JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana

http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023

Pengaruh Jenis Adsorben dan Panjang Kolom terhadap Durasi Pemurnian Asap Cair Tempurung Kelapa

Effect of Adsorbent Type and Coulomn Lenght on Long Purification Time Liquid Smoked of Coconut Shell

Vebiulina Simanjuntak, I Putu Surya Wirawan*, I Gusti Ketut Arya Arthawan Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abtsrak

Peningkatan mutu asap cair dilakukan dengan cara pemurnian (adsorpsi dan distilasi) menggunakan variasi panjang kolom dan jenis adsorben. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh jenis adsorben (arang aktif, silica gel, dan zeolit) dan panjang kolom (5 cm, kolom 10 cm dan kolom 15 cm) terhadap durasi yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair. Parameter yang dianalisis terdiri dari aroma, warna durasi pemurnian, dan kandungan senyawa. Uji kandungan senyawa asap cair dilakukan melaui uji GC-MS. Hasil penelitian menunjukkan kolom dengan panjang 5 cm dan jenis adsorben silica gel adalah yang tercepat dengan waktu pemurnian 138 menit. Kolom dengan panjang 15 cm dan jenis adsorben arang aktif adalah yang terlama dengan waktu pemurnian 207 menit. Hasil uji GC-MS menunjukkan adsorben arang aktif merupakan asap cair terbaik dengan spesifikasi warna kuning keputihan dan jernih, aroma yang tidak kuat, dan kandungan senyawa fenol sebesar 12.88 % sesuai dengan standar mutu asap cair menurut FAO 2001 yang baik untuk dijadikan sebagai pengawet bahan pangan.

Kata kunci: adsorben, asap cair, distilasi, panjang kolom

Abstract

Improving the quality of liquid smoke is carried out by purification (adsorption and distillation) using variations in column length and type of adsorbent. This study aims to determine the effect of the type of adsorbent (activated charcoal, silica gel, and zeolite) and the length of the column (5 cm, column 10 cm, and column 15 cm) on the duration required to purify liquid smoke. Parameters analyzed consisted of aroma, color, long purification time, and compound content. The liquid smoke compound content test by the GC-MS test. The results showed that the column with a length of 5 cm and the type of silica gel adsorbent was the fastest purification time at 138 minutes. The length column of 15 cm and the type of activated charcoal adsorbent were the longest purification time at 207 minutes. The results of the GC-MS test show that activated charcoal adsorbent is the best liquid smoke with specifications of a whitish yellow color and clear, not strong aroma, and a phenolic compound content of 12.88% in accordance with the quality standard of liquid smoke according to FAO 2001 which is allowed for use as a food preservative.

Keywords: adsorbent, column lenghts, distillation, liquid smoke

PENDAHULUAN

Isu terkait penggunaan pengawet bahan makanan yang melanggar ketentuan kesehatan seperti formalin dan boraks berkembang sangat pesat dewasa ini. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1168/MENKES/PER/X/ 1999 sudah melarang penggunaan formalin, boraks dan senyawa kimia lainnya sebagai bahan yang tidak boleh ditambahkan pada makanan. Formalin bukan merupakan bahan tambahan untuk makanan karena dapat menjadi racun yang sangat berbahaya bagi tubuh (Yulianti, 2021). Solusi yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah pengawet makanan berbahaya adalah dengan penggunaan teknologi asap cair (liquid smoke). Asap cair merupakan hasil kondensasi atau

pengembunan dari pirolisis kayu. Senyawa yang terbentuk akibat proses pirolisis kayu mengandung sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Asap cair mengandung tiga senyawa utama yaitu fenol, karbonil dan senyawa asam (Jamilatun et al., 2015). Senyawa-senyawa tersebut banyak digunakan sebagai pengawet alami untuk makanan yang memberikan karakteristik sensori berupa aroma, warna, serta rasa yang khas pada produk pangan (Megasari, 2020). Bahan baku yang umum dijadikan sebagai bahan untuk membuat asap cair adalah jenis kayu-kayuan. Tempurung kelapa merupakan jenis kayu yang dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam pembuatan asap cair.

