JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(1): 132-143

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Pengaruh ekstrak metanolik kombinasi benalu teh dan benalu mangga terhadap histopatologi hepar tikus model hipertensi (DOCA-Garam)

Effect of mistletoe (tea and mango) extract combination on histopathology of liver in hypertension rats (DOCA-Salt)

Arina Roikhana, Nour Athiroh Axzbdoes Sjakoer*, Nurul Jadid Mubarakati

Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, , Universitas Islam Malang, Jalan Mayjen Haryono no.193, Malang, Indonesia – 65144

*Email: [email protected]

Diterima 26 Januari 2022        Disetujui 9 Juni 2022

INTISARI

Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan kematian utama pada manusia serta berhubungan dengan penyakit kardiovaskular. Hipertensi dapat merusak organ hepar yang berhubungan dengan Reactive Oxygen Species (ROS). Benalu mangga dan teh bermanfaat sebagai obat herbal untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak metanol kombinasi benalu teh dan mangga terhadap histopatologi hepar tikus hipertensi (DOCA-Garam), desain eksperimen yang digunakan yaitu rancangan acak lengkap sebanyak 25 ekor tikus wistar jantan yang dikelompokkan menjadi 5 perlakuan yaitu kontrol (-) = 0 mg/KgBB EMKBTBM, kontrol (+) = 15 mg/KgBB DOCA-Garam, P1, P2, P3 masing- masing 50, 100, 200 mg/KgBB EMKBTBM. Analisis data yang digunakan adalah uji ANOVA two way yaitu JAMOVI dengan versi 1.1.9.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat nyata (p-value) <0.05 pada zona 1, 2, dan 3 jika dibandingkan dengan semua kelompok perlakuan, dan semua kelompok perlakuan yaitu antara kelompok kontrol (+) dengan kontrol (-), perlakuan 1, 2, dan 3 berbeda nyata terhadap rerata kerusakan sel (piknosis, karioreksis, kariolisis) hepatosit hepar. Dibuktikan dengan hasil analisis yang menyatakan p-value <0.05 yaitu <0.001, sehingga pemberian ekstrak metanol kombinasi benalu teh dan mangga dapat mengurangi nekrosis (piknosis, karioreksis, dan kariolisis) pada hepatosit organ hepar tikus hipertensi.

Kata kunci: ekstrak metanolik benalu, hipertensi, histopatologi, hepar, nekrosis

ABSTRACT

Hypertension is one of the leading causes of death in humans and is associated with cardiovascular disease. Hypertension can damage liver associated with Reactive Oxygen Species (ROS). Mango and tea parasites are useful as herbal medicines to maintain the health of the human body. This study aims to determine the effect of the methanolic extract of the combination of tea and mango parasites on the liver histopathology of hypertensive rats (DOCA-Salt), the experimental design used was a completely randomized design with 25 male wistar rats grouped into 5 treatments, namely control (-) = 0 mg/KgBW EMKBTBM, control (+) = 15 mg/KgBW DOCA-Salt, P1, P2, P3 respectively 50, 100, 200 mg/KgBW EMKBTBM. The data analysis used is a two-way ANOVA test, namely JAMOVI with version 1.1.9.0. The results of this study indicate that there is a highly significant difference (p-value) <0.05 in zones 1, 2 and 3 compared to all treatment groups and all treatment groups, that is, between the group of control (+) and control group (-),

treatments 1, 2 and 3 were significantly different in mean necrosis (pyknosis, karyorrhexis, karyolysis) of hepatic hepatocytes. It was verified with the results of the analysis that stated that the value of p <0.05 was <0.001, so that the administration of a combination of tea and extract of mango parasites could reduce necrosis (pycnosis, karyorrhea and karyolysis) in hepatocytes from the livers of hypertensive rats.

Keywords: extract combination tea and mango, histopathology, hypertension, liver, necrosis

PENDAHULUAN

Beberapa jenis tanaman obat dari family Lorantaceae yaitu benalu teh dan benalu mangga menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder. Beberapa senyawa metabolit sekunder pada benalu mangga dan teh yaitu flavanoid, saponin, tannin, alkaloid, glikosida, dan inulin berpotensi sebagai antihipertensi (Athiroh et al., 2014). Kandungan senyawa flavanoid pada kedua tanaman ini bermanfaat dan berpotensi sebagai alternative sediaan fitofarmaka atau sebagai obat herbal.

Hipertensi merupakan salah satu penyebab penyakit vascular dengan mortalitas dan morbiditas yang tinggi disebabkan oleh stress oksidatif dan peradangan sel endotel yang terjadi sepanjang pathogenesis hipertensi (Deng et al., 2021). Setiap peningkatan stress oksidatif akan menghasilkan peningkatan yang nyata dalam perkembangan penyakit kardiovaskular dan komplikasinya yaitu hipertensi (Kamal, 2014). Oleh karena itu, dengan menghambat stress oksidatif dan terjadinya peradangan pada sel endotel, hal tersebut dapat mengobati penyakit hipertensi. Stress oksidatif yang berlebihan dalam tubuh dapat dinetralisir atau dihentikan dengan bantuan antioksidan alami yang berasal dari senyawa metabolit sekunder benalu teh dan mangga sebagai antioksidan (Krishna et al., 2008).

