PERILAKU DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN KALIMANTAN (PONGO PYGMAEUS LINNAEUS, 1760) DL KALIMANTAN
on
Jurnalbiologi xi (2): 64-69
ISSN: 14105292
PERILAKU DAN JENIS PAKAN ORANGUTAN KALIMANTAN (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) Dl KALIMANTAN
PURWO KUNCORO i, SUDARYANTO 2* & LUH Puru ESWARYANTI KUSUMA YUNI 2 ; Orangutan Social Learning and Culture Project, Department of Psychology Glendon College-York University 2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana * korespondensi email: sudaryanto2000@yahoo.com
INTISARI
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku dan jenis pakan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1760) rehabilitan di hutan lindung Pegunungan Meratus Kalimantan Timor dengan metode focal animal instantaneous. Data perilaku dalam penelitian ini dikelompokkan berdasarkan etogram yang telah dibuat dan mengadopsi dari "Standar Pengambilan Data Orangutan" dari Morrogh-Bernard et al. (2002).
Penelitian dilakukan selama 739 jam 29 menit, dengan hasil sebagai berikut: perilaku sosial (79,29%) dan perilaku soliter (23,71%). Sedangkan perilaku hariannya meliputi: perilaku pergerakan: 10,44% (betina) dan 14,13% (jantan), perilaku istirahat: 29,01% (betina) dan 30,66% (jantan), perilaku sosial: 12,34% (betina) dan 4,90% (jantan), perilaku soliter: 3,36% (betina) dan 2,49% (jantan), perilaku makan: 44,85% (betina) dan 47,82% (jantan), yang dimakan terdiri dari 96 spesies tumbuhan dan satu spesies rayap.
Kata kunti: perilaku, Orangutan, Pongo pygmaeus, Kalimantan, perilaku.
ABSTRACT
Data collection was conducted using focal animal instantaneous. The daily activity data were group based on their ethogram and was adopting "The Standard of Orangutan's collection" from Morrogh-Bernard et al. (2002).
The research collected 739 hours 29 minutes of dawn to dusk observations. The daily activity was determined by activity proportion. Rehabilitated Orangutans was found to have higher proportion of social activity (79,29%) than the one of self-action activity (23,71%). The daily activity proportions consisted of 10,44% (females) and 14,13% (males) for movement, 29,01% (females) and 30,66% (males) for resting, 12,34% (females) and 4,90% (males) for social activities, 3,36% (females) and 2,49% (males) for self activities, and also 44,85% (females) and 47,82% (males) for foraging with 96 plants species and 1 termite species as food sources.
Keywords: behaviour, Orangutans, Pongo pygmaeus, Kalimantan.
PENDAHULUAN
Populasi Orangutan di habitatnya saat ini mengalami penurunan drastis, diperkirakan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir populasi tersebut telah menyusut 30-50% (Primack dkk. 1998; Indrawan, 2007). Penurunan populasi itu karena habitatnya telah rusak oleh penebangan liar, kebakaran hutan dan tingginya perburuan liar (Meijaard dkk. 2001).
Berbagai usaha penegakan hukum perlindungan Orangutan dilakukan pemerintah untuk menyelamatkan keberadaan Orangutan, yaitu dengan keluarnya UU No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta PP No 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia (Anonim, 1999). Usaha lain yang dilakukan adalah menangkap para pemburu, penyelundup dan pemelihara
illegal Orangutan, serta menyita Orangutan yang mereka miliki. Usaha ini bermanfaat bagi pemutihan kondisi Orangutan, karena diharapkan mampu menciptakan efek jera bagi pelanggar hukum tersebut, dan Orangutan sitaan tersebut memiliki potensi untuk reintroduksi (dilepas liarkan) kembali (Meijaard dkk. 2001).
Saat ini program rehabilitasi dan reintroduksi Orangutan di Indonesia terdapat di beberapa tempat, yaitu: Program Rehabilitasi Orangutan Sumatra di Bukit Lawang Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara, Program Rehabilitasi Orangutan Kalimantan di Taman Nasional Tanjung Puting di Kalimantan Tengah dan Wanariset Semboja di Kalimantan Timur yang melakukan program reintroduksinya di hutan Lindung Sungai Wain dan Hutan Lindung Pegunungan Meratus (Russon, 1999).