Jenis bahan pengasapan sangat menentukan kualitas dan kuantitas unsur kimia yang terkandung di dalam asap asap cair. Asap cair yang dimanfaatkan sebagai pengawet tidak boleh mengandung senyawa berbahaya seperti polycyclic aromatic hydrocarbon (PAH) (Silir et al., 2018). Senyawa PAH ini adalah rantai aromatik yang dapat menyebabkan kanker. Sehingga asap cair yang dihasilkan harus dimurnikan lagi untuk memisahkannya dari senyawa-senyawa berbahaya.

Untuk meningkatkan mutu asap cair dilakukan proses pemurnian, seperti adsorpsi dan distilasi. Adsorpsi memiliki beberapa kelebihan apabila dibandingkan dengan metode lainnya, diantaranya biaya yang dibutuhkan lebih murah, prosesnya sederhana, memiliki efektivitas dan efisiensi yang tinggi serta adsorbennya dapat digunakan berulang-ulang (Fitriani dan Fadli, 2016). Adsorpsi merupakan suatu proses pemisahan zat (adsorbat) menggunakan adsorben. Ukuran pori adsorben berpengaruh terhadap proses pemurnian, pemisahan dan menghilangkan pengotor (Farizi dan Sa’diyah, 2021). Adsorpsi dilakukan menggunakan adsorben seperti, karbon aktif (arang aktif), silica gel dan zeolit. Arang aktif pada umumnya dimanfaatkan sebagai bahan untuk penjernih dan penyerap (Nurdin dan Nurdiana, 2017). Arang aktif merupakan arang yang sudah melewati proses aktivasi untuk meningkatkan luas permukaannya sehingga meliliki daya adsorpsi yang tinggi. Zeolit merupakan adsorben yang memiliki kapasitas tukar kation selektif yang tinggi yang membuatnya cocok dimanfaatkan sebagai penghilang zat pengotor. Zeolit akan memiliki daya serap yang baik apabila dilakukan proses aktivasi sebelum digunakan (Ervie et al., 2016). Silica gel merupakan adsorben yang telah banyak digunakan untuk proses adsorpsi karena memiliki gugus aktif silanol dan siloksan. Silika gel juga banyak dimanfaatkan sebagai adsorben pada makanan karena memiliki kemampuan menyerap kelembaban yang dapat mencegah kerusakan pada makanan selama penyimpanan (Yusrin et al., 2014).

Proses distilasi asap cair tempurung kelapa bertujuan untuk memisahkan senyawa-senyawa fenol, asam, dan senyawa yang berperan sebagai anti bakteri dengan senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis yang disebut tar (Dewi et al., 2019). Distilasi merupakan metode pemisahan campuran yang didasarkan pada perbedaan tingkat volatilitas (kemudahan suatu zat untuk menguap) pada suhu dan tekanan tertentu. Pada penelitian ini digunakan variasi panjang kolom sebesar 5 cm, 10 cm dan 15 cm dengan diberi ruang 1 cm dari batas penghubung antara kolom adsorben dan kolom kondendasi sehingga menghasilkan volume yang sama dengan massa yang berbeda.

Variasi panjang kolom dilakukan untuk mendapatkan kapasitas adsorben yang ditampung. Penggunaan panjang kolom bervariasi yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm dilakukan untuk mendapatkan durasi yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair hingga jenuh. Proses distilasi dilakukan dengan cara melewatkan adsorbat dari kolom yang berisi adsorben lalu memasuki kolom kondensasi dan jatuh kedalam Erlenmeyer sebagai tempat penampungan hasil asap cair yang bebas dari zat berbahaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh panjang kolom terhadap durasi pemurnian asap cair dan untuk mendapatkan pengaruh jenis adsorben pada alat dehidrator terhadap kualitas asap cair tempurung kelapa.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Rekayasa alat dan Ergonomika Gedung Agrokomplek Kampus Sudirman Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana dan Laboratorium Forensik Polda Bali. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2022 sampai dengan Juli 2022.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari asap cair tempurung kelapa, arang bambu betung, zeolit, silica gel, dan aquades. Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari hot plate stireer, ayakan 60 mesh, ayakan 80 mesh, kertas saring, furnace, dehidrator, kolom adsorben, pompa aerasi, aluminium foil, cawan porselen, kondensor, erlenmenyer, labu distilasi, termometer, stopwatch, gelas ukur.

Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan batasan yaitu penggunaan alat pemanas atau hot plate stireer dengan daya 180 watt, labu destilasi ukuran 100 ml dengan suhu ruang yang digunakan adalah suhu ruang ber-AC yaitu ± 20 °C.

Tahapan Penelitian

Preparasi Zeolit

Zeolit dihancurkan menggunakan mortar besi kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh dan 80 mesh. Zeolit yang tidak lolos ayakan 80 mesh adalah zeolit dengan ukuran 60 mesh. Zeolit diaktivasi dengan cara dipanaskan menggunakan furnace dengan suhu 600° C selama 1 jam sehingga diperoleh zeolit teraktivasi.

Preparasi Arang Aktif

Arang dihancurkan menggunakan mortar besi kemudian diayak menggunakan ayakan 60 mesh dan

80 mesh. Selanjutnya, arang yang tidak lolos ayakan 80 mesh adalah arang dengan ukuran 60 mesh. Arang kemudian dicuci dengan aquades ditunggu beberapa menit selanjutnya arang yang mengapung dibuang dan arang yang mengendap diambil. Arang yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 110ºC selama 1 jam sehingga diperoleh arang aktif yang sudah teraktivasi.

Persiapan Bahan

Adsorben arang aktif, silica gel dan zeolit dimasukkan kedalam kolom. Selanjutnya, adsorben diisi ke dalam setiap kolom hingga 1 cm batas penghubung antara kolom adsorben dengan kolom kondensasi. Kemudian ditimbang dan dicatat beratnya. Lalu dimasukkan ke dalam wadah kedap udara.

Distilasi Asap Cair

Asap cair grade 3 dimurnikan dengan cara distilasi hingga terpisah antara cairan coklat yang mengandung tar dengan destilat yang bewarna bening. Dehidrator dilengkapi dengan 3 jenis kolom yang dapat dibongkar pasang. Penggunaan 3 jenis kolom yang berbeda berkaitan dengan waktu yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair. Asap cair yang akan dimurnikan sebanyak 100 ml dimasukkan ke dalam labu distilasi. Selanjutnya dipanaskan menggunakan hot plate stireer pada suhu 200 °C sampai adsorben tidak mampu lagi menyerap air yang terdapat pada labu distilasi atau dapat dikatakan jenuh. Hasil distilasi ditampung pada erlenmenyer selanjutnya di ukur dengan menggunakan gelas ukur untuk mengetahui jumlah asap cair yang dihasilkan. Skema alat pemurnian asap cair dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Skema pemurnian asap cair (Wirawan, 2019)


Parameter Penelitian

Uji Fisik Asap Cair

Uji fisik asap cair meliputi aroma dan warna yang dihasilkan dari asap cair tempurung kelapa dengan menggunakan jenis adsorben yang berbeda. Penentuan aroma asap cair dibaui dengan menggunakan indra penciuman dan untuk penentuan warna asap cair diamati secara visual.

Durasi Pemurnian

Asap cair dimurnikan menggunakan proses distilasi. Durasi yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair diukur menggunkanan stopwatch. Untuk perhitungan durasi distilasi dilakukan pada saat asap cair mulai dipanaskan hingga jenuh. Kemudian hasil pengukuran durasi pemurnian dicatat.