Senyawa yang terbukti memperburuk hipertensi adalah Reactive Oxygen Species (ROS) yaitu anion superoksida (O2-), hydrogen peroksida (H2O2), dan radikal hidroksil (OH-) yang mampu menghambat aliran oksigen menuju jantung dan otak serta oksidasi lipid sehingga terjadi penyumbatan pembuluh arteri (aterosklerosis) yang menyebabkan hipertensi. Kematian sel hepar disebabkan oleh Reactive

Oxygen Species (ROS) yang berlebih sehingga menimbulkan injuri pada hepar yang disebabkan oleh hipoperfusi dan hipoksia karena adanya perubahan struktur ateriol (Sepriani et al., 2015). Stress oksidatif akan muncul ketika produksi ROS melebihi antioksidan yang ada sebagai pertahanan intrinsik. Stress oksidatif yang kronis akan menyebabkan nekrosis hepatosit, sedangkan stress oksidatif yang lebih ringan dapat menyebabkan apoptosis (Esrefoglu, 2012). Nekrosis hepatosit biasanya ditandai dengan perubahan inti sel yang disebabkan oleh adanya penguraian DNA nonspesifik meliputi kariolisis, piknosis, dan karioreksis (Kumar et al., 2007).

Organ hepar dapat mengalami kerusakan akibat hipertensi yang berhubungan dengan Reactive Oxygen Species (ROS). Penelitian Munazza et al., (2011) membuktikan bahwa kerusakan hepar ditandai oleh tikus yang diinduksi DOCA-NaCL 1% mengalami penurunan SOD, katalase, dan glutation peroxidase hepar serta meningkatnya ALT, AST, GGT. Hepar berperan sebagai tempat terjadinya metabolisme protein, lemak, dan karbohidrat serta vitamin yang diserap melalui saluran pada pencernaan, yang kemudian akan dimanfaatkan oleh bagian tubuh lainnya. Sehingga dengan banyaknya fungsi serta peran hepar, maka apabila hepar mengalami kerusakan akan berpengaruh terhadap fungsi serta peran jaringan tubuh lainnya (Fitmawati et al., 2018). Pada penelitian yang dilakukan oleh Athiroh (2011) menyatakan bahwa pemaparan DOCA-Garam lebih cepat meningkatkan tekanan darah dengan kadar renin yang dihasilkan lebih rendah, serta jarang sekali terjadi kerusakan organ yang fatal, sehingga induksi D0CA-Garam ini sudah umum digunakan pada hewan coba model hipertensi. Berdasarkan uraian tersebut, perlu dilakukan penelitian terhadap pengaruh ekstrak metanol kombinasi benalu teh dan mangga pada

histopatologi hepar tikus model hipertensi (DOCA-Garam).

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret -Oktober 2021 di Laboratorium Fakultas Kedokteran Universitas Islam Malang, Laboratorium Terpadu Biologi Oral Fakultas Kedokteran gigi Universitas Brawijaya Malang, Laboratorium Faal Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang, Laboratorium Balai Materia Medica Batu, Jawa Timur, Laboratorium Histopatologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang.

Bahan

Pakan hewan uji berupa susu pap sebanyak 14 gram dan air minum tikus 50 ml setiap harinya. Xylol, ethanol 90%, ethanol 80%, hematoksilin, larutan eosin, dan larutan pembiru untuk pengecatan Hematoxilin eosin, benalu mangga (Dendropthoe pentandra),benalu teh (Scurrula atropurpurea), garam fisiologis NaCL, aquades, DOCA (Deoxycorticosteron), minyak wijen, metanol 90%, ketamine 10% tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) yang berumur 6-8 bulan dengan berat badan 150-250 gram dan formalin untuk mengawetkan organ setelah proses pembedahan hewan uji.

Alat

Tempat hewan uji (kandang) berukuran 40 x 30 x 10 cm dengan penutup berupa anyaman kawat, timbangan digital, corong, botol bekas air minum kemasan, gelas ukur, Erlenmeyer, blender, oven, freezer untuk ekstraksi benalu teh dan benalu mangga. Paraffin block, handscoon, spuite one med, heating set, tabung eppendorf, pinset, alat sectio, pisau bedah (scalpel), mikrosentrifus, vaplet.

