JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(1): 122-131

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Uji antibakteri teh hitam dan teh hijau kombucha pada methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Antibacterial test of black tea and green tea combucha against methicilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Cyrilla Angelica Andhika Pramesti1, Nur Khikmah2,*, Nunung Sulistyani2

1) Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta

Jl. Cik Di Tiro 30 Yogyakarta

2)Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta

Jl. Bratajaya 25 Sokowaten, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta 55198

*Email: [email protected]

Diterima 19 Januari 2021 Disetujui 26 April 2022

INTISARI

Teh kombucha memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Gram negatif, Gram positif, dan bakteri yang resisten terhadap antibiotik. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) merupakan salah satu strain bakteri Staphylococcus aureus yang sudah mengalami resistensi terhadap antibiotika. MRSA merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan berbagai sindrom klinik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri teh kombucha dan mengetahui perbedaan daya antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha dalam menghambat MRSA. Kombucha teh hitam dan kombucha teh hijau dibuat dengan fermentasi cair. Uji antibakteri teh kombucha pada MRSA dilakukan dengan metode difusi sumuran. Perbedaan antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha dianalisis menggunakan uji-t. Teh hijau kombucha memiliki kadar asam total yang lebih tinggi dengan pH yang lebih rendah dibandingkan teh hitam kombucha. Teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha mempunyai aktivitas antibakteri pada MRSA yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona irradikal dengan diameter 14 ± 0,85 mm dan 17,1 ± 0,93 mm. Zona irradikal menunjukkan aktivitas teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha dikategorikan lemah. Oleh karena itu, teh kombucha belum efektif sebagai antibakteri terhadap MRSA. Hasil uji-t menunjukkan terdapat perbedaan aktivitas antibakteri antara teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha pada Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Kata kunci: teh kombucha, asam, MRSA, antibakteri, Staphylococcus aureus

ABSTRACT

Kombucha tea has antibacterial activities against Gram-negative, Gram-positive bacteria, and antibiotic resistant bacteria. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is a strain of Staphylococcus aureus bacteria that has resistance to antibiotics. MRSA is the main cause of nosocomial infections and various clinical syndromes. This study aimed to determine the antibacterial of kombucha tea and the difference in antibacterial effect between kombucha green tea and kombucha black tea in inhibiting MRSA. Kombucha green tea and kombucha black tea were made by fermenting liquid. The kombucha tea antibacterial test on MRSA was determined using well diffusion method. The antibacterial differences between kombucha black tea and kombucha green tea were analyzed by using t-test. Kombucha green tea has a higher total acid

content with a lower pH than black kombucha tea. Kombucha black tea and kombucha green tea antibacterial activities on MRSA were shown by an irradiance zone, with a diameter of 14 ± 0,85 mm and 17 ± 0,93 mm. Irradical zone shows that the activities of kombucha black tea and kombucha green tea is categorized as weak. Therefore, kombucha tea has not been effective as an antibacterial against MRSA. The results of t-test showed that there were differences in antibacterial activities between kombucha green tea and kombucha black tea against Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA).

Keywords: kombucha tea, acid, MRSA, antibacterial, Staphylococcus aureus

PENDAHULUAN

Teh kombucha adalah minuman fermentasi teh (Camellia sinensis L) dengan kombucha. Kombucha atau yang lebih dikenal dengan jamur teh, jamur dipo, atau jamur kombu, dibuat dari simbiosis bakteri asam laktat dan yeast (Hasruddin & Pratiwi, 2015). Substrat yang banyak digunakan dalam pembuatan kombucha yaitu teh hijau atau teh hitam, karena adanya kandungan nitrogen (turunan purin, kafein dan teofilin) yang diperlukan untuk pertumbuhan kombucha (Velićanski et al., 2014). Rasa yang dihasilkan dari fermentasi teh kombucha ini yang paling disukai oleh masyarakat (Wistiana & Zubaidah, 2015).

Selama fermentasi kombucha akan menghasilkan beberapa senyawa kimia di antaranya asam organik seperti asam asetat, asam glukoronat, asam sitrat, dan polifenol (Jayabalan et al., 2007), vitamin B1, vitamin B3, vitamin C, beberapa asam amino, enzim, dan antibiotik tertentu (Jayabalan et al., 2014). Senyawa tersebut bermanfaat sebagai antimikroba, detoksifikasi, penambah imunitas, antikolesterol, antikarsinogenik, dan antihipertensi (Hasruddin & Pratiwi, 2015).

Deghrigue et al. (2013) membandingkan antibakteri kombucha teh hitam dan kombucha teh hijau pada bakteri Gram negatif dan Gram positif. Hasil penelitian tersebut menunjukkan kombucha teh mempunyai aktivitas antibakteri pada bakteri Gram negatif (Escherichia coli, Salmonella typhimurium, dan Pseudomonas aeruginosa). Hanya teh kombucha hijau yang mempunyai antibakteri pada bakteri gram positif (Micrococcus luteus, Staphylococcus aureus, dan S. epidermidis). Borkani et al. (2016) meneliti

efek antibakteri teh kombucha terhadap beberapa bakteri Gram positif patogen yang dapat disebarkan melalui makanan, yaitu S. aureus, Bacillus cereus, dan Listeria monocytogenes. Hasil penelitian tersebut menunjukkan teh hijau dan teh hitam kombucha mampu menghambat pertumbuhan bakteri tersebut dengan kadar hambat minimum sebesar 0,058-0,468 mg/mL.