Analisa Kandungan GC-MS (Gas Chromatography Mass Spectrometry)

Sampel asap cair hasil distilasi arang aktif, silica gel dan zeolit selanjutnya dianalisis menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrometry (GCMS) untuk mengetahui kandungan senyawa yang ada di dalam asap cair tersebut. Dari analisa GC-MS akan didapat dua informasi dasar, yaitu hasil analisis kromatografi gas yang ditampilkan dalam bentuk kromatogram dan hasil analisis spektrometri massa yang ditampilkan dalam bentuk spektrum massa. Dari kromatogram diperoleh informasi terkait jumlah senyawa kimia yang terkandung ditunjukkan oleh jumlah puncak yang terbentuk pada kromatogram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Fisik Asap Cair

Uji fisik asap cair meliputi aroma dan warna yang dihasilkan dari asap cair tempurung kelapa dengan berbagai jenis adsorben. Asap cair yang awalnya

berwarna coklat gelap setelah dilewatkan melalui kolom yang berisi adsorben berubah warna menjadi lebih jernih dengan aroma yang tidak terlalu menyengat. Distilasi menggunakan jenis adsorben yang berbeda menghasilkan asap cair dengan warna yang berbeda (Gambar 3). Penggunaan adsorben dalam distilasi asap cair sangat efektif dalam

membantu untuk menyerap kandungan senyawa

Gambar 2. Asap cair sebelum distilasi


berbahaya seperti tar yang terkandung didalam asap cair. Secara visual proses distilasi menunjukkan terjadinya perubahan warna dari sebelum dilakukan proses distilasi dengan setelah dilakukan proses distilasi menggunakaan ketiga jenis adsorben. Asap cair sebelum dan sesudah distilasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3. Asap cair setelah distilasi


Tabel 1. Hasil uji fisik aroma dan warna asap cair dengan berbagai jenis adsorben.

Tinggi Kolom (cm)

Jenis Adsorben

Warna

Aroma

5

Arang aktif

Kuning keputihan dan

Tidak menyengat

jernih

Silica gel

Merah kecoklatan

Sangat menyengat

Zeolit

Kuning

Tidak menyegat

10

Arang aktif

Kuning muda dan jernih

Tidak menyegat

Silica gel

Coklat

Sangat menyengat

Zeolit

-

-

15

Arang aktif

Kuning muda dan jernih

Tidak menyegat

Silica gel

Kuning kecoklatan

Sangat menyengat

Zeolit

-

-

Dari Tabel 1 dilihat bahwa pemurnian asap cair dengan berbagai jenis adsorben memberikan pengaruh terhadap pengurangan bau asap cair yang sangat menyengat serta perubahan warna dari coklat gelap menjadi lebih bening dan jernih. Pada saat

proses distilasi, asap cair mengalami perubahan warna dari coklat gelap menjadi lebih jernih. Hal ini disebabkan oleh terpisahnya kandungan senyawa tar dan karbonil yang terdapat pada asap cair sehingga warna asap cair menjadi lebih cerah (Dewi et al.,

2019). Dari hasil diatas dilihat bahwa asap cair yang dimurnikan menggunakan jenis adsorben arang aktif merupakan asap cair dengan kualitas terbaik dilihat dari warnanya yang lebih jernih serta aromanya yang tidak menyengat dibandingkan dengan asap cair lainnya. Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Salamah dan Jamilatun (2017), penggunaan arang aktif pada saat penjernihan asap cair menyebabkan pengurangan bau yang sangat menyengat pada asap cair. Begitu juga dengan warna

yang dihasilkan dari filtrasi menggunakan arang aktif lebih jernih dibandingkan sebelum filtrasi menggunakan arang aktif.

Waktu Pemurnian

Distilasi dilakukan menggunakan jenis kolom yang berbeda yaitu, kolom 5 cm, 10 cm dan 15 cm dan jenis adsorben yang berbeda yaitu, arang aktif, silica gel dan zeolit. Pengaruh panjang kolom terhadap durasi pemurnian asap cair dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Durasi distilasi asap cair.

