JURNAL BIOLOGI XVII (1) : 24 - 28

ISSN : 1410 5292

RED MOLD RICE (ANGKAK) SEBAGAI MAKANAN TERFERMENTASI DARI CHINA: SUATU KAJIAN PUSTAKA

RED MOLD RICE (ANGKAK) FERMENTED FOOD FROM CHINA: A LITERATURE REVIEW

Retno Kawuri

Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Bioologi F.MIPA Universitas Udayana

Kampus Bukit Jimbaran Bali. Email:[email protected]

INTISARI

Makanan terfermentasi adalah makanan yang dibuat secara tradisional yaitu dengan teknik yang sangat sederhana untuk menaikan nilai fungsional dan variasi rasa dari produk. Saat ini pembuatan makanan terfermentasi telah diproduksi secara modern oleh perusahaan besar dengan penekanan pengetahuan mengenai nutrisi dan makanan. Red Mold Rice (RMR) atau yang sering disebut sebagai Angkak adalah salah satu makanan terfermentasi dari China. Red Mold Rice mengandung beras, jamur merah (Monascus purpureus) dan metabolit sekunder Monakolin. RMR berkhasiat dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah. Oral treatment dengan produk RMR yaitu Cholestyn (1,2 g/hari) dapat menurunkan LDL kolesterol 30,9% dan triglesirida sebesar 34,1% dan dapat menaikan kadar kolesterol HDL 19,9%. Selain Monakolin RMR juga menghasilkan zat aktif Cytrinin sebesar 0,2-122 mg/kg. Cytrinin bersifat nephrotoksik dan hepatotoksik yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan hati manusia secara fungsional dan struktural.

Kata kunci: Red Mold Rice, Monascus purpureus, Fermentasi, Monakolin, Cytrinin.

ABSTRACT

Fermented food was produced in both traditional and modern techniques, to increase fungtional value and taste. One example is Red Mold Rice (RMR) or Angkak, which is famous fermented rice from China. RMR was made from rice, red fungi Monascus purpureus and Monacolin as metabolit seconder, which believe can reduce Cholesterol dan trigelseride. Oral treatment with Cholestyn (1,2 g/d) can reduce LDL (bad cholesterol) up to 30,9% and triglesirida up to 34,1%, and can also increase HDL (good cholesterol) by 19,9%. Beside Monacolin, RMR also contains Cytrinin (0,2-122 mg/kg) which has a negative impact on functional and structural of human kidney and liver.

Keywords: Red Mold Rice, Monascus purpureus, Fermentation, Monacolin, Cytrinin

PENDAHULUAN

Makanan Terfermentasi

Makanan terfermentasi dibuat secara tradisional yaitu dengan teknik yang sangat sederhana untuk mendapatkan variasi rasa dari produk. Tetapi, penelitian tentang aktivitas mikroba yang berkaitan dengan proses fermentasi baru dilakukan di China pertengahan tahun 1900. Memahami peran dan ekologi dari mikroorganisme seperti jamur, khamir dan bakteri yang digunakan dalam fermentasi makanan membuat lebih terkontrol dan efisien dalam proses fermentasi. Saat ini makanan terfermentasi telah diproduksi secara modern oleh perusahaan besar dengan penekanan pengetahuan mengenai nutrisi dan makanan sehingga dapat meningkatkan cita rasa dan kualitas dari makanan fermentasi.

Makanan terfermentasi yang diproduksi oleh masyarakat China sangat berpengaruh terhadap perkembangan produk fermentasi di Asia Tenggara. Konsekuensinya adalah produk fermentasi dari Asia mempunyai banyak kesamaan. Kebanyakan bahan

berasal dari beras, kacang-kacangan dan gandum digunakan untuk bahan dasar dari fermentasi makanan di China. Pada proses fermentasi dibutuhkan starter atau disebut qu atau koji dalam bahasa China dan dibuat secara tradisional dengan cara miselia dari jamur ditumbuhkan pada berbagai bahan dasar seperti sereal, kacang-kacangan dan lain-lain. Starter tersebut menyediakan berbagai macam enzim yang menghidrolisa karbohidrat, protein dan lipid yang terdapat pada bahan baku yang akan difermentasi. Starter ini dapat disimpan pada suhu 40C hingga 6 bulan lamanya. Aktivitas dari organisme fermenter tergantung dari intrinsik dan ekstrinsik parameter dari pertumbuhan. Meskipun bahan baku material yang akan difermentasi sama tetapi lingkungan dan kondisi geografik berbeda, maka akan menghasilkan hasil fermentasi yang berbeda baik rasa maupun aromanya (Shieh et al., 2008).