Metode

Penelitian ini dilakukan setelah mendapat persetujuan dari komisi etika Penelitian

Kedokteran Universitas Islam Malang (Ethical Clearence) dengan nomor 006/LE.001/IV/03/2020. Metode eksperimental dengan desain penelitian Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Ekstrak Metanolik Kombinasi Benalu Teh dan Benalu Mangga (EMKBTBM) diberikan pada tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) selama 28 hari dengan cara disonde. Penyondean dilakukan pada setiap tikus sesuai dosis dan volume yang diberikan menggunakan alat sonde tikus, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi hepar tikus wistar jantan. Penelitian ini menggunakan 25 ekor tikus wistar jantan yang dibagi menjadi 5 kelompok yaitu kontrol (-) = 0 mg/KgBB EMKBTBM, kontrol (+) = 15 mg/KgBB DOCA-Garam, P1, P2, P3 masing-masing 50, 100, 200 mg/KgBB EMKBTBM.

Proses Ekstraksi Benalu Teh dan Benalu Mangga

Metode yang digunakan pada ekstraksi benalu teh dan mangga adalah metode maserasi. Proses ekstraksi dilakukan setelah simplisia terbentuk. Benalu teh dan benalu mangga masing-masing ditimbang 100 gram kemudian dimasukkan dalam botol yang berukuran 1,5 liter. Simplisia bubuk direndam dengan 1 liter metanol 90% dan selama 60 menit dilakukan pengadukan hingga larutan menjadi homogen. Simplisia bubuk diendapkan dalam waktu 24 jam dengan tujuan untuk membuat dinding sel daun benalu teh dan mangga pecah sehingga zat aktif pada kedua tanaman tersebut dapat ditarik oleh pelarut methanol. Setelah 24 jam, simplisia yang direndam selama 24 jam membetuk dua lapisan. Supernatant adalah lapisan paling atas sedangkan natant adalah lapisan paling bawah atau sisa. Lapisan yang kemudian ditampung dan dilanjutkan pada tahap ekstraksi dengan rotary evaporator adalah supernatant. Rotary evaporator akan mengentalkan filtrat yang telah dihasilkan untuk menguapkan pelarut sehingga dihasilkan ekstrak kental daun benalu teh dan manga.

Aklimatisasi Hewan Coba

Proses aklimatisasi dilakukan di Animal House Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya Malang selama 5 hari pada suhu ruangan adalah ± 240 C , kelembaban udara kurang lebih 50-60% terjaga dari asap industri dan polutan lainnya. Hewan uji diberi makan susu pap sebanyak 14 gram setiap harinya dan minum 50 ml secara adlibitum. Aklimatisasi hewan uji bertujuan agar hewan beradaptasi pada kondisi percobaan dengan pemberian makanan sesuai standar serta minuman yang cukup. Setiap kelompok sampel diberikan makanan yang sama.

Pembedahan Hewan Uji

Setelah 28 hari pemeliharaan dan perlakuan terhadap tikus wistar jantan, dilanjutkan dengan proses pembedahan untuk mengambil organ hepar guna dilakukannya pemeriksaan histopatologi. Organ yang diamati adalah hepar. Proses pembedahan diawali dengan tikus wistar jantan yang diinjeksi dengan ketamine, setelah tidak sadarkan diri atau pingsan, tikus baru di bedah secara vertikal dari abdomen menuju arah thorax dengan gunting section sampai seluruh abdomen terbuka. Diambil organ hepar dan dibersihkan dari jaringan ikat maupun pembuluh darah yang tersisa. Setelah itu dimasukkan dalam wadah berisi formalin 10%. Larutan formalin 10% ini umum digunakan serta menjadi larutan fiksasi standar dalam bidang histopatologi dikarenakan kandungan bahan penyangga pada larutan ini yang dapat memberikan efek fiksasi atau pengawet (Mujimin., 2013). Pada setiap wadah diberi label sesuai masing-masing kelompok perlakuan.

Pemeriksaan Histopatologi

Organ dipadatkan dengan paraffin dan dipotong hingga mendapatkan ketebalan irisan sekitar 3-5µm menggunakan mikrotom. Melalui pewarnaan dengan Hematoxylin dan Eosin, organ ditempelkan pada kaca menjadi slide histopatologi. Pengamatan struktur hepar yaitu dengan menghitung jumlah hepatosit hepar yang mengalami nekrosis (piknosis, karioreksis,

kariolisis) pada zona 1, zona 2, dan zona 3. Pengamatan histopatologi hepar dilakukan dengan mengunakan mikroskop cahaya atau trinokuler Olympus U-TVO.5XC-3.T7 Tokyo, Japan dengan perbesaran 400×.

Analisis data

Hasil yang diperoleh dalam bentuk data kemudian dianalisis dengan menggunakan uji Two Way ANOVA dengan aplikasi Jamovi versi 1.1.9.0. Didapatkan rerata (mean) dan simpangan baku (standard deviation). Hasil yang diharapkan pada uji ini adalah perbedaan yang bermakna pada tikus jantan kelompok kontrol (-) dan kontrol (+), serta kelompok perlakuan P1,P2 dan P3, namun apabila hasil analisis berbeda nyata atau signifikan, maka perlu dilanjukan dengan uji lanjutan Post Hoc Test untuk mengetahui perlakuan mana yang terdapat perbedaan signifikan.

