Kajian Kerawanan Bencana Kekeringan di Kabupaten Gunungkidul di Yogyakarta, Indonesia
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 12, Nomor 1, bulan April, 2024
Kajian Kerawanan Bencana Kekeringan di Kabupaten Gunungkidul di Yogyakarta, Indonesia
(Drought Vulnerability Study in Gunungkidul Regency, DI Yogyakarta, Indonesia)
Luh Wiwin Pradnya Dewi1*, Ni Nyoman Sulastri1, Ngadisih2, I Nyoman Sucipta1
1)Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
2)Departemen Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada, Sleman,Yogyakarta, Indonesia
*Email: [email protected]
ABSTRAK
Gunungkidul merupakan salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang wilayahnya didominasi oleh perbukitan karst. Gunungkidul memiliki curah hujan rata-rata 1.881,94 mm/tahun yang menjadikan daerah ini berpotensi mengalami kekeringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuat peta kerawanan kekeringan di wilayah Gunungkidul. Metode yang akan digunakan dalam menganalisis data yakni dengan pemberian skor dan bobot pada masing-masing parameter curah hujan, jenis tanah, penggunaan lahan, kemiringan lereng dan suhu permukaan untuk menghasilkan peta kerawanan kekeringan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Gunungkidul memiliki curah hujan sedang dengan intensitas berkisar 2100-2385 mm/tahun dengan jenis tanah yang didominasi oleh jenis tanah mediteranian dengan luasan 79.254,8 ha atau sekitar 54% dari seluruh wilayah penelitian. Penggunaan lahan didominasi oleh tegalan dengan 56.229 ha atau sekitar 38% dari seluruh wilayah penelitian dengan kemiringan lereng datar yang luas wilayahnya 50.037 sekitar 33,69% dari seluruh wilayah penelitian dan suhu permukaan yang homogen yakni 26,74oC. Data tersebut kemudian di overlay dengan penentuan indeks bahaya kekeringan yang diklasifikasikan menjadi 4 kelas yakni aman, agak rawan, rawan, dan sangat rawan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Gunungkidul secara umum sangat rentan terhadap bencana kekeringan dengan kekeringan yang terjadi adalah kekeringan geometeorologis dimana tingkat kerawanan kekeringan paling besar dipengaruhi oleh curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan.
Kata kunci: potensi kekeringan, skoring, overlay, sistem informasi geografis.
ABSTRACT
Guningkidul is a district in the Special Region of Yogyakarta whose territory is dominated by karst hills. Gunungkidul has an average rainfall of 1.881,94 mm/year which makes this area potentially experience drought. This study aims to determine and create a drought vulnerability map in the Gunungkidul region. The method that will be used in analyzing the data is by giving scores and weights to each parameter of rainfall, soil type, land use, slope, and surface temperature to produce a drought vulnerability map. The results of this study indicate that Gunungkidul has moderate rainfall with intensities ranging from (21002385) mm/year with soil types dominated by Mediterranean soil types with an area of 79.254,8 ha or around 54% of the entire study area. Land use is dominated by moor areas with 56.229 ha or around 38% of the entire study area with flat slopes with an area of 50.037 or about 33,69% of the entire study area and a homogeneous surface temperature of 26.74 oC. The data is then overlaid by determining the drought hazard index which is classified into 4 classes namely safe, somewhat vulnerable, vulnerable, and very vulnerable. From the results of the analysis, it can be concluded that Gunungkidul in general is very vulnerable to drought with the drought that occurs is a geometeorological drought where the level of drought vulnerability is most influenced by rainfall, soil type and land use.
Keywords: drought potential, scoring, overlay, geographic information system.
PENDAHULUAN
Kabupaten Gunungkidul yang beribukota di Wonosari merupakan kabupaten yang terletak 39 km sebelah tenggara Kota Yogyakarta. Kabupaten Gunungkidul memiliki luas mencapai 1.485,36 km2 atau sekitar 46,63% dari luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah Kabupaten Gunungkidul didominasi oleh kawasan perbukitan karst. Kawasan yang gersang dan memiliki banyak singkapan batuan disebut sebagai kawasan karst (Darmanto & Cahyadi, 2013).