Berdasarkan organisme yang terlibat dalam proses fermentasi, makanan terfermentasi dari China diklasifikasikan menjadi empat katagori yaitu fermentasi menggunakan jamur, khamir, bakteri dan campuran

jamur, bakteri dan khamir. Beberapa jenis makanan hanya membutuhkan satu jenis starter mengandung jamur, ragi atau bakteria untuk terjadinya proses fermentasi, sedangkan yang lain membutuhkan dua atau lebih kultur starter yang berbeda untuk menghasilkan hasil produk fermentasi (Lin., 2003).

Makanan Terfermentasi Menggunakan Jamur

Makanan yang difermentasi menggunakan jamur saja sudah umum dilakukan termasuk tian-jiu-niang, furu, douchi dan hongqu. Tian-jiu-niang adalah produk fermentasi berbahan beras ketan atau disebut tapai ketan, produk ini sangat terkenal di China. Produk terfermentasi ini mengandung 1,5-2% alkohol dengan kandungan 0,5 -0,6% asam laktat dan glukosa, maltose dan oligosakarida. Jika proses fermentasi ini menggunakan starter jamur campuran Rhizopus, Mucor, Monilia dan Aspergillus maka keasaman naik menjadi 1% dan kandungan alkohol mencapai 5%. Produk ini dikonsumsi pada musim dingin oleh orang dewasa dan anak-anak untuk menjaga kehangatan tubuh dan juga digunakan juga sebagai campuran makanan lain. Red mold Rice (RMR) atau sering disebut dengan angkak adalah makanan terfermentasi dari beras dengan mencampurkan jamur merah Monascus purpureu, M. pilosus, M. ruber dan M. froridansus. Makanan ini sangat bermanfaat untuk kesehatan terutama untuk menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah (Shieh et al., 2008).

Makanan Terfermentasi Mengunakan Khamir

Makanan jenis fermentasi ini adalah roti dan juga wine. Proses fermentasi melibatkan khamir Saccharomyces cerevisiae sebagai starter untuk memfermentasi gula menjadi CO2 dan alkohol. Buah seperti anggur, pear dan plum yang mengandung kandungan gula yang tinggi cocok untuk membuat wine buah yang mengandung kandungan alkohol dibawah 10%. Roti kukus atau disebut bakpao adalah makanan China yang hampir sama dengan roti yang dibuat di negara barat, dimana perbedaannya adalah cara memasak (Li et al., 2004).

Makanan Terfermentasi Menggunakan Bakteri

Fermentasi sayuran termasuk kubis, mentimun, redish, beet, jahe dan sayuran berdaun hijau adalah produk terfermentasi dengan mengunakan starter bakteri asam laktat. Produk ini selalu dibuat dan dikonsumsi masyarakat China sepanjang tahun. Setelah sayuran dibersihkan dan dikeringkan selanjutnya ditaruh pada tempat perlembar sayuran yang diberi garam dan ditumpuk serta ditutup rapat. Secara normal konsentrasi NaCL 2% dan pH akhir adalah 3,1-3,7. Keasaman dan kandungan gula pada sayuran memungkinkan pertumbuhan bakteri asam laktat (BAL) seperti Streptococus faecalis, Lactobacillus plantarum, L. brevis, Pediococcus spp. dan Leuconostoc mesenteroides. Bakteri BAL tersebut dikenal sebagai probiotik, oleh sebab itu mengkonsumsi makanan terfermentasi sayuran akan membantu kesehatan karena mengandung bakteri yang hidup (Shieh et al., 2008).