HASIL

Pengamatan Histopatologi Nekrosis Hepar Tikus Wistar Jantan (Rattus norvergicus)

Gambaran histopatologi hepar pada hepatosit tikus wistar jantan (Rattus norvergicus) yang telah diberikan ekstrak metanolik kombinasi benalu teh (Scrulla atropurpurea) dan benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) selama 28 hari dinilai berdasarkan rerata jumlah kerusakan hepatosit hepar. DOCA 15 mg/KgBB dan NaCL 2% dapat meningkatkan kerusakan hepatosit hepar pada zona 1, zona 2, dan zona 3 pada kelompok kontrol (+) secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol (-) (p<0,05). Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi hepar tikus wistar jantan terdapat sel normal dan sel yang mengalami nekrosis. Nekrosis sel ditandai dengan adanya perubahan dan destruksi nukleus yang meliputi piknosis, karioreksis, dan kariolisis sehingga didapatkan hasil yang ditabulasikan berdasarkan perlakuan. Pada Gambar 1 dapat dilihat gambaran nekrosis hepatosit.

Gambar 1. Gambaran Histopatologi Hepar Tikus Hipertensi (DOCA-Garam) yang diberi EMKBTBM kelompok kontrol (K+). Perbesaran 400×, pewarnaan Hematoxilin & Eosin. Keterangan : (a) = sel normal, (b) = piknosis, (c) = karioreksis, (d) = kariolisis, (e) = vena sentralis


Pengaruh Ekstrak Metanolik Kombinasi Benalu Teh dan Benalu Mangga terhadap kerusakan hepatosit hepar

Organ yang diamati pada penelitian ini adalah hepar yang mengalami nekrosis. Setelah dilakukan pengamatan histopatologi nekrosis hepatosit hepar pada tikus wistar jantan yang hipertensi dengan pemberian EMKBTBM selama 28 hari. Salah satu penyakit yang dapat menyebabkan kerusakan sel (nekrosis) yaitu hipertensi yang dapat mengubah struktur dan jaringan sel, kemungkinan fatal akan menyebabkan kematian sel. Nekrosis terdiri dari tiga fase yaitu piknosis, karioreksis, dan kariolisis sehingga didapatkan hasil yang ditabulasikan berdasarkan perlakuan dari masing-masing kelompok yang disajikan dalam Tabel 1.

Hasil analisis jumlah hepatosit hepar yang mengalami nekrosis meliputi piknosis, karioreksis, kariolisis pada tikus wistar jantan hipertensi dengan pemberian EMKBTBM menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang sangat signifikan terhadap semua kelompok terutama antara kelompok kontrol (+) dengan kelompok kontrol (K-), serta P1. P2. dan P3. Hal

ini dibuktikan dengan hasil uji Two Way Anova bahwa (p<0.05), yakni terdapat perbedaan yang sangat nyata. Sehingga dapat diinterpretasikan bahwa dengan adanya pemberian ekstrak metanolik kombinasi benalu teh dan benalu mangga dapat menurunkan jumlah rerata nekrosis (piknosis, karioreksis, dan kariolisis) hepatosit pada organ hepar tikus hipertensi (DOCA-Garam). Pada ketiga variasi dosis mempunyai potensi yang sama dalam menurunkan jumlah nekrosis (piknosis, karioreksis, dan kariolisis) hepatosit organ hepar ditandai dengan (a) yang menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara ketiga variasi dosis. Namun dosis yang paling optimum adalah dosis pertama yakni 50 mg/KgBB.

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara kelompok K(+) dengan semua kelompok. Perbedaan yang sangat nyata ditunjukkan dengan jumlah rerata piknosis K(+) 33.8, karioreksis 34.4 dan kariolisis 30.3 sehingga pada Tabel 1 ditunjukkan dengan tanda signifikansi (b) yang berarti mempunyai perbedaan yang sangat nyata antara kelompok K(-) dengan K(+), P1, P2, dan P3.




Gambar 2. Gambaran Histopatologi Hepar yang mengalami nekrosis pada perbesaran 400× , pewarnaan Hematoxilin Sel normal hepatosit, B.Piknosis, C. karioreksis, D. Kariolisis

Tabel 1. Rerata jumlah kerusakan sel (Piknosis, karioreksis,

kariolisis) Hepar pada Tikus wistar jantan setelah pemberian EMKBTBM.

Piknosis

No

Perlakuan

Rerata ± SD

Notasi

1.

KN

18,8 ± 1,18

a

2.

KP

33,8 ± 1,18

b

3.

P1

16,2 ± 1,18

a

4.

P2

14,0 ± 1,18

a

5

P3

12,8 ± 1,18

a

Karioreksis

No

Perlakuan

Rerata ± SD

Notasi

1.

KN

18,4 ± 0,875

a

2.

KP

34,4 ± 0,875

b

3.

P1

16,7 ± 0,875

a

4.