Lahan pertanian di Kabupaten Gunungkidul sekitar 90% merupakan lahan kering tadah hujan, oleh karena itu petani hanya mengandalkan pola cuaca khususnya curah hujan (PEMKAB, 2017). Rata-rata curah hujan tahunan di Kabupaten Gunungkidul adalah 1.881,94 mm, dengan rata-rata curah hujan harian 91,22 mm/hari. Potensi pertanian lahan kering di Gunungkidul selain dimanfaatkan sebagai sawah tadah hujan juga dimanfaatkan untuk tegalan seluas 3.258 hektar dengan komoditas antara lain jagung, kacang tanah, ubi kayu, sebagian kedelai, dan ubi jalar (Khalimi & Kusuma, 2018). Peningkatan perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta sangat ditunjang dari sektor pertanian. Pertanian Gunungkidul memberikan kontribusi sebesar Rp 14.982,0 milyar rupiah atau 25,28 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2016, diikuti oleh sektor bangunan sebesar 9,40 persen. Selain itu, PDRB Kabupaten Gunungkidul tahun 2016 mencapai 11.697,4 miliar rupiah dengan harga konstan dari tahun 2010 (Nurhidayati, 2018).
Kondisi dan karakteristik wilayah Gunungkidul yang didominasi karst menjadikannya memiliki kerentanan terhadap kekeringan yang cukup tinggi (Anam et al., 2021). Karakteristik karst yang memiliki permeabilitas tinggi, drainase yang cepat dan sangat porus mengakibatkan air sulit tersimpan di dalam tanah (Irawan, 2022). Secara meteorologis Kabupaten Gunungkidul memiliki curah hujan yang cukup tinggi yaitu 2.100-2385 mm/th. Bentang alam karst telah mengembangkan porositas sekunder sehingga curah hujan yang tinggi tidak dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya sebagai simpanan air tanah dangkal (Sudarmadji et al., 2015).
Kekeringan merupakan bencana alam yang terjadi slow on-set atau secara perlahan dengan durasi menyesuaikan terhadap tibanya musim penghujan serta memiliki dampak luas dan bersifat lintas sektor (ekonomi, pendidikan, kesehatan dan sosial).
Beberapa kecamatan di Gunungkidul melaporkan wilayahnya terdampak kekeringan kepada BPBD Gunungkidul. Kecamatan tersebut antara lain, Kecamatan Semin, Paliyan, Rongkop, Ponjong, Nglipar dan Semanu (Kurniawan, 2022). Kekeringan merupakan bencana kompleks yang ditandai dengan kondisi kekurangan air yang berkepanjangan (Ghulam et al., 2007). Suatu keadaan dimana terjadi kekurangan air, dalam hal ini adalah kurangnya air hujan juga diartikan sebagai kekeringan (Rahajo, 2010). Berdasarkan karakteristik serta dampak yang ditimbulkan kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi 4 (Sivakumar et al., 2010) dan (BNPB, 2016) yaitu: kekeringan meteorologi, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian dan kekeringan sosial ekonomi. Kekeringan yang terjadi di Gunungkidul dikategorikan sebagai kekeringan meteorologis. Berdasarkan penelitian tersebut menunjukan kekeringan meteorologi di Kabupaten Gunungkidul dengan durasi yang lama terjadi pada Maret 1996 hingga Mei 1998 dengan karakteristik kekeringan agak basah hingga ekstrim selama periode 1991 hingga 2012 (D. Puspitasari & Jayadi, 2014).
Kekeringan mampu menimbulkan dampak yang luas, dan kompleks hingga rentang waktu yang panjang setelah berakhirnya kekeringan. Pendekatan bentuk lahan dapat digunakan untuk mendeteksi kekeringan. Strategi ini digunakan mengingat banyak penelitian sebelumnya yang mengklaim bahwa ada hubungan antara bentuk lahan dan aksesibilitas air tanah. Berbagai indikator kekeringan digunakan saat ini dalam studi kekeringan (Sadri & Burn, 2012). Studi sebelumnya telah menggunakan berbagai indikator kekeringan, termasuk indeks kekeringan kelembaban tanah, curah hujan standar, dan kondisi vegetasi (Liu & Kogan, 1996).
Kekeringan yang terjadi di Gunungkidul dibuktikan dengan seringnya terjadi gagal panen
pada lahan pertanian. Pada tahun 2019 sebanyak 400 hektar lahan pertanian mengalami gagal panen akibat kemarau yang datang lebih awal hal ini tentunya memerlukan mitigasi yang lebih awal agar kerugian akibat kekeringan dapat ditekan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini bertujuan untuk menilai tingkat kerawanan kekeringan dengan metode skoring dan overlay terhadap parameter-parameter yang mempengaruhi kekeringan dan membuat peta kerawanan kekeringan di wilayah Gunungkidul.
