JURNAL BIOLOGI UDAYANA

P-ISSN: 1410-5292 E-ISSN: 2599-2856

Volume 27 | Nomor 1 | Juni 2023

DOI: https://doi.org/10.24843/JBIOUNUD.2023.v27.i01.p02

Kajian anatomi, histokimia, dan karakteristik epidermal daun sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard - Sapotaceae)

Anatomical, histochemical, and epidermal characteristic of sawo kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard - Sapotaceae) leaves

Nery Sofiyanti*, Dyah Iriani

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau. Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru Pekanbaru 28293 – Indonesia

*Email: [email protected]

Diterima

9 November 2022


INTISARI

Disetujui

8 Maret 2023


Manilkara kauki (L.) Dubard (sawo kecik) merupakan salah satu jenis pohon penghasil buah dari genus Manilkara Adans. (Sapotaceae). Jenis ini termasuk jarang dijumpai di Sumatera, termasuk di Provinsi Riau. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui struktur anatomi dan histokimia daun M. kauki serta karakteristik epidermalnya. Pembuatan preparat anatomi dan histokimia dilakukan dengan menggunakan preparat segar dari 3 bagian daun M. kauki yaitu tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun. Senyawa metabolit sekunder yang diuji pada kajian histokimia adalah alkaloid, flavonoid, tanin dan lipid. Pembuatan preparat epidermal dilakukan dengan metode replika. Pengamatan struktur anatomi, histokimia dan karakteristik epidermal daun diamati dan didokumentasikan menggunakan mikroskop digital. Hasil kajian anatomi tangkai daun dan ibu tulang daun menunjukkan karakteristik pada setiap jaringan, yaitu kutikula, epidermis, berkas pengangkut utama yang tersusun dari sklereid, floem dan xilem, serta adanya artificial laticifier pada bagian tengah. Berkas pengangkut tambahan hanya dijumpai pada tangkai daun. Struktur anatomi helai daun menunjukkan adanya sklereid dan sel tanin pada mesofil. Hasil kajian histokimia menunjukkan hasil positif pada setiap organ yang diuji, namun konsentrasi setiap senyawa pada jaringan yang diamati berbeda-beda. Tipe stomata pada M. kauki adalah hipostomatik. Hasil kajian ini memberikan informasi tambahan pada struktur anatomi, histokimia dan epidermal dari genus Manilkara.

Kata kunci: anatomi, histokimia, Manilkara kauki, sawo kecik

ABSTRACT

Manilkara kauki (sawo kecik) is one of species producing fruit within genus Manilkara (Sapotaceae). This species is rarely found in Sumatera, including in Riau Province. The aims of this study are to investigate the anatomical structure and histochemical of M. kauki leaf, as well as examined its epidermal characteristic. The anatomical and histochemical specimens were prepared using fresh specimens of three parts of M. kauki leaf, i.e. petioles, mid rib and laminae. The secondary metabolites examined in histochemical study are alkaloid, flavonoid, tannin and lipid. The epidermal specimen was prepared using replica method. Anatomical structure, histochemical data and epidermal observation and documentation had been carried out using digital microscope (Olympus). Anatomical structure of petioles and mid rib of M. kauki leaf show their characteristic on cuticula, epidermis, main vascular bundle that consisted of sklereid, phloem and xylem and artificial laticifer in the center. The accessory vascular bundle is only found in petioles. Anatomical structure of laminae shows the presence of sclereid and tannin cells on mesophyll. The result histochemical tests show the presence of alkaloid, flavonoid, tannin and lipid at petioles, mid rib and laminae. However, the concentration in each tissue is different. Stomata of M. kauki is hypostomatic (only found in abaxial side). The result of this

study gave additional information on anatomical structure, histochemical data and epidermal characteristic of Manilkara genus.

Keywords: anatomy, histochemistry, Manilkara kauki, sawo kecik

PENDAHULUAN

Genus Manilkara Adans. merupakan golongan tumbuhan penghasil buah dari familia Sapotaceae. Jenis Manilkara yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah M. zapota (L.) P. Royen (sawo Manila). Sedangkan jenis Manilkara lain, seperti M. kauki (L.) Dubbard (sawo kecik atau sawo Jawa) termasuk jarang dibudidayakan sebagai tanaman penghasil buah komersial. Pada umumnya, jenis ini hanya dijadikan sebagai tanaman hias atau peneduh (Sudrajat & Megawati, 2010), karena buahnya yang kurang komersial sebagai buah komsumsi. Karakteristik M. kauki yang membedakan dengan M. zapota adalah habitus, morfologi daun, dan buah. Manilkara kauki memiliki habitus pohon, berdaun bulat telur terbalik dan bentuk buah bulat telur, kulit buah berkilat, warna buah matang jingga kemerahan sampai merah. Sedangkan M. zapota mempunyai habitus perdu atau pohon kecil dengan daun lanset, buah oval sampai bulat, kulit buah kasar dengan warna buah masak coklat (Tamsir et al. 2020).