Makanan Terfermentasi Campuran Jamur, Khamir dan Bakteri

Jiang yaitu makanan fermentasi berasal dari kedelai dan pasta gandum, dan juga kecap (cairan dari jiang) adalah produk fermentasi campuran jamur, khamir dan bakteri. Kecap mengandung protein dan oligosakarida yang tinggi, tetapi tidak mengandung gula sederhana dimana secara normal ada dan stabil pada aktivitas fermentasi oleh khamir dan bakteri. Hal tersebut disebabkan tidak adanya amylase pada organism tersebut. Oleh karena itu, pada pembuatan jiang dan kecap, proses pertama kali adalah inokulasi ketan matang dengan Aspergillus oryzae atau A soyae untuk membuat koji. Selama pertumbuhan jamur memproduksi enzim yang mendegradasi polisakarida dan oligosakarida menjadi gula sederhana untuk digunakan oleh khamir dan bakteri. Jamur juga menghasilkan asam dan alkalin protease yang menghidrolisis protein menjadi peptide dan asam-asam amino. Bakteri dan khamir yang berperan pada proses fermentasi kedua yaitu Pediococcus halophilus, Lactobacillus delbrueckii, Zygosaccharomyces rouxii dan Torulopsis spp. (Li et al., 2007).

Pada makalah ini akan dibahas lebih mendalam mengenai Red Mold Rice, (RMR) atau yang sering dinamakan Angkak dikarenakan produk fermentasi tersebut sangat terkenal di China dan juga masyarakat Indonesia sendiri sering mengkonsumsi RMR ini sebagai pengobatan untuk meningkatkan kadar trombosit darah pada penderita penyakit Demam Berdarah (DBD). Untuk mengetahui apakah sebenarnya kandungan dan manfaat dari RMR ini maka dipandang perlu untuk mengulasnya lebih mendalam.

METODE PENULISAN

Metode penulisan dengan menggunakan sumber dari jurnal internasional, jurnal nasional dan jurnal yang diakses melalui internet.

PEMBAHASAN

Latar Belakang dan Sejarah

Red Mold Rice (RMR) dikenal juga dengan nama hongqu, red yeast rice, red fermented rice, red koji, red kojic rice atau angkak adalah fermentasi beras dimana jamur makanan Monascus sp. ditumbuhkan. Pertama kali digunakan fermentasi ini adalah pada dinasti Tang (618-907 A-D) dan dideskripsikan sebagai rasa manis dan hangat. Li Shizien dari Ming Dinasti mengatakan bahwa RMR dapat memperlancar proses digesti, sirkulasi darah, memperkuat dinding usus atau fungsi lambung. Secara tradisional RMR ini digunakan sebagai tambahan makanan seperti bahan pewarna, perasa dan untuk pengawet makanan. Jamur Monascus khususnya M. purpureus juga digunakan sebagai kultur starter untuk perusahaan baik untuk wine beras dan juga cuka beras. Produk RMR dipasarkan dan dikemas dalam botol dan telah dipasteurisasi dalam bentuk agregrat dan lembab, bentuk kering (beras merah) atau dalam bentuk tepung. Produk ini ditambahkan pada daging,

ikan atau sop dalam proses memasak untuk memberikan warna yang menarik dan menambah rasa. Produk ini banyak dikonsumsi masyarakat China dan Amerika di Amerika Serikat sejak Perang Dunia ke II. Saat ini RMR dipercaya dapat menurunkan kadar kolesterol dan produknya dinamakan Cholestin (Pharmanex Inc) Di China dinamakan Xuenzhikang (Beijing WBL Peking University Biotechnology) dan di Singapura dengan nama Hypocol (Nature Wise Wearness Biotech and Medicals PTE Ltd.) (Shieh et al., 2008).