METODE PENELITIAN
Studi kuantitatif regional tentang kerawanan bencana kekeringan ini menggunakan teknik analisis spasial sekunder yang diperoleh dari penyedia data maupun pewali data resmi. Metode yang digunakan adalah metode skoring dan overlay menggunakan raster calculate yang kemudian diubah menjadi data vektor.
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta dan Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2022 sampai dengan bulan Agustus 2022. Ruang lingkup penelitian ini menggunakan metode skoring dan overlay untuk meneliti potensi kekeringan yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul, mengetahui tingkat kerawanan kekeringan yang terjadi serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kekeringan yang terjadi di Kabupaten Gunungkidul.
Alat dan Bahan
Adapun beberapa bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer dengan perangkat lunak ArcGIS 10.3 dan Ms. Office 2010
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Peta RBI Kabupaten Gunungkidul, Peta penggunaan lahan, Peta jenis tanah daerah penelitian, Peta administrasi kecamatan wilayah penelitian, Data curah hujan 5 stasiun curah hujan dari tahun 2016-2020 dari Balai Besar Wilayah Sungai (BWWS) Serayu Opak, Data suhu permukaan , dan DEMNAS (Digital Elevation Model National)
Pelaksanaan penelitian
Tahapan dalam pelaksanaan penelitian secara ringkas dapat dilihat pada diagram alir yang disajikan pada (Gambar 1). Tahapan penelitian ini dimulai dengan studi literatur, pengumpulan data yang diperlukan, pembobotan dan skoring dari masing-masing parameter, overlay, identifikasi peta kerawanan kekeringan Gunungkidul dan penyajian peta kerawanan kekeringan.
Studi literatur dan pengumpulan data
Pada penelitian ini terdapat beberapa parameter yang digunakan yakni suhu permukaan, curah hujan, penggunaan lahan, kemiringan lereng dan jenis tanah. Data yang dibutuhkan yaitu Peta RBI Kabupaten Gunungkidul, Data curah hujan 5 stasiun curah hujan dari tahun 2016-2020 dari Balai Besar Wilayah Sungai (BWWS) Serayu Opak, Data suhu permukaan, DEMNAS (Digital Elevation Model National) dan database Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada 2018.
Penentuan Skoring dan Pembobotan Parameter
Skoring merupakan pemberian skor terhadap setiap kelas dari masing-masing parameter. Pemberian skor didasarkan pada pengaruh kelas tersebut terhadap kejadian kekeringan dengan mempertimbangkan kondisi lapangan (Rahmi et al., 2019).
Gambar 1. Diagram Alir
Setiap parameter diberi nilai yang sama, berkisar antara 1 sampai dengan 5, namun pembobotannya ditentukan oleh parameter mana yang paling berpengaruh terhadap derajat kerentanan (Matondang et al., 2013). Metode overlay atau tumpang tindih menggabungkan satu peta dengan peta lainya beserta data atributnya (Febriyanti & Kurniawati, 2021).
Parameter penilaian kerawanan Kekeringan Curah hujan
Skoring curah hujan dilakukan berdasarkan kecil besarnya pengaruh masing-masing kelas curah hujan terhadap potensi terjadinya kerawanan kekeringan dalam tahap skoring telah ditetapkan panduan yang disajikan pada Error! Reference source not found.. Penentuan skoring untuk curah hujan didasarkan pada studi literatur dari jurnal terkait upaya penanganan Kawasan kering menggunakan teknologi penginderaan jauh di Kabupaten Gresik (Raharjo et al., 2021).
Jenis tanah
Skor parameter jenis tanah disajikan pada Tabel 2. Penentuan skoring untuk jenis didasarkan pada studi literatur dari beberapa jurnal terkait Pemetaan Rawan Banjir dan Kekeringan Menurut Perka BNPB Nomor 2 Tahun 2012 (Studi Kasus: Kabupaten Jombang) (Ayyubi et al., 2012). Dengan memperhatikan karakteristik dari jenis tanah tersebut kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas dengan 5 skor
sesuai karakteristiknya dalam menyerap dan menahan air.
