PENGARUH PEMBERIAN RHODAMIN B TERHADAP SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L.) BETINA
on
JURNAL BIOLOGI XVII (1) : 21 - 23
ISSN : 1410 5292
PENGARUH PEMBERIAN RHODAMIN B TERHADAP SIKLUS ESTRUS MENCIT (Mus musculus L.) BETINA
EFFECT OF RHODAMIN B ON ESTROUS CYCLE IN FEMALE MICE (Mus musculus L.)
G. A. A. Rina Febrina*, Ngurah Intan Wiratmini, Ni Wayan Sudatri Jurusan Biologi Fakultas MIPA, Universitas Udayana Kampus Bukit Jimbaran, Bali *Email : [email protected]
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh rhodamin B terhadap siklus estrus mencit (Mus musculus L.). Dua puluh empat ekor mencit betina dewasa dibagi menjadi empat kelompok secara acak. Rhodamin B diberikan secara oral (gavage) dengan dosis : 0 ppm (kontrol), 150 ppm, 300 ppm, dan 600 ppm. Perlakuan diberikan selama dua siklus estrus dan dimulai saat mencit sedang dalam fase estrus. Fase estrus diamati dengan mengamati apusan vagina, dan dihitung jarak antara fase estrus dengan fase estrus berikutnya. Data yang diperoleh dianalisis dengan Anova dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rhodamin B berpengaruh signifikan (P<0,05) memperlambat panjang siklus estrus.
Kata kunci: Rhodamin B, siklus estrus, mencit (Mus musculus L.)
ABSTRACT
The research was conducted to identify the effect of rhodamine B on estrous cycle on female mice (Mus musculus L.). Twenty-four female mice were used, and randomly divided into four groups. Rhodamine B was given orally (gavage) with a dose of 0 ppm (control), 150 ppm, 300 ppm, and 600 ppm in two estrous cycles. Treatments were started when mice in estrus phases. The time between first and the next estrus phase were observed from vaginal smear preparation. Data obtained were analysed with One Way Anova. If the differences were appeared between treatments, then the LSD test was performed. The results showed that rhodamine B was significantly increased the time of estrous cycle (P<0.05).
Keywords : Rhodamin B, estrous cycle, mice (Mus musculus L.)
PENDAHULUAN
Penambahan zat warna pada makanan maupun minuman memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap selera dan daya tarik konsumen. Beberapa pedagang menambahkan pewarna yang berbahaya bagi kesehatan demi memperoleh keuntungan yang lebih besar. Salah satu pewarna berbahaya yang sering digunakan adalah rhodamin B (Djarismawati et al., 2004).
Rhodamin B sebenarnya adalah pewarna sintetis yang biasa digunakan untuk mewarnai kain atau kertas. Pewarna ini berbentuk serbuk kristal berwarna kehijauan, larut dalam air dan menghasilkan warna merah terang dan berflourensi bila ditambahkan pada makanan (Kusmayadi dan Sukandar, 2009). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 239/ Men.Kes/Per/V/85, rhodamin B merupakan zat warna berbahaya yang dilarang keras digunakan dalam makanan (Anonim, 1985). Meskipun telah dilarang, namun penggunaan rhodamin B pada makanan masih saja ditemukan terutama pada industri kecil (Djarismawati et al., 2004). Menurut Anggrahini (2008), rhodamin B merupakan senyawa sintetis yang mengandung residu logam berat yang berbahaya bagi kesehatan.
Beberapa penelitian tentang pengaruh rhodamin B terhadap kesehatan telah dilakukan. Rhodamin B diketahui dapat menimbulkan perubahan struktur histologis sel hati pada mencit (Rahardi, 2010; Siswati, 2000), serta menimbulkan efek teratogenik (Hidayah, 2010). Akan tetapi, pengaruh rhodamin B terhadap sistem reproduksi betina belum diketahui, untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh rhodamin B terhadap siklus estrus mencit betina.
MATERI DAN METODE
Dua puluh empat ekor mencit betina dewasa berumur 2,5-3,5 bulan dengan berat 25-30 gram dibagi secara acak menjadi empat kelompok. Rhodamin B diberikan secara oral (gavage) dengan dosis : 0 (P0 sebagai kontrol), 150 (P1), 300 (P2), dan 600 (P3) ppm / hari, sebanyak 0,3 ml. Perlakuan diberikan selama dua siklus estrus dan dimulai saat mencit sedang dalam fase estrus. Fase estrus diamati dengan mengamati apusan vagina, dan dihitung jarak antara fase estrus dengan fase estrus berikutnya.