Tinggi Kolom (cm)

Jenis Adsorben

Massa Adsorben (gr)

Waktu Distilasi(menit)

5

Arang aktif

2.2

169

Silica gel

4.5

138

Zeolit

3.3

153

10

Arang aktif

7.2

193

Silica gel

12.4

156

Zeolit

12

-

15

Arang aktif

10

207

Silica gel

18.7

203

Zeolit

15.8

-

Keterangan: Volume kolom adsorben 5 cm (3.15 cm3), 10 cm (7.1 cm3) dan 15 cm (11 cm3)

Tabel 2 menunjukkan bahwa kolom distilasi yang digunakan memiliki panjang yang bervariasi sehingga mempengaruhi durasi yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair hingga jenuh. Peningkatan panjang kolom yang digunakan mengakibatkan waktu distilasi semakin meningkat. Tanda (-) melambangkan tidak didapatkan waktu pemurnian yang diakibatkan oleh panjang kolom yang terlalu tinggi serta jenis adsorben yang memiliki sifat polar atau hidrofilik. Pada penggunaan jenis adsorben arang aktif dengan panjang kolom 5 cm menghasilkan waktu distilasi yaitu 169 menit terjadi peningkatan waktu pada kolom 10 cm yaitu 193 menit dan pada panjang kolom 15 cm menghasilkan waktu distilasi yaitu 207 menit. Pada penggunaan jenis adsorben silica gel dengan panjang kolom 5 cm mengasilkan waktu yaitu 138 menit mengalami peningkatan waktu distilasi pada kolom 10 cm yaitu 156 cm dan kolom 15 cm yaitu 203 menit. Jenis adsorben silica gel dan zeolit juga mengalami peningkatan waktu distilasi. Maka didapatkan hubungan panjang kolom terhadap durasi distilasi yaitu semakin tinggi kolom distilasi maka semakin lama durasi yang dibutuhkan untuk memirnikan asap cair. Durasi distilasi juga dipengaruhi oleh penggunaan jenis adsorben. Adsorben arang aktif merupakan adsorben yang permukaannya bersifat non polar (hidropfobik) (Katja et al., 2012). Sedangkan silica gel dan zeolit merupakan adsorben bersifat polar (hidrofilik).

Penggunaan kolom yang bervariasi menyebabkan perbedaan massa adsorben yang didapatkan. Hal ini dikarenakan sebelum massa adsorben didapatkan terlebih dahulu setiap jenis adsorben dimasukkan kedalam kolom adsorben dengan memberikan ruang 1 cm dari batas atas penghubung antara kolom adsorben dengan kolom kondensasi (volume sama). Massa jenis sebanding dengan massa suatu bahan. Apabila suatu bahan memiliki volume yang sama, maka bahan yang bermassa paling besarlah yang memiliki massa jenis paling besar. Perbedaan massa adsorben diakibatkan oleh perbedaan massa jenis dari jenis adsorben itu sendiri. Dari Tabel 2 dilihat bahwa semakin panjang kolom distilasi maka semakin lama durasi yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair.

Berdasarkan Tabel 2 dapat digambarkan dengan grafik pengaruh panjang kolom distilasi terhadap durasi distilasi. Gambar 4 menunjukkan bahwa panjang kolom mempengaruhi durasi pemurnian. Penggunaan kolom 15 cm dengan jenis adsorben arang aktif memiliki durasi pemurnian terlama yaitu 207 menit. Sedangkan durasi pemurnian tercepat adalah kolom 5 cm dengan jenis adsorben silica gel dengan waktu 138 menit. Pada penelitian ini penggunaan kolom adsorben dan jumlah adsorben berbanding lurus, yang dimana semakin panjang ukuran kolom yang digunakan maka semakin banyak jumlah adsorben yang digunakan. Penggunaan adsorben yang semakin banyak mengakibatkan luas permukaan adsorben semakin bertambah. Semakin

bertambah luas permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang dapat berikatan dengan

adsorben mengakibatkan semakin lama durasi yang dibutuhkan untuk memurnikan asap cair.

