JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(2): 285-293

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Komunikasi Singkat:

Jenis temu-temuan yang dijual di Pasar Badung, manfaat, serta anatominya

Short Communication:

The species of Temu-temuan that sold in Badung Market with its utilization and anatomical study

Ni Nyoman Darsini*

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana

*Email: [email protected]

Diterima 1 November 2022      Disetujui 26 Desember 2022

INTISARI

Telah dilakukan penelitian tentang temu-temuan atau bebungkilan yang dilakukan di Pasar Badung, dengan metode penelitian elalui metode wawancara. Berdasarkanr teknik penelitian wawancara dengan 5 pedagang temu-temuan, telah ditemukan 10 temu-temuan. Adapunn jenis temu-temuan yang telah ditemukan tersebut yakni: temu kunci, temu lawak, temu ireng, lengkuas, kencur, jangu, kunyit, bangle, jahe merah, temu tis. Secara morfologi, sertiap temu memiliki ciri khas masing-masing, sedangkan pada anatominya tampak sek sekretori yang tersebar acak. Adapun manfaat dari temu-temuan tersebut adalah sebagian sebagai obat dan sebagian bumbu dapur. Bebungkilan khusunya di Bali yang sering digunakan sebagai bumbu genep adalah kunyit, kencur, jahe dan lengkuas. Adapun temu-temuan yang lain seperti, temu ireng, temu kunci, temulawak, bangle selain kunyit, kencur, jahe, lengkuas berkhasiat obat. Manfaat dari temu-temuan tersebut bagi kesehatan, mulai dari mengatasi infeksi saluran pencernaan, penyakit kulit, menyembuhkan luka, antioksidan, antikanker, menyembuhkan penyakit maag, menunda penuaan dini, menurunkan kadar kolestrol jahat, batuk dan asma, gangguan menstruasi, dispepsia, penghangat tubuh, bengkak bisul, mencegah penyakit kanker, meredakan kejang, dan masih banyak lagi.

Kata kunci: temu-temuan, manfaat, Pasar Badung

ABSTRACT

Research has been carried out on the temu-temuan or bebungkilan conducted in Pasar Badung, with a research method through the interview method. Based on research techniques interviews with 5 merchants, 10 temu-temuan have been found. The types of temu-temuan that have been found are: temu kunci, curcuma, temu ireng, galangal, aromatic ginger, jangu, turmeric, bangle, red ginger, temu tis. Morphologically, each temu-temuan has its own characteristics, while in its anatomy it appears that the secretory cell is scattered randomly. The benefits of these temu-temuan are partly as a medicine and partly as a kitchen spice. Especially in Bali, which is often used as a basic spice, is turmeric, aromatic ginger, ginger and galangal. As for other temu-temuan such as, temu ireng, temu kunci, curcuma, bangle besides turmeric, aromatic ginger, ginger, galangal with medicinal properties. The benefits of these findings for health, ranging from overcoming gastrointestinal infections, skin diseases, healing wounds, antioxidants, anticancer, curing stomach ulcers, delaying premature aging, lowering levels of bad cholesterol, cough and

asthma, menstrual disorders, dyspepsia, body warmers, swollen ulcers, preventing cancer, relieving seizures, and much more.

Keywords: temu-temuan, benefits, Badung Market

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara besar yang terkenal karena keanekaragaman hayatinya. Secara etnis Indonesia juga memiliki keanekaragaman yang memiliki berbagai macam pengetahuan tentang obat tradisional di mana bahan bakunya dari tumbuhan. Sudah banyak jenis tumbuhan digunakan oleh nenek moyang kita untuk dijadikan obat tradisional. Obat tersesebut digunakan untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit dan memberikan hasil yang baik bagi pemeliharaan kesehatan. Di seluruh dunia diperkirakan terdapat 40.000 spesies tumbuhan, 30.000 spesies hidup di kepulauan Indonesia 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, tetapi baru 300 spesies yang telah dimanfaatkan sebagai bahan baku obat tradisional dan industri obat tradisional (Isnandar, 2010).

Penggunaan obat-obatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dapat berasal dari bahan tanaman sudah dikenal sejak lama sebagai obat-obatan herbal. Obat herbal merupakan obat yang dibuat dengan menggunakan bahan-bahan alami seperti tumbuhan sebagai bahan dasar obat. Bahan-bahan tersebut diolah dengan cara alami tanpa unsur kimia. Sedangkan obat kimia adalah obat yang pembuatannya melalui proses kimiawi. Salah satu bahan yang dapat digunakan sebagai bahan pembuat obat herbal atau jamu adalah tanaman temu-temuan.