Kajian anatomi pada suatu tumbuhan bertujuan untuk mengetahui struktur dalam suatu organ. Hasil kajian ini sangat bermanfaat dalam mendukung studi taksonomi suatu taksa karena dapat membantu dalam proses identifikasi dan klasifikasi. Kajian anatomi pada familia Sapotaceae telah dilaporkan pada beberapa genus seperti Manilkara (Javelle et al., 2011), Mimusops (Madhak et al., 2013), Chrysophyllum (Prasawang & Srinual, 2020) dan Palaquium (Wulansari et al., 2020). Untuk genus Manilkara, kajian anatomi telah diteliti pada jenis M. bidentata (A. DC.) A. Chev., M. cavalcantei Pires and W.A. Rodrigues ex T.D. Penn., M. dardanoi Ducke, M. decrescens T.D. Penn., M. elata (Allema˜o ex Miq.) Monach., M. huberi (Ducke) Chevaliera, M. longifolia (A. DC.) Dubard, M. maxima T.D. Penn., M multifida T.D. Penn., M. paraensis (Huber) Standl, M. rufula (Miq.) H.J. Lam, M. salzmannii (A. DC.) H.J. Lam dan M. triflora (Allema˜o) Monach. (Javelle et al., 2011). Kajian Moura et al. (2019) juga telah melaporkan struktur anatomi dari M. zapota. Namun kajian mengenai anatomi, termasuk karakteristik epidermal daun M. kauki belum pernah dilaporkan sebelumnya.

Kajian histokimia bertujuan untuk mengetahui posisi suatu senyawa metabolit sekunder pada jaringan tumbuhan. Salah satu manfaat dari hasil kajian histokimia adalah untuk mengetahui potensi taksa tumbuhan sebagai sumber pengobatan tradisional. Seperti halnya kajian anatomi, kajian histokimia juga sangat terbatas pada genus Manilkara dan belum ada laporan mengenai kajian ini pada jenis M. kauki. Oleh karena itu, kajian ini bertujuan untuk mengetahui struktur anatomi dan histokimia daun, serta karakteristik epidermalnya. Sehingga dapat memberikan informasi tambahan pada genus Manilkara.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan dari bulan April sampai Juli 2022. Sampel daun sawo kecik (Manilkara kauki) diambil dari hutan kampus Universitas Riau. Pembuatan preparat anatomi, histokimia dan epidermal dilakukan di laboratorium Mikroteknik Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau.

Metode

Anatomi dan histokimia

Bagian yang dibuat preparat anatomi dan histokimia adalah tangkai daun (petiolus), ibu tulang daun (mid rib) dan helai daun (laminae). Sampel yang digunakan adalah daun dewasa yang mempunyai kondisi baik. Sampel kemudian dicuci sampai bersih dan dikeringkan menggunakan tisu laboratorium. Sampel kemudian diiris menggunakan cutter atau hand microtome dengan ketebalan sekitar 7 µm. Pengamatan anatomi dilakukan pada irisan segar. Untuk uji histokimia mengikuti protokol Sofiyanti et al. (2022) dengan membagi setiap bagian menjadi 3 irisan pada setiap uji (Tabel 1). Irisan sampel diletakan pada gelas benda, kemudian sampel ditetesi dengan larutan uji, dan ditutup dengan gelas penutup. Pengamatan dan dokumentasi dilakukan menggunakan mikroskop digital Olympus CX-23.

Tabel 1. Senyawa, larutan uji dan bagian daun sawo kecik dalam uji histokimia

No

Senyawa

Larutan uji

Jumlah irisan yang diamati

Indikator positif

TD

ITD

HD

1.

Alkaloid

Wagner

3

3

3

Coklat kemerahan

2.

Flavonoid

NaOH 10%

3

3

3

Kuning

3.

Tanin

FeCl3

3

3

3

Biru Kehitaman

4.

Lipid

Sudan III

3

3

3

Merah muda

Jumlah

12

12

12

Keterangan : TD = tangkai daun, ITD = ibu tulang daun, HD = helai daun.

Preparat epidermal

Pembuatan preparat epidermal dengan menggunakan metode replika (Sofiyanti et al., 2022). Bagian daun yang akan diamati diolesi dengan kutek bening dan dibiarkan sampai kering. Kemudian bagian ini ditempel dengan selotip bening dan ditarik. Selotip ditempelkan pada gelas benda dan diamati dan didokumentasikan menggunakan mikroskop

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif untuk mengetahui karakteristik anatomi, histokimia, dan epidermal pada tangkai daun (petiolus), ibu tulang daun (mid rib) dan helai daun (laminae) dari sawo kecik. Data kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan gambar.

HASIL

Hasil kajian ini memberikan informasi mengenai struktur anatomi daun dan histokimianya. Bagian daun yang diamati meliputi tangkai daun (petiolus), ibu tulang daun (mid rib) dan helai daun (laminae).