250


200

150

100


50


0


Panjang Kolom (cm)


  • ■    AK

  • ■    SCK

  • ■    ZK


Gambar 4. Pengaruh panjang kolom terhadap durasi pemurnian dengan jenis adsorben arang aktif (AK), silica gel (SCK) dan zeolit (ZK)


Gambar 5. Hasil kromatogram GC-MS asap cair dengan adsorben silica gel


Pada saat proses distilasi menggunakan kolom dengan panjang 10 cm zeolit yang digunakan sebanyak 12 gram dan pada saat menggunakan kolom 15 cm zeolit yang digunakan sebanyak 15,8 gram. Untuk kolom 10 cm dan 15 cm dengan jenis adsorben zeolit tidak didapatkan waktu distilasi, hal ini disebabkan oleh penggunaan jenis kolom yang lebih panjang yaitu kolom 10 cm dan kolom 15 cm juga disebabkan oleh penggunaan jenis adsorben zeolit

yang dimana zeolit memiliki sifat polar atau hidrofilik (suka air). Pada saat asap cair mendidih uap masuk kedalam kolom adsorben menyebabkan zeolit yang berada dikolom adsorben menjadi basah dan memadat sehingga uap sulit untuk lewat. Selanjutnya, uap tertahan didalam labu distilasi menyebabkan terbentuknya tekanan yang mengakibatkan zeolit dan asap cair grade 3 melompat masuk dan menutup

kolom kondendasi sehingga tidak ada uap yang dihasilkan di Erlenmeyer.

Proses distilasi asap cair dilakukan dengan menguapkan adsorbat dari labu distilasi dengan melewati kolom yang berisi adsorben. Proses tersebut dinamakan dengan waktu kontak atau durasi lamanya adsorben dengan adsorbat membentuk ikatan dalam satu interaksi hingga adsorbat terikat oleh adsorben dalam proses adsorpsi (Masiring, 2017). Semakin lama waktu kontak maka semakin besar adsorbat yang diserap oleh adsorben hingga adsorben sampai pada titik jenuhnya (Gani dan Widodo, 2011).

Analisa GC-MS (Gas Chromotography Mass Spectroscopy)

Analisa GC-MS bertujuan untuk mengetahui senyawa yang terkandung pada asap cair. Dari kromatogram diperoleh informasi terkait jumlah senyawa kimia yang terkandung dalam asap cair yang dianalisis yang ditunjukkan oleh jumlah puncak yang terbentuk pada kromatogram. Hasil kromatogram dari asap cair menampilkan bahwa terdapat 40 peak yang terbentuk dapat dilihat pada Gambar 5. Dari hasil distilasi asap cair menggunakan adsorben dengan jenis yang berbeda diperoleh sebanyak 50 jenis komponen yang terdapat didalam asap. Terdapat

3 senyawa paling dominan yang terkandung di dalam asap cair dilihat dari puncak tertinggi peak dan persentase area terbesar menunjukkan senyawa paling dominan.

Tabel 3 menunjukkan bahwa senyawa fenol, senyawa Tetrasiloxane, decamethyl- atau yang lebih dikenal dengan nama senyawa organosilikon, dan senyawa creosol adalah komponen utama asap cair. Kandungan senyawa fenol tertinggi diperoleh dari asap cair dengan adsorben silica gel dengan total persentase sebesar 47.05 % diikuti oleh asap cair dengan adsorben zeolit dengan total persentase sebesar 24.57 % dan yang paling kecil yaitu asap cair dengan adsorben arang aktif sebesar 12.88 %. Ada juga persentase senyawa Tetrasiloxane, decamethyl-atau senyawa organosilikon terbesar terkandung pada asap cair dengan adsorben arang aktif yang apabila ditotalkan keseluruhan sebesar 71.91 % diikuti oleh asap cair dengan adsorben zeolit sebesar 53.37 % dan yang paling kecil yaitu asap cair dengan adsorben silica gel sebesar 5.79 %. Sedangkan persentase senyawa creosol terbesar diperoleh dari asap cair dengan adsorben silica gel yaitu sebesar 22.67 % diikuti oleh asap cair dengan adsorben zeolit yaitu sebesar 5.40 % dan yang paling kecil yaitu asap cair dengan adsorben arang aktif yaitu sebesar 3.63 %.

