JURNAL BIOLOGI UDAYANA 23(1): 34-41

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Jumlah sel-sel spermatogenik dan histologis testis mencit (Mus musculus L.) pascapemberian ekstrak daun kaliandra merah (Calliandra calothyrsus Meissn.) dengan dosis dan interval waktu yang berbeda

Number of spermatogenic cells and testes histology of mice (Mus musculus L.) after treated with different times and intervals of red calliandra (Calliandra calothyrsus Meissn.) leaf extract

Ni Made Estriana Pranadya1,2, Iriani Setyawati1*, Dwi Ariani Yulihastuti1

1Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung, Bali 80361 – Indonesia

2Laboratorium Histologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Pendidikan Ganesha, Singaraja, Buleleng, Bali 81116 - Indonesia

*email: ir[email protected]

Diterima 2016 Disetujui 11 Juni 2019

INTISARI

Senyawa tanin dalam bentuk asam tanat diketahui dapat menghambat aktivitas akrosin spermatozoa dan aktivator plasminogen, yang merupakan suatu mekanisme antifertilitas. Daun kaliandra merah (Calliandra calothyrsus Meissn.) berpotensi dikembangkan sebagai obat herbal, namun daun ini mengandung tanin terkondensasi yang cukup tinggi, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun kaliandra merah terhadap reproduksi mencit jantan. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial yaitu dosis dan lamanya waktu perlakuan atau interval waktu dengan variasi empat dosis dan tiga lama perlakuan yang berbeda. Penelitian terdiri atas 12 perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan, yaitu kontrol (NaCl 0,9%) dan pemberian ekstrak daun kaliandra merah dosis 2, 4, dan 6 mg/kg BB berat badan mencit dengan waktu perlakuan selama 7, 14, dan 21 hari. Sehari setelah masa perlakuan berakhir, organ testis diisolasi dan dibuat sediaan preparat histologis. Parameter yang diamati yaitu jumlah sel-sel spermatogonia, spermatosit dan spermatid mencit. Metode perhitungan dilakukan secara langsung dengan mengamati sel-sel yang tersusun di tubulus seminiferus pada sediaan histologi testis untuk setiap perlakuan dan ulangan dengan menggunakan kamera mikroskopik dan software Image Raster dari Optilab. Data yang diperoleh dianalis dengan One Way Anova dan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT). Pemberian ekstrak daun kaliandra merah (calliandra calothyrsus meissn.) dengan dosis dan interval waktu yang berbeda menurunkan jumlah sel-sel spermatogenik testis mencit (mus musculus l.) dengan susunan sel-sel spermatogenik yang semakin tidak teratur, renggang dan lumen yang tidak terisi penuh spermatozoa.

Kata Kunci: kaliandra merah, spermatogonia, spermatosit, spermatid, mencit jantan

ABSTRACT

Tannin compounds in the form of tanic acid are known to inhibit the acrosine activity of spermatozoa and plasminogen activator, which is an antifertility mechanism. Red Calliandra (Calliandra calothyrsus Meissn.) leaves have the potential to be developed as herbal medicines, but these leaves contain high condensed tannins, so research needs to be done to determine the effect of red kaliandra leaf extract on the reproduction of male mice.This research used a completely randomized design (CRD) in a factorial patern with four doses and three

34

replications, i.e. control (NaCl 0,9%), doses of red caliandra leaf extract of 2, 4 and 6 mg/kg body weight and time interval of 7, 14 and 21 days. The testes organ were taken and processed histologically by Paraffin Methods and Hematoxylin-Eosin staining. Parameters observed were the amount of spermatogonia, spermatocyte and spermatid cells of male mice. A directly calculation method was done by observed the cells of tubulus seminiferous histology for each treatment used a microscope camera and Image Raster software (Optilab). The data were analyzed with One Way Anova and Duncan Multiple Range Test (DMRT). Calliandra calothyrsus leaf extract with different doses and time intervals decreased the amount of spermatogonia, spermatocytes and spermatids cells in the testes tubulus seminiferous of male mice, the arrangement of spermatogenic cells are increasingly irregular and the lumen were not full filled with spermatozoa cells.