P2

14,3 ± 0,875

a

5.

P3

12,3 ± 0,875

a

Kariolisis

No

Perlakuan

Rerata ± SD

Notasi

1.

KN

17,9 ± 1,18

a

2.

KP

30,3 ± 1,18

b

3.

P1

16,4 ± 1,18

a

4.

P2

14,7 ± 1,18

a

5.

P3

12,9 ± 1,18

a

Keterangan notasi :

  • (a)    : tidak berbeda nyata (p>0,05) yang terjadi antara kelompok perlakuan.

  • (b)    : berbeda nyata (p<0,05) yang terjadi antara kelompok perlakuan.


Gambar 3. Histogram rerata jumlah kerusakan sel (piknosis, karioreksis, kariolisis) hepar

Keterangan:

KN   = Kelompok tikus normal

KP    = Kelompok tikus injeksi DOCA-Garam 15 mg/KgBB

P1    = Kelompok tikus pemberian (DOCA-Garam 15 mg/KgBB) dan 50 mg/KgBB EMKB TBM

P2    = Kelompok tikus pemberian (DOCA-Garam 15 mg/KgBB) dan 100 mg/KgBB EMKBTBM

P3    = Kelompok tikus pemberian (DOCA-Garam 15 mg/KgBB) dan 200 mg/KgBB EMKBTB

Pengaruh Ekstrak Metanolik Kombinasi Benalu Teh dan Benalu Mangga terhadap kerusakan zona hepar

Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa lobulus hepar dibagi menjadi tiga zona yaitu, zona 1, zona 2, dan zona 3. kerusakan zona hepatosit pada piknosis, karioreksis, dan kariolisis hepar dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan hasil uji ANOVA menyatakan bahwa perlakuan berpengaruh terhadap zona 1, 2, dan 3. Dilanjutkan dengan uji POST HOC menunjukkan rerata kerusakan zona pada setiap zona 1, 2, dan 3 hepatosit hepar menunjukkan tidak berbeda nyata (p>0.05) yang menyatakan bahwa pada kerusakan sel (nekrosis) yang meliputi piknosis, karioreksis, dan kariolisis tidak ada perbedaan yang nyata yang dinyatakan dengan notasi (a) pada setiap zona 1, 2, dan 3. Namun zona tertinggi yang mengalami kerusakan adalah zona 3. Rerata piknosis, karioreksis, dan kariolisis berturut-turut pada zona 3 yaitu 22,5, 21,4, dan 20,1.

Piknosis

Tabel 2. Rerata jumlah kerusakan sel pada zona 1, 2, dan 3 hepatosit hepar (piknosis, karioreksis, kariolisis)

No

Zona

Rerata ± SD

Notasi

1.

1

16,9 ± 1,18

a

2.

2

17,9 ± 1,18

a

3.

3

22,5 ± 1,18

a

Karioreksis

No

Zona

Rerata ± SD

Notasi

1.

1

18,1 ±

a

0,958

2.

2

18,3 ±

a

0,958

3.

3

21,4 ±

a

0,958

Kariolisis

No

Zona

Rerata ± SD

Notasi

1.

1

16,7 ± 1,29

a

2.

2

18,5 ± 1,29

a

3

3

20,1 ± 1,29

a

Keterangan : Persamaan notasi (a) menunjukkan tidak ada perbedaan diantara zona 1, 2, dan 3

Gambar 4 . Histogram rerata kerusakan zona 1,2, dan 3 hepatosit hepar


PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji ANOVA membuktikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan yaitu (p<0.05) yaitu pada K(+) tikus yang diinduksi DOCA-Garam dengan K(-) tikus normal, dan kelompok

perlakuan yang diberi ekstrak metanolik kombinasi benalu teh dan benalu mangga dengan P1 (50 mg/KgBB EMKBTBM), P2 (100 mg/KgBB), dan P3 (200 mg/KgBB) dapat menurunkan kerusakan sel (nekrosis) hepar yang meliputi piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Pemilihan jenis tikus wistar jantan (Rattus

norvegicus) sering digunakan dalam penelitian labolatorium dan tikus ini memiliki kemiripan ataupun fungsi fisiologis seperti pada manusia dan mempunyai DNA yang hampir sama dengan manusia sebesar 98% (Sepriani et al., 2015).