Tabel 1. Skoring parameter curah hujan
No. |
Curah hujan rata-rata (mm/tahun) |
Skor |
1. |
>2300 |
1 |
2. |
2250-2300 |
2 |
3. |
2200-2250 |
3 |
4. |
2150-2200 |
4 |
5. |
2100-2150 |
5 |
Tabel 2. Skoring parameter jenis tanah
No. |
Jenis tanah |
Skor |
1. |
Gleisol |
1 |
2. |
Latosol |
2 |
3. |
Regosol |
3 |
4. |
Mediterania |
4 |
5. |
Grumusol, Rendsina |
5 |
Penggunaan lahan
Skoring penggunaan lahan didasarkan pada besar kecilnya pengaruh dari masing-masing penggunaan lahan.Skoring variabel penggunaan lahan disajikan pada
Pemberian skor untuk parameter penggunaan lahan didasarkan pada penggunaan lahan yang kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas.
Pemberian skor untuk parameter penggunaan lahan didasarkan pada penggunaan lahan yang kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas.
Tabel 3. Skor parameter penggunaan lahan
No. |
Kategori penggunaan lahan |
Skor |
1. |
Wilayah perairan darat/ tubuh air |
1 |
2. |
Sawah irigasi |
2 |
3. |
Hutan |
3 |
4. |
Pertanian tadah hujan, semak/belukar, tegalan, kebun, rumput |
4 |
5. |
Pemukiman, pasir darat, bandara, tanah berbatu |
5 |
Kemiringan lereng
Skoring kemiringan lereng dilakukan berdasarkan kecil besarnya pengaruh kelas lereng yang disajikan Tabel 4. Pemberian skor untuk parameter kemiringan lereng didasarkan pada hasil analisis citra DEMNAS yang kemudian diklasifikasikan menjadi 5 kelas dengan kategori yaitu datar, landai, agak curam, curam dan sangat curam.
Tabel 4. Skor parameter kemiringan lereng
No. |
Tingkat kemiringan lereng (%) |
Kategori |
Skor |
1. |
0-8 |
Datar |
1 |
2. |
8-15 |
Landai |
2 |
3. |
15-25 |
Agak Curam |
3 |
4. |
25-40 |
Curam |
4 |
5. |
>40 |
Sangat Curam |
5 |
Suhu permukaan
Skoring suhu permukaan dapat dilihat padaTabel 5 :
Tabel 5. Skor parameter suhu permukaan
No. Kelas suhu Kategori Skor
(oC)
1. |
20-25 |
Dingin |
1 |
2. |
26-31 |
Agak Panas |
2 |
3. |
32-36 |
Panas |
3 |
4. |
37-41 |
Sangat Panas |
4 |
5. |
>41 |
Panas extrim |
5 |
Pemberian skor terhadap parameter suhu permukaan didasarkan pada studi literatur dari jurnal terkait upaya penanganan Kawasan kering
menggunakan teknologi penginderaan jauh di Kabupaten Gresik (Raharjo et al., 2021). Hasil analisis suhu rata-rata di Kabupaten Gunungkidul menunjukan hasil homogen yakni 26,376 oC.
Pendekatan pemeringkatan kemudian digunakan untuk memberikan pembobotan berdasarkan dampak setiap parameter untuk setiap parameter yang telah dibakukan dengan skor antara 1 dan 5. Semua parameter diberi bobot menurut signifikansinya saat memperhitungkan bahaya kekeringan Tabel 6).