Hutan Lindung Pegunungan Meratus merupakan
kawasan hutan hujan dataran rendah dan hutan perbukitan yang sesuai dengan habitat asli Orangutan (Russon, 1999). Luasnya sekitar 120.000 ha dan dikelilingi oleh hutan konsensi kayu PT ITCI, yang menggunakan sistem tebang pilih. Diharapkan hutan konsensi ini nantinya mampu menyediakan habitat tambahan untuk mendukung program reintroduksi Orangutan di Hutan Lindung Pegunungan Meratus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku dan jenis pakan Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaeus, 1790) rehabilitan di Hutan Lindung Pegunungan Meratus Kalimantan Timur dalam usahanya beradaptasi terhadap lingkungannya yang baru.
MATERI DAN METODE

Gambar 1. CGambar 1. Orangutansrehabilitanifsas
Ket Barong,1Luna dan Ru a a. Baron, Luna dan L Ru bb.^Roslian dan Rajuli c c. 3Bonek
d- E3ento
e. Pasaran
f. Joshua
g. Maya dan Kaya
h. Itang dan Ayumi
perbedaan perilaku harian, penggunaan ketinggian dan makanan terhadap jenis kelamin Orangutan
Materi penelitian adalah 12 ekor Orangutan dan ketersediaan buah. Analisa data menggunakan yang menjadi satwa sasaran (Gambar 1, Tabel 1). SPSS windows versi 11.0.0 (SPSS Inc. 2001). Tes Orangutan sasaran tersebut terdiri atas 6 ekor pertama menggunakan Mann-Whitney U Test untuk Orangutan jantan dan 6 ekor Orangutan betina. membandingkan jenis kelamin Orangutan dan Mereka adalah Orangutan yang telah direhabilitasi ketersediaan buah pada perilaku harian, strata kanopi dan reintroduksi pada 4 pelepasan yang berbeda dari dan tipe makanan. Tes kedua menggunakan Kruskal-11 pelepasan yang telah dilakukan oleh Program Wallis test untuk menganalisa pemilihan makanan Reintroduksi Orangutan Wanariset Semboja (PROWS) Orangutan sasaran.
sejak tahun 1997 di Hutan Lindung Pegunungan Meratus Kalimantan Timur.
Penelitian dilaksanakan selama 739 jam 29 menit, penelitian dibantu 2 orang asisten peneliti dan 10 orang teknisi. Pengumpulan data perilaku Orangutan rehabilitan dilakukan dengan menggunakan metode focal animal instantaneous (Paterson, 1992). Pengumpulan data difokuskan pada satu individu Orangutan sebagai obyek atau sasaran dalam setiap pengamatan. Pencatatan data perilaku hariannya dilakukan setiap menit sebagai "pointsample". Metode ini cocok untuk Orangutan yang semi soliter dan memiliki karakter pergerakan yang lambat. Pengamatan dilakukan satu hari penuh, mulai Orangutan tersebut bangun dipagi hari (05.30-07.00) sampai tidak melakukan aktivitas dimalam hari dan
Tabel 1. Data Orangutan rehabilitan di Hutan Lindung Pegunungan Meratus yang menjadi sasaran pengamatan
Nama |
Jenis slamin |
Asal penyitaan |
Waktu pelepasan |
Perkiraan Umur (Th) |
Maya |
ietina |
Pontianak |
R-l, 1997 |
Dewasa, 9-13 |
Bento |
Jantan |
Samarinda |
R-ll, 1997 |
Dewasa, 11-17 |
Pasaran |
Betina |
Kuala Kapuas |
R-IV, 1999 |
Remaja, 8-1 0 |
Luna |
Betina |
Legian, Bali |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Roslian |
Betina |
Bengalon |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Itang |
Betina |
Sangatta |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Ayumi |
Betina |
Palangkaraya |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Rajuli |
Jantan |
Sepaku 2 |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Joshua |
Jantan |
Sangatta |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Baron |
Jantan |
Singapadu Bali |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Rudi |
Jantan |
Palangkaraya |
R-X, 2001 |
Anak, 5-7 |
Bonek |
Jantan |
Surabaya |
R-XI, 2002 |
Remaja, 8-10 |
Orangutan tersebut tidur (18.00-19.00). Data perilaku
harian ini dikelompokkan berdasarkan etogram yang HASIL DAN PEMBAHASAN
telah dibuat dan mengadopsi dari "Standar Pengambilan
Data Orangutan" dari Morrogh-Bernard et al. (2002).