Pada tikus K(+) tekanan darah yang meningkat disebabkan oleh pemberian DOCA yang mampu meningkatkan reabsorbsi Na+ dan air oleh nefron distal sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi (Sherwood, 2007). Deoxycorticosterone acetate merupakan mineralokortikoid secara kualitatif yang sama seperti aldosteron sehingga memberikan remodeling vascular kronis pada hewan yang diinduksi DOCA-Garam (Lindoso et al.,2020). Mekanisme terjadinya nekrosis pada hipertensi yaitu tikus yang diinduksi DOCA-Garam mengalami kerusakan pada barrier alamiah sel endotel pembuluh darah dalam keadaan stress oksidatif sehingga menyebabkan terjadinya disfungsi endotel. Disfungsi endotel mampu menurunkan Nitric Oxide (NO) sebagai vasodilator, serta menurunkan ET-1 sebagai vasokonstriktor yang ditandai dengan adanya penyempitan pembuluh darah serta iskemia. Iskemia ini dapat menyebabkan meningkatnya Ca2+ mitokondria dan Reactive Oxygen Species (ROS) serta berpengaruh terhadap Mitochondrial Permeability Transition (MPT). Mitochondrial Permeability Transition yang terganggu ini menyebabkan deplesi ATP dan kerusakan pada membran hepatosit, sehingga mengakibatkan terjadinya nekrosis pada hepatosit hepar (Sepriani et al., 2015). Diperkuat oleh Kamal (2013) yang membuktikan bahwa terjadi penurunan oleh aktivitas enzim antioksidan pada sel hepar yaitu enzim katalase serta glutation peroxidase yang disebabkan oleh DOCA-Garam.

Lobulus hepar dibagi menjadi 3 zona metabolisme yang meliputi zona 1, zona 2, dan zona 3. Berdasarkan penelitian ini didapatkan kerusakan zona tertinggi pada zona 3. Hal tersebut disebabkan oleh letak zona 3 yang berdekatan dengan vena sentralis sehingga sedikit menerima oksigen serta nutrient (Sepriani et al., 2015). Pada zona 3 banyak mengandung enzim

yang berhubungan dengan glikolisis, metabolisme obat dan lipid sehingga dibandingkan dengan zona 1 dan 2, zona 3 ini mengalami sintesis lipidnya lebih tinggi. Beberapa penelitian terbaru menunjukan bahwa semua hepatosit memiliki potensi proliferative yang sama terlepas dari lokasinya (Kurosaki et al., 2021). Neksosis hepar dapat diamati dengan jelas pada intinya. Perubahan inti sel yang mengalami nekrosis yaitu gambaran kromatin yang hilang, inti keriput tidak vaskuler, piknotik, karioreksis, dan kariolisis. Kerusakan sel piknosis dapat dilihat dengan karakteristik inti yang menyusut, tampak lebih padat, batasnya atau sinusoid tidak teratur dan berwarna gelap. Karakteristik Karioreksis yaitu inti yang hancur dan robek sehingga meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel, sedangkan kariolisis terlihat dari inti sel yang mati sehingga tampak pucat serta hilang begitu saja (Robbins et al., 1995).

Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat atau herbal, pada era seperti saat ini menjadi salah satu alternatif bagi masyarakat untuk menjaga kesehatan serta mengobati berbagai penyakit. Hal tersebut disebabkan penggunaan tumbuhan berkhasiat obat atau herbal yang tidak menimbulkan efek samping dibandingkan dengan obat modern, sehingga bahan baku pembuatan obat yang berasal dari keanekaragaman hayati tumbuhan berpotensi untuk dikembangkan. Benalu teh (Scurrula atropurpurea) dan benalu mangga (Dendrophthoe pentandra) merupakan tumbuhan semi-parasit yang bermanfaat dan berpotensi sebagai alternatif sediaan fitofarmaka atau obat herbal, terlepas dari sifatnya yang parasit karena menghasilkan senyawa-senyawa metabolit sekunder (Athiroh & Permatasari, 2014).

Ekstrak metanolik kombinasi benalu teh dan benalu mangga yang diberikan pada tikus wistar jantan dapat menurunkan kerusakan sel (nekrosis) yang meliputi piknosis, karioreksis, dan kariolisis pada hepatosit hepar. Hal tersebut berhubungan dengan senyawa-senyawa metabolit sekunder pada benalu teh dan mangga yang terdiri dari

flavanoid, saponin, tannin, alkaloid, glikosida, dan inulin yang telah dilaporkan pada senyawa tersebut mempunyai peran pada hipertensi. Kandungan senyawa aktif pada benalu teh dan mangga berpotensi sebagai antioksidan (Athiroh & Permatasari, 2014). Radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh melalui berbagai cara yaitu akibat proses biokimiawi berupa hasil samping dari proses oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada saat metabolisme sel dapat dicegah dengan adanya antioksidan pada benalu teh dan mangga (Agustina, 2017). Pembentukan radikal bebas yang berlebihan akan mengakibatkan stress oksidatif, sehingga dapat menimbulkan gangguan pada hepar (Fahrudin et al., 2015). Stress oksidatif yang berlebihan dalam tubuh dapat dinetralisir atau dihentikan dengan bantuan antioksidan alami yang berasal dari metabolit sekunder tanaman. Benalu teh dan benalu mangga mengandung senyawa aktif seperti flavanoid, triterpenoid, dan polifenol sebagai antioksidan. Senyawa aktif tersebut bekerja dengan menangkap radikal bebas hidrogen peroksida (H2O2) dan menurunkan ion ferri yang dapat membentuk radikal hidroksil (OH-) dengan reaksi feton. Dengan adanya antioksidan seperti SOD, katalase, dan glutation peroxidase, radikal hidroksil (OH-) akan diubah menjadi air (H2O) sehingga antioksidan dapat menurunkan ROS pada keadaan hipertensi yang dapat menimbulkan efek hepatoproktetor yang ditandai dengan penurunan kerusakan hepatosit (Krishna et al., 2008).