Anatomi daun

Gambar 1 menyajikan struktur anatomi daun M. kauki. Penampang melintang tangkai daun M. kauki berbentuk buah pear dengan bagian dorsal berlekuk di tengah dengan bentuk lekukan menyerupai huruf “V” dan bagian kanan dan kiri lekukan membentuk dua buah tonjolan, sedangkan bagian ventral tangkai daun berbentuk membulat (Gambar 1A). Gambar 1B menunjukkan

struktur anatomi ibu tulang daun M. kauki, yang berbentuk menyerupai sayap, sedangkan Gambar 1C merupakan irisan vertikal ujung helai daun.

Gambar 1. Struktur anatomi daun M. kauki. (A) tangkai daun; (B) ibu tulang daun; (C) helai daun; (D) detil anatomi tangkai daun; (E dan F) detil irisan vertikal helai daun.

Keterangan: BPU = berkas pengangkut utama, BPT = berkas pengangkut tambahan, MP = mesofil palisade, JBA = jaringan bunga karang. Skala D = 50 µm, E = 100 µm, F = 50µm.

Gambar 1A menunjukkan bahwa struktur anatomi tangkai M. kauki dari bagian luar ke arah dalam adalah kutikula, epidermis, jaringan parenkim dan berkas pengangkut utama yang berbentuk menyerupai hati. Selain berkas pengangkut utama, pada tangkai daun juga ditemukan berkas pengangkut tambahan dengan ukuran yang lebih kecil dan yang posisinya sebelah kanan dan kiri bagian lekukan dorsal. Berkas pengangkut utama terdiri dari sklereid, floem dan xilem. Di bagian tengah pada berkas pengangkut utama dijumpai artificial laticifer (Gambar 1D). Secara umum struktur anatomi ibu tulang daun hampir sama dengan tangkai daun, tetapi tidak dijumpai berkas pengangkut tambahan. Selain itu di bagian kanan dan kiri terdapat struktur yang membentuk helai daun. Struktur anatomi helai daun M. kauki dapat dilihat pada Gambar 1C, E dan F. Bagian terluar dilapisi dengan kutikula, dan diikuti dengan epidermis biseriat (2 lapisan epidermis) (Gambar 1F). Mesofil palisade tersusun dari sel-sela yang memanjang di bawah epidermis. Pada bagian ini dijumpai sklereid yang memanjang dari bagian adaksial ke bagian abaksial (Gambar 1E). Jaringan bunga karang terdapat pada bagian bawah mesofil palisade.

Histokimia daun

Pada kajian ini telah dilakukan uji histokimia pada tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun (Gambar 2 – 4). Senyawa yang diuji adalah alkaloid,

flavonoid, tanin dan lipid. Gambar irisan dari tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun yang tidak dilakukan uji histokimia disajikan pada Gambar 2A, 3A dan 4A, yang berfungsi sebagai kontrol untuk membandingkan ada tidaknya perubahan warna jaringan pada masing-masing uji yang dilakukan. Keberadaan senyawa alkaloid ditandai dengan perubahan warna jaringan menjadi cokelat kemerahan seperti ditunjukkan pada Gambar 2B, 3B dan 4B. Sedangkan senyawa flavonoid ditandai dengan munculnya warna kuning (Gambar 2C, 3C dan 4C). Perubahan warna menjadi biru kehitaman menandakan adanya kandungan tanin pada suatu jaringan, seperti yang diamati pada Gambar 2D, 3D dan 4D. Sedangkan kandungan lipid ditandai dengan munculnya warna merah muda (Gambar 2E, 3E dan 4E).

Gambar 2. Penampang melintang tangkai daun M. kauki pada uji histokimia. A. Kontrol, B. Alkaloid, C. Flavonoid, D. Tanin, E. Lipid. (EP= epidermis, PR = parenkim, SK = sklereid, FL = floem, XI = xilem, AL = articulated laticifier, BT = berkas pengangkut tambahan).

Gambar 3. Penampang melintang ibu tulang daun M. kauki pada uji histokimia. A. Kontrol, B. Alkaloid, C. Flavonoid, D. Tanin, E. Lipid. (AL = articulated laticifier, EP= epidermis, PR = parenkim, SK = sklereid, FL = floem, XI = xilem, LM = lamina).

Gambar 4. Penampang vertikal helai daun M. kauki pada uji histokimia. A. Kontrol, B. Alkaloid, C. Flavonoid, D. Tanin, E. Lipid (EPA= epidermis atas, EPB = epidermis bawah, MP = mesofil palisade, MB = mesofil bunga karang, SC = sklerenkim.

Berdasarkan Gambar 2, 3 dan 4 dapat diketahui bahwa konsentrasi senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan lipid pada setiap jaringan dan organ yang diamati menunjukkan perbedaan. Semakin pekat perubahan warna yang muncul pada masing-masing uji histokimia, maka semakin tinggi konsentrasi senyawa yang diuji. Tabel 2 menyajikan hasil uji histokimia pada tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun M. kauki.

Tabel 2. Hasil uji histokimia daun M. kauki

Hasil uji histokimia tangkai daun

No.