Perilaku yang termasuk dalam standar ini adalah: Orangutan rata-rata aktif mulai pukul 06.25 (05.27 s/d perilaku pergerakan, perilaku istirahat, perilaku makan 07.27)(Gambar. 2), dan mulai tidur pukul 18.21 dan minum, perilaku sosial dan perilaku soliter (aksi (16.03 s/d 19.08). Rata-rata lama perilaku harian sendiri). Juga dilakukan identifikasi tumbuhan yang Orangutan 11 jam 57 menit (N: 59 hari). Hal ini mirip dimakan (Bodegom efal. 1999; Keller, 2000; Keller dan dengan Orangutan liar yang ditemukan Galdikas (1978) Sidiyasa, 1999; Sastrapraja dan Afriastini, 1984; Smith, di Tanjung Puting dan Rodman (1988) di Mentoko 1988). Kutai.
Data perilaku harian Orangutan rehabilitan dianalisa menggunakan statistik non-parametrik, untuk melihat

Gambar 2. Perilaku Harian Orangutan

3.36 2.49
Soliter
Jenis Penlaku
BBelina BJantan
Gambar 3. Prosentase Perilaku Harian Orangutan
Orangutan menggunakan 84%-92% perilaku hariannya untuk melakukan perilaku pergerakan, perilaku istirahat dan perilaku makan. Perilaku makan yang tinggi sepanjang hari, dan agak menurun pada siang hari karena meningkatnya perilaku istirahat (Gambar 2). Hal ini sedikit berbeda dengan yang di Sungai Wain, yaitu perilaku makannya tinggi, perilaku istirahat sedikit dan perilaku pergerakan juga sedikit (Frederiksson, 1995). Hal tersebut berbeda dengan perilaku Orangutan liar di Ulu Segama Sabah dan Sungai Ranun Sumatra (MacKinnon, 1972), Ketambe Sumatra (Rijksen, 1978) serta Mentoko Kutai (Rodman, 1988), karena perilaku makan Orangutan banyak terjadi pada pagi dan sore hari sedangkan siang hari yang banyak dilakukan adalah perilaku istirahat. Frederiksson (1995) menduga hal tersebut terjadi karena perbedaan umur, penelitian pada Orangutan liar umumnya umurnya sudah dewasa, sedangkan penelitian pada Orangutan rehabilitan umumnya umurnya masih muda.
Pada penelitian ini Orangutan jantan melakukan lebih banyak perilaku pergerakan, perilaku istirahat dan perilaku makan daripada Orangutan betina (Gambar 3). Sedangkan Orangutan betina lebih banyak melakukan perilaku sosial daripada Orangutan jantan, hal ini juga terjadi pada Orangutan liar di Tanjung Puting (Galdikas, 1978). Kemungkinan hal ini terjadi karena Orangutan jantan perilaku makannya lebih banyak, sehingga perlu perilaku pergerakan banyak dan akibatnya perilaku sosialnya kurang.
Menurut Rijksen (1978) bahwa perilaku pergerakan pada Orangutan yang berhubungan dengan perilaku makannya kemungkinan besar memang dipengaruhi jenis kelamin. Sedangkan Rodman dan Mitani (1987) mengatakan bahwa ada hubungan antara ukuran tubuh

-oto-foto: Kun∞ro. 2002
Gambar 4. Aktivitas hubungan induk dan anak orangutan Keterangan:
a. Maya melepas anaknya Kaya saat beristirahat.
b. Maya menggendong anaknya Kaya pada bagian dorsal saat menyeberangi sungai.
Foto: Kuncoro, 2002 Foto: Elieser T. Surianti.
Gambar 5. Aktivitas sosio-seksual orangutan
a. Jimmy melakukan perkosaan dan intromisi pada Ayumi
b. Bento berusaha memperkosa Rudi
antara Orangutan jantan dengan Orangutan betina terhadap perilaku pergerakan dan perilaku makannya.
Orangutan rehabilitan lebih sering menggunakan permukaan tanah sebagai tempat aktivitasnya, sedangkan pada Orangutan liar di Ketambe hanya berada di permukaan tanah apabila akan menyeberangi fragmen-fragmen hutan yang gundul (Rijksen, 1978). Menurut Rijksen (1978) Orangutan rehabilitan menggunakan kanopi pohon apabila merasa takut. Hal tersebut juga terjadi pada Ayumi, Bonek, Itang dan Rudi yang sebagian besar waktunya berada dipermukaan tanah, dan baru memanjat pohon untuk makan atau bertemu satwa lain seperti babi, rusa, beruang, kijang dan Orangutan lain yang lebih dominan. Fungsi lain kehidupan arboreal pada Orangutan berhubungan dengan ketersediaan pakan yang sesuai, saat musim buah Orangutan banyak beraktivitas pada kanopi tengah dan atas.