Parameter |
Urutan |
Urutan |
Bobot |
Kepentingan |
Bobot |
Normalisasi | |
Curah Hujan (CH) Jenis Tanah (JT) Penggunaan Lahan (PL) Kemiringan lereng (KL) Suhu Permukaan (SP) |
1 2 3 |
5 4 3 |
0,33 0,27 0,20 |
4 |
2 |
0,13 | |
5 |
1 |
0,07 |
Menurut konsep teori indeks (Spigel & Stephens, 1999), perumusan indeks diawali dengan langkah yang paling mendasar, yaitu penambahan variabel yang disesuaikan dengan tujuan dari ciri-ciri indeks yang ingin dicapai. Sejumlah parameter indeks dan dampaknya digabungkan untuk menghasilkan indeks kekeringan, dan hasilnya kemudian dikelaskan. Berikut rumus Indeks Kekeringan yang dikembangkan:
Ibk = (c1CH) + (c2JT) + (c3PL) + (c4KL) + (c5SP [1]
Dimana:
Ibk = Indeks Bahaya Kekeringan
CH = Skor curah hujan
JT = Skor jenis tanah
PL = Skor Penggunaan lahan
KL = Skor Kemiringan Lereng
SP = Skor Suhu Permukaan
c1-c5 = Nilai bobot masing-masing faktor
HASIL DAN PEMBAHASAN
Parameter Penyusun Peta Kerawanan Kekeringan
Parameter Curah Hujan
Peta curah hujan seperti terlihat pada Gambar 2. hasil rata-rata curah hujan tahunan dari 7 stasiun selama periode 5 tahun terakhir curah hujan rata-rata tahunan di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 2.100-2385 mm/tahun. Curah hujan tertinggi (>2300 mm/tahun) terkonsentrasi di Kabupaten Gunungkidul bagian utara. Intensitas curah hujan yang rendah pada musim kemarau sangat berpengaruh terhadap kejadian kekeringan, tingkat kedalaman air tanah dipengaruhi secara langsung oleh penyimpangan curah hujan (Panda et al., 2007).
Parameter jenis tanah
Peta jenis tanah seperti terlihat pada Gambar 3. Proses penyerapan air atau infiltrasi dan kemampuan tanah dalam menyimpan air sangat dipengaruhi oleh jenis tanah. Semakin besar daya serap atau infiltrasinya terhadap air maka potensi kekeringan terjadi semakin besar begitu pula sebaliknya (Soewandita, 2019).
Parameter penggunaan lahan
Peta penggunaan lahan seperti terlihat pada Gambar 4. Kabupaten Gunungkidul merupakan Kabupaten yang memiliki luas area paling luas di Daerah Istimewa Yogyakarta yang mencapai luas 1.485,36 km atau sekitar 46,63% wilayah Yogyakarta. Penggunaan lahan di gunung kidul terdiri dari bandara, semak/belukar, hutan, kebun, pasir darat, pemukiman, rumput, sawah irigasi, sawah tadah hujan, tegalan, tanah berbatu dan tubuh air.
Parameter kemiringan lereng
Peta kemiringan lereng seperti terlihat pada Gambar 5. Untuk memperkirakan kecepatan limpasan permukaan asumsi kemiringan lereng digunakan. Jumlah air di dalam tanah tergantung pada kemiringan lereng. Kemiringan landai memperlambat aliran limpasan permukaan yang memungkinkan lebih banyak air yang dapat diserap ke dalam tanah sehingga mengurangi kemungkinan kekeringan. Risiko kekeringan meningkat dengan kemiringan lereng yang lebih curam, yang memungkinkan limpasan permukaan mengalir lebih cepat dan sedikit air hujan yang terserap (L. Puspitasari, 2017).
Parameter suhu permukaan
Peta suhu permukaan seperti terlihat pada Gambar 6. Kondisi suhu permukaan tanah di Kabupaten Gunungkidul berdasarkan hasil pengolahan data suhu rata-rata tahunan dari 7 lokasi yang bersumber dari data Nasa maka
didapatkan hasil suhu permukaan tanah bersifat homogen yakni pada suhu 26,736 oC. Suhu permukaan tanah yang tinggi akan meningkatkan potensi kerawanan kekeringan sedangkan suhu permukaan yang rendah akan menurunkan potensi kerawanan kekeringan.