Key words : red caliandra, spermatogonia, spermatocytes, spermatids, male mice.

PENDAHULUAN

Kaliandra merah (Calliandra calothyrsus Meissn.) merupakan tanaman yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Kaliandra mampu hidup pada wilayah dengan ketinggian di atas 1700 m dpl, berbagai jenis tanah yang rendah unsur hara dan curah hujan yang tinggi. Umumnya kaliandra merah dimanfaatkan kayunya sebagai kayu bakar dan daunnya sebagai pakan ternak, manfaat lainnya yaitu untuk konservasi lahan, tanaman peneduh, mencegah erosi, pupuk hijau, bubur kayu untuk pembuatan kertas dan sumber pakan bagi lebah madu. Kaliandra merah juga dimanfaatkan sebagai obat tradisional atau obat herbal (Herdiawan dkk., 2006).

Genus Calliandra sering digunakan penduduk asli Amazon (Peru) untuk mengobati sesak napas, radang sendi, rematik, kanker rahim, selain itu juga sebagai bahan untuk kontrasepsi. Tanaman ini dikenal manfaatnya untuk mengatasi diare, cacingan, demam, dan pereda nyeri, juga bersifat sebagai antiulserogenik, antikoligenik, antispasmodik, antikonvulsan, serta antimikroba terhadap bakteri E.coli, Staphyloccocus aureus dan S. gallinallum (Ofusori and Adejuwon, 2011; Orishadipe et al., 2010). Pengujian toksisitas kronis maupun akut ekstrak tanaman kaliandra terhadap hewan coba (mencit) melaporkan ekstrak kaliandra menunjukan gambaran histologi berupa rusaknya sel epitel pada dinding lambung, degenerasi sel-sel pada pulau Langerhans serta disorganisasi asini pankreas pada 28 hari perlakuan dengan dosis 4 mg/kg BB (Ofusori and Adejuwon, 2011).

Calliandra calothyrsus mengandung tanin dan senyawa fenol non tanin yaitu quercetin-2-rhamnosida. Genus kaliandra juga mengandung senyawa flavonoid dan saponin (Zeid et al., 2007). Penelitian Taitzoglou et al. (2001) melaporkan bahwa senyawa tanin dalam bentuk asam tanat dapat menghambat aktivitas akrosin spermatozoa dan aktivator plasminogen, yang merupakan suatu mekanisme antifertilitas.

Penelitian mengenai efek ekstrak daun kaliandra merah terhadap organ reproduksi jantan hingga saat ini masih belum diteliti. Berdasarkan kandungan tanin dan prospek ekstrak ini sebagai obat herbal, maka perlu dilakukan penelitian histologi testis mencit (Mus musculus L.) setelah pemberian ekstrak daun kaliandra merah (Calliandra calothyrsus Meissn.) dengan dosis dan interval waktu yang berbeda.

MATERI DAN METODE

Materi

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun Calliandra calothyrsus Meissn. diperoleh dari sepanjang Jalan Mekarsari, Baturiti, Bedugul. Daun dipetik dengan tangan dan dipilih yang berwarna hijau tua. Digunakan sebanyak 36 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan dewasa yang berumur tiga bulan dengan berat badan 25-30 g sebagai hewan coba untuk pengujian ekstrak daun kaliandra secara in vivo.

Metode

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial 4x3 yaitu empat variasi dosis dan tiga variasi waktu atau lamanya perlakuan, masing-masing dengan tiga ulangan sehingga dalam penelitian digunakan 36 ekor mencit (Mus musculus L.) jantan. Mencit (Mus musculus L.) jantan dewasa diambil secara acak dan dihitung berdasarkan rumus: (t-1)(r-1) ≥  15, dimana t

(treatment) merupakan perlakuan dan r (replication) merupakan ulangan. Di dalam penelitian ini terdiri atas t=12 perlakuan dengan masing-masing r=3, sehingga (12-1)(3-1)≥15.