Perilaku sosial Orangutan (76,29%) lebih tinggi daripada perilaku soliter (23,71%), hal tersebut tampak pa^a Ayumi, Bento, Itang, Joshua, Maya, Pasaran dan Roslian, yang lebih banyak bermain-main pada saat mereka berkumpul. Perilaku sosial pada Maya dan Kaya merupakan perilaku hubungan induk dengan anaknya (mothering) (Gambar 4), sedangkan perilaku sosial pada Bento pada umumnya merupakan perilaku seksual (Gambar 5).
Perilaku seksual Bento merupakan perilaku seksual
dengan agresi (Gambar 5), Bento tercatat melakukan 42 kali perilaku seksual, dimana 90,48% dari perilaku tersebut dilakukan dengan pemaksaan (pemerkosaan), dan hanya 14,29% yang berhasil dilanjutkan dengan intromisi. Bento berhasil melakukan dua kali intromisi pada Orangutan betina Maya dan Pasaran, sedang yang tidak berhasil pada Orangutan jantan anak yaitu Rudi dan Firman. Menurut Galdikas (1978) dan Rijksen (1978) perilaku seksual pada Orangutan merupakan perilaku yang khas dimana sebagian besar perilaku tersebut selalu melibatkan pemaksaan (pemerkosaan). Sedangkan Fox (2001) dan Rijksen (1978) mengatakan perilaku homoseksual juga terjadi pada Orangutan liar dan Orangutan rehabilitan di Suaq Balimbing dan Ketambe Sumatra.
Orangutan lebih banyak memakan buah daripada umbut dan daun (Gambar 6,7,8). Terdapat 95 spesies tumbuhan dan satu spesies rayap Dicus piditermes yang dimakan Orangutan di Pegunungan Meratus. Pernah terlihat Itang menggunakan ranting sebagai alat untuk mengambil rayap dari dalam sarangnya. Beberapa buah yang dimakan Orangutan antara lain buah bandang (Borassodendron bomeensis), mata pelanduk (Baccaurea stipulata), terap (Arthocarpus anisophyllus), kapul (Baccaurea macrocapd), banitan (Polyalthia sumatrand), kempas (Kompassia spp.), Monocarpia euneura, Diospyros sp. Orangutan juga memakan bunga lae (Durio aaitifolius), umbut rotan (Calamus spp., Daemonorops spp., Korthalsia spp.), umbut Zingiberaceae (Alpina sp., Globa sp.) daun Girroniera nervosa dan Xantophylum affine, serta kulit kayu dari pohon Macaranga spp.
KESIMPULAN
-
1. Perilaku Orangutan Kalimantan adalah: perilaku sosial (79,29%) dan perilaku soliter (23,71%).
-
2. Perilaku hariannya meliputi: perilaku pergerakan: 10,44% (betina) dan 14,13% (jantan), perilaku istirahat: 29,01% (betina) dan 30,66% (jantan), perilaku sosial: 12,34% (betina) dan 4,90% (jantan), perilaku soliter: 3,36% (betina) dan 2,49% (jantan), perilaku makan: 44,85% (betina) dan 47,82% (jantan).
-
3. Makanan Orangutan terdiri dari 96 spesies tumbuhan dan satu spesies rayap
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis berterima kasih kepada:
-
1. Bpk. Dr.Ir. Willie TM. Smits selaku Direktur Gibbon Foundation dan Chairman dari Balikpapan Orangutan Survival Foundation (BOSF) atas dukungan financial.
-
2. Ibu Drh. Citrakasih M. Nente selaku Manager Proyek Program Reintroduksi Orangutan Wanariset Samboja (PROWS) berserta staf atas dukungan dan kerjasamanya selama penelitian.
JURNALBIOLOGI VOLUME XII No.2 DESEMBER 2008

Gambar 6. Perilaku makan orangutan
Keterangan:
-
a. Roslian dan Rajuli makan makanan suplai di platform kandang.
-
b. Baron dan Luna makan umbut rotan (Calamus spp.)