Tabel 3. Senyawa paling dominan hasil uji GC-MS asap cair hasil distilasi

No

Area (%)

Nama Senyawa

Arang aktif         Silica gel            Zeolit

1

2

3

Fenol                      12.88              47.05              24.57

Creosol                     3.63               22.67               5.40

Tetrasiloxane, decamethyl-            71.91                5.79               53.37

Tabel 4. Perbandingan kualitas asap cair FAO 2001 dengan asap cair yang dihasilkan dari berbagai jenis adsorben

Parameter        Standar FAO 2001

Area (%)

Arang aktif       Silica gel          Zeolit

Penampakan Warna      Kuning/ Coklat

Cerah

Kuning         Merah         Kuning

keputihan dan      kecoklatan

Kadar Fenol           0,1 – 16%

jernih

12,88%         47,05%         24,57%

Hasil identifikasi GC-MS menunjukkan ketiga jenis asap cair dapat digunakan sebagai pengawet untuk bahan pangan karena tidak ditemukan senyawa senyawa berbahaya seperti tar dan senyawa PAH. Tempurung kelapa yang memiliki kadar fenol yang tinggi akan menghasilkan kualitas asap cair yang baik karena berfungsi sebagai antioksidan untuk menghambat pertumbuhan bakteri karena oksidasi

lemak. Sehingga pada penelitian ini, kualitas asap cair tempurung kelapa dengan menggunakan jenis adsorben yang berbeda dibandingkan standar mutu asap cair menurut FAO 2001 dapat dilihat pada Tabel 4. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa asap cair dengan adsorben jenis arang aktif merupakan asap cair dengan kualitas terbaik dengan karakteristik memiliki warna kuning keputihan dan jernih serta

kadar fenol sebesar 12.88 % yang sudah sesuai dengan standar mutu asap cair menurut FAO 2001. Menurut Karima dan Edwar (2016), asap cair yang disaring menggunakan arang aktif memiliki warna lebih jernih disebabkan oleh terjadinya pengurangan kadar fenol, karena warna kuning atau coklat pada asap cair disebabkan oleh banyaknya senyawa fenol yang terkandung.

KESIMPULAN

Penggunaan panjang kolom 5 cm, 10 cm, dan 15 cm mempengaruhi durasi yang dibutuhkan untuk pemurnian hingga jenuh. Durasi tercepat untuk melakukan pemurnian adalah dengan menggunakan kolom dengan panjang 5 cm dan jenis adsorben silica gel yaitu 138 menit, sedangkan durasi pemurnian terlama adalah dengan menggunakan kolom dengan panjang 15 cm dan jenis adsorben arang aktif yaitu 207 menit. Hasil uji GC-MS, asap cair terbaik adalah asap cair dengan penggunaan arang aktif sebagai adsorbennya dengan spesifikasi memiliki warna kuning keputihan dan jernih, aroma yang tidak kuat dan juga kandungan senyawa fenol sebesar 12.88 % yang sesuai dengan standar mutu asap cair menurut FAO 2001 yang berarti baik untuk dijadikan sebagai pengawet bahan pangan.

DAFTAR PUSTAKA

Dewi, J., Gani, A., & Nazar, M. (2019). Analisis Kualitas Asap Cair Tempurung Kelapa dan Ampas Tebu sebagai Bahan Pengawet Alami pada Tahu. Jurnal IPA & Pembelajaran IPA, 2(2),                                106–112.

https://doi.org/10.24815/jipi.v2i2.12743

Ervie, O., Nora, I., & Harlia. (2016). Pengaruh Destilasi Berulang Dan Pemurnian Menggunakan Zeolit Teraktivasi H2SO4 Terhadap Komposisi Asap Cair Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS). Jurnal Kimia Khatulistiwa, Vol 5(4), 62–67.