Penelitian Al-Kalifawi (2014) membuktikan bahwa teh hitam kombucha dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang resisten terhadap beberapa antibiotik, di antaranya ampicillin, chloramphenicol, ciprofloxacin, erythromycin, gentamicin, levofloxacin, ofloxacin, dan oxacillin. Bakteri yang diuji merupakan bakteri yang diisolasi dari penderita diabetes ulkus, yaitu P. aeruginosa, S. haemolyticus, S. aureus, Klebsiella pneumoniae, Proteus vulgaris, Streptococcus viridians, E. coli, dan Streptococcus spp. Hasil penelitian Kaewkod et al. (2019) juga membuktikan bahwa teh kombucha dari teh hijau, oolong dan teh hitam yang difermentasi selama 15 hari mempunyai aktivitas antibakteri terhadap semua bakteri enterik yang diuji. Bakteri tersebut adalah Escherichia coli, E. coli O157: H7 DMST 12743, Shigella dysenteriae DMST 1511, Salmonella typhi DMST 22842, dan Vibrio kolera. Diameter zona hambat kombucha dari teh hijau 20,0 ± 0,0– 24,7 ± 0,6 mm. Diameter zona hambat kombucha dibuat dari teh oolong 19,3 ± 0,6-24,7 ± 0,6 mm dan diameter zona hambat teh hitam 20,0 ± 0,0– 21,3 ± 0,6 mm.

Cetojevic-Simin et al. (2008) melaporkan bahwa minuman kombucha dari Camellia sinensis L. (teh hitam) dan Satureja montana L. serta larutan asam asetat mempunyai aktivitas bakterisidal atau bakteristatik terhadap bakteri

Gram negatif (S. enteritidis, E. coli, P. aeruginosa, Proteus mirabilis) dan bakteri Gram positif (S. aureus dan B. cereus). Akan tetapi tidak mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Sarcina lutea. Kombucha dari teh hitam yang dinetralkan mempunyai aktivitas bakterisidal terhadap B. cereus dan bakteriostatik terhadap S. enteritidis dan P. mirabilis. Kombucha dari teh Satureja montana L. hanya menunjukkan aktivitas bakteriostatik terhadap S. enteritidis. Teh yang tidak difermentasi tidak menunjukkan aktivitas antibakteri tehadap semua bakteri yang diujikan.Strain bakteri Staphylococcus aureus yang sudah mengalami resistensi terhadap antibiotik golongan β-laktam, dikelompokkan sebagai Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Standar antibiotik yang digunakan adalah methicillin. Mekanisme resistensi MRSA terjadi karena Staphylococcus aureus menghasilkan Penicillin Binding Protein (PBP2a) yang dikode oleh gen mecA yang memiliki afinitas rendah terhadap methicillin. Sebagai patogen ganas, MRSA menyebabkan angka kematian pada pasien pneumonia, endokarditis, sepsis dan infeksi saluran kemih (Brooks et al., 2012). Bakteri ini merupakan penyebab utama infeksi nosokomial dan berbagai sindrom klinik (Tarai et al., 2013). Di Indonesia, MRSA telah diisolasi dari pasien di beberapa rumah sakit. Berdasarkan penelitian Prajawaty & Fatmawati (2018) tiga puluh delapan isolat Staphylococcus aureus yang terisolasi dari semua spesimen klinis yang diperiksa di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Sanglah Denpasar periode tahun 2011–2012, terdapat 32 (84,2%) S. aureus positif terkonfirmasi memiliki gen mecA dengan menggunakan teknik PCR. Dwiyanti et al. (2015) mengisolasi MRSA dari paramedis di ruang rawat bedah dan ICU di RSUD Ratu Zalecha Martapura, dan didapatkan isolat MRSA sebanyak 26%. Erikawatiet al. (2016) mengidentifikasi bakteri MRSA di RSUD Dr. Saiful Anwar, Malang dengan hasil isolat bakteri sebanyak 38,2% didapatkan dari sampel darah, pus, dan sputum. Berdasarkan PerMenKes RI Nomor 8 (2015) apabila ditemukan mikroba multiresisten penyebab infeksi, seperti MRSA,

atau yang lainnya, rumah sakit harus segera melakukan tindakan untuk membatasi penyebaran strain mikroba multiresisten tersebut. Tindakan tersebut antara lain, isolasi penderita yang terinfeksi MRSA dan pembersihan kolonisasi pada penderita, pada keadaan tertentu ruang rawat dapat ditutup dan didisinfeksi, selain itu perlu dilakukan perbaikan kualitas maupun kuantitas pemberian antibiotik pada penderita.perbaikan kualitas maupun kuantitas pemberian antibiotik pada penderita.