1:350,000
FF T % CTR ¾H HTJVN KABGlNUNGiaDITL
LEGENDA
TrtI SUtuJt c CURAH HUJAN GK
2 200 2JfiO
2 260-2.300
2 300-2 345 257324
<VALUE»
[ | 2100 2 ISO
■ 2 150-2200
WtfOO∙∙U∙< Sven JJ TM ;«♦ *05
i aιaa> CT-L
L<A vK∣.inγ∣∙ar∙d*^ IfIrtMSU FrvfTK SrmI 7⅛ka⅛ Faranaadai B∙∣a*ιn T Mtltaa Tafcaaiaa Ftranan
SetTVdni '*rAl
Gambar 2. Peta sebaran curah hujan
Kab. Gunungkidul
Gambar 3. Peta sebaran jenis tanah Kab. Gunungkidul
SanKidiira Hιπd∣a
⅛r**
peta Pengctnaan lahan
KAB GUNUNGiaDVL
1:350,000
12.S 25 km
LEGENDA
I I **O∙≈-M
Qtmungkidul penggunaan lahan
Pl _T2
H HArOAHA
H BeljkahiSemak
H HJTAN
KEBUN
PAS ≡ CARAT
(B PEhlUKMAN ■ RUMPUT H SAtVAM IRIGASI
I SAtVAH 'AOA- MJJAN TAtAt BERBATu ^ TEGALAH
H Iubvhaiw
SumbeiDeU
Peta Riil Kabifatot 1U Uojd Bu IjL 2 L h
Sntcm Pccyeka WMldGeedeweSvMHn SJ ITTM rone 49S
Ditusun Otwh
LijhWivnnPtadiKaDeT*! 1910531003
Piosiam Stud Ieknk PeitaaaD io; Bi o s item Fakiltu Tekiwlcei Pertanitn L'cuτeιstas Udayana
Gambar 4. Peta sebaran penggunaan lahan Kab. Gunungkidul
Gambar 5. Peta kemiringan lereng Kab. Gunungkidul
n«ram Ttrwrc nr4tπrε nrsσπ
newt Itrwre nr40vt «rwve
Gambar 6. Peta suhu permukaan Kab. Gunungkidul
Indeks bahaya kekeringan
Berdasarkan hasil perhitungan dengan nilai pembobotan yang dinormalisasi. Didapatkan hasil overlay yang kemudian dihitung menggunakan raster calculate berdasarkan tingkat pengaruh dari masing-masing parameter.
Dari hasil perhitungan didapatkan nilai interval area adalah 1,4 – 4,72 kemudian nilai tersebut di classify menjadi 4 kelas dengan equal interval dan diklasifikasikan menjadi aman, agak rawan, rawan dan dan sangat rawan, seperti terlihat pada Tabel 7.
Hasil Peta Kerawanan Kekeringan Kabupaten Gunungkidul seperti yang terlihat pada Gambar 7 menunjukan wilayah Gunungkidul memiliki kerawanan kekeringan yang tinggi. Hasil peta kerawanan kekeringan menunjukkan hubungan antar parameter dimana tingkat kerawanan kekeringan paling besar dipengaruhi oleh faktor curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Memperhatikan data curah hujan yang tersebar di wilayah gunungkidul menunjukkan nilai normal yakni berkisar antara 2100-2300 mm/ tahun. Resiko kekeringan sangat rawan terdapat pada Kecamatan Panggang, Purwosari, Playen, Paliyan, Septosari bagian barat, dan Patuk
bagian selatan dimana hal ini disebabkan di daerah tersebut rata-rata memiliki curah hujan 2100-2150 mm/tahun dengan jenis tanah mediterania dan rendsina yang memiliki ciri khas tidak subur dan merupakan hasil pelapukan batu kapur yang sulit untuk menyimpan air. Daerah tersebut kawasan pemukiman, sawah tadah hujan, tegalan, kebun, semak/belukar yang tentunya mempengaruhi infiltrasi dan porositasnya kurang baik.
Potensi kekeringan kelas aman tersebar dibeberapa kecamatan di bagian utara kabupaten yakni Kecamatan Gedang Sari, Ngawen, Nglipar bagian utara serta Patuk bagian utara. Hal ini dikarenakan daerah tersebut memiliki curah hujan yang lebih tinggi mencapai 2300-2385 mm/tahun dengan jenis tanah latosol yang memiliki kemampuan cukup baik dalam menyimpan air serta penggunaan lahannya yang di dominasi oleh kebun, sawah irigasi dan pemukiman. Wilayah dengan kerawanan kekeringan agak rawan tersebar di bagian utara yang terdiri dari beberapa kecamatan yakni Kecamatan Gedang Sari, Ngawen, Nglipar, Patuk Bagian Utara, Semin, Karangmojo dan Ponjong. Hal ini dikarenakan wilayah tersebut
memiliki curah hujan yang masih relatif tinggi dengan jenis tanah latosol. Sedangkan kelas potensi kekeringan rawan tersebar hampir menyeluruh di Kabupaten Kabupaten
Gunungkidul dimana hal ini diakibatkan oleh jenis tanah mendominasi adalah jenis tanah mediterania serta grumusol yang memiliki karakteristik kurang mampu menyimpan air.