Temu-temuan berasal dari Bahasa Jawa yang asal katanya adalah empu, dimana memiliki arti rimpang induk atau akar tunggal. Tanaman yang termasuk kelompok ini umumnya merupakan tanaman yang biasa dimanfaatkan dalam pengobatan tradisional dan bumbu-bumbu masakan (Amanda et al., 2019). Temu-temuan memiliki kandungan senyawa berkhasiat diantaranya yaitu kurkumin yang terdapat pada temulawak yang merupakan antioksidan alam dengan aktivitas lebih besar dari α tokoferol yang

diuji dalam minyak (Widjaya, 1997). Selain kurkumin, temulawak juga memiliki kandungan senyawa fenol yang berfungsi sebagai antioksidan karena kemampuannya meniadakan radikal bebas dan radikal peroksida sehingga efektif dalam menghambat oksidasi lipida. Gingerol, shogaol, zingeron, dan diarilheptanol merupakan senyawa antioksidan yang terdapat dalam jahe (Zingiber officinale). Kunyit (Curcuma longa) memiliki kandungan kimia flavonoid dan minyak atsiri yang berpotensi sebagai antioksidan (Rachman, 2008). Kunyit mempunyai aktivitas antioksidan setara BHT (Sumardi, 1992). Kunyit putih diketahui memiliki senyawa kurkuminoid yang memiliki sifat antioksidan yang baik untuk menghambat proses oksidasi yang terjadi dalam tubuh.

Mengingat beranekaragamnya jenis temu-temuan yang dijual di pasar Badung, serta manfatnya bagi masyarakat, namun belum tersedia data yang memadai terkait karakteristik morfologi dan anatominya, maka penelitian ini penting untuk dilakukan. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis temu-temuan yang dapat dijadikan obat herbal serta mempelajari kajian anatomisnya.

Penelitian dilakukan di Pasar Badung, Denpasar Bali, pada bulan Nopember 2022. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik wawancara langsung terhadap 5 orang pedagang temu-temuan senior di Pasar Badung. Tiap jenis temu-temuan yang ada di pasar Badung diambil satu rimpang sebagai sampel untuk pengamatan morfologi, anatomi dan identifikasi jenis. Pengamatan anatomi dan identifikasi jenis dilakukan di Laboratorium Struktur dan Perkembangan Tumbuhan Program Studi Biologi FMIPA Unud. Pembuatan preparat anatomi menggunakan alat manual yaitu silet untuk mendapatkan gambar-gambar anatomi semua

rimpang. Pengamatan mikroskopis struktur anatomi dilakukan menggunakan mikroskop, dengan alat bantu optilab. Data morfologi dan anatomi dianalisis secara deskriptif dan kajian manfaat berdasarkan literatur terkait manfaat tanaman obat herbal terutama dari bahan dasar temu-temuan.

JENIS TEMU-TEMUAN, MANFAAT, DAN STRUKTUR ANATOMINYA

Berdasarkan hasil penelitian, telah ditemukan 10 jenis temu-temuan. Temu-temuan yang sering disebut temu-temuan selain untuk bumbu dapur juga sebagai tanaman obat. Adapun temu-temuan tesebut antara lain:

  • 1.    Temu kunci (Boesenbergia rotunda (L.) Mansf.)

Temu kunci merupakan jenis temu yang banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Bentuk temu ini cenderung memanjang, sehingga

memberikan kesan bentuk seperti kunci. Temu kunci merupakan tanaman asli dari Indonesia khususnya di pulau Sumatera, Jawa dan masih ditemukan hidup liar di hutan-hutan daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur (de Guzman & Siemeonsma, 1999). Gambar 1 menunjukkan gambaran dari temu kunci serta sayatan anatominya. Pada sayatan tersebut, tampak lapisan periderem yang cukup tebal. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi.

Pemanfaatan temu kunci dalam pengobatan tradisiona berhubungan dengan kandungan senyawa bioaktifnya, dimana diketahui bahwa temu kunci mengandung senyawa bioaktif dari kelompok flavonoid maupun essensial oil (Cahyadi et al., 2014). Temu kunci juga diketahu dapat dimanfaatkan dalam pengobatan yang disebabkan oleh mikroba yang disebut dengan anti mikroba. Berbagai yang diakibatkan oleh infeksi mikroba seperti infeksi mulut, infeksi saluran pencernaan dan penyakit kulit.