Aklimatisasi Mencit Jantan

Mencit ditimbang dan diaklimatisasi selama tujuh hari dalam kandang bak plastik dengan penutup kawat dan diberi alas sekam. Mencit diberi pakan konsentrat (pellet) merk CP 551 (PT Japfa Comfeed) dan air minum isi ulang secara ad libitum. Sebelum perlakuan, mencit ditimbang berat badannya dan diamati kesehatan fisiknya.

Pembuatan Ekstrak Kasar Daun Kaliandra dan Penentuan Dosis

Daun kaliandra dikeringanginkan hingga mencapai berat konstan, dihaluskan dengan blender kemudian diayak. Maserasi dilakukan terhadap 500 g serbuk daun kaliandra selama 72 jam menggunakan alkohol 96%. Evaporasi dilakukan menggunakan vacuum rotary evaporator. Ekstrak kasar (pasta) daun kaliandra merah yang dihasilkan dilarutkan dengan pelarut NaCl 0,9%. Ekstrak diberikan dengan dosis 2, 4, dan 6 mg/kg berat badan (BB). Berat badan mencit dalam penelitian ini 25-30 g, sebagai contoh untuk berat badan mencit 25 g dan dosis 2 mg/kg, maka perhitungan dosisnya adalah lθθg × 2 mg = 0,05 mg/25 g BB atau 0,05 mg/ekor mencit, dimana pemberian ekstrak sebanyak 0,05 mg/25 g BB mencit ini setara dengan dosis 2 mg/kg BB mencit. Ekstrak kasar setelah dilarutkan dengan pelarut, diberikan pada mencit 0,2 ml/ekor/hari secara gavage (Assiam dkk., 2014).

Perlakuan dan Pengambilan Sampel Organ

Penelitian ini terdiri atas 12 perlakuan dengan masing-masing tiga ulangan, yaitu kontrol (NaCl 0,9%) dan perlakuan ekstrak daun kaliandra merah dosis 2, 4, dan 6 mg/kg BB berat badan mencit dengan waktu perlakuan selama 7, 14, dan 21 hari. Sehari setelah masa perlakuan berakhir, mencit jantan dikorbankan dengan dimasukkan ke dalam toples kaca yang diisi kapas yang telah diberi kloroform. Setelah dibedah, organ testis diisolasi dan dibuat sediaan preparat histologis. Organ testis sebelah kanan diambil dan dimasukkan ke dalam botol vial yang berisi larutan NBF (Neutral Buffer Formalin) 10%.

Pembuatan Sediaan Histologis

Sediaan histologi dibuat dengan metode parafin dan teknik pewarnaan Hematoxylin-Eosin. Testis direndam berturut-turut di dalam: alkohol bertingkat 70%, 80%, 90%, 96%, etanol 2 kali, xylol 2 kali. Selanjutnya direndam dalam parafin cair 2 kali (suhu 60oC) masing-masing selama 2 jam, kemudian pengeblokan dengan parafin dan disimpan di dalam refrigerator. Pemotongan dilakukan dengan mikrotom kemudian hasil sayatan diletakkan di atas gelas obyek dan diletakkan di atas alat pemanas bersuhu 60oC. Pewarnaan dilakukan dengan merendam gelas objek di dalam xylol 3 kali dan etanol 2 kali masing-masing 5 menit, aquades 1 menit, Hematoxylin 15 menit, aquades 1 menit, alkohol + acid 4-5 celupan, aquades 15 menit, Eosin 1% selama 2 menit, alkohol 96% 3 kali masing-masing 3 menit, etanol 2 kali masing-masing 5 menit, dan xylol 2 kali masing-masing 5 menit. Tahap akhir ditambahkan perekat Entelan lalu ditutup dengan gelas penutup. Sediaan histologi testis dibuat dengan ketebalan 5 μm (Marfu’ah dkk., 2014).

Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian ini adalah jumlah sel-sel spermatogonia, spermatosit, dan spermatid mencit jantan, yang diamati dari sediaan histologi organ testis dengan mikroskop merk Olympus perbesaran 400 kali.   Sel-sel  spermatogonia,

spermatosit dan spermatid dihitung secara langsung pada tubulus seminiferus dengan mengamati preparat histologi testis untuk masing-masing 36

perlakuan dan ulangan. Pemotretan sediaan histologis dilakukan dengan software Optilab Viewer dan penghitungan sel-sel spermatogenik dilakukan dengan software Image Raster (Micronos).

Analisis Data

Jika data terdistribusi normal maka dianalisis dengan uji One Way Anova. Apabila berbeda nyata (p≤0,5), dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT). Jika data terdistribusi normal maka dianalisis dengan uji Kruskal Wallis. Apabila berbeda nyata (p≤0,5), maka dianalisis dengan Mann Whitney. Data dianalisis dengan program SPSS For Windows versi 22.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Berdasarkan hasil analisis statistik, perlakuan dosis 2, 4, 6 mg/kg dan lama pemberian ekstrak daun kaliandra merah 7, 14, dan 21 hari menunjukkan interaksi yang dapat mempengaruhi jumlah spermatogonia mencit. Jumlah spermatogonia pada kontrol berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan yang lain, namun diantara perlakuan dosis 2, 4 dan 6 mg/kg BB jumlah spermatogonia tidak berbeda nyata. Jumlah spermatogonia tidak berbeda nyata pada lama perlakuan 7, 14 dan 21 hari (Tabel 1).

Tabel 1. Rerata Jumlah Spermatogonia

Lama Perlakuan

Dosis         7 hari

14 hari            21 hari         Rerata

Kontrol 115,67 ± 18,71 b

115,33 ± 5,50 b    117,66 ± 16,04 b   116,22 B

2 mg    101,67 ± 18,44 a

Jumlah

4 mg    71,00 ± 12,12 a

Spermatogonia

(sel)             6 mg    74,00 ± 8,00 a

63,00 ± 9,64 a     67,67 ± 6,42 a     77,44 A

74,33 ± 9,50 a     94,00 ±6,00 a     79,78 A

71,00 ± 15,71 a    73,67 ± 9,07 a     72,88 A

Rerata   90,58 ± 23,42 A

80,92 ± 23,09 A   88,25 ± 22,23 A

Keterangan: huruf kecil yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05), huruf besar yang berbeda pada baris atau kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Interaksi dosis dan lama perlakuan adalah nyata (P<0,05).

Data setelah diuji statistik menunjukkan tidak ada interaksi antara perlakuan dosis dengan durasi (lama) pemberian ekstrak terhadap jumlah spermatosit mencit. Diantara perlakuan dosis ekstrak, jumlah spermatosit mencit tertinggi pada

kontrol. Terjadi penurunan jumlah spermatosit pada perlakuan dosis dibandingkan kontrol. Jumlah spermatosit mencit tidak berbeda nyata antara lama perlakuan 7, 14, 21 hari (Tabel 2).

Tabel 2. Rerata Jumlah Spermatosit

Perlakuan

Jumlah Spermatosit

Dosis Ekstrak

Kontrol

212,67 ± 55,27 b

2 mg

157,00 ± 45,89 a

4 mg

183,33 ± 53,18 ab

6 mg

161,67 ± 38,95 ab

Lama Perlakuan

7 hari

172,42 ± 53,72 a

14 hari

186,58 ± 60,26 a

21 hari

177,00 ± 43,21 a

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05). Interaksi dosis dan lama perlakuan tidak nyata (P>0,05)


Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara perlakuan dosis dan lama pemberian ekstrak terhadap jumlah spermatid mencit. Diantara perlakuan dosis ekstrak, jumlah spermatid mencit tertinggi pada kontrol. Terjadi

penurunan jumlah spermatid pada perlakuan dosis dibandingkan kontrol. Jumlah spermatid mencit tidak berbeda nyata antara lama perlakuan 7, 14, 21 hari (Tabel 3).

