Nasution MP. 2022. Skrining Fitokimia dan Uji Sitotoksisitas Ekstrak Etanol Daun Tapak Dara (Catharanthus Roseus L.) Dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (Bslt). Journal of Health and Medical Science 1(2): 203-219.
Putri H, Natalina N. 2022. Efisiensi Penurunan Tingkat Kebisingan oleh Tanaman Pucuk Merah (Syzygium paniculatum) dan Asoka (Sarasa asoka). Jurnal Lingkungan dan Sumberdaya Alam (JURNALIS) 5(2): 121-131.
Putri TD, Prasasti AG, Ati S, Idayanti T. 2020. Potensi Ekstrak Daun Pucuk Merah pada Tanaman Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium wlap) sebagai Handsanitizer Alami. Prosiding Seminar Nasional Kesehatan Poltekkes Kemenkes Surabaya 2(1).
Ramadhani SS, Hilman YA, 2022. Strategi BPBD Kabupaten Pacitan Dalam Upaya Penanggulangan Bencana Banjir Dan Tanah Longsor. Jurnal Riset Inossa 4(1): 24-37.
Salsabila FS, 2020. Efektivitas ekstrak daun pucuk merah (Syzygium myrtifolium Walp.) sebagai antimikroba terhadap Salmonella typhi. (Undergraduate Thesis, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).
Sandhiutami NMD, Dewi RS, Rahma F, Yang F. 2022. Potential Use of Some Indonesian Plants to Inhibits Angiotensin-converting Enzyme In Vitro. Open Access Macedonian Journal of Medical Sciences 10(A): 1571-1576.
Santoni A, Darwis D, Syahri S. 2013. Isolasi antosianin dari buah pucuk merah (Syzygium campanulatum Korth.) serta pengujian antioksidan dan aplikasi sebagai pewarna alami. Prosiding SEMIRATA 1(1).
Sembiring FR, Sulaeman R, Budiani ES. 2017. Karakteristik Minyak Atsiri dari Tanaman Pucuk Merah (Syzygium companulatum Korth.). Jurnal Ilmi-Ilmu kehutanan 1(1): 1-8.
Sofiyanti N, Iryani D, Lestari AR, 2022. Kajian Anatomi-Histokimia Tangkai Daun dan Karakteristik Epidermis Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium Walp. – Myrtaceae). Buletin Anatomi dan Fisiologi 7(2): 83-90.
Soleha NSMU. 2019. Teknologi Tepat Guna Sirup Buah Pucuk Merah Mudah dan Aman. Aktualita: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan 9(1): 32-48.
Srawati F, Muis A. 2017. Analisis Pemasaran Tanaman Hias Pucuk Merah (Oleina syzygium) Pada Usaha Kembang Asri Di Kota Palu. Jurnal Agroland 24(2): 155-162.
Sujarwo W, Lestari SG.2018. Studi etnobotani tumbuhan obat dan upacara adat Hindu di Bali. Buletin Kebun Raya 21(2): 117-139.
Sunarto S, Martinus A. 2019. Penelusuran Senyawa Aktif Antibakteri dari Beberapa Tanaman Obat yang Tumbuh di Daerah Banyumas. Prosiding Seminar Nasional 8(1).
Sundhani E, Zumrohani LR, Nurulita NA. 2017. Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Adam Hawa (Rhoeo discolor) dan Daun Pucuk Merah (Syzygium campanulatum Korth.) Dalam Menurunkan Kadar Gula Darah pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar dengan Pembebanan Glukosa. Pharmacy: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) 13(2): 137-149.
Surya A, Kusuma P, Aprillia T, Fitryana D, Aprillia P, Noviana M, Fatimatuz A, Naufal M. 2022. Pelestarian Tanaman Pucuk Merah (Syzygium Paniculatum) di Taman Gongseng Desa Ngunut Kabupaten Karanganyar. Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science, Enviromental, and Learning 19(1): 174-177.
Syari JP, Djohan H, Tumpuk S. 2022. Efek Ekstrak Metanol Daun Pucuk Merah Terhadap Kadar Glukosa Darah. Jurnal Laboratorium Khatulistiwa 6(1): 24-30.
Syilfia H, Emrizal, Susilawati F. 2017. Uji aktivitas antidiabetes ekstrak n-heksana daun Pucuk Merah (Syzygium Myrtifolium Walp.) terhadap Mencit Putih diabetes. Pharmacy: Jurnal Farmasi Indonesia (Pharmaceutical Journal of Indonesia) 13(2): 172-81.
Wati M, Erwin E, Tarigan D. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Metabolit Sekunder Dari Fraksi Etil Asetat Pada Daun Berwarna Merah Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium Walp.). Jurnal Kimia Mulawarman 14(2): 100-107.
Wenas DM, Meilani PA, Herdini. 2020. Uji Antioksidan Infusa Daun berwarna Merah dan Hijau dari Pucuk Merah (Syzygium myrtifolium Walp.) dengan Metode 13-23DPPH. Journal of Science and Technology 13(1): 13-23.
Zed M. 2008. Metode Penelitian Kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta (ID): 94 halaman
94
Discussion and feedback