Tabel 7. Indeks Bahaya Kekeringan Kab.Gunungkidul
Nilai Interval |
Tingkat Kerawanan |
Luas (Ha) |
persentase Kekeringan (%) |
1,4-2,23 |
Aman |
3.259,05 |
2,23 |
2,23-3,06 |
Agak Rawan |
29.254,5 |
20,03 |
3,06-3,89 |
Rawan |
94.348,4 |
64,60 |
3,89-4,72 |
Sangat Rawan |
19.178,8 |
13,13 |
tιvM<rε ∙nwc IiVtfwc
V VKTl
PETA KERAWANAN KEKERINGAN KAB Gunungkidul
LEGENDA
I oatas κao KlasiflkasIKerawanan
I peta_kec_gk Value
I An∣an
H Agak Rawan
_ Rawan
I Sangat Rawan
26 Itfri
Sumbei Dnta PeCa ElBl JUbifMtan G Uixniakidul 25 K Badan G Wspaiiul Ltdcrieua
Sistem Proyrka
Wcild Uecdetc Syrian S4. UTMxone 495
Dcsusuxi Oieh
LijiwiwuiPradnyiDewi 1910531005 Prcaram Studi Teknik Pettsnian JinEtosisaefn Fairdtas Teknologi Pertanran
Uni ver sita, s L* davzsu
Gambar 7. Peta tingkat kerawanan kekeringan Kab. Gunungkidul.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan Peta Kerawanan Kekeringan Kabupaten Gunungkidul dapat disimpulkan bahwa kekeringan yang terjadi merupakan kekeringan geometeorologis, hal ini dikarenakan berdasarkan penilaian parameter dan observasi lapangan didapatkan hasil bahwa selain curah hujan yang rendah pada musim kemarau, kekeringan yang terjadi di Gunungkidul juga disebabkan oleh karakteristik wilayahnya yang berupa batuan karst. Dari peta yang diperoleh
dapat disimpulkan bahwa hasil peta kerawanan kekeringan menunjukan hubungan antar parameter dimana tingkat kerawanan kekeringan paling besar dipengaruhi oleh faktor curah hujan, jenis tanah dan penggunaan lahan. Berdasarkan Peta Kerawanan Kekeringan Kabupaten Gunungkidul dapat disimpulkan bahwa wilayah Kabupaten Gunungkidul memiliki resiko kerawanan kekeringan rawan hingga sangat rawan. Klasifikasi rawan memiliki luasan 64,60%, kemudian wilayah dengan klasifikasi agak rawan seluas 20,03%, 13,13% wilayahnya
dalam kategori sangat rawan dan hanya 2,23% yang memiliki kategori aman dari kekeringan.
Saran
Diharapkan untuk studi selanjutnya agar dapat melakukan ground check atau pengecekan lapangan di Kabupaten Gunungkidul D.I Yogyakart untuk menunjang dan menvalidasi peta yang diperoleh dengan keadaan langsung yang terjadi di lapangan. Perlu menggunakan metode analisa kekeringan yang lain untuk membandingkan sejauh mana keakuratan hasil prediksi kekeringan.
Daftar Pustaka
Anam, M. B., Kusumayudha, S. B., & Renata
Ade Yudono, A. (2021). Pengelolaan Mata Air Karst Sebagai Sumber Air Domestik Di Dusun Duwet, Desa Purwodadi, Kecamatan Tepus, Gunung Kidul, D.I.
Yogyakarta. Jurnal Mineral, Energi, Dan
Lingkungan, 4(2), 57.
https://doi.org/10.31315/jmel.v4i2.3670
Ayyubi, S. Al, Sunaryo, D. K., & Arafah, F.
(2012). Kata Kunci: banjir, kekeringan, Perka BNPB, Sistem Informasi Geografis. 2012(2).
BNPB. (2016). Risiko bencana indonesia.
Darmanto, D., & Cahyadi, A. (2013). Pengaruh
Kondisi Meteorologis terhadap Ketersediaan Air Telaga di Sebagian Kawasan Karst Kabupaten Gunungkidul (Studi Analisis Neraca Air Meteorologis untuk Mitigasi Kekeringan). Forum Geografi, 1(2013), 93–98.
Febriyanti, F., & Kurniawati, A. (2021).
Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Pemetaan Potensi Daerah Rawan Kekeringan Sosial Ekonomi di Kabupaten Ngawi. Jurnal Swara Bhumi, 1(1), 1–8.
Ghulam, A., Qin, Q., & Zhan, Z. (2007).