Tabel 3. Rerata Jumlah Spermatid

Perlakuan

Jumlah Spermatid

Dosis Ekstrak          Kontrol

114,56 ± 25,57 c

2 mg

64,88 ± 26,43 a

4 mg

97,33 ± 13,56 bc

6 mg

79,67 ± 13,24 ab

Lama Perlakuan       7 hari

86,17± 15,77 a

14 hari

93,67 ± 26,33 a

21 hari

87,50 ± 37,49 a

Keterangan: huruf yang sama pada kolom yang sama adalah tidak berbeda nyata (P>0,05). Interaksi dosis dan lama perlakuan tidak nyata (P>0,05)

Pembahasan

Rerata jumlah spermatogonia secara statistik menunjukkan adanya interaksi antara dosis dan lama pemberian ekstrak daun kaliandra merah yang dapat memengaruhi jumlah spermatogonia mencit dewasa. Terjadi penurunan jumlah spermatogonia dosis perlakuan dibandingkan dengan kontrol. Jumlah spermatogonia pada kontrol berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan yang lain, namun diantara perlakuan dosis 2, 4 dan 6 mg/kg BB jumlah spermatogonia tidak berbeda nyata. Jumlah spermatogonia tidak berbeda nyata diantara lama perlakuan 7, 14 dan 21 hari. Nilai terendah jumlah sel-sel spermatogonia adalah pada dosis 2 mg/kg BB dengan lama perlakuan 14 hari.

Penurunan jumlah sel spermatogonia disebabkan adanya senyawa bioaktif flavonoid, alkaloid dan tanin dalam ekstrak daun kaliandra merah yang diduga memiliki sifat antifertilitas. Senyawa antifertilitas bekerja dengan dua cara yaitu melalui efek sitotoksik atau efek sitostatik. Efek sitotoksik berkaitan dengan apoptosis sel-sel spermatogenik. Efek sitostatik berkaitan dengan terhambatnya perkembangan sel-sel spermatogenik yang sedang aktif membelah dan menghambat laju

metabolisme sel spermatogenik dengan mengganggu keseimbangan sistem hormon.

Penurunan jumlah spermatogonia pada perlakuan juga diduga akibat terhambatnya produksi hormon testosteron. Dalam hal ini, senyawa flavonoid dalam ekstrak menstimulasi sintesis estrogen pada mamalia, karena struktur kimia yang mirip dengan struktur estrogen endogen (Nurliani dkk., 2005). Estrogen dan bahan yang bersifat estrogenik akan mensupresi FSH (Folicle Stimulating Hormone) dan LH (Luteinizing Hormone) (Wahyuni, 2002). Senyawa estrogenik ini dapat menstimulasi feed back negatif terhadap poros hipotalamus-hipofisis-testis     sehingga     dapat

menyebabkan turunnya produksi FSH maupun LH. Penurunan sintesis LH akan memicu turunnya sintesis hormon testosteron oleh sel-sel Leydig di dalam testis. Sedangkan menurunnya sintesis FSH akan mempengaruhi kinerja sel Sertoli sebagai sel penyedia nutrisi bagi sel-sel spermatogenik. Dengan demikian, terganggunya sekresi sel Sertoli dan sel Leydig akan mengganggu spermatogenesis (Bashandy, 2006).

Penurunan jumlah spermatosit diduga diakibatkan oleh terhambatnya sekresi hormon 38

testosteron yang disebabkan oleh senyawa bioaktif dari kandungan ekstrak daun kaliandra merah berupa flavonoid, saponin, tanin dan alkaloid. Senyawa-senyawa ini mempunyai aksi sitotoksik serta inhibitor terhadap hormon yang mampu menghambat metabolisme sel-sel spermatogenik melalui gangguan terhadap keseimbangan hormonal (Herdiningrat, 2002). Mekanisme kerja senyawa bioaktif ekstrak daun kaliandra diduga menghambat metabolisme sel-sel spermatogenik melalui kedua mekanisme aksi tersebut.