Pada penelitian ini menggunakan perbandingan benalu teh dan mangga 3:1 sebab menurut Durgo et al., (2007) menyatakan bahwa kadar quercetin pada benalu mangga lebih tinggi dibandingkan benalu teh. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah metanol. Metanol merupakan senyawa yang bersifat polar. Kepolaran pelarut metanol lebih rendah sehingga bermanfaat untuk melarutkan semua zat, baik bersifat polar maupun non polar (Agustina, 2017). Kandungan flavanoid pada benalu teh dan mangga bersifat polar sehingga dengan menggunakan pelarut metanol diharapkan

mampu mengisolasi lebih banyak jumlah metabolit sekunder.

Kandungan quercetin pada flavanoid benalu teh dan benalu mangga terbukti mampu menurunkan tekanan darah yaitu dengan mereduksi, menangkap oksigen aktif dan superoksida, serta memperbaiki jaringan hepar yang mengalami kerusakan. Kandungan senyawa flavanoid dapat bekerja langsung pada otot polos pembuluh arteri dengan menstimulir atau mengaktivasi Endotelium Derived Relaxing Factor (EDRF) sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi. Quercerin berperan sebagai vasodilator dengan merevitalisasi pembuluh darah sehingga aliran darah dapat mengalir dengan lancar (Athiroh & Permatasari, 2012). Penelitian lain membuktikan bahwa pemberian ekstrak metanolik kombinasi benalu teh dan mangga pada tikus wistar jantan dalam keadaan hipertensi secara signifikan mampu menurunkan jumlah nekrosis sel otak pada daerah white matter (Oktaviana et al., 2021).

Berdasarkan uji lanjutan POST HOC menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata pada ketiga dosis tersebut. Dosis yang paling optimum adalah 50 mg/KgBB karena sudah dapat menurunkan jumlah nekrosis hepatosit organ hepar. Pada saat dosis antioksidan serta prooksidan tidak seimbang atau kadar antioksidan lebih tinggi dari prooksidan menyebabkan tubuh akan membentuk senyawa prooksidan untuk menyesuaikan kadarnya dengan antioksidan sehingga sel-sel radikal bebas yang berada di dalam tubuh tidak dapat diperbaiki lagi. Kandungan antioksidan pada benalu mangga dan teh pada konsentrasi tinggi akan menyebabkan aktivitas antioksidan berubah menjadi prooksidan. Hal tersebut menyebabkan tubuh tidak dapat menyeimbangkan sehingga mengakibatkan nekrosis (Mihmidati & Athiroh, 2017).

SIMPULAN

Ekstrak Metanolik Kombinasi Benalu Teh dan Benalu Mangga (EMKBTBM) yang diberikan

pada tikus wistar jantan (Rattus norvegicus) pada dosis 50,  100, dan 200 mg/KgBB dapat

menurunkan jumlah nekrosis hepatosit hepar pada tikus hipertensi (DOCA-Garam) yang meliputi piknosis, karioreksis, dan kariolisis. Implikasi dari penelitian ini yaitu belum dilakukan uji lanjutan pada zat aktif yang berperan dalam penurunan nekrosis hepar, dan rencana pada penelitian selanjutnya yaitu perlu dilakukan uji lanjutan terkait pengaruh pemberian ekstrak metabolik kombinasi benalu teh dan mangga terhadap Mitochondrial Permeability Transition (MPT) pada nekrosis hepar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Diucapkan terimakasih kepada Direktorat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, Kementerian Penelitian, Tekologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Penelitian dan Teknologi Republik Indonesia Nomor: 549/G164/U.LPPM/K/B.07/VIII/2021 yang telah mendukung dana hibah untuk penelitian, Penelitian Terapan Unggulan Perguruan Tinggi (PTUPT) Ketua Peneliti yaitu Dr. Nour Athiroh A.S., S.Si,. M.Kes.

KEPUSTAKAAN

Agustina, E. 2017. Uji Aktivitas Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Daun Tiin (Ficus carica Linn) dengan Pelarut Air, Metanol dan Campuran MetanolAir. Klorofil 1(1) : 38–47.

Athiroh N, Permatasari N, Sargowo D, Widodo M.A. 2014. Effect of Scurrula atropurpurea on Nitric Oxide, Endotehlial Damage, and Endotehlial Progenitor Cells of DOCA- salt Hypertensive rats. Iranian Journal of Basic Medical Sciences 17(8) : 622-625.

Athiroh N, Permatasari N. 2012. Mekanisme Kerja Benalu Teh pada Pembuluh Darah. Jurnal Kedokteran Brawijaya 27(1) : 1-7.