Jaringan

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Lipid

1

Kutikula

++++

+++

++

++++

2

Epidermis

++++

+++

++

++++

3

Parenkim

+++

+++

++++

+

4

Berkas sklereid

++++

+++

+++

+

5

Floem

++++

+++

++

+

6

Xylem

++++

+++

++

+

7

Berkas        pengangkut

++++

+++

++

+

tambahan

8

Articulated laticifier

++++

+++

++

+

Hasil uji histokimia ibu tulang daun

No.

Jaringan

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Lipid

1

Kutikula

++++

+++

++

++++

2

Epidermis

++++

+++

++

++++

3

Parenkim

+++

+++

++++

+

4

Berkas sklereid

++++

+++

+++

+

5

Floem

++++

+++

++

+

6

Xilem

++++

+++

++

+

7

Articulated laticifier

++++

+++

++

+

Hasil uji histokimia helai daun

No.

Jaringan

Alkaloid

Flavonoid

Tanin

Lipid

1

Kutikula

+++

+++

++

++++

2

Epidermis

+++

+++

++

++++

3

Mesofil palisade

++++

++++

++++

+

4

Mesofil bunga karang

++++

++++

+++

+

5

Berkas sklereid

+++

+++

++

+

6

Floem

+++

+++

++

+

7

Xilem

+++

+++

++

+

Keterangan : ++++ = sangat tinggi, +++ = tinggi, ++ = sedang, + rendah

Berdasarkan hasil uji histokimia yang disajikan pada Tabel 2, dapat diketahui bahwa kandungan senyawa alkaloid pada jaringan di tangkai daun, ibu

tulang daun dan helai daun M. kauki menunjukkan konsentrasi sangat tinggi (++++) pada sebagian besar jaringan yang diamati. Konsentrasi alkaloid yang tinggi (+++) ditemukan pada parenkim tangkai daun dan ibu tulang daun, sedangkan pada helai daun konsentrasi tinggi ditunjukkan oleh bagian kutikula, epidermis dan sklereid, floem dan xilem. Konsentrasi flavonoid pada umumnya tinggi pada tangkai daun dan ibu tulang daun. Pada helai daun, uji histokimia flavonoid menunjukkan bahwa konsentrasi sangat tinggi hanya ditemukan pada jaringan mesofil palisade dan bunga karang. Kandungan tanin menujukan variasi konsentrasi pada jaringan dan organ yang berbeda, yaitu sedang (++) pada semua jaringan kecuali jaringan mesofil bunga karang konsentrasi tanin tinggi (+++), dan pada jaringan parenkim sangat tinggi (++++). Konsentrasi lipid yang sangat tinggi hanya dijumpai pada lapisan kutikula dan epidermis, sedangkan bagian lain menunjukkan konsentrasi yang rendah (+).

Struktur epidermal

Epidermal daun M. kauki telah diamati pada bagian dorsal (adaksial) dan ventral (abaksial). Gambar 5 menunjukkan dokumentasi epidermal daun pada penelitian ini. Gambar 5A menunjukkan karakteristik epidermal daun M. kauki pada sisi dorsal, sedangkan Gambar 5B dan C menunjukkan epidermis abaksial atau ventral. Berdasarkan Gambar 5A, dapat diketahui bahwa permukaan adaksial daun M. kauki tersusun dari sel epidermis yang berbentuk poligonal dan tidak dijumpai stomata. Sedangkan stomata hanya dijumpai pada bagian abaksial (Gambar 5B dan C). Berdasarkan Gambar 5B dan 5C dapat diketahui bahwa M. kauki mempunyai sel penjaga berbentuk ginjal.

Gambar 5. Karakteristik epidermal daun sawo kecik. A. Epidermis adaksial tanpa stomata, B. Epidermis abaksial dengan stomata, C. Bagian-bagian stomata.

PEMBAHASAN

Anatomi tangkai daun

Bagian terluar dari struktur anatomi tangkai daun dari M. kauki adalah lapisan kutikula yang merupakan penebalan pada dinding sel epidermis bagian luar. Menurut Yeats & Rose (2013), lapisan kutikula bersifat hidrofobik, dan menutupi bagian luar epidermis sehingga dapat berfungsi melawan desikasi dan tekanan lingkungan luar. Kutikula merupakan lapisan lipofitik yang tersusun atas kutin dan lilin (Stepinski et al. 2020). Pada tanaman, kutikula juga berfungsi sebagai pelindung tanaman karena merupakan bagian terluar, mengurangi transpirasi serta untuk merefleksikan cahaya matahari sehingga dapat mencegah radiasi sinar ultraviolet. Hal ini disebabkan karena adanya kandungan senyawa fenol pada kutikula (Moreno et al. 2022). Manilkara kauki mempunyai tipe

epidermis biseriat yang terdiri dari dua lapisan sel (Gambar 1F). Tipe ini juga ditemukan pada jenis Manilkara lainnya, seperti M. salzmannii, M. dardanoi, dan M. rufula (Javelle et al., 2011). Sel-sel epidermis pada tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun M. kauki berbentuk rektangular, dan pada umumnya epidermis pertama mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan epidermis kedua. Epidermis berfungsi sebagai jaringan pelindung tanaman.