Farizi, N. Al, & Sa’diyah, K. (2021). Pengaruh Jenis dan Rasio Penambahan Adsorben pada Pemurnian Asap Cair Nurrahmad. Jurnal Teknologi Separasi, 8(9), 18–27.

Fitriani, I., & Fadli, A. (2016). Kinetika Adsorpsi pada Penjerapan Ion Timbal (Pb +2 ) Terlarut dalam Air Menggunakan Partikel Tricalcium Phosphate. Jom FTEKNIK, 3(1), 1–6.

Gani, M. ulum A., & Widodo. (2011). Percobaan Penyerapan Limbah Industri Menggunakan Karbon Aktif dari Batubara Tanjung Tabalong ,

Kalimantan Selatan. Jurnal Geologi Indonesia, 6(4), 239–248.

Jamilatun, S., Setyawan, M., Salamah, S., Purnama, D. A. A., & Putri, R. U. M. (2015). Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa dengan Aktivasi Sebelum dan Sesudah Pirolisis. Seminar Nasional Sains Dan Teknologi, 0258, 1–8.

Katja, D. G., Suryanto, E., & Momuat, L. I. 2012. Pengaruh Adsorben Terhadap Aktivitas Antioksidan Dari Asap Cair Kayu Cempaka (Michelia champaka Linn). Chemistry Progress, 1(1), 54–59.

Karima, R., & Edwar, F. (2016). Pengaruh Jenis dan Jumlah Adsorben Serta Lama Perendaman Terhadap Cuka Kayu Untuk Pengawet Makanan. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan, 8, 17–24.

Masiring, G. Y. (2017). Pemanfaatan Karbon Aktif Granul Berbahan dasar Tempurung Kelapa Penyerap Limbah Deterjen Sebagai Media Tanaman Jagung Zea mays L. In Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9).

Megasari, R. (2020). Analisis Kandungan Kimia Asap Cair dari Tempurung dan Sabut Kelapa dengan Metode Destilasi. Journal Of Agritech Science      (JASc),      4(2),      61–68.

https://doi.org/10.30869/jasc.v4i2.577

Nurdin, A.,  & Nurdiana, J. (2017). Evaluasi

Pembuatan Arang Aktif dari Tempurung Kelapa. Jurnal Teknologi Lingkungan, 1(09), 27–35.

Salamah, S., & Jamilatun, S. (2017). Pemanfaatan Asap Cair Food Grade yang Dimurnikan dengan Arang Aktif sebagai Pengawet Ikan Nila. Eksergi,               14(2),               29.

https://doi.org/10.31315/e.v14i2.2027

Silir, S., Ningrum, Y., Perbawani, S., Anggraini, A., Tribhuwana, U.,  & Malang, T. (2018).

Pemurnian Asap Cair Terhadap Kinerja Reaktor Pirolisis Melalui Proses Filtrasi Zeolit Aktif. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Industri, Universitas Tribhuwana Tunggadewi, Malang, 1(September), 1–6.

Wirawan, I. P. S. 2018. Pengembangan Dehidrasi Bioetanol dengan Adsorben Karbon Aktif Bambu Petung (Dendrocalamus asper). Disertasi S3. Tidak Dipublikasikan. Fakultas

Pasca Sarjana IPB, Bogor.

Yulianti, C. H. (2021). Perbandingan Uji Deteksi Formalin pada Makanan Menggunakan Pereaksi Antilin dan Rapid Tes Kit Formalin (Labstest). Journal of Pharmacy and Science, 6(1),                                    53–58.

https://doi.org/10.53342/pharmasci.v6i1.205

Yusrin, A., Susatyo, E., & Mahatmanti, F. (2014). Perbandingan Kemampuan Silika Gel dari Abu Sabut Kelapa dan Abu Sekam Padi untuk Menurunkan Kadar Logam Cd 2+. Jurnal MIPA,           37(2),            154–162.

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/JM

253