(a)                                                               (b)

Gambar 1. Temu kunci (a) morfologi dari rimpang temu kunci; dan (b) gambaran anatomi rimpang temu kunci


  • 2.    Temulawak (Curcuma zanthorrhiza Roxb.)

Temulawak atau Curcuma zanthorrhiza adalah jenis temu-temuan yang sering digunakan sebagai obat-obatan, tergolong dalam suku temu-temuan (Zingiberacea) yang banyak ditemui di hutan-hutan pada daerah tropis. Temulawak secara tradisional banyak digunakan untuk tujuan pengobatan atau sebagai minuman untuk menjaga kesehatan. Temulawak juga diketahui memiliki

berbagai aktivitas hayati seperti antiinflamasi, antikanker, penyembuh luka, serta dapat menurunkan kadar kolesterol (Huang et al., 1991). Selain itu, temulawak juga dapat digunakan untuk meningkatkan daya tahan dan stamina bagi tubuh. Paga Gambar 2 terdapat gambaran morfologi dan anatomi dari rimpang temulawak. Periderem cukup tebal, dengan sel sekretori yang berwarna gelap karena tingginya akumulasi metabolit sekunder.

(a)


(b)


Gambar 2. Temulawak (a) morfologi dari rimpang temulawak; dan (b) gambaran anatomi rimpang temulawak

  • 3.    Temu ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)

Curcuma aeruginosa atau temu hitam tersebar luas di Asia Tenggara. Temu hitam di kalangan masyarakat lebih dikenal dengan sebutan temu ireng. Morfologi dan anatomi dari rimpang temu ireng ditunjukkan oleh Gambar 3. Sel sekretori terlihat dengan jelas karena memiliki warna hitam yang pekat, namun terdistribusi relatif jarang.

Temu ireng banyak digunakan di masyarakat sebagai obat tradisional karena kandungan senyawa bioaktifnya seperti saponin, flavonoid, polifenol, triterpenoid, dan glucan (Sweetymol & Thomas, 2014). Temu ireng atau temu hitam juga banyak digunakan sebagai ramuan galian atau obat anti rematik atau inflamasi, penyakit kulit, batuk dan asma, anti mikroba, dan antioksidan.

(a)                                                               (b)

Gambar 3. Temu ireng (a) morfologi dari rimpang temu ireng; dan (b) gambaran anatomi rimpang temu ireng


  • 4.    Lengkuas (Alpinia galanga (L.) Willd.)

Lengkuas (Alpinia galanga) merupakan anggota suku Zingiberaceae yang identik sebagai bumbu masakan. Tumbuhan ini juga diketahui banyak digunakan sebagai obat gosok untuk penyakit jamur kulit (panu) sebelum obat-obatan modern berkembang seperti sekarang. Lengkuas juga diketahui dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada beberapa jenis bakteri dan jamur akibat adanya kandungan minyak atsiri dan fraksi

methanol di dalamnya. Selain itu, lengkuas juga memiliki kandungan anti-inflamasi, meringankan peradangan pada perut atau bisul, mencegah mabuk laut dan mual, sebagai antioksidan, meningkatkan sirkulasi darah dalam tubuh, meringankan diare. kudis, panu, dan menghilangkan bau mulut. Morfologi dan sayatan anatomi lengkuas ditunjukkan oleh Gambar 4. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi.

(a)                                                               (b)

Gambar 4. Lengkuas (a) morfologi dari rimpang lengkuas; dan (b) gambaran anatomi rimpang lengkuas


  • 5.    Kencur (Kaempferia galanga L.)

Kencur (Kaempferia galanga) merupakan salah satu jenis temu-temuan yang diketahui memiliki khasiat obat yang hidup didaerah tropis dan subtropis. Gambar 5 menunjukkan morfologi dan anatomi kencur. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi. Lapisan periderem juga tidak terlalu tebal. Di Indonesia,

kencur banyak digunakan sebagai obat dan juga sebagai makanan dan minuman yang baik untuk kesehatan. Kencur sebagai obat dapat digunakan untuk mengobati penyakit batuk, mual, bengkak bisul, maupun sebagai anti toksin seperti keracunan. Selain itu, apabila kencur dicampur dengan minyak kelapa dapat meredakan sakit akibat kesleo.

(a)                                                               (b)

Gambar 5. Kencur (a) morfologi dari rimpang kencur; dan (b) gambaran anatomi rimpang kencur


  • 6.    Jangu (Acorus calamus L.)