-
c. Kambium pohon yang dimakan orangutan saat buah sedikit
-
d. Baron makan buah bandang (Borassodendron bomeensis)
e. Baron dan Luna makan daun Xanthophylum affine. Bento makan buah bandang.
g. Sisa umbut Zingeberaceae yang dimakan orangutan
Gambar 7. Perilaku orangutan memakan rayap
Keterangan:
-
a. Baron makan rayap (Foto Purwokuncoro, 2002).
-
b. Bonek makan rayap (Foto Purwokuncoro, 2003)
-
c. Itang makan rayap menggunakan ranting (termite fishing).
Foto Punro Kuncoro. 2003
Gambar 8 Spesies tumbuhan makanan orangutan
Keterangan:
a. Buah terap (Arthocarpus anisophyllus), Kapul (Baccaurea macrocarpa), Monocarpia euneura dan Diospyros sp. (buah yang kecil).
b. Buah banitan (Polyalthia sumatrana) dan kempas (Kompassia spp.).
c. Bunga Lae (Durio acutifolius) dan buah mata poelanduk (Baccaurea stipula).
DAFTAR PUSTAKA:
Anonim. 1999. PP No. 7 Tahun 1999 Tentang Pengawetan Flora dan Fauna Indonesia. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan dan Perkebunan.
Bodegom, S., P.B. Pelser, P.J.A. Keller. 1999. Seedlings of Secondary Forest Tree Species of East Kalimantan Indonesia. MOFEC-Tropenbos-Kalimantan Project. Balikpapan.
Frederiksson, G. 1995. Reintroduction of Orangutan: A New Approach A Study on the Bahaviour and Ecology of Reintroduced Orangutans in the Sungai Wain Nature Reserve, East Kalimantan Indonesia. Uni-versiteit vanAmsterdam. Amsterdam. Thesis MSc. Unpublished.
Galdikas, B.M.F. 1978. Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Penterjemah C. Sugiarto. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Indrawan, M., R.B. Primack, I Supriatna. 2007. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Keller, P.J.A. 2000. Secondary Forest Trees of Kalimantan, Indonesia A Manual to 300 selected Species. MOFEC-Tropenbos-Kalimantan Project. Balikpapan.
Keller, P.J.A., K. Sidiyasa. 1999. Pohon-pohon Hutan Kalimantan Timur Pedoman mengenal 280 Jenis pohon Pilihan di daerah Balikpapan-Samarinda. MOFEC-Tropenbos-Kaliman Project. Balikpapan.
Meijaard, E., H.D. Rijksen, S.N. Kartikasari. 2001. Di Ambang KepunahanLKondisi Orangutan Liar di Awal Abad ke-21. Penyunting S.N. Kartikasari. The Gibbon Foundation Indonesia. Jakarta.
Morrogh-Bernard, H., S. Husson, C. McLardy. 2002. Orangutan Data Collection Standardization. Anselmo. Available at: http://www.orangutannetwork.net/data_col-lection.htm Opened: 31.03.2003.
Paterson, J.D. 1992. Primate Behavior, An Exercise Workbook. Waveland Press Inc. Prospect Heights-Illinois.
Primack, R.B., J. Supriatna, M. Indrawan, P. Kramadibrata. 1998. Biologi Konservasi. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Rijksen, H.D. 1978. A Field study on Sumatran Orangutans (Pongo pygmaeus abelii Lesson 1827) Ecology, Behaviour and Conservation. Modelingen
Landbouwhogeschool Wageningen. H. Veenman & Zonen B. V. Wageningen.
Rodman, P.S. 1988. Diversity and Consistency in Ecology and Behavior. In Orangutan Biology. Editor J.H. Schwartz. Oxford University Press. Oxford.
Rodman, P.S. and 1C. Mitani. 1987. Orangutan: Sexual Dimorphism in a Solitary Species. In Primate Societies. Editor B.B. Smuts, D.L. Cheney,
R.M. Seyfarth, R.W. Wrangham, T.T. Struhsaker. University of Chicago Press. Chicago.
Russon, A. 1999. Rehabilitation Sites and Sanctuaries. Available at: www.yorku.ca/faculty/academic/arusson/ rehab_sites.htm Opened: 19.04.2003.
Sastrapraja, S. dan J.J. Afriastini. 1984. Kerabat Beringin. Sen Sumber Daya Alam. Lembaga Biologi Nasional. LIPI. Bogor.
Smith, R.M. 1988. A Review of Bornean Zingiberaceae: IV (Globbeae). Notes RBG Edinb. Vol. 45. No. 1. 1-19.
Discussion and feedback