Kultur Starter

Van Tieghem pada tahun 1884 menemukan penduduk lokal di Jawa menggunakan bubuk RMR sebagai pewarna makanan dan selanjutnya berhasil mengisolasi jamur pada RMR dan menamakannya sebagai Monascus purpureus. Koloni berwarna ungu, termasuk grup Ascomycetes, famili Monasceceae (Gambar 1). Genus Monascus dibagi menjadi 4 spesies yaitu M.pilosus, M.purpureus, M.rubber dan M.froridanus yang secara umum berhasil diisolasi dari makanan tradisional China. Saat ini 30 isolat telah berhasil dikultur dan menjadi koleksi dari American Type Culture Collection (ATCC). Pigmen alamiah yang berhasil diekstraksi dikenal sebagai pewarna makanan dan Monascus juga menghasilkan enam jenis pigmen yang dibagi menjadi 3 grup. Ketiga grup tersebut adalah (Pattanganul et al., 2007):

  • 1.    Pigmen oranye, dinamakan monascorubrin (C23H30O5) dan rubropunctanin (C21H22O5).

  • 2.    Pigmen kuning, dinamakan ankaflavin (C23H30O5) dan monascin (C21H26O5).

  • 3.    Pigmen merah, dinamakan monascorubramin (C23H27NO4) dan rubropunctamine (C21H23NO4).

Pigmen-pigmen tersebut berhubungan dengan protein, peptida, asam amino dan asam nukleat di dalam produknya atau kultur media. Penelitian tentang toksisitas dari pigmen Monascus telah dilakukan dan sampai saat ini belum dinyatakan secara jelas. Permana et al. (2004) menyatakan bahwa pada proses fermentasi angkak, pigmen-pigmen tersebut terbentuk berturutan yaitu pada awal fermentasi hypha M.purpureus berwarna kuning, kemudian bagian ascomata menghasilkan warna pigmen jingga (oranye) dan bagian ascomata dewasa menghasilkan warna pigmen merah. Akhmad et al. (2009) menemukan bahwa screening parameter nutrisi warna merah pada RMR dengan metode Plackett-

A                   B

Gambar 1. Foto koloni M.purpureus pada media PDA usia 10 hari, 30oC (A), Struktur mikroskopis M.purpureus (B) (Pattanganul et al., 2007).

Berman Design mengandung senyawa NH4Cl, (NH4)2. SO4, NaCl, KH2PO4,MgSO4.7H2O, CaCl2.2H2O, MnSO4. H2O and FeSO4.7H2O. Untuk melihat pigmen kuning maka digunakan panjang gelombang 390 nm, sedangkan warna merah dengan panjang gelombang 500 nm (Kasim et al., 2005).

Metabolit sekunder juga dihasilkan oleh jamur ini pada RMR dinamakan Monakolin yang berfungsi dapat menurunkan kadar kolesterol baik pada manusia maupun hewan percobaan. Salah satu jenis dari monakolin adalah monakolin K disebut juga mevinolin atau lovastatin yang pertama kali dapat diisolasi dari M.rubber dan juga terdapat pada Aspergillus terreus yang ditemukan oleh Albert et al. (1980). Zat aktif tersebut dapat menghambat enzim hidroksimetilglutaril-coenzim A (HMG-CoA) reduktase yaitu suatu zat yang berfungsi untuk biosintesis kolesterol. Selanjutnya monacolin J dan monakolin L dapat diisolasi pada tahun 1985 dan dihidromonakolin L dan monakolin X ditemukan dan monakolin M juga dapat diekstraksi dari M.rubber. Seluruh monakolin tersebut berfungsi untuk menurunkan kolesterol. Bentuk dari monakolin ada dua yaitu bentuk lakton dan asam hidroksil. Monascus juga menghasilkan enzim alpha dan beta amylase, glukoamilase, protease dan lipase (Lin, 2003).

Terdapat 7 jenis monakolin yang dapat diisolasi dari fermentasi beras oleh M.purpureus dan 14 senyawa monakolin yaitu monakolin K, J, L, M, X dan bentuk asam hidroksil termasuk dihidromonakolin K, dihidromonakolin L, compactin dan 3a-hidroksi-3,5-dihidromonacolin L, telah berhasil diidentifikasi pada 10 produk RMR yang telah dikomersialkan (Ma et al., 2000).

Zat aktif lain yang dihasilkan Monascus spp adalah zat antihipersensitif yaitu Y-asam aminobutiric yaitu saraf penekan transmiter ke pusat saraf sentral. Strain yang berbeda menghasilkan jumlah GABA yang berbeda dan zat metabolit sekunder tersebut dapat dipengaruhi komposisi dari media juga factor-faktor lingkungan seperti temperatur dan kelembaban (Juzlova et al., 2006).