Morfologi dan sayatan anatomi rimpapng jangu ditunjukkan pada Gambar 6. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi. Sel tersebut berukuran lebih besar dengan warna yang lebih pekat dibandingkan sel di sekitarnya. Jangu merupakan salah satu jenis temu-temuan yang sering digunakan sebagai

campuran bumbu masakan untuk meningkatkan citarasa makanan. Seperti jenis temu-temuan lainnya, jangu diyakini mengandung senyawa aktif yang mempunyai aktivitas antimikroba. Kemampuan ekstrak jangu mampu menghambat Escherichia coli dan Vibrio cholerae, sehingga dapat digunakan sebagai bahan sterilisasi alami pada target makanan (Nursini et al., 2015).

(a)                                                               (b)

Gambar 6. Jangu (a) morfologi dari rimpang jangu; dan (b) gambaran anatomi rimpang jangu


  • 7.    Kunyit (Curcuma longa L.)

Sejak lama kunyit telah dikenal sebagai salah satu temu-temuan yang berkhasiat dan digunakan sebagai obat tradisional, salah satunya sebagai obat luka. Kunyit memiliki khasiat menyejukkan, membersihkan, mengeringkan, menghilangkan gatal. Kunyit juga memiliki manfaat sebagai anti inflamasi, anti oksidan, anti mikroba, pencegah kanker dan anti tumor (Ramprasad & Sisri, 1956). Kandungan kurkuminoid pada kunyit berkhasiat

antara lain sebagai hipokolesteromik, kolagogum, koleretik, bakteriostatik, spasmolitik, antihepatotoksik dan anti-inflamasi (Winarti et al., 2005). Kunyit selain bermanfaat sebagai bahan baku obat, kunyit juga digunakan sebagai bahan baku industri jamu, kosmetik, bumbu masak, dan di bidang peternakan (Rukmana, 1994). Gambar 7 menunjukkan morfologi dan anatomi pada rimpang kunyit. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi.

(a)                                                               (b)

Gambar 7. Kunyit (a) morfologi dari rimpang kunyit; dan (b) gambaran anatomi rimpang kunyit


  • 8.    Bangle (Zingiber montanum (J.Koenig) Link ex A.Dietr.)

Gambar 8 menunjukkan morfologi dan anatomi pada rimpang bangle. Bangle memiliki ciri khas berupa bagian dalam rimpang yang berwarna kuning cerah, serta metabolit sekunder yang mudah terlihat seperti bercak-bercak air. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang

menyimpan sekresi. Bangle merupakan jenis temu-temuan yang telah lama digunakan oleh masyarakat sebagai obat pencahar, dan demam (Bakkali et al., 2008). Rimpang bangle juga diketahui sebagai antibakteri, laksatif, antioksidan, dan mampu menghambat lipase pankreas. Bangle diketahui memiliki kandungan minyak atsiri (sineol, pinen), damar, pati, tannin,

saponin, flavonoid, triterpenoid, steroid, alkaloid, dan glikosida yang baik untuk kesehatan. Kandungan fenilbutenoid pada bangle dipercaya

dapat mencegah aktifnya sel kanker dan penyakit imunostimulan atau autoimun.

(a)                                                               (b)

Gambar 8. Bangle (a) morfologi dari rimpang bangle; dan (b) gambaran anatomi rimpang bangle


  • 9.    Jahe merah (Zingiber officinale Roscoe)

Jahe merah memiliki nama ilmiah Zingiber officinalle var. rubrum yang kemudian digabungkan sebagai sinonim dari Zingiber officinale. Jahe merah merupakan jenis temu-temuan yang paling popular digunakan sebagai bahan baku obat. Hal ini dikarenakan kandungan minyak atsiri, zat gingeral, serta oleoresin atau zat yang memberikan rasa pahit dan pedas pada jahe merah lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenis jahe lainnya, yaitu jahe gajah dan jahe emprit.

Selain itu, jahe merah juga dapat dijadikan obat untuk mencegah muntah, meredakan kejang, peluruh keringat, anti inflamasi, anti mikroba dan parasit, anti piretik, anti rematik, serta merangsang pengeluaran getah lambung dan getah empedu (Harmono & Andoko, 2005). Gambaran morfologi dan anatomi jahe merah ditunjukkan oleh Gambar 9. Ciri khas berupa kulit rimpang yang berwarna merah menjadi karakteristik pembedanya dengan jahe biasa. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi.