Antibiotik yang menjadi pilihan untuk pengobatan infeksi yang disebabkan oleh MRSA adalah vancomycin (PerMenKes RI Nomor 2406, 2011), akan tetapi telah terjadi penurunan kepekaan MRSA pada vancomycin, sehingga menyebabkan adanya Vancomycin Intermediate Resistant S. aureus (VISA) kemudian menjadi Vancomycin Resistant S. aureus (VRSA). Munculnya VISA dan VRSA akan mempersulit penanganan MRSA multiresisten di rumah sakit (Kali, 2015). Terdapat beberapa antibiotik yang dapat digunakan untuk pengobatan kasus infeksi oleh MRSA yang tidak dapat teratasi oleh vancomycin, antara lain: linezolid, tigecyclin, dan daptomycin (Canut et al., 2012; Moore et al., 2012). Antibiotik tersebut masih tergolong mahal (Kali, 2015) dan daptomycin yang tidak efektif untuk kasus infeksi MRSA di paru-paru (Silverman et al., 2005; Sauermann et al., 2008). Diperlukan agen antimikroba alternatif untuk dikembangkan dan digunakan dalam mengendalikan resistansi bakteri terhadap banyak obat. Pemanfaatan bahan alami atau bahan herbal dapat menjadi alternatif pengobatan untuk infeksi MRSA. Teh kombucha dapat digunakan sebagai alternatif tersebut. Adanya senyawa kimia, seperti asam organik dan polifenol yang dihasilkan selama fermentasi diduga dapat bersifat antibakteri. Data pemanfaatan teh kombucha dalam menghambat pertumbuhan MRSA masih terbatas. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri teh kombucha pada MRSA dan mengetahui perbedaan aktivitas antibakteri teh hijau kombucha dan teh hitam kombucha dalam menghambat pertumbuhan MRSA.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Pengujian teh kombucha sebagai antibakteri pada MRSA dilakukan di Laboratorium Bakteriologi Akademi Analis Kesehatan Manggala Yogyakarta. Waktu penelitian dimulai Januari sampai Agustus 2018.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan adalah starter kombucha (diperoleh dari kafe Coffee and Tea di Yogyakarta), teh hitam dan teh hijau komersial (diperoleh dari toko swalayan di Yogyakarta), isolat MRSA yang resisten terhadap 33 jenis antibiotik (diperoleh dari stock culture Laboratorium Mikrobiologi RS. Panti Rapih Yogyakarta), medium Muller Hinton Agar (MHA), disc antibiotic linezoid, standart MacFarland 0,5 dan NaCl 0,85%. Berdasarkan Microbiology Chart Report RS Panti Rapih (2018), MRSA tersebut resisten terhadap flomoxef,     benzylpenicillin,     amoxicillin,

ampicillin, piperacillin, cloxacillin, oxacillin, cefazolin, cefprozil, cefradine, cefuroxime, cefixime, ceftibuten, cefoperazone, cefotaxime, ceftazidime, ceftizoxime, ceftriaxone, cefepime, cefpirome, doripenem, imipenem, meropenem, gentamicin,     ciprofloxacin,     levofloxacin,

moxifloxacin,     ofloxacin,     azithromycin,

clarithromycin, erythromycin, clindamycin, dan tetracycline.

Alat yang digunakan cawan petri, tabung reaksi, ose, bunsen, perforator, mikropipet dan tip, dirgalsky, erlenmeyer, gelas ukur, toples, autoclave, inkubator (Memmert), pH meter dan buret.

Metode

Pembuatan teh kombucha

Kombucha teh hijau dan kombucha teh hitam dibuat dengan fermentasi cair (Jayabalan et al., 2007). Air sebanyak 200 mL direbus sampai mendidih, kemudian dimasukkan 2,4 g serbuk teh dan didiamkan selama 5 menit. Teh disaring dan ditambahkan gula pasir sebanyak 20 gram, diaduk

hingga merata. Larutan teh didiamkan sampai suam-suam kuku, dan dimasukkan ke dalam toples steril. Kombucha sebanyak 6 g dimasukkan ke dalam toples yang berisi larutan teh manis, ditutup dengan rapat. Fermentasi teh kombucha dilakukan selama 14 hari pada suhu ruang.

Pembuatan supernatan teh kombucha

Hasil fermentasi teh kombucha disentrifus selama 15 menit dengan kecepatan 7.000 rpm (rotate per minute). Supernatan digunakan untuk pengukuran kadar asam total, pH, dan uji antibakteri (Battikh et al., 2012).

Pengukuran kadar asam total

Pengukuran kadar asam total dilakukan menggunakan metode titrasi. Supernatan teh kombucha sebanyak 10 ml dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N hingga menghasilkan titik akhir titrasi warna merah muda. Kadar asam dihitung sebagai banyaknya gram asam asetat per liter sampel (Velićanski et al., 2014).

Perhitungan kadar asam total sebagai berikut :

Asam total (%) = 100%


N NaOH x V NaOH x BE CH3COOH Volume sampel x 1000


Pengukuran pH

Larutan teh kombucha diambil sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam beker gelas kemudian diukur pH larutan menggunakan pH meter digital (Velićanski et al., 2014).