Proses Produksi

Secara traisional RMR dibuat dengan cara mengkultivasi Monascus purpureus pada beras. Pertama beras dicuci dengan air dan direndam selama 1 jam, di kukus dan dibiarkan dingin sampai suhu 55-580C, kemudian diinokulasi dengan spora M.purpureus atau bubuk RMR (Gambar 2) dengan perbandingan 0,4-0,6%, dicampur hingga merata dan didiamkan selama 7 hari pada temperatur ruang. Proses fermentasi mengakibatkan temperatur naik dan selama itu beras di bolak-balik untuk menjaga temperatur antara 35- 450C. Temperatur dapat dikontrol dengan memberikan ventilasi atau menyemprot dengan air dingin secara teratur. Beras secara bertahap akan berubah warna menjadi merah dan beras telah dikultur sempurna jika warna luar beras menjadi merah tua keunguan dan warna merah sampai ke dalam biji beras. Kultur beras RMR siap dijual dalam bentuk kering (beras utuh), bubuk kering atau pasta dengan kadar air

Gambar 2. Foto Kultur M.purpureus pada media PDA miring (A) dan inokulum M.purpureus (B) (Kasim et al., 2005)

kurang dari 10%. China adalah Negara terbesar yang memproduksi RMR, dengan produksi 7.000 ton/ tahun pada 2006 menurut laporan dari World Industrial and Commercial Organization Forum (Shieh et al., 2008).

Red Mold Rice mengandung beras, jamur merah dan metabolit sekunder setelah proses fermentasi (Gambar 3). Ma et al. (2000) melaporkan bahwa RMR juga mengandung total karbohidrat (73,4%), serat (0,8%), protein kasar (14,7%), kelembaban (6,0%), pigmen (0,3%), abu (0,24%), Phosporus (0,02%), monacolin (0,4%) asam lemak (2,84%), vitamin C (0,03%) dan vitamin A <70 IU/100g. Trace element (ug/g) yaitu Ca (352), Mg (1072), Na (2370), Al (78), Fe (36), Mn (19), Cu (3), Zn (12) dan Se (<0,25). Analisa asam lemak menggunakan alat Gas Kromatografi diketahui bahan angkak mengandung asam palmitat (0,56%), asam stearat (0,50), asam oleat (0,62%), asam olenat (0,74%), asam linolenik (0,36%), asam arachidik (0,09%), total asam lemak tidak jenuh (1,43%) dan total asam lemak (2,84%).

Gambar 3. Foto Red Mold Rice atau Angkak (Shieh et al., 2008)

Efek terhadap Kesehatan

Proses fermentasi menyebabkan RMR mengandung beberapa bahan yang berfungsi bagi kesehatan. Studi lebih mendalam pada RMR produk dan starter strain Monascus menunjukkan pada hewan percobaan dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida. Oral treatment dengan Cholestyn (1,2 g/hari) dapat menurunkan LDL kolesterol 30,9% dan triglesirida sebesar 34,1%. Lebih lanjut lagi RMR dapat menaikkan kadar kolesterol HDL 19,9%. Efek samping terjadi pada beberapa pasien yaitu panas, mual dan pusing, tetapi dapat sembuh dengan sendirinya dalam waktu singkat.

Saat ini, RMR digunakan sebagai makanan tambahan (28% tergantung berat badan) pada unggas sebagai bahan diet untuk menghasilkan telur yang berkolesterol rendah (Ma et al., 2000).

Mekanisme bagaimana RMR dapat menurunkan kolesterol belum diketahui, meskipun mengandung zat aktif monakolin yaitu HMG-CoA inhibitor reduktase, tetapi efek dapat menurunkan kolesterol bukan berasal dari zat tersebut saja, melainkan kombinasi dari kerja seluruh monakolin dan substansi lainnya yang terdapat pada RMR. Red Mold Rice juga mengandung asam lemak jenuh, sterol ( b-sitosterol, campesterol, stigmasterol), protein, peptida dan asam amino bebas, sakarida, isoflavon, saponin dan sapogenin. Pada hewan percobaan (tikus) penggunaan ekstrak RMR (AB40) yang diekstrak menggunakan etanol dapat bersifat racun (toksik) pada saraf PC12 yang berakibat gangguan kemampuan mengingat dan belajar (Albert et al., 1980; Ma et al., 2000).