Pada bagian bawah lapisan epidermis terdapat jaringan parenkim yang mengelilingi berkas pengangkut. Parenkim merupakan salah satu jaringan dasar yang tersusun dari banyak lapisan sel. Jaringan parenkim tangkai daun M. kauki tersusun dari sekitar 25 lapisan sel berdinding tipis yang berbentuk bulat, oval ataupun poligonal. Pada tanaman, parenkim berfungsi untuk ketahanan, kekuatan pada tanaman (Morris et al. 2015). Setelah parenkim, di bagian dalam struktur anatomi tangkai daun dan ibu tulang daun M. kauki terdapat berkas pengangkut utama (Gambar 1A dan B) yang berbentuk menyerupai hati. Bentuk berkas pengangkut seperti ini juga dijumpai pada jenis Manilkara lainnya (Javelle et al., 2011) ataupun genus lain dalam famili Sapotaceae, seperti Chrysophyllum (Prasawang & Srinual, 2020). Jaringan pengangkut ini merupakan jaringan pengangkut utama pada tangkai daun M. kauki, yang tersusun dari lapisan sklereid, floem dan xilem.

Pada penelitian ini, sklereid yang ditemukan pada tangkai daun M. kauki tersusun dari 2 – 5 lapis sel yang berdinding tebal (Gambar 1D). Sel-sel sklereid merupakan derivat dari sklerenkim yang berdinding tebal dan berlignin. Oleh karena itu, fungsi utama sklereid adalah untuk kekuatan bagian tanaman (Schneidera et al., 2021). Di bagian dalam lapisan sklereid, terdapat lapisan floem yang tersusun dari sel-sel kecil dan rapat. Floem pada tangkai daun M. kauki mengelilingi xilem yang mempunyai sel berukuran lebih besar. Sel-sel xilem tersusun rapi dan menyerupai barisan ke arah dalam. Floem dan xilem pada tanaman berfungsi sebagai jaringan pengangkut. Pada tangkai daun M. kauki dijumpai dua buah berkas pengangkut tambahan (accessory vascular bundle) (Gambar 1A), yang posisinya sebelah kanan dan kiri bagian lekukan dorsal. Berkas pengangkut ini terdiri dari lapisan floem yang menyelubungi xilem. Namun berkas pengangkut ini tidak dijumpai pada bagian ibu tulang daun atau mid rib (Gambar 1B).

Pada bagian tengah berkas pengangkut utama terdapat artificial laticifer yang merupakan karakteristik dari jenis-jenis dalam familia Sapotaceae (Prasawang & Srinual, 2020). Struktur ini tidak dijumpai pada bagian tengah berkas pengangkut tambahan. Menurut Medina et al. (2021), artificial laticifer berfungsi untuk menghasilkan lateks. Pada bagian dorsal tangkai daun, terdapat 2 buah berkas pengangkut tambahan (accessory vascular bundle) yang berukuran kecil. Posisi berkas pengangkut ini di kanan dan kiri ujung lekukan pada bagian dorsal.

Anatomi ibu tulang daun

Ibu tulang daun merupakan perpanjangan dari tangkai daun. Oleh karena itu, secara umum struktur anatomi ibu tulang daun dari M. kauki menunjukkan persamaan dengan tangkai daun. Perbedaan yang terlihat jelas adalah pada bagian samping kanan dan kiri karena terdapat struktur yang menyatu dengan helai daun (Gambar 2). Pada bagian ventral, susunan epidermis sampai ke artificial laticifer yang ditemukan pada ibu tulang daun menyerupai struktur pada tangkai daun. Bagian terluar adalah lapisan kutikula, diikuti dengan epidermis biseriat, lapisan parenkim dengan sel-sel yang berdinding tipis kemudian berkas pengangkut. Berkas pengangkut utama ini terdiri dari lapisan sklereid (2 – 5 lapisan), floem dan xilem. Sedangkan bagian tengah terdapat

artificial laticifer yang menghasilkan latek. Namun pada ibu tulang daun, hanya ditemukan berkas pengangkut utama yang berbentuk hati, sedangkan berkas pengangkut tambahan tidak ditemukan. Pada bagian kanan dan kiri sisi dorsal, terdapat struktur anatomi helai daun yang menunjukkan susunan yang berbeda.

Anatomi helai daun

Gambar 4 menunjukkan struktur anatomi helai daun M. kauki. Bagian terluar merupakan lapisan kutikula yang melindungi jaringan di dalamnya. Gambar 4A sampai 4E menunjukkan susunan epidermis biseriat, yang tersusun dari dua lapisan sel. Sel-sel epidermis pertama dan kedua berbentuk rektangular, dengan sel-sel kedua di bagian dalam mempunyai ukuran lebih besar dari sel-sel pada lapisan pertama. Jaringan mesofil terdiri dari mesofil palisade, yang tersusun dari sel-sel memanjang tersusun perpendikular. Setiap sel palisade mengandung kloroplas (Vogelmann & Martin, 2006), sehingga fungsi utama dari mesofil palisade adalah untuk tempat berlangsungnya fotosintesis (Gotoh et al., 2018). Diantara sel-sel mesofil palisade ini dijumpai sel tanin yang merupakan struktur berbentuk bulat. Struktur ini juga dilaporkan oleh Javelle et al. (2011) pada jenis Manilkara lainnya. Pada tanaman, tanin merupakan astringent, senyawa metabolit sekunder yang dapat berfungsi sebagai proteksi tanaman dari herbivora (Tong et al., 2022).