Uji antibakteri teh hijau kombucha dan teh hitam kombucha

Uji antibakteri dilakukan dengan metode sumuran (Battikh et al., 2012). Suspensi bakteri sesuai dengan standar McFarland 0,5 (1,5x108 CFU/mL) sebanyak 50 µL diinokulasikan secara spread plate ke dalam medium MHA. Sumuran dibuat menggunakan perforator dengan diameter 8 mm. Supernatan teh hijau kombucha dan teh hitam kombucha sebanyak 80 µL dimasukkan ke dalam sumuran. Medium didiamkan pada suhu 4°C selama 30 menit. Medium MHA kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 1x24 jam. Antibiotik linezolid (30 µg) digunakan sebagai

kontrol positif dan NaCl 0,85% digunakan sebagai kontrol negatif.

Zona hambat yang terbentuk di sekitar sumuran diamati dan diukur diameternya menggunakan mistar standard (unit millimeter), kemudian dikurangi dengan diameter sumuran (Al-Ayed et al., 2016).

Analisis data

Data yang diperoleh ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel. Data diameter zona irradikal dianalisis menggunakan uji-t dengan SPSS 16.0 untuk mengetahui perbedaan antibakteri kombucha teh hijau dan kombucha teh hitam.

HASIL

Kadar asam total dan pH teh kombucha

Hasil pengukuran kadar asam total teh kombucha menunjukkan teh hijau kombucha memiliki kadar asam total lebih tinggi dibandingkan teh hitam kombucha (Tabel 1). Pada pengukuran pH didapatkan hasil kombucha teh hijau lebih rendah daripada kombucha teh hitam.

Tabel 1. Kadar asam total dan pH teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha

Kombucha

Total Asam (%)

pH

Awal

Fermentasi

Teh Hitam

0,4584

6,35

2,57

Teh Hijau

0,4924

6,57

2,37

Uji antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha pada Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Uji antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha pada MRSA menunjukkan bahwa teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha mempunyai aktivitas antibakteri (Gambar 1). Aktivitas tersebut ditandai dengan terbentuknya zona hambat di sekitar sumuran, yang termasuk dalam kategori zona irradikal. Kontrol positif pada penelitian ini menggunakan antibiotic disc linezolid (30 µg) dan kontrol negatif menggunakan NaCl 0,85%. Pada kontrol positif terbentuk zona radikal di sekitar disc dengan diameter 40 mm, sedangkan kontrol negatif tidak membentuk zona di sekitar sumuran.

(A)                              (B)                              (C)

Gambar 1. Uji antibakteri teh kombucha pada MRSA: A. Zona iradikal (  ) teh hitam kombucha (pengulangan 1-5), B. Zona

irradikal (^) teh hijau kombucha (pengulangan 1-5), dan C. kontrol negatif (1), zona radikal (^ ) kontrol positif (2).


Hasil pengukuran diameter zona irradikal yang terbentuk di sekitar sumuran pada masing-masing kelompok disajikan pada Tabel 2. Analisis uji-t antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha menghasilkan nilai signifikansi 0,000 pada taraf kepercayaan 95% (Tabel 3).

Hasil uji-t menunjukkan bahwa aktivitas antibakteri berbeda nyata antara teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha. Dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan aktivitas antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha pada MRSA. Hal tersebut ditunjukkan dengan perbedaan zona irradikal yang terbentuk,

yaitu 14 mm untuk teh hitam kombucha dan 17, 1 mm untuk teh hijau kombucha.

Tabel 2. Rata-rata diameter zona irradikal teh kombucha

pada MRSA

Kelompok

Teh hitam kombucha

Teh hijau kombucha

Rata-rata diameter zona irradikal (mm) 14 ± 0,85

17,1 ± 0,93


Tabel 3. Hasil uji-t antara teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha

Kelompok

Diameter (mm)

P value

Teh hitam

Teh hijau

Kombucha

14 ± 0,85

17,1 ± 0,93

0,000

PEMBAHASAN

Kadar asam total dan pH teh kombucha

Adanya kadar asam total dan pH yang rendah setelah fermentasi pada kombucha teh menunjukkan bahwa selama fermentasi dihasilkan asam-asam organik yang terhitung sebagai total asam. Velićanski et al. (2014) menyampaikan bahwa sukrosa sebagai sumber karbon dalam medium pertumbuhan akan dihidrolisis oleh enzim invertase oleh yeast pada kombucha. Yeast akan memfermentasi glukosa dan fruktosa menjadi etanol, kemudian akan dihidrolisis oleh bakteri asam asetat menjadi asam asetat.     Jalur tersebut merupakan jalur

metabolisme utama dalam fermentasi kombucha dengan produk utama berupa asam asetat, etanol dan asam glukonat.