Efek negatif dari RMR juga dilaporkan bahwa selain monakolin, RMR juga mengandung Cytrinin yaitu suatu zat yang juga dihasilkan oleh Genus Aspergillus dan Pinicillium, sebesar 0,2-122 mg/kg. Cytrinin bersifat nephrotoksik dan hepatotoksik yang dapat menyebabkan rusaknya ginjal dan hati secara fungsional dan struktural dengan mengubah metabolisme dari hati. Penggunaan RMR di berbagai Negara dilarang dan masih kontroversial. Penggunaan RMR dengan kandungan cytrinin yang masih diambang toleransi dapat diperbolehkan. Di Jepang maksimum level cytrinin yang di perbolehkan adalah 200 mg/g dan hanya pigmen dari M. purpureus yang diperbolehkan untuk digunakan sebagai makanan. Di China dan Eropa level cytrinin yang diperbolehkan masih belum ada aturannya. Sebagian besar RMR dengan fermentasi Monascus di China mengandung > 1ug/g cytrinin dan < 0,08 mg/g monakolin (Juzlova et al., 2006).

Usaha-usaha telah dilakukan untuk screening Monascus sp untuk menghasilkan mutan untuk menghasilkan kandungan monakolin K yang lebih tinggi dan meminimalkan kandungan cytrinin. Sebagai contoh M.purpureus NTU 568, mutasi dari M.purpureus HM 105 yang diisolasi dari RMR, dapat menghasilkan konsentrasi Monakolin K (9,5 mg/g) dan konsentrasi cytrinin yang rendah yaitu 0.94 ug/g dari RMR. Mutan lain Monascus spp M12-69 dapat memproduksi Mona-kolin sebesar 2,52 mg/g dan cytrinin 0,13 mg/g pada RMR dibawah kondisi optimum (Shieh et al., 2008).

Angkak di Indonesia

Saat ini penelitian tentang angkak telah banyak dilakukan di Indonesia, seperti yang dilaporkan oleh Indriati dan Andayani (2012), pembuatan terasi udang dengan menggunakan pewarna alami yang berasal dari bubuk angkak, menunjukan penambahan bubuk angkak sebesar 0,5%, 1% dan 1,5% dan konsentrasi garam 5% dapat meningkatkan warna terasi tanpa menyebabkan perubahan rasa, bau dan tekstur. Kasim dkk. (2009) melaporkan angkak yang dibuat dari beras merah kultivar BP18041F9 mempunyai pigmen kuning dan merah lebih tinggi dibandingan angkak yang berasal dari beras merah kultivar Bali Butong. Kandungan lovastin

pada kedua kultivar beras merah yang diuji berada pada kisaran rata-rata 0,92% dari pada beras putih pera yaitu 0,21 – 0,27%. Arianti dkk. (2009) melaporkan perbedaan pemberian pakan tepung bekatul pada tikus percobaan dengan dosis 0,54 g/ekor/hari, tepung tempe 2,625 g/150 g BB/hari dan tepung angkak 43 mg/hari menunjukkan tepung bekatul paling efektif dalam menurunkan kadar kolesterol total darah yang lebih rendah dibandingkan tepung tempe dan tepung angkak.

SIMPULAN

Red Mold Rice atau yang lebih dikenal di masyarakat Indonesia sebagai Angkak adalah makanan terfermentasi yang berasal dari China. Makanan ini dibuat dengan memfermentasi beras yang dicampur dengan inokulum jamur merah Monascus purpureus. Manfaat fungsional dari bagi kesehatan manusia yang mengkonsumsi angkak ini adalah dapat menurunkan kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah, namun efek negatif dari angkak dapat mempengaruhi fungsi dan struktur ginjal dan hati manusia jika dikonsumsi tanpa memperhatikan dosis yang dianjurkan. Warna merah yang dihasilkan dari angkak ini dapat dipergunakan sebagai pewarna alami.