Pada jaringan mesofil bagian adaksial, dijumpai jaringan bunga karang yang tersusun dari sel-sel tidak beraturan dengan banyak rongga udara. Oleh karena itu, jaringan bunga karang mempunyai fungsi sebagai tempat pertukaran gas. Jaringan bunga karang juga mendukung proses fotosintesis (Borsuk et al., 2022). Jaringan sklereid juga ditemukan pada mesofil palisade dan bunga karang. Bagian terbawah adalah epidermis abaksial yang dilapisi kutikula.

Uji histokimia

Uji histokimia pada M. kauki telah dilakukan untuk mengetahui lokasi senyawa alkaloid, flavonoid, tanin dan lipid. Hasil uji histokimia telah disajikan pada Tabel 2. Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa semua senyawa yang diuji ditemukan pada tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun M. kauki. Namun konsentrasi masing-masing senyawa menunjukkan perbedaan pada bagian yang diteliti. Senyawa alkaloid merupakan senyawa yang ditemukan dengan konsentrasi tertinggi, diikuti flavonoid dan tanin. Sedangkan lipid menunjukkan konsentrasi yang rendah pada semua bagian.

Hasil positif alkaloid ditandai dengan adanya perubahan warna jaringan menjadi coklat kemerahan karena adanya reaksi Wagner. Pada tangkai dan ibu tulang daun, konsentrasi alkaloid sangat tinggi pada hampir semua jaringan (kutikula, epidermis dan berkas pengangkut). Hal ini ditandai dengan adanya warna merah kecokelatan yang pekat. Sedangkan pada parenkim warnanya sedikit lebih terang dibandingkan jaringan lain. Pada irisan transversal helai daun, warna pada jaringan mesofil, baik mesofil palisade maupun bunga karang, sangat pekat dibandingkan jaringan lain. Namun secara keseluruhan, alkaloid cukup tinggi pada ketiga bagian daun yang diamati. Pada tumbuhan, senyawa alkaloid merupakan senyawa metabolit sekunder yang ditemukan pada yaitu sekitar 20 – 30 % tumbuhan tingkat tinggi (Sofiyanti et al., 2021). Senyawa ini merupakan senyawa alkalin (Matsuura & Fett-Neto 2015) yang mempunyai gugus dasar nitrogen (Sangi et al. 2008). Istilah alkali berasal dari bahasa Arab yaitu al-qali yang mempunyai arti berasal dari debu (Gutiérrez-Grijalva et al., 2020). Alkaloid mempunyai fungsi sebagai pestisida alami karena tingkat toksisitasnya (Sharma et al., 2021). Senyawa ini mempunyai fungsi penting

dalam sistem pertahanan tanaman untuk melawan patogen maupun herbivora (Matsuura & Fett-Neto 2015).

Pada penelitian ini, semua jaringan pada tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun menunjukkan uji positif pada flavonoid, yang ditandai dengan perubahan warna jaringan menjadi kuning. Namun konsentrasinya masih lebih rendah dibanding alkaloid, kecuali pada jaringan mesofil daun yang menunjukkan warna yang lebih pekat. Flavonoid merupakan kelompok fenol yang merupakan senyawa bioaktif pada tanaman (Panche et al. 2016) dan berfungsi dalam pertumbuhan akar dan batang, mendukung terbentuknya hormon auksin dan berperan dalam polinasi (Weston & Mathesius 2013).

Tanin merupakan kelompok asam galat yang menghasilkan astringent (Pizzi 2019) rasa pahit (Ashok & Uphadyaya 2012). Pada umumnya, kandungan tanin yang tinggi menunjukkan kandungan nutrisi yang rendah (Chung et al. 2010). Tanin biasanya berwarna putih, transparan, berkilat ataupun merah (Okuda & Ito, 2011). Reaksi FeCl3 pada jaringan akan menghasilkan warna biru kehitaman apabila mengandung senyawa tanin. Konsentrasi tertinggi pada tangkai daun dan ibu tulang daun M. kauki dijumpai pada parenkim, sedangkan pada helai daun pada mesofil palisade.

Senyawa lipid merupakan senyawa yang mempunyai konsentrasi paling rendah pada semua bagian yang diteliti, kecuali pada kutikula dan epidermis tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun. pada bagian ini, lipid mempunyai konsentrasi paling tinggi yang ditunjukkan dengan adanya warna merah jambu yang kuat. Hasil uji positif lipid ditandai dengan perubahan warna jaringan menjadi merah jambu / merah muda. Pada tumbuhan, lipid berfungsi sebagai penyusun membran sel dan sumber energi serta berperan dalam metabolisme tumbuhan (Kim, 2020).