Kombucha teh hijau menghasilkan total asam lebih lebih tinggi (0,4924%) dibandingkan kombucha teh hitam (0,4584%). Hasil yang sama ditunjukkan pada penelitian Ardheniati et al. (2009) dimana pada akhir fermentasi kombucha selama 9 hari, kadar total asam teh hijau (1,059%) yang didapat lebih tinggi daripada teh hitam (0,954%). Susilowati (2013) menyebutkan bahwa fermentasi kombucha akan meningkatkan total asam. Kadar total asam teh hijau kombucha dan teh hitam kombucha yang diperoleh yaitu 0,659% dan 0,5733% setelah fermentasi 14 hari.

Ardheniati et al. (2009) mengemukakan kadar asam total teh hijau kombucha yang lebih tinggi

dapat disebabkan karena proses pengolahan teh hijau menggunakan pelayuan dan tidak mengalami oksidasi. Pelayuan dilakukan dengan memanaskan segera daun teh pada suhu tinggi (80-100°C) agar enzim-enzim berada dalam kondisi inaktif. Pelayuan tersebut menyebabkan berkurangnya kandungan pati dan polisakarida, serta naiknya kandungan gula. Kandungan gula yang tinggi akan menghasilkan total asam yang lebih tinggi dibandingkan kandungan gula yang rendah. Pada teh hitam adanya proses oksidasi menyebabkan senyawa di dalam teh (polisakarida, pati, protein dan polifenol) menjadi teroksidasi. Polifenol berubah menjadi theaflavin dan thearubigin. Kandungan senyawa theaflavin dan thearubigin membuat kondisi lingkungan substrat kurang sesuai bagi pertumbuhan mikroba. Akibatnya, kadar asam yang dihasilkan pada teh hitam lebih rendah.

Pada penelitian ini terjadi penurunan pH teh setelah dilakukan fermentasi teh kombucha. Teh hitam memiliki pH awal 6,35 menjadi 2,57. Teh hijau memiliki pH awal 6,57 menjadi 2,37. Beberapa hasil penelitian mendapat hasil yang sama, yaitu terjadi penurunan pH teh kombucha setelah fermentasi. pH teh hijau kombucha lebih rendah dari pH teh hitam kombucha. Battikh et al. (2012) menemukan bahwa pH teh kombucha mengalami penurunan setelah 21 hari fermentasi, yaitu teh kombucha hitam (5,14 menjadi 2,59) dan teh hijau kombucha (5,08 menjadi 2,54). Jayabalan et al. (2007) mendapati bahwa selama fermentasi 12 hari pH teh hitam dan teh hijau kombucha mengalami penurunan pH dari 5 menjadi 3. Lebih lanjut Ardheniati et al. (2009) juga melaporkan terjadinya penurunan pH teh setelah dilakukan fermentasi. Teh hitam kombucha memiliki pH awal 4,99 menjadi 2,98, sedangkan teh hijau kombucha memiliki pH awal 5,67 menjadi 2,69. Penurunan nilai pH teh kombucha selama fermentasi berlangsung berkaitan dengan kadar asam asetat teh yang cenderung meningkat. Jenis teh juga berpengaruh terhadap pH teh kombucha. Hal ini disebabkan karena perbedaan jumlah senyawa polifenol dan katekin pada teh yang menyebabkan rasa pahit dan sepat, sehingga mempengaruhi aktivitas

mikrobia dan yeast dalam menguraikan sukrosa menjadi monosakarida yang nantinya akan diubah menjadi etanol dan karbondioksida. Etanol tersebut dioksidasi membentuk asam.

Uji antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha pada Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA)

Pada penelitian ini kemampuan antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau pada MRSA ditunjukkan dengan terbentuknya zona irradikal. Zona irradikal menunjukkan bahwa pertumbuhan MRSA dihambat oleh teh kombucha namun tidak dimatikan. Penggunaan antibiotik linezoid menghasilkan zona radikal, yaitu zona jernih di sekitar disc linezoid. Zona radikal menunjukkan bahwa pertumbuhan MRSA dapat dimatikan oleh teh kombucha. Penghambatan MRSA disebabkan adanya pH yang rendah dan asam organik yang terkandung dalam teh kombucha. Kadar asam organik total teh kombucha dihitung sebagai banyaknya gram asam asetat per liter. Al-Kalifawi (2014) mendapati bahwa pH teh hitam kombucha menurun dari 5 menjadi 2,5 setelah 6 hari fermentasi dan stabil sampai 28 hari fermentasi. Teh hitam kombucha dapat menghambat Staphylococcus aureus dari penderita diabetes ulkus. Bakteri tersebut resisten terhadap ampicillin, erythromycin, gentamicin dan chloramphenicol. Penghambatan pertumbuhan bakteri terjadi karena adanya acid shock pada pH rendah. Menurut Ivanišová et al. (2019) aktivitas antimikroba dapat dikaitkan dengan pH rendah dan kandungan asam asetat dalam kombucha. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa teh hitam kombucha menghasilkan asam asetat (1,55 g/L), yang merupakan asam organik dominan dibandingkan dengan asam tartat (0,23 g/L) dan asam sitrat (0,05 g/L) yang menyebabkan pH kombucha menjadi rendah. Velićanski et al. (2014), menyebutkan bahwa kandungan asam dalam teh kombucha dapat menghambat pertumbuhan bakteri, serta dapat mendenaturasi protein maupun enzim dari dinding sel bakteri. Asam asetat dan asam organik lainnya dapat mempengaruhi aktivitas antimikroba, dengan

menyebabkan asidifikasi sitoplasma dan akumulasi disosiasi anion asam ke tingkat toksik. Rinihapsari & Richter (2008) menegaskan bahwa antibakteri yang terdapat pada teh kombucha dikarenakan adanya kandungan asam asetat dan asam usnat yang diproduksi.