Athiroh, N, Permatasari, N. 2011. Mekanisme Deoxycorticosterone Acetate (DOCA) – Garam  Terhadap Peningkatan Tekanan

Darah Pada Hewan Coba. Jurnal El-Hayah 1(4) : 199-213.

Deng L, Liu w, Xu Q, Guo R, Zhang D, Ni J, M Li ,Cai X, Fan G, Zhao Y. 2021. Tianma Gouteng Decoction Regulates Oxidative Stress and Inflammation in AngII-induced hypertensive mice via transcription factor EB to Exert Anti-Hypertension Effect. Journal Biomedicine and Pharmacotehrapy 145 :1-14.

Durgo K, Vukovi L, Rusak G, Osmak M, F. 2007. Effect of Flavonoids on Glutathione Level, Lipid Peroxidation and Cytochrome P450 CYP1A1 Expression in Human Laryngeal Carcinoma Cell Lines. Biotechnol 45 (1) : 69–79.

Esrefoglu M. 2012. Oxidative stress and teh benefits of antioxidant agents in acute and chronic hepatitis. Hepat Sen 12 (3): 160-167.

Fahrudin F, Solihin D, Kusumorini N, Ningsih S. 2015. Efektivitas Ekstrak Gambir sebagai Hepatoprotektor pada Tikus yang diinduksi CCL4, Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia 13(2) : 115-122.

Fitmawati, Titrawani, Safitri W. 2018. Struktur Histologi   Hati Tikus Putih   (Rattus

norvegicus  Berkenhout  (1769)  dengan

Pemberian Ramuan Tradisional Masyarakat Melayu Lingga, Kepulauan Riau. Ekotonia 4(1) : 11-18.

Kamal S. 2013. Possible Hepatoprotective Effects of Lacidipine in Irradiated DOCA-salt Hypertensive Albino Rats. Pakistan Journal of Biological Sciences 16 (21) : 1353-1357.

Kamal, S. 2014. Aliskirein Augments The Activities of Anti-Oxidant Enzymes in Liver Homogenates of DOCA-Salt-Induced Hypertensive Rats. Advances in Enzyme Research 2 : 92-99.

Krishna, K.L. and Patel, J. A. 2008. Ethnopharmacology Additional Article Information:       Antioxidant       and

Hepatoprotective Activity of Justicia Gendarussa Burm. International Journal of Biological Chemistry 40(2) : 66–91.

Kumar V, Cotran RS, Robbins S. 2007. Basic Pathology (7 th ed.). EGC : Jakarta.

Kurosaki, S., Nakagawa, H., Hayata,Y., Kawamura, S. 2021. Cell Fate Analysis of Zone 3 Hepatocytes in Liver Injury and Tumorigenesis. Research  article.  JHEP

Reports 3.

Lindoso, R. S., Lopes, J. A., Binato, R., Abdelhay, E., Takiya, C. M., Miranda, K. R. de, Lara, L. S., Viola, A., Bussolati, B., Vieyra, A., & Collino, F. 2020. Adipose Mesenchymal Cells-Derived EVs Alleviate DOCA-Salt-Induced Hypertension by Promoting Cardio-Renal Protection. Molecular Therapy - Methods & Clinical Development 16 : 63-77.

Mihmidati, L dan Athiroh, N. 2017. Methanolic Extraction of (Scurrula atropurpurea (BI) Dans) Effect whih is given 90-Days Subchronic on Female Rats towar Necrosis of Brain. Journal Biosantropis 3 (2) : 16-23.

Mujimin, 2013. Teknik Mencampur Larutan Fiksasi untuk Histologi. Buletin Teknik Litkayasa Akuakultur 11 (2) : 137-140.

Munazza B, Raza N, Naureen A, Khan SA, Ftima F, Ayub M, Sulaman M. 2011. Liver function tests in preeclampsia. Journal Ayub Med Call Abbottabad 23(4) : 3-5.

Oktaviana N A, Athiroh NA, Mubarakati N J. 2021. Effect of Mistletoe (Tea and Mango) Extract Combination on Histopathological Profile of Brain in Hypertensive Rats. Biota 14 (1): 21-33.

Robbins, Stanley. L, Kumar V. 1995. Buku Ajar Patologi I Edisi 4. EGC : Jakarta.

Sepriani A, Dewi, Sargowo D, 2015. Pengaruh Sediaan Dekokta dan Infusa Kombinasi Ekstrak Pegagan (Centella asiatica), Gandarusa (Justicia gendarussa), dan Alang-Alang (Imperata cylindrical) terhadap Kerusakan Hepatosit Tikus Model Hipertensi (DOCA-NaCL 1%). Jurnal Kedokteran Komunitas 3 (1) : 278-286.

Sherwood, L. 2007. Human Physiology : from Cell to System (6th ed). Brahm, U.P 2011. EGC : Jakarta.

143