Karakteristik epidermal

Hasil pengamatan epidermal daun M. kauki menunjukkan adanya sel-sel epidermis tersusun rapat dan berbentuk poligonal dengan dinding rata. Bentuk sel epidermis pada M. kauki berbeda dengan M. zapota yang mempunyai bentuk poligonal dengan dinding berlekuk-lekuk seperti yang dilaporkan oleh Moura et al. (2019). Pada sisi dorsal daun M. kauki tidak ditemukan stomata (Gambar 5A). Bentuk Stomata hanya ditemukan pada sisi ventral / bagian abaksial daun (Gambar 5B dan C). Oleh karena itu, tipe stomata M. kauki berdasarkan posisinya adalah hipostomatik. Bentuk sel penjaga adalah bentuk ginjal (Gambar 5C).

Hasil kajian ini memberikan informasi penting mengenai karakteristik struktur anatomi daun yang meliputi tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun, serta karakteristik epidermal yang mempunyai stomata hipostomatik. Kajian histokimia daun merupakan kajian pertama pada jenis M. kauki dari Provinsi Riau.

SIMPULAN

Struktur anatomi pada tangkai daun dan ibu tulang daun M. kauki menunjukkan karakteristik pada susunan sklereid yang menyelubungi floem dan adanya artificial laticifer di bagian tengah. Hasil uji histokimia pada tangkai daun, ibu tulang daun dan helai daun menunjukkan hasil positif terhadap alkaloid, flavonoid, tanin dan lipid, namun konsentrasi pada setiap jaringan berbeda-beda. Karakteristik epidermal M. kauki menunjukkan tipe stomata hipostomatik karena hanya dijumpai pada bagian bawah permukaan daun.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didanai oleh dari KEMNDIKBUD RISTEK melalui hibah PDUPT 2022 (No kontrak: 1608/UN19.5.1.3/PT.01.03/2022). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Asri Ria L. sebagai asisten peneliti.

KEPUSTAKAAN

Ashok PK, Upadhyaya K. 2012. Tannins are Astringent. Journal of Pharmacognosy and Phytochemistry 1(3):     45-50. DOI: https://www.phytojournal.com/vol1I

ssue3/Issue_sept_2012/8.1.pdf.

Borsuk AM, Roddy AB, Rancourt GT, Brodersen Cr. 2022. 2022. Structural organization of the spongy mesophyll. New Phytologist 234(3):   946   –   960. DOI:

https://doi.org/10.1111/nph.17971

Chung K, Wong TY, Wei C, Huang Y, Lin Y. 2020. Tannins and human Health: A review. Critical Reviews in Food Science and Nutrition 38(6): 421 – 464.

Gotoh E, Noriyuki S, Takeshi H, Tomonao M, Hirokazu T, Masamitsu W. 2018. Palisade cell shape affects the light-induced chloroplast movements and leaf photosynthesis. Scientific Reports 8. DOI: https://doi.org/10.1038/s41598-018-19896-9.

Gutiérrez-Grijalva E, Leticia L, Laura C, Cristina E, José H. 2020. Plant Alkaloids: Structures and Bioactive Properties. In: Swamy, M. (eds) Plant Derived Biocative. Springer, singapore. DOI: https://doi.org/10.1007/978-981-15-2361-8_5.

Javelle M, Vernoud V, Rogowsky PM, Ingram GC. 2011. Epidermis: the formation and functions of a fundamental plant tissue. New Phytologist 189: 17–39. DOI: https://doi.org/10.1111/j.1469-8137.2010.03514.x

Kim H. 2020. Lipid Metabolism in Plants. Plants 9 : 871. 10.3390/plants9070871.

Matsuura HN, Fett-Neto AG. 2015. Plant Alkaloids: Main Features, Toxicity, and Mechanisms of Action. In: Gopalakrishnakone P., Carlini C., Ligabue-Braun R. (eds) Plant Toxins. Toxinology. Springer, Dordrecht. https://doi.org/10.1007/978-94-007- 6728-7_2-1.

Mardhak S, Savsani JD, Pandya DJ. 2013. Comparative Pharmacognostical and Phytochemical Study of Leaves of Different Species of Mimusops. IJPSR. 4(3): 1074-1078.

Moura BIV, Araujo BPL, Sa RD, Randau KP. 2019. Pharmacobotanical study of Manilkara zapota (L.) P.Royen (Sapotaceae). Braz. J. Pharm. Sci. 55: 1–10.. DOI: http://dx.doi.org/10.1590/s2175-97902019000117227.

Moreno G, Cózar, A., Prieto P. 2022. Radiationless mechanism of UV deactivation by cuticle phenolics in plants. Nat Commun 13(1786): 1-11. DOI: https://doi.org/10.1038/s41467-022-29460-9.