Hasil penelitian Tu & Xia (2008) menunjukkan bahwa teh hijau kombucha dengan waktu inkubasi 46 jam mampu menghambat semua pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Asam asetat berperan penting pada aktivitas antimikroba, akan tetapi bukan satu-satunya yang berperan sebagai antimikroba. Terdapat efek sinergi antar komponen dalam teh hijau kombucha sebagai antimikroba. Komponen tersebut adalah polifenol, campuran asam organik dan etanol.

Hasil penelitian ini menunjukkan kemampuan teh kombucha dalam menghambat MRSA berbeda-beda. Hal tersebut ditunjukkan oleh perbedaan diameter zona irradikal (Tabel 2). Diameter zona iradikal teh hijau kombucha (17,1 mm) lebih besar daripada teh hitam kombucha (14 mm). Hal ini dapat diartikan bahwa teh hijau kombucha lebih mampu menghambat MRSA dibandingkan teh hitam kombucha. Perbedaan kemampuan antibakteri tersebut di antaranya dikarenakan perbedaan kadar asam organik dan pH. Semakin tinggi kadar asam organik akan menyebabkan pH semakin rendah, sehingga kemampuan antibakteri semakin kuat. Teh hijau kombucha mempunyai kadar asam organik (0,4924%) lebih tinggi daripada teh hitam kombucha (0,4584%). pH teh hijau kombucha (2,37) lebih rendah daripada teh hitam kombucha (2,57). Pada keadaan tersebut menyebabkan teh hijau kombucha lebih mampu menghambat bakteri dibandingkan teh hitam kombucha.

Hasil penelitian Battikh et al. (2012) menunjukkan bahwa teh hijau kombucha lebih mampu menghambat bakteri uji dibandingkan teh hitam kombucha. Hasil tersebut ditunjukkan dari diameter zona hambat yang terbentuk di sekitar sumuran: teh hijau kombucha (12-22 mm) dan teh hitam kombucha (10,5-19 mm). Bakteri uji yang dilakukan adalah S. epidermidis, S. aureus,

M. luteus, E. coli, P. aeruginosa, S. typhimurium dan L. monocytogenes. Borkani et al. (2016) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan utama dalam hal sifat antibakteri antara teh hijau kombucha dan teh hitam kombucha. Teh kombucha hijau lebih mampu menghambat bakteri dibandingkan teh kombucha hitam. Konsentrasi hambat minimum terhadap bakteri dari teh kombucha hijau (0,058-0,163 mg/mL) dan teh hitam kombucha (0,177-0,468 mg/mL). Bakteri yang paling sensitif adalah S. aureus (PTCC 1431) dan yang paling resisten adalah L. monocytogenes (PTCC 1298).

Perbedaan kemampuan penghambatan MRSA oleh teh hijau kombucha dan teh hitam kombucha selain karena adanya asam organik dan pH, dapat diduga disebabkan karena keberadaan senyawa-senyawa lain yang masih terkandung dalam teh kombucha. Battikh et al. (2012) mendapati bahwa aktivitas antimikroba teh hitam dan teh hijau kombucha tidak hanya dikarenakan asam asetat atau asam organik. Komponen aktif lainnya seperti bakteriosin, protein, enzim, turunan polifenol, dan katekin juga berperan. Menurut Hilal & Engelhardt (2007), teh hijau dan teh hitam memiliki total polifenol 17,0 g/kg dan 16,5 g/kg. Katekin yang terkandung dalam teh hijau juga lebih tinggi yaitu 15,1 g/kg sedangkan katekin pada teh hitam 4,2 g/kg.

Kandungan polifenol yang terdapat pada teh akan mempengaruhi kerusakan pada membran sel bakteri. Selain itu, katekin dapat menghambat sintesis beberapa enzim dalam sel bakteri, sehingga bakteri tidak mampu menghasilkan cukup energi. Katekin yang terdapat pada teh hijau juga dapat menghambat sintesis PBP2’ pada Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (Reygaert, 2014). Radji et al. (2013) melaporkan bahwa bakteri MRSA sensitif terhadap ekstrak kering teh hijau, dengan terbentuknya diameter zona hambatan 19,13 mm. Efek antibakteri ini dapat disebabkan karena kandungan polifenol yang terdapat pada teh seperti epikatekin, epikatekin galat, epigalokatekin, dan epigalokatekin galat yang dapat menghambat MRSA.