Metode yang digunakan dalam pembuatan apusan vagina adalah metode oles. Cotton bud dicelupkan ke dalam NaCl 0,9%, kemudian ujungnya dimasukkan
ke dalam lubang vagina mencit dan diputar perlahan-lahan. Ujung cotton bud dioleskan pada object glass yang telah ditetesi larutan NaCl 0,9% lalu dibuat apusan tipis merata. Preparat difiksasi dengan alkohol 70% selama 5 menit, diwarnai dengan Giemsa dan dibiarkan selama dua menit. Preparat selanjutnya dicuci dengan aquades dan dibiarkan kering. Preparat diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran 10×10. Apabila mencit sedang dalam keadaan estrus maka pada apusan vagina akan terlihat sel epitel kornifikasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan Anova dilanjutkan dengan uji BNT dengan taraf signifikan 5%.
HASIL
Hasil analisis data menunjukkan bahwa rata–rata panjang siklus estrus antar kelompok mencit menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Setelah dilanjutkan dengan uji BNT diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna diantara kelompok perlakuan rhodamin B (Tabel 1.). Siklus estrus mencit semua kelompok perlakuan lebih panjang jika dibandingkan dengan kontrol (Gambar 1.). Panjang siklus estrus pada mencit kelompok kontrol (P0) adalah 5,92±0,49 hari sedangkan, kelompok perlakuan rhodamin B 150 ppm (P1) adalah 6,92±0,66 hari, rata–rata panjang siklus estrus pada mencit kelompok perlakuan rhodamin B 300 ppm (P2) adalah 7,50±1,14 hari dan rata–rata panjang siklus estrus pada mencit kelompok perlakuan rhodamin B 600 ppm (P3) adalah 7,58±0,97 hari. Fase estrus ditentukan dengan mengamati apusan vagina mencit, dimana pada apusan vagina akan memperlihatkan sel–sel epitel kornifikasi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.
Tabel 1. Rata–Rata Panjang Siklus Estrus Mencit (Huruf yang berbeda dalam satu kolom menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05)
Kelompok mencit |
Jumlah mencit |
Rata – rata panjang siklus estrus (hari) |
Rata – rata panjang P siklus estrus |
P0 (Kontrol) |
6 |
5,92±0,49ᵃ |
142 jam 48 menit 0,003 |
P1 (150 ppm) |
6 |
6,92±0,66ᵇ |
166 jam 4 menit |
P2 (300 ppm) |
6 |
7,50±1,14ᵇ |
180 jam |
P3 (600 ppm) |
6 |
7,58±0,97ᵇ |
181 jam 55 menit |
Gambar 1. Rata–Rata Panjang Siklus Estrus Mencit
PEMBAHASAN
Siklus estrus sangat dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan ovarium serta hormon FSH (follicle stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone) yang dihasilkan oleh hipofisis anterior. Hormon FSH merangsang pertumbuhan folikel pada ovarium dan folikel yang sedang tumbuh ini mensekresikan hormon
Gambar 2. Apusan Vagina Mencit (A). Fase estrus, (B) Tidak pada fase estrus, (1) sel epitel kornifikasi, (2) sel epitel berinti.
estrogen, dimana saat terjadinya lonjakan dari hormon estrogen, hipofisis anterior akan meningkatkan sekresi hormon LH sehingga akan terjadi ovulasi. Setelah ovulasi LH akan merangsang jaringan folikel yang tertinggal di ovarium, untuk membentuk korpus luteum yang akan mensekresikan hormon progesteron. Hormon progesteron ini akan merangsang penebalan dinding endometrium untuk mempersiapkan kehamilan jika terjadi pembuahan (Ganong, 1983; Campbell, 2004)
Pengujian secara spektrofotometri menunjukkan bahwa rhodamin B mengandung 13 ppm timbal (Pb) dan 1,4 ppm arsen (As) (Subandi, 1999). Timbal yang tertelan akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali oleh ginjal dan otak kemudian disimpan di dalam tulang dan gigi. Timbal yang tertimbun dalam darah dapat melewati sawar darah otak dan mengganggu metabolisme sel–sel saraf melalui penghambatan respirasi mitokondria sel saraf. Hambatan ini dapat menyebabkan gangguan pada hipofisis dan hipotalamus sehingga menyebabkan terganggunya sekresi hormon– hormon penting pada siklus ovarium yaitu FSH dan LH (Camin, 1993 dalam Intani, 2010). Selain itu, timbal juga diketahui menghambat sintesis hormon steroid pada ovarium, serta menghambat aktivitas hormon progesteron (Georgescu et al., 2011).