Hormon testosteron menginisiasi pembelahan profase meiosis pertama tahap

diakinesis meiosis ketika dimulainya pembelahan metafase sel-sel spermatosit. Menurut Johnsons dan Everitt (2018), sel-sel spermatosit sensitif terhadap pengaruh luar dan cenderung mengalami kerusakan setelah profase meiosis pertama pada saat proses pindah silang antara kromosom homolog. Bila terjadi kerusakan sel-sel spermatosit, akan terjadi degenerasi kemudian sel Sertoli akan memfagositosis yang akan mengurangi jumlah sel-sel spermatosit. Berkurangnya jumlah spermatosit akan berpengaruh terhadap penurunan jumlah spermatid akibat rusaknya sebagian sel spermatosit yang mengalami pembelahan.

Gambar 4. Gambaran histologi testis mencit kontrol dan perlakuan setelah pemberian ekstrak daun kaliandra merah selama 21 hari: (A) Kontrol, (B) Dosis 2 mg/kg BB, (C) Dosis 4 mg/kg BB, (D) Dosis 6 mg/kg b.


Keterangan: 1. Spermatogonia, 2. Spermatosit, 3. Spermatid, 4. Spermatozoa dalam lumen (tanda panah) (Gambar dengan perbesaran 400x)

Gambaran normal histologi tubulus seminiferus testis (Gambar 1) menunjukkan susunan sel-sel spermatogenik yang berlapis-lapis sesuai tingkat perkembangannya. Dari lamina basalis ke arah lumen tubulus seminiferus, susunan sel-sel

spermatogenik yang sedang berkembang berturut-turut yaitu spermatogonium, spermatosit dan spermatid serta lumen terisi penuh dengan spermatozoa. Susunan sel-sel spermatogenik ini ke arah lumen tubulus seminiferus tampak jelas dan

padat. Hal ini menunjukkan bahwa proses spermatogenesis berjalan dengan baik. Gambar 1.B menunjukkan susunan sel spermatogenik teratur, agak renggang, lumen sempit dan terisi banyak spermatozoa. Gambar 1.C dan 1.D menunjukkan susunan sel spematogenik yang tidak beraturan sesuai dengan tingkat perkembangannya, sel-selnya tampak renggang, tidak teratur, dengan lumen tubulus yang lebar dan terisi sedikit spermatozoa. Hal ini menunjukan adanya gangguan pada tahap spermatogenesis pada tubulus seminiferus akibat pemberian dosis ekstrak daun kaliandra merah.

Susunan sel spermatogenik tubulus seminiferus testis yang renggang dan tidak teratur dapat disebabkan oleh adanya kerusakan sel-sel spermatogenik yang selanjutnya difagositosis oleh sel-sel sertoli. Kurang penuhnya spermatozoa dalam lumen tubulus seminiferus disebabkan adanya gangguan spermiogenesis sehingga berkurangnya jumlah spermatid yang selanjutnya berdiferensiasi lebih lanjut menjadi spermatozoa (Sukmaningsih, 2009).

Hambatan perkembangan sel-sel spermatogenik yaitu turunnya jumlah sel-sel spermatogonia, spermatosit dan spermatid pada penelitian ini yang diduga akibat penurunan hormon FSH, LH, dan testosteron namun dalam penelitian ini kadar hormon tidak diukur. Turunnya jumlah sel-sel spermatogenik diduga juga karena efek sitostatik dari senyawa alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin yang menyebabkan kerusakan pada spermatogonia sehingga proses pembelahan pada tahap selanjutnya hingga terbentuknya spermatozoa menjadi terhambat (Wistuba dkk, 2007). Ekstrak daun kaliandra merah ini berpotensi sebagai alternatif kontrasepsi pria yang bersifat sementara, karena gangguan atau kerusakan pada sel spermatogonia tidak sampai menyebabkan kerusakan atau kematian seluruh sel spermatogonia. Sel spermatogonia yang tidak mengalami kerusakan tetap dapat mengalami pembelahan pada tahap selanjutnya.