Rinihapsari & Richter (2008) mengatakan bahwa adanya kandungan polifenol seperti katekin dan epikatekin dalam teh yang tidak berubah selama fermentasi dengan kombucha mempengaruhi daya antibakteri teh kombucha. Jayabalan et al. (2007) melaporkan total polifenol yang terdapat pada teh hijau kombucha lebih tinggi daripada teh hitam kombucha. Hal ini disebabkan karena stabilitas katekin yang terdapat pada teh hijau bergantung pada pH. Katekin pada teh hijau akan sangat stabil pada suasana asam. Velićanski et al. (2014), menyatakan bahwa adanya asam dalam teh kombucha dapat menghambat pertumbuhan bakteri, serta dapat mendenaturasi protein maupun enzim dari dinding sel bakteri.

Aktivitas antibakteri teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha pada MRSA ditunjukkan dengan zona irradikal (Gambar 1), yang berarti teh kombucha dapat menghambat MRSA tetapi belum dapat mematikan pertumbuhan MRSA. Antibiotik linezolid sebagai kontrol positif menghasilkan zona radikal (Gambar 1), yang berarti linezolid dapat mematikan pertumbuhan MRSA. Dengan demikian aktivitas antibakteri teh kombucha dikategorikan lemah, sehingga belum efektif sebagai antibakteri pada MRSA. Diameter zona irradikal teh hitam kombucha dan teh hijau kombucha lebih rendah dibandingkan dengan linezolid 30 µg (Tabel 2). CLSI (2019), menyatakan bahwa linezolid (30 µg) berdasarkan diameter zona hambat, maka bersifat sensitif (≥21 mm) dan bersifat resistant (≤20 mm).

SIMPULAN

Teh hitam dan teh hijau kombucha memiliki aktivitas antibakteri pada Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Aktivitas antibakteri teh hijau kombucha pada MRSA lebih tinggi dibandingkan teh hitam kombucha.

KEPUSTAKAAN

Al-Ayed MSZ, Asaad AM, Qureshi MA, Attia HG, Almarrani AH. 2016. Antibacterial Activity of Salvadora persica L. (Miswak)

Extracts against Multidrug Resistant Bacterial Clinical Isolates. Evidence-Based Complementary and Alternative Medicine 2016:1-5.

Al-Kalifawi EJ. 2014. Study the Antimicrobial Effect of Kombucha Tea on Bacteria Isolated from Diabetic Foot Ulcer. Journal of Biotechnology Research Center 8(4): 27–33.

Ardheniati M, Andriani MAM, Amanto BS. 2009. Fermentation Kinetics in Kombucha Tea with Tea Kind Variation Based on its Processing. Biofarmasi Journal of Natural Product Biochemistry, 7(1): 48–55.

Battikh H, Chaieb K, Bakhrouf A, Ammar E. 2012. Antibacterial and Black and Green Kombucha Teas. Journal of Food Biochemistry: 1–6.

Borkani RA, Doudi M, Rezayatmand Z. 2016. Study of the Anti-Bacterial Effects of Green and Black Kombucha Teas and Their Synergetic Effect against Some Important Gram Positive Pathogens Transmitted by Foodstuff. International Journal of Advanced Biotechnology and Research (IJBR), 7: 1741–1747.

Brooks GF, Carroll KC, Butel Js, Morse SA, Mietzner TA. 2012. Jawetz, Melnick, & Adelberg Mikrobiologi Kedokteran (25th ed.; A. Adityaputri, C. Salim, F. Sandra, M. Iskandar, Nalurita, P. Ayuningtyas, … S. Debby, eds.). Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Canut A, Isla A, Gascón AR, Betriu C, Gascón AR.        2012.        Pharmacokinetic-

pharmacodynamic     Evaluation     of

Daptomycin, Tigecycline, and Linezolid versus Vancomycin for the Treatment of MRSA Infections in Four Western European Countries. European Journal of Clinical Microbiology and Infectious Diseases, 31(9): 2227–2235.

Cetojevic-Simin DD, Bogdanovic GM, Cvetkovic DD, Velicanski AS. 2008. Antiproliferative and Antimicrobial Activity of Traditional Kombucha and Satureja montana L. Kombucha. Journal of B.U.ON., 13(3): 395–401.

CLSI. Clinical and Laboratory Standart Institute. 2019. M100 Performance Standards for

Antimicrobial Susceptibility Testing. 29th ed. Wayne, PA.

Deghrigue M, Chriaa J, Battikh H, Abid K. 2013. Antiproliferative and Antimicrobial Activities of Kombucha Tea. African Journal of Microbiology Research 7(27): 3466–3470.

Dwiyanti RD, Muhlisin A, Muntaha A. 2015. MRSA dan VRSA Pada Paramedis RSUD Ratu Zalecha Martapura. Medical Laboratory Technology Journal 1(1): 27–33.

Erikawati D, Santosaningsih D, Santoso S. 2016. Tingginya Prevalensi MRSA pada Isolat Klinik Periode 2010- 2014 di RSUD Dr . Saiful Anwar Malang , Indonesia The High Prevalence of MRSA in Clinical Isolates in the Period of 2010-2014 in Dr . Saiful Anwar General Hospital Malang , Indonesia. Jurnal Kedokteran Brawijaya 29(2):149–156.