Morris H, Lenka P, Patrick C, Esther F, Mark G, Hugo M, Daniel M, Elisabeth W, Jingming Z, Kasia Z, Steven J. 2015. A global analysis of parenchyma tissue fractions in secondary xylem of seed plants. New phytologist 209.:    1553-1565. DOI:

https://doi.org/10.1111/nph.13737.

Okuda T, Ito H. 2011. Tannins of constant structure in medicinal and food plants—hydrolyzable tannins and polypenols related to tannins. Molecules 16(3):   2191–2217. DOI:

https://doi.org/10.3390/molecules16032191.

Pizzi A. 2019. Tannins: Prospectives and Actual Industrial Applications. Biomoleculs 344: 1– 30. DOI: https://doi.org/10.3390/biom9080344.

Prasawang S, Srinual A. 2020. Comparative leaf and wood anatomical characteristics of Chrysophyllum (Sapotaceae) relate to taxonomy of the species in Thailand. Biodiversitas 21(4): 1578-1587. DOI: https://doi.org/10.13057/biodiv/d210439.

Sangi M, Runtuwene MRJ, Simbala HEI, Makang VMA. 2008. Analisis Fitokimia Tumbuhan Obat Di Kabupaten Minahasa Utara. Chem. Prog. 1(1): 47-53.

Schneidera HM, Strocka CF, Hanlona MT, Vanheesb DJ, Perkinsa AC, Ajmeraa IB, Sidhua JS, Mooneyb SJ, Browna KM, Lynch JP. 2021. Multiseriate cortical sclerenchyma enhance root penetration in compacted soils. PNAS 118(6):       1-11. DOI:

https://doi.org/10.1073/pnas.2012087118.

Sharma K, Kumar V, Kaur J, Tanwar B, Goyal A, Sharma R. 2021. Health effects, sources, utilization and safety of tannins: a critical review. Toxin Reviews 40(4): 432-444. DOI: https://doi.org/10.1080/15569543.2019.1662813.

Sofiyanti N, Isda MN, Fitmawati, Agesti ARA, Taufik I, Sari M, Pranata S. 2021. Phytochemical Contents of Underutilized Edible Plant from Riau Province, Ridan (Nephelium maingayi Hiern – Sapindaceae). Jurnal Biologi Tropis 21(2): 354 – 360.

Sofiyanti N, Wahyuni PI, Iriyani D. 2022. Stomatal Characteristics of 5 Citrus L. Species (Rutaceae) from Pekanbaru, Riau Province. Jurnal Biologi Tropis. 22(1): 173-178. DOI: https://doi.org/10.29303/jbt.v22i1.3100.

Stepinski D, Kwiatkowska M, Wojtczak A, Polit JT, Domínguez E, Heredia A, Popło´nska K. 2020. The Role of Cutinsomes in Plant Cuticle Formation. Cells. 259(8): 1778. DOI: https://doi.org/10.3390/cells9081778.

Sudrajat D, Megawati. 2010. Keragaman Morfologi Dan Respon Perlakuan Pra Perkecambahan Benih Dari Lima Populasi Sawo Kecik (Manilkara kauki (L.) Dubard). Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 7: 67-76. DOI: https://doi.Org/10.20886/jpht.2010.7.2.67-76.

Tamsir M N, Norhaizan ME, Nurul S. 2020. Manilkara zapota (L.) P. Royen: Potential Source of Natural Antioxidants. Malaysian Journal of Medicine and Health Sciences 16: 193-201.

Tong Z, He W, Fan X, Guo A. 2022. Biological Function of plant Tannin and Its Application in animal Health. Front. Vet. Sci. Sec. Animal Nutrition and Metabolism 8(803657): 1-7. DOI: https://doi.org/10.3389/fvets.2021.803657

Trimanto, Dwiyanti D, Indriyani S. 2018. Morfologi, anatomi dan uji histokimia rimpang Cucurma aeruginosa Roxb., Cucurma longa L. dan Cucurma heyneana Valenton and Zijp. Berita Biologi 17(2): 123 - 132.

Weston AL, Mathesius U. 2013. Flavonoids: Their Structure, Biosynthesis and Role in the

Rhizosphere, Including Allelopathy. Journal of Chemical Ecology 39: 283-287. DOI: https://doi.org/10.1007/s10886-013- 0248-5

Wulansari TYI, Agustiani EL, sunaryo, Tihurua EF, Widoyanti. 2020. Struktur Anatomi Daun Sebagai Bukti Dalam Pembatasan Takson Tumbuhan Berbunga: Studi Kasus 12 Suku Tumbuhan Berbunga Indonesia. Buletin Kebun Raya 23(2): 146-16. DOI: https://doi.org/10.14203/bkr.v23i2.266 146

Vogelmann T, Martin G. 2006. The functional significance of palisade tissue: penetration of directional versus diffuse light. Plant, Cell and Environment 16: 65-72. DOI: https://doi.org/10.1111/j.1365-3040.1993.tb00845.x.

Yeats T, Rose J. 2013. The Formation and Function of Plant Cuticles. Plant Physiology 163(1): 5-20. . DOI: https://doi.org/10.1104/pp.113.222737.

25