SARAN

Kepercayaan masyarakat Indonesia dalam mengkon-sumsi RMR atau Angkak ini untuk menaikan trombosit pada penderita demam berdarah dengan cara mengkon-sumsi secara langsung RMR, perlu mendapat perhatian mengingat konsumsi RMR tanpa mengetahui dosis yang tepat dapat menyebabkan efek negatif bagi kesehatan pengguna.

KEPUSTAKAAN

Albert. A.W., J. Chen., G. Kuron., V. Hunt., J. Huff., C. Hoffman., J. Rothrock., M. Lopes., H. Joshua., E. Harris., A. Patchett., R. Monaghan., S. Lurric., E. Stapley., Alberts., G. Schonberg., O. Hens., J. Hersfied., K. Hoogsteen., J. Springer. 1980. Mevinolin; A highly protein competitive inhibitor of hydroxymetylglutaryl coenzim a reductase and cholesterol lowering agent. Proc. Natl. Acad. Scie. U.S.A. 77: 3957-3961

Akhmad, M., M.Shivli., N. Bibhu,N., P. Panda.2009. Screening of nutrient parameter for red pigmen production by Monascus purpureus MTCC369 under submerged fermentation using Plackett-Burman Design. Chuang Mai. .J. Scie. 36(1):104-109.

Arianti, R., V. Rizatania. M. Fasitasari., H. Sarosa. 2009. Perbedaan efektifitas bekatul, tepung temped an angkak dalam menurunkan kadar kolesterol total darah. Sains Medika 1(1):63-70. [cited on 4 July 2013]. Available at: http://sainsmedika. fkunissula.ac.id/index.php/sainsmedika/article/view/49

Indriati, N., F. Andayani. 2012. Pemanfaatan angkak sebagai pewarna alami pada terasi udang. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi 7(1):11-20. [cited on 5 July 2013]. Available at: http://www.bbp4b.litbang.kkp.go.id/jurnal-pascapanen/ cat_view/9-jurnal-pascapanen-dan-bioteknologi-vol-7-no-1-juni-2012

Juslova, P., L. Martinkova.,V.Kren..2006.Secondary metabolites of the fungus Monascus A review. J. Ind. Microbiol.16:164-170.

Kasim, E., N. Suharna., N. Nurhidayat. 2006. Kandungan pigmen dan lovastin pada angkak beras merah kultivar Bali Bu-tong dan BP18041F9 yang difermentasi dengan Monascus purpureus Jmba. Biodiversitas 7(1):7-9. [cited on 5 July 2013], Availabe at: biodiversitas.mipa.uns.ac.id/D/D0701/ D070103.pdf?

Lin, C. F. 2003. Isolation and cultural condition of Monascus sp.for production of pigment in submerged culture.. J. of Fermentation Tech. 51:407-414.

Li, H., F. Qin., L. R. Shen., Y.Xie., D. Li.2007.Nutritional evaluation of different bacterial douche.Asia Pasific . J. Clime. Nut.16:215-221.

Li, T., L.J.Yin., M. Saito. 2004. Review; Function of traditional food and food culture in China, isoflavone b-glucosidase activity. JARQ 38(4):213-220.

Ma. J.,Y. Li., Q.Ye., J.Li.,Y. Hua., D. Ju., D. Zhang., R. Cooper, R., M. Chang. 2000. Constituens of red yeast rice, a traditional Chinese food and medicine. J. Agric. Food.Chem. 48:5220-5225

Patttaganul, P., R. Pinthon., P. Phianmongkhol., N. Leksawasdi. 2007. Review of Angkak production (M.purpureus). Chuang Mai. J. Scie. 34(3):319-328.

Permana, R.D., S. Marzuki.,D.Tisnadjaja.2004.Analisis Kualitas Produk Fermentasi Beras (Red Fermentation Rice) dengan Monascus purpureus 3090. J. Biodiversitas 5 (1):7-12.

Shieh, P., S. Pao., J. Li.2008. Traditional Chinese Fermented Foods. Sec.Ed. CRC Press

28