Hasruddin, Pratiwi N. 2015. Mikrobiologi Industri. Alfabeta: Bandung

Hilal Y, Engelhardt U. 2007. Characterisation of White Tea-Comparison to Green and Black Tea. Journal Fur Verbraucherschutz Und Lebensmittelsicherheit, 2(4): 414–421.

Ivanišová E, Meňhartová K, Terentjeva M, Harangozo Ľ, Kántor A,  Kačániová M.

2019. The  Evaluation  of  Chemical,

Antioxidant, Antimicrobial and Sensory Properties of Kombucha Tea Beverage.

Journal of Food Science and Technology

57(5): 1840–1846.

Jayabalan R, Marimuthu S, Swaminathan K. 2007. Changes in Content of Organic Acids and Tea Polyphenols during Kombucha Tea Fermentation. Food Chemistry 102(1): 392– 398.

Jayabalan, Rasu, Malbaša RV, Lončar E S, Vitas JS, Sathishkumar M. 2014. A Review on Kombucha Tea-Microbiology, Composition, Fermentation, Beneficial Effects, Toxicity, and Tea Fungus. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 13(4): 538– 550.

Kaewkod T, Bovonsombut S, Tragoolpua Y. 2019. Efficacy of Kombucha Obtained from Green, Oolongand Black Teas on Inhibition of Pathogenic Bacteria, Antioxidation, and Toxicity on Colorectal Cancer Cell Line. Microorganisms, 7(12): 1–18.

Kali A. (2015). Antibiotics and Bioactive Natural Products in Treatment of Methicillin Resistant Staphylococcus aureus: A brief

review. Pharmacognosy Reviews, 9(17): 29– 34.

Moore CL, Osaki-Kiyan P, Haque NZ, Perri MB, Donabedian S,     Zervos MJ. 2012.

Daptomycin versus Vancomycin for Bloodstream Infections Due to Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus with a High Vancomycin     Minimum     Inhibitory

Concentration:   A Case-control Study.

Clinical Infectious Diseases, 54(1): 51–58.

Permenkes RI. 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2015. Program Pengendalian Resistensi Antimikroba Di Rumah Sakit.

Permenkes RI. 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011    Tentang

Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik. Jakarta.

Prajawaty PAU, Fatmawati NND. 2018. Deteksi Molekuler mecA pada Isolat Klinis Methycilin Resistant Staphylococcus aureus (MRSA) dengan Menggunakan Teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) di RSUP Sanglah Denpasar. Intisari Sains Medis 9(3): 74–77.

Radji M, Agustama RA, Elya B, Tjampakasari CR. 2013. Antimicrobial Activity of Green Tea Extract against Isolates of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus and Multidrug Resistant Pseudomonas aeruginosa. Asian Pacific Journal   of Tropical

Biomedicine 3(8): 663–667.

Reygaert  WC. 2014. The  Antimicrobial

Possibilities of Green Tea. Frontiers in Microbiology 5: 1–8.

Rinihapsari E, Richter C. A. 2008. Fermentasi Kombucha dan Potensinya Sebagai Minuman Kesehatan. Media Farmasi Indonesia 3(2): 241–246.

RS Panti Rapih. 2018. Microbiology Report RS Panti Rapih. Yogyakarta.

Sauermann R, Rothenburger M, Graninger W, Joukhadar C. 2008. Daptomycin: A Review 4 Years after First Approval. Pharmacology, 81(2): 79–91.

Silverman JA, Mortin LI, VanPraagh ADG, Li T, Alder J. 2005. Inhibition of Daptomycin by Pulmonary Surfactant: In Vitro Modeling and Clinical Impact. Journal of Infectious Diseases 191(12): 2149–2152.

Susilowati A. 2013. Perbedaan Waktu Fermentasi Dalam Pembuatan Teh Kombucha Dari Ekstrak Teh Hijau Lokal Arraca Kiara, Arraca Yabukita, Pekoe Dan Dewata Sebagai Minuman Fungsional Untuk Anti Oksidan. Prosiding SNST Ke-4 Tahun 2013: 28–33. Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim: Semarang.

Tarai B, Das P, Kumar D. 2013. Recurrent Challenges for Clinicians: Emergence of Methicillin-resistant Staphylococcus aureus, Vancomycin Resistance, and Current Treatment Options. Journal of Laboratory Physicians 5(02): 071–078.

Tu Y, Xia H. 2008. Antimicrobial Activity of Fermented Green Tea Liquid. Original Research Report: 29-35

Velićanski AS, Cvetković DD, Markov SL, Tumbas Šaponjac VT, Vulić JJ. 2014. Antioxidant and Antibacterial Activity of The Beverage obtained by Fermentation of Sweetened Lemon Balm (Melissa offi cinalis L.) Tea with Symbiotic Consortium of Bacteria and Yeasts. Food Technology and Biotechnology 52(4): 420–429.

Wistiana D, Zubaidah E. 2015. Karakteristik Kimiawi dan Mikrobiologi Berbagai Daun Tinggi Fenol Selama Fermentasi (Chemical and Microbiological Characteristics of Kombucha from Various High Leaf Phenols During Fermentation). Jurnal Pangan Dan Agro Industri 3(4): 1446–1457.

131