(a)                                                               (b)

Gambar 9. Jahe merah (a) morfologi dari rimpang jahe merah; dan (b) gambaran anatomi rimpang jahe merah


  • 10.    Temu tis (Curcuma purpurascens Blume)

Morfologi dan anatomi pada riimpang temu tis ditunjukkan pada Gambar 10. Tanda panah menunjukkan sel sekretori yang menyimpan sekresi.. Temu tis atau temu glenyeh merupakan salah satu jenis temu-temuan yang banyak

digunakan oleh masyarakat pedesaan sebagai bahan baku obat tradisional, memiliki sifat mendinginkan, sehingga sangat baik untuk menurunkan panas badan atau demam. Temu tis juga memiliki kandungan flavonoid, alkaloid, saponin, tannin, terpenoid dan steroid.

(a)

(b)

Gambar 10. Temu tis (a) morfologi dari rimpang temu tis; dan (b) gambaran anatomi rimpang temu tis


UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Direktur Pasar Badung, atas ijin dan fasilitasinya selama penulis melaksanakan survey terhadap pedagang di Pasar Badung. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Putu Ariwati (staf PLP) di Laboratorium Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, yang telah membantu dalam preparasi sampel di laboratorium.

SIMPULAN

Jenis temu-temuan di pasar badung dijumpai sebanyak 10 jenis antara lain: temu kunci, temulawak, temu ireng, lengkuas, kencur, jangu, kunyit, bangle, jahe merah, dan temus tis. Secara morfologi, sertiap temu memiliki ciri khas masing-masing, sedangkan pada anatominya tampak sek sekretori yang tersebar acak. Adapun manfaat dari temu-temuan tersebut bagi kesehatan, mulai dari mengatasi infeksi saluran pencernaan, penyakit kulit, menyembuhkan luka, antioksidan, antikanker, menyembuhkan penyakit maag, menunda penuaan dini, menurunkan kadar kolestrol jahat, batuk dan asma, gangguan

menstruasi, dispepsia, penghangat tubuh, bengkak bisul, mencegah penyakit kanker, meredakan kejang, dan masih banyak lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Amandara R, Budiardjo H, Hanandry T. 2019. Perancangan Buku Fotografi Empon-Empon Dengan Teknik Environmental Potrait Sebagai Pengenalan Kepada Remaja. Jurnal STIKOM 1-2.

Bakkali F, Averbeck D, Idaomar M. 2008. Biological effects of essential oils - A review. Food Chem Toxicol. 46: 446-475.

Cahyadi A, Hartati R, Wirasutisna K, Elfahmi. 2014. Boesenbergia pandurata Roxb., An Indonesian Medicinal Plant: Phytochemistry, Biological Activity, Plant Biotechnology. Procedia Chemistry 13: 13-37.

de Guzman C, Siemeonsma. 1999. Plant Resources of South-East Asia. Leiden: Backhuys Publisher.

Harmono, Andoko A. 2005. Budidaya dan Peluang Bisnis Jahe. Penerbit Agromedia Pustaka.

Huang M, Lysz T, Ferraro T, Abidi T, Laskin J, Conney A. 1991. Inhibitory effects of

curcumin on in vitro lipoxygenase and cyclooxygenase activities in mouse epidermis. Cancer Res. 51(3): 813-819.

Isnandar M. 2010. 1001 Kumpulan Ramuan Obat Tradisional Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka.

Nursini NW, Antara NS, Dauh IB. 201). Pengaruh ekstrak jangu (Accorus calamus L.) terhadap pertumbuhan Escherichia coli dan Vibrio cholera. Jurval Virgin 1(1): 13.

Rachman F. 2008. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Tunggal dan Kombinasinya dari Tanaman Curcuma spp. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 6(2): 69-74.

Ramprasad C, Sisri M. 1956. Indian Medical Plants:Curcuma longa-In Vitro Antibacterial Activity of Curcumin and Essentila Oils. J. Sci. Ind. Res. 150: 239.

Rukmana R. 1994. Kunyit. Yogyakarta: Kanisius.

Sumardi M. 1992. Antioksidan Rempah-Rempah Indonesia. Disertasi. IPB.

Sweetymol J, Thomas D. (2014). Compharative phytochemical and antibacterial studies of two indigenous medicinal plant. Int. J. Green Pharm. 8: 65-71.

Widjaja S. 1997. Antioksidan: Pertahanan Tubuh Terhadap Efek Oksidan Dan Radikal Bebas. Majalah Ilmu Fakultas Kedokteran Usakti 16: 72.

Winarti, Christina, Nurdjanah. 2005. Peluang Tanaman Rempah Dan Obat Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian 24.

293