Selain timbal, arsen yang terkandung dalam rhodamin B juga dapat mengganggu hormon estrogen dengan berkompetisi dalam mengikat reseptor hormon estrogen (Georgescu et al., 2011). Hormon estrogen memiliki reseptor intraseluler yang spesifik, ikatan antara hormon estrogen dengan reseptor inilah yang menjadi kunci dari kerja hormon estrogen pada sel target (Widjanarko, 2011). Menurut Chatterjee dan Chatterji (2010), terjadi penurunan jumlah hormon estrogen, LH dan FSH pada serum darah tikus yang mendapat perlakuan arsen selama 28 hari.
Gangguan pada tingkat hormonal akibat kandungan logam berat rhodamin B, akan mengganggu siklus ovarium yang kemudian akan mengganggu siklus estrus karena kedua siklus ini terjadi secara paralel. Siklus estrus menjadi indikasi dari siklus ovarium artinya, perubahan yang terjadi pada siklus ovarium akan tergambar pada siklus estrus. Siklus estrus dapat diamati dengan mengamati apusan vagina, dimana saat mencit sedang dalam fase estrus maka pada apusan vagina akan ditemukan sel epitel kornifikasi (Musahilah, 2010).
Pengaruh Pemberian Rhodamin B Terhadap Siklus Estrus Mencit (Mus musculus L.) Betina [G. A. A. Rina Febrina, dkk.]
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rhodamin B dengan dosis 150 ppm, 300 ppm dan 600 ppm berpengaruh signifikan, dapat memperlambat panjang siklus estrus pada mencit betina dewasa.
KEPUSTAKAAN
Anonim, 1985. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Nomor :239/Men.Kes/Per/V/85. Tentang Zat Warna Tertentu Yang Dinyatakan Sebagai Bahan Berbahaya.
Anggrahini, S. 2008. Keamanan Pangan Kaitannya Dengan Penggunaan Bahan Tambahan Dan Kontaminan. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadjah Mada.
Campbell, N., J. Reece, dan L. Mitchael. 2004. Biologi. Jilid Ketiga. Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta.
Chatterjee, A dan U. Chatterji. 2010. Arsenic Abrogates The Estrogen-signaling Pathway In The Rat Uterus. Reproductive Biology and Endokrinology. Department of Zoology, University of Calcutt. India. [Online], Available at: “http:// www.rbej.com/content/8/1/80954” [30 April 2013].
Djarismawati., Sugiharti., R. Naingolan. 2004. Pengetahuan dan Perilaku Pedagang Cabe Merah Giling Dalam Penggunaan Rhodamin B di Pasar Tradisional di DKI Jakarta. Jurnal Ekologi Kesehatan. 3(1): 7-12.
Ganong, W.F. 1983. Fisiologi Kedokteran. Penerjemah Adji Dharma. EGC. Jakarta.
Georgescu, B., C. Georgescu., S. Dărăban1., A.Bouaru., S. Paşcalău. 2011. Heavy Metals Acting as Endocrine Disrupters. Journal Animal Science and Biotechnologies. 44(2): 89-93.
Hidayah, S. 2010. Efek rhodamin B yang diberikan selama masa organogenesis terhadap perkembangan embrio mencit (Mus musculus) galur Balb-C. Universitas Negeri Malang. Skripsi S-1.
Intani, C. Y. 2010. Pengaruh Timbal (Pb) Pada Udara Jalan Tol Terhadap Gambaran Mikroskopis Testis Dan Kadar Timbal (Pb) Dalam Darah Mencit Balb/C Jantan. Program Pendidikan Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
Kusmayadi, A., Sukandar, D. 2009. Food Safety and Its Application in Daily Life to Prevent Dangers of Consuming Unsafe Foods and Promote SPFS Farmer’s Health, [Online], Available : ”http://www.fao.org/TC/spfs/indonesia/detail_ en.asp?id=954” [29 Desember 2012].
Musahilah, T. 2010. Efek Pemberian Ekstrak Daun Maja (Aegle marnelos Corr.) Terhadap Fertilitas Tikus Betina. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis S-2.
Rahardi, A.S. 2010. Pengaruh Pemberian Rodamin B Terhadap Struktur Histologis Sel Hati Mencit. Universitas Sebelas Maret. Skripsi S-1.
Siswati, P. 2000. Uji Toksisitas Zat Warna Rhodamin terhadap Jaringan Hati Mencit (Mus musculus) Galur Australia. ITB. Tesis S-2.
Subandi. 1999. Penentuan Kadar Arsen dan Timbal Dalam Pewarna Rhodamin B dan Auramine Secara Spektofotometri. Jurnal Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam dan Pengajarannya. 28(1): 12-26.
Widjanarko, B. 2011. Mekanisme Kerja dan Metabolisme Hormon Estroid. [Online],
Available at: “http://reproduksiumj.blogspot.com/2011/08/ mekanisme-kerja-dan-metabolisme-hormon.html” [30 April 2013].
23
Discussion and feedback