SIMPULAN

Ekstrak daun Calliandra calothyrsus dalam penelitian ini menyebabkan turunnya jumlah sel-sel spermatogenik dalam tubulus seminiferus testis

mencit dengan susunan sel-sel spermatogenik yang semakin tidak teratur, renggang dan lumen yang tidak terisi penuh spermatozoa.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi senyawa aktif manakah yang terkandung di dalam ekstrak daun kaliandra merah (Calliandra calothyrsus Meissn.) yang langsung berpengaruh terhadap spermatogenesis, hormon testosteron maupun kualitas spermatozoa pada mencit (Mus musculus L.).

DAFTAR PUSTAKA

Assiam, N., I., Setyawati dan S. K., Sudirga. 2014.

Pengaruh Dosis dan Lama Perlakuan Ekstrak Daun Kaliandra Merah (Calliandra calothyrsus Meissn.) terhadap Struktur Histologi Ginjal Mencit (Mus musculus L.). Jurnal Simbiosis II (2): 236-246 ISSN: 2337-7224. Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana

Bashandy, A.E.S. 2006. Effect of The Fixed Oil Nigella sativa on Male Fertility in Normal and Hiperglipidemic. Intl. J. Pharmacol, 2(1):104-109.

Herdiningrat, S. 2002. Efek Pemberian Infusa Buah Manggis Muda (Garcinia mangostana Linn.) terhadap Spermatozoa Mencit (Mus musculus), Majalah Andrologi Indonesia 10: 128-137.

Johnsons, M. and B. Everitt. 2018. Essential Reproduction. 8th edition. Blackwell Sci.Pub.Oxford, London, Edinburg.

Marfu’ah, N., I.W., Kasa, dan S.C., Yowani. 2014. Pengaruh Steroid Anabolik Methandienone terhadap Kuantitas Spermatozoa Tikus Putih (Rattus novegicus). Jurnal Biologi XVIII (1): 24-27. Universitas Udayana, Bali.

Nurliani, A., Rusmiati, dan H. B., Santoso. 2005. Perkembangan Sel Spermatogenik. Mencit (Mus musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Kulit Kayu Durian (Durio zibethinus Murr.). FMIPA Universitas Lambung Mangkurat. Kalimantan Selatan. Berk. Penel. Hayati: 11 (77–79)

Ofusori, D.A. and A.O., Adejuwon. 2011.

Histopathological Studies of Acute and Chronic

40

Effects of Calliandra portoricensis Leaf Extract on the Stomach and Pancreas of Adult Swiss Albino Mice. Asian Pacific Journal of Tropical Biomedicine. 182-185.

Orishadipe, A.T., J.I., Okogun, and E., Mishelia. 2010. Gas Chromatography-Mass Spectrometry Analysis of the Hexane Extract of Calliandra portoricensis and Its Antimicrobial Activity. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 4(7):131-134.

Sukmaningsih AA. 2009. Penurunan Jumlah Spermatosit Pakiten dan Spermatid Tubulus Seminiferus Testis pada Mencit (Mus musculus) Yang Dipaparkan Asap Rokok. Jurnal Biologi. XIII ; (2):31-35.

Susetyarini, R.E. 2009. Efek Senyawa Aktif Daun Beluntas Terhadap Kadar Testoteron Tikus Putih 27 (Ratus Norwegicus) Jantan, GAMMA V(1): 21-27.

Taitzoglou, I.A., Tsantarliotou, M., Zervos, I., Kouretas, D., and Kokolis, N.A. 2001. Inhibition of Human and Ovine Acrosomal Enzymes by Tannic Acid in Vitro. Reproduction 121(1): 131137.

Wahyuni A, 2002. Pengaruh Solasodin terhadap Diameter Tubulus Seminiferus dan Gambaran Sel-sel Spermatogenik mencit (Mus musculus) Dewasa. Jurnal Kedokteran YARSI. 10:56–65.

Wistuba, J., J.B. Stukenborg, C.M, Luetjens. 2007. Mammalian Spermatogenesis. J ournal Functional        Development        and

Embryology,1(2):99-117.

41