Designing of the perpendicular drought index. Environmental Geology, 52(6), 1045–1052.
https://doi.org/10.1007/s00254-006-0544-2
Irawan, S. (2022). Forecasting Curah Hujan sebagai Upaya Mitigasi Bencana Kekeringan di Kabupaten Gunung Kidul Tahun 2022. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Pertanian UNS, 6(1), 370–376. http://jurnal.fp.uns.ac.id/index.php/semnas/ article/view/2030%0Ahttps://jurnal.fp.uns.
ac.id/index.php/semnas/article/viewFile/20 30/1353
Khalimi, F., & Kusuma, Z. (2018). Analisis Ketersediaan Air Pada Pertanian Lahan Kering di Gunungkidul Yogyakarta Analysis of Water Availability on Dryland Farming in Gunungkidul Yogyakarta. Jurnal Tanah Dan Sumberdaya Lahan, 5(1), 721–725.
Kurniawan, D. (2022). Duh, Enam Kecamatan di Gunungkidul Kekeringan. Harian Jogja.
Liu, W. T., & Kogan, F. N. (1996). Monitoring regional drought using the vegetation condition index. International Journal of Remote Sensing, 17(14), 2761–2782.
https://doi.org/10.1080/014311696089491 06
Matondang, J., Kahar, S., & Sasmito, B. (2013). Analisis Zonasi Daerah Rentan Banjir Dengan Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis (Studi Kasus : Kota Kendal Dan Sekitarnya). Jurnal Geodesi Undip, 2(2), 84658.
Nurhidayati, D. (2018). Analisis Potensi Ekspor Komoditas Pertanian.
Panda, D. K., Mishra, A., Jena, S. K., James, B. K., & Kumar, A. (2007). The influence of drought and anthropogenic effects on groundwater levels in Orissa, India.
Journal of Hydrology, 343(3–4), 140–153. https://doi.org/10.1016/j.jhydrol.2007.06.0 07
PEMKAB. (2017). Gambaran Umum Gunungkidul. Gunungkidulkab.Go.Id. https://gunungkidulkab.go.id/D-74db63a914e6fb0f4445120c6fa44e6a-NR-100-0.html
Puspitasari, D., & Jayadi, D. I. R. (2014). Analisis Kkeringan Meteorologis di Kabupaten Gunungkidul.
Puspitasari, L. (2017). Analisis Tingkat rawan kekeringan lahan pertanian menggunakan sistem informasi geografi di Kabupaten Bantul tahun 2016. Fakultas Geografi Universitas Muhammadiyah Surakarta, 1, 32.
Rahajo, D. (2010). Teknik Penginderaan Jauh Dan Sistem Informasi Geografis Untuk Identifikasi Potensi Kekeringan. MAKARA of Technology Series, 14(2).
https://doi.org/10.7454/mst.v14i2.700
Raharjo, H. S., Hasyim, A. W., & Usman, F.
(2021). Upaya Penanganan Kawasan Kering Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh di Kabupaten Gresik. Planning for Urban Region and Environment, 10(1), 125–136.
Rahmi, M., Setiawan, M. A., & Mardiatno, D.
(2019). Analisis Kekeringan Berdasarkan Bentuklahan Di Das Bompon. Media Komunikasi Geografi, 20(2), 90.
https://doi.org/10.23887/mkg.v20i2.18399
Sadri, S., & Burn, D. H. (2012). Nonparametric methods for drought severity estimation at ungauged sites. Water Resources Research, 48(12), 1–10.
https://doi.org/10.1029/2011WR011323
Sivakumar, V.K., M., Motha, R. P., Wilhite, D. A., & Wood, D. A. (2010). Segura River Basin: Spanish Pilot River Basin Regarding Water Scarcity and Droughts. Agricultural Drought InDices Proceedings of an Expert Meeting, June, 2–12.
Soewandita, H. (2019). Analisis Bencana Kekeringan Di Wilayah Kabupaten Serang. Jurnal Sains Dan Teknologi Mitigasi Bencana, 13(1), 34.
https://doi.org/10.29122/jstmb.v13i1.3037
Spigel, M. ., & Stephens, L. . (1999). Schaum’s outline of theory and problems of statistic. Erlangga.
Sudarmadji, P. D., Haryono, D. E., Adji, D. T. N., & Widyastuti, D. M. (2015). Ekologi Lingkungan Kawasan Karst Indonesia: Menjaga Asa Kelestarian Kawasan Karst Indonesia.
